Pengelolaan Lahan Gambut Secara Berkelanjutan PDF

Title Pengelolaan Lahan Gambut Secara Berkelanjutan
Author Ethelbert Davitson
Pages 36
File Size 1.3 MB
File Type PDF
Total Downloads 392
Total Views 910

Summary

MAKALAH MATA KULIAH PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DAN PASANG SURUT (1) “Pengelolaan Lahan Gambut Secara Berkelanjutan” DOSEN PENGAMPU: Prof. Dr. Ir. SALAMPAK DOHONG, MS OLEH: ETHELBERT DAVITSON PHANIAS CFA 217 040 PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS P...


Description

MAKALAH MATA KULIAH PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DAN PASANG SURUT (1)

“Pengelolaan Lahan Gambut Secara Berkelanjutan”

DOSEN PENGAMPU: Prof. Dr. Ir. SALAMPAK DOHONG, MS

OLEH: ETHELBERT DAVITSON PHANIAS CFA 217 040

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PALANGKARAYA 2017

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga saya mendapat kemampuan untuk menyelesaikan makalah ini dengan judul “Lahan Gambut Secara Berkelanjutan” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Lahan Gambut dan Pasang Surut (1). Ucapan terima kasih yang dalam tak terhingga saya sampaikan kepada seluruh komponen yang memberikan bantuan kepada saya sehingga makalah ini tersusun dengan baik. Ucapan terima kasih kami terutama disampaikan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. SALAMPAK DOHONG, MS sebagai dosen pengampu mata kuliah Pengelolaan Lahan Gambut dan Pasang Surut yang telah memberikan tugas beserta pengasuhan dalam pembuatan makalah ini. 2. Teman-teman PSAL angkatan 2017 yang telah memberikan dukungan baik itu berupa moril maupun materil. Banyak komponen yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya dalam mendapatkan ide dalam penyusunan makalah ini, mudahmudahan Tuhan Yang Maha Esa membalasnya dengan yang lebih baik. Dalam penulisan makalah

ini, saya sebagai penyusun tidak menutup

kemungkinan adanya membuat kesalahan dan kekeliruan. Oleh sebab itu saya berharap untuk diberi kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih bagus lagi kedepannya. Atas perhatian dan partisipasinya saya selaku penyusun makalah ini mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna sehingga dapat menambah pengetahuan bagi kita semua.

Palangka Raya,

Penulis,

ii

Januari 2018

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul..................................................................................................... i Kata Pengantar ................................................................................................... ii Daftar Isi ............................................................................................................. iii Daftar Gambar ..................................................................................................... iv Daftar Tabel ........................................................................................................ v

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 1.4 Manfaat Penulisan ..........................................................................

1 4 4 4

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Tanah Gambut ............................................................................... 2.2 Sifat Fisika Tanah Gambut ........................................................... 2.2.1 Ketebalan Gambut ............................................................. 2.2.2 Kedalaman Muka Air Tanah ............................................. 2.2.3 Warna Tanah ...................................................................... 2.2.4 Kematangan Gambut (Kadar Serat %) .............................. 2.2.5 Bobot Isi (BD) ................................................................... 2.2.6 Kadar Air ........................................................................... 2.3 Sifat Kimia Tanah Gambut ........................................................... 2.4 Pengelolaan Lahan Gambut .......................................................... 2.4.1 Gambut Untuk Pertanian ................................................... 2.4.2 Gambut Untuk Tanaman Hutan ......................................... 2.4.3 Pengurangan Emisi GRK ................................................... 2.4.4 Pengendalian Muka Air Tanah .......................................... 2.4.5 Persiapan Lahan Tanpa Bakar ........................................... 2.4.6 Tanaman Penutup Tanah ...................................................

5 8 8 9 9 10 10 11 11 14 14 19 20 21 23 25

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan ................................................................................... 27 3.2 Saran ............................................................................................. 27 Daftar Pustaka .................................................................................................... 28

iii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Sketsa Desain Pembuatan Sekat Kanal ............................................ 17 Gambar 2. Aktivita Pembuatan Sekat Kanal Di desa Tanjung Taruna ............. 17 Gambar 3. Tanaman penutup tanah kelakai (Stenochiaena palustris) untuk mempertahankan kelembapan tanah gambut ................................... 26

iv

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbedaan sifat kimia dari gambut eutropik, mesotropik, dan oligotropik ...................................................................................... 12

v

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu

sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat di empat pulau besar yaitu di Sumatera 35%, Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmaera dan Seram 3%( Radjagukguk, 1992; 1995 ). Hutan gambut adalah jenis hutan yang tumbuh pada suatu lapisan tebal dari bahan organik dengan tebal ± 50 cm. Lapisan bahan organik ini terdiri atas tumbukan tumbuhan yang telah mati seperti dedaunan, akar-akar, ranting, bahkan batang pohon lengkap, yang terakumulasi selama ribuan tahun. Lapisan gambut terbentuk karena tumbuhan yang mati dalam keadaan normal dengan cepat mengalami penguraian oleh bakteri dan organisme lainnya. Namun karena sifat tanah gambut yang anaerob dan memiliki keasaman tinggi, serta kurangnya unsur hara, maka proses dekomposisi berlangsung lambat (Utomo, 2008). Menurut Agus et al. (2011), hutan gambut yang masih alami berperan sebagai penyerap gas CO2 dan menyimpan cadangan air. Tanah gambut memiliki cadangan karbon dalam tanah sebesar 300-700 t/ha. Gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik dengan komposisi lebih dari 65% yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu ratusan tahun dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang terhambat proses dekomposisinya karena suasana anaerob dan basah. Setiap lahan gambut

1

mempunyai karakteristik yang berbeda tergantung dari sifat-sifat dari badan alami yang terdiri dari sifat fisika, kimia, dan biologi serta macam sedimen di bawahnya, yang akan menentukan daya dukung wilayah gambut, menyangkut kapasitasnya sebagai media tumbuh, habitat biota, keanekaragaman hayati, dan hidrotopografi (Menteri Pertanian, Peraturan Nomor: 14/Permentan/PL.110/2/ 2009). Lahan gambut memiliki beberapa fungsi strategis, seperti fungsi hidrologis, sebagai penambat (sequester) karbon dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa (Bellamy, 1995).Lahan gambut tergolong lahan marginal dan ”fragile” dengan produktivitas biasanya rendah dan sangat mudah mengalami kerusakan. Pengembangan pertanian pada lahan rawa gambut untuk menunjang pembangunan berkelanjutan memerlukan perencanaan yang cermat dan teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat. Konservasi dan optimalisasi pemanfaatan lahan rawa gambut sesuai dengan karakteristiknya memerlukan informasi mengenai tipe, karakteristik, dan penyebarannya (Widjaja Adhi, 1992). Kerusakan ekosistem gambut berdampak besar terhadap lingkungan setempat (in situ) maupun lingkungan sekelilingnya (ex situ). Kejadian banjir di hilir DAS merupakan salah satu dampak dari rusaknya ekosistem gambut. Deforestasi hutan dan penggunaan lahan gambut untuk sistem pertanian yang memerlukan drainase dalam (> 30 cm) serta pembakaran atau kebakaran menyebabkan emisi CO2 menjadi sangat tinggi (Ratmini, 2012). Lahan gambut sebenarnya cukup potenslal untuk di jadikan lahan pertanian; dengan syarat adanya perbaikan yang cukup intensif untuk mengubah kondisi

2

alamiahnya menjadi bentuk lahan pertanian yang menguntungkan. Penguasaan serta pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan program pengembangan daerah rawa, khususnya rawa gambut. Dalam proyek-proyek pengembangan lahan gambut perencanaan, pengelolaan dan pengembangan sumberdaya air selama ini belum banyak mendapat perhatian. Hal yang mendasar dalam pengelolaan lahan rawa gambut adalah sistem drainase. Drainase diperlukan dengan tetap menjaga muka air tanah pada batas yang optimum, untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Andriesse, 1988), serta harus dilakukan secara sangat berhati-hati. Saluran drainase (pembuang) harus terpisah dari saluran pemberi dan merupakan suatu pasangan yang harus selalu berdampingan. Drainase yang berlebihan dapat menyebabkan gambut menjadi kering dan tldak mampu menyerap air kembali, karena adanya sifat kering tidak balik (irreversible drying) pada bahan gambut. Andriesse (1988) menyatakan bahwa proses kering tidak balik dapat di hubungkan dengan kerapatan lindak tanah (bulk density). Kering tidak balik dapat terjadi pada gambut dengan kerapatan lindak yang rendah, sedangkan gambut dengan kerapatan lindak yang tinggi relative mudah menyerap air kembali. Pengelolaan lahan gambut mendapat perhatian besar, terutama untuk budidaya tanaman perkebunan. Selain itu lahan gambut juga berpotensi besar untuk budidaya tanaman pangan (Utama&Haryoko, 2009). Sedangkan menurut Sagiman (2007) pengembangan lahan gambut untuk pertanian tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat fisika maupun kimia gambut, namun dipengaruhi pula oleh manajemen yang akan diterapkan.

3

1.2

Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini, berdasarkan latar belakang di atas

adalah sebagai berikut: 1. Apa saja sifat fisika dan kimia pada tanah gambut? 2. Apa saja cara pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan?

1.3

Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah

sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui sifat fisika dan kimia pada tanah gambut. 2. Untuk mengetahui cara pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan.

1.4

Manfaat Penulisan Manfaat penulisan ini adalah memberikan informasi kepada pembaca

mengenai sifat fisika dan kimia tanah gambut, serta tentang bagaimana cara pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan sehingga ekosistem gambut dapat terjaga kelestariannya.

4

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1

Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang secara dominan tersusun dari sisa-sisa

jaringan tumbuhan (Subagyo et al., 1996). Tanah gambut terbentuk karena laju penumpukan bahan organik jauh lebih besar dar~pada proses dekomposisinya, sehingga bahan organik berakumulasi makin tebal sampai suatu saat mengalami keseimbangan dengan lingkungan sekitarnya (Bell, 1992). Secara umum, gambut terbentuk di dataran rawa, berupa aluvium yang diendapkan pada suatu kawasan yang lingkungannya bersifat salin. atau payau, yang biasanya berada dl laut dangkal. Bahan induk ini kaya akan sulfur karena bercampur pada 'keadaan salin atau payau, baik yang berasal dari bahan mineralnya maupun dari bahan organiknya. Adanya proses kimia, fisika, serta biologis menyebabkan tanah-tanah yang terbentuk mengandung pirit. Kandungan pirit ini berbahaya, bagi tanaman apabila teroksidasi, tetapi tidak berbahaya dalam keadaan reduksi, yaitu berada di bawah muka air (Pandjaitan dan Hardjoamidjojo, 1999). Tanah gambut dapat terbentuk di daerah rawa pasang surut maupun di daerah pedalaman yang tidak dipengaruhi oleh air pasang surut. Di daerah rawa yang selalu tergenang air proses penimbunan bahan organik lebih cepat daripadaproses dekomposisinya, karena itu terjadi akumulasi bahan organik., Rawa-rawa di Indonesia terbentuk sekitar 5000 tahun yang lalu. Saat itu terjadi transgresi air laut (muka air laut naik) akibat mencaimya es di kutub, sehingga pada

5

saat regresi (muka air taut turun) banyak daerah-daerah sekitar pantai Sumatera, Kalimantan, serta Irian Jaya tergenang menjadi rawa (Hardjowigeno, 1996). Pembentukan tanah gam but di beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan terjadi antara 2000-6830 tahun yang lalu. Klasifikasi lahan rawa sehubungan dengan kondisi hidro-topografinya dilakukan sebagai berikut (sesuai Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan, (Puslittanak, 1993): - kategori A: lahan dapat diairi melalui air pasang, baik pada waktu pasang besar (spring tid e) maupun pasang rendah (neap tide), pada Musim Hujan (MH) maupun Musim Kering (MK); - kategori B: lahan dapat diairi selama pasang besar saja dan berlangsung antara 6-8 kali dalam satu tahun; - kategori C: lahan tidak dapat diairi seeara reguler melalui air pasang, namum air tanah dapat dikendalikan pada kondisi muka air tanah atau pada zona perakaran; - kategori D: lahan tidak dapat diairi melalui air pasang, dan air tanah sering berada jauh dibawah zona perakaran (> 70 cm dibawah permukaan tanah. Tanah gambut menurut definisi dari Sistem Klasifikasi Tanah dalam Taksonomi Tanah, di klasifikasikan kedalam Ordo Histosol (histos, tissue = jaringan) yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Soil Survey Staff, 1994): a. mengandung 18% atau lebih Corganik jika fraksi mineralnya mengandung 60% atau lebih liat;

6

b. mengandung 12% atau lebih C-organik jika fraksi mineralnya tidak mengandung liat; c. jika kandungan liatnya antara 060%, maka kandungan C-organik terdapat antara 12-18%. Andriesse (1988) memberikan sistem klasifikasi tanah gambut yang di dasarkan pada enam karakterisitik dasar, yaitu: a. topografi dan geomorfologi: berhubungan dengan aspek landscape, sehingga dikenal adanya gambut low moor (dataran rendah), transitional moor (daerah transisi), dan high moor ( dataran tinggi); b. vegetasi permukaan: sering dihubungkan pad a keperluan manajemen, terutama pada saat "reklamasi lahan yang menyangkut biaya pembukaan lahan gambut; c. vegetasi asli yang membentUk gam but: dihubungkan dengan bahan gam but yang berasal. dari JeOls vegetasi tertentu yang membentuknya, sehingga dikenal adanya gam but yang berasal dari lumut (moss peat), rumputrumputan (saw-grass peat), tanaman dari famili Cyperaeeae (Cyperaceae peat), dan tanaman hutan (forest atau woody peat); d. sifat kimia gambut: dihubungkan dengan pengaruhnya pada karakteristik kimia lingkungannya, terutama menyangkut tingkat kesuburan gambut, sehingga dikenal istilah eutrophic (kesuburan tinggi), mesotrophic (kesuburan sedang), dan oligotrophic (kesuburan rendah);

7

e. sifat fisik gambut: dihubungkan dengan tingkat dekomposisi bahan gambut, seperti tingkat fibrik (kandungan bahan organik>2/3), hemik (kandungan bahan organik 113 - 2/3), dan saprik (kandungan bahan organik < 113); f. proses genesis gambut: dihubungkan dengan iklim yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan gam but, sehingga dikenal istilah gam but daerah tropika (tropical peat), dan gambut daerah sedang (temperate peat). 2.2

Sifat Fisika Tanah Gambut Sifat fisik gambut sangat penting didalam usaha reklamasi dan pengelo1aan

air pada tanah gambut. Kajian sifat fisik gambut sangat berhubungan dengan aspek mekanika tanah (soil mechanic), keteknikan tanah (soil engineering), serta konservasi gambut (peat conservation). 2.2.1

Ketebalan Gambut Gambut dengan ketebalan > 3 m diperuntukan sebagai kawasan konservasi

sesuai dengan keputusan presiden No. 32/1990. Hal ini disebabkan oleh semakin tebal gambut, semakin penting pula fungsinya dalam memberikan perlindungan terhadap lingkungan dan sebaliknya kondisi lingkungan lahan gambut tebal semakin rapuh apabila dikonversi menjadi lahan pertanian. Pertanian di lahan gambut tebal lebih sulit pengelolaannya dan mahal biayanya karena kesuburannya rendah dan daya dukung tanahnya rendah sehingga sulit dilalui kendaraan pengangkutan sarana pertanian dan hasil panen (Agus & Subiksa, 2008). Semakin tebal lapisan gambut maka kesuburan tanahnya semakin menurun sehingga tanaman sulit mencapai lapisan mineral yang berada di lapisan bawahnya. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu, serta mengakibatkan tanaman

8

mudah condong dan roboh khususnya pada tanaman tahunan atau tanaman perkebunan (Suswati et al., 2011) 2.2.2

Kedalaman Muka Air Tanah Kondisi muka air tanah gambut selain dipengaruhi oleh pembukaan saluran

drainase juga dipengaruhi oleh factor iklim, terutama curah hujan. Ketinggian muka air tanah akan mempengaruhi kematangan dan dekomposisi tanah gambut. Sebagaimana disebutkan oleh Las et al. (2008) bahwa pengaturan tata air makro maupun tata air mikro sangat mempengaruhi karakteristik lahan gambut. Tinggi muka air tanah akan mempengaruhi dekomposisi gambut (subsiden) dan kering tak balik (irreversibel drying). Informasi tentang jumlah air yang di retensi oleh tanah sangat penting bagi pengelolaan. usaha pertanian. Secara umum, air yang diretensi tanah yang dapat dlpergunakan untuk tanaman (air tersedia bagi tanaman) adalah antara kapasitas lapang (field capacity) pada pF 2,2 (0,33 bar) dengan titik layu permanen (permanent wilting point) pada pF 4,2 (15 bar). 2.2.3

Warna Tanah Menurut Suswati et al. (2011), bahwa perbedaan warna tanah pada

umumnya disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik, semakin tinggi bahan organik maka warna tanah akan semakin gelap. Darmawijaya (1997) pada umumnya bahan organik memberi warna kelam pada tanah, artinya jika tanah asalnya berwarna kuning atau coklat muda, kandungan bahan organik menyebabkan warna lebih cenderung kearah coklat kelam. Makin stabil bahan organik makin tua warnanya, sedangkan makin segar maka makin cerah warnanya.

9

2.2.4

Kematangan Gambut (Kadar Serat %) Gambut memiliki kematangan fibrik apabila V2/V1> 66%, hermik apabila

V2/V1 antara 33%-66%, dan saprik apabila V2/V1...


Similar Free PDFs