PENGERTIAN MANGROVE DAN MORFOLOGI MANGROVE PDF

Title PENGERTIAN MANGROVE DAN MORFOLOGI MANGROVE
Course Ekologi Mangrove
Institution Universitas Diponegoro
Pages 9
File Size 144.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 637
Total Views 921

Summary

PENGERTIAN MANGROVE DAN EKOSISTEMNYA Ekosistem mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup namun semakin hari semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa daerah pesisir di Indones...


Description

PENGERTIAN MANGROVE DAN EKOSISTEMNYA Ekosistem mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup namun semakin hari semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa daerah pesisir di Indonesa sudah terlihat adanya pendegradasian ekosistem mangrove akibat penebangan mangrove yang dilakukan secara berlebihan. Mangrove telah dirubah menjadi fungsi yang lain dikarenakan berbagai kegiatan pembangunan. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Sifat fisik mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta penahan intrusi dan abrasi laut. Proses dekomposisi serasah mangrove yang terjadi mampu menunjang kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Beberapa sektor pembangunan yang terkait, secara langsung maupun tidak langsung, dengan kawasan konservasi pesisir adalah pengembangan kawasan pemukiman, industri, rekreasi dan pariwisata, transportasi, budidaya tambak, serta kehutanan dan pertanian. Selain itu potensi ekonomi kawasan mangrove cukup tinggi yang didukung oleh kemudahan pemanfaatan dan pemasaran hasilnya. Hal ini menyebabkan laju kerusakan ekosistem mangrove berlangsung semakin cepat. Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75 % dari luas ekosistem mangrove di Asia Tenggara. Sebaran ekosistem mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Luas sebaran ekosistem mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tinggal 2,50 hektar pada tahun 1990. Penurunan luasan ekosistem mangrove tersebut menunjukan bahwa degradasi kawasan mangrove cukup tinggi dengan laju 200 ribu hektar/tahun.

2.1 Mangrove

2.1.1 Pengertian Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil. Mangrove digunakan sebagai komunitas tumbuhan yang tumbuh pada daerah jangkauan pasang-surut maupun individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut,. Mangrove merupakan jeis pohon atau semak belukar yang tumbuh di kawasan intertidal atau yang terkena pasang surut, terdapat berupa beberapa spesies atau sebagai komunitas yang membentuk hutan. Mangrove merupakan tumbuhan penghasil biji (spermatophyta), dan bunganya sering kali menyolok. Biji mangrove relatif lebih besar dibandingkan biji kebanyakan tumbuhan lain dan seringkali mengalami perkecambahan ketika masih melekat di pohon induk (vivipar) (Kurniawan, 2014). Beberapa pengamat Merekomendasikan dari kata mangrove sebagai individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Hutan mangrove dikenal dengan tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau. Masyarakat Indonesia menyebutnya sebagai hutan bakau. pengguaan istilah bakau untuk sebutan hutan mangrove sebenarnya kurang tepat, karena bakau hanya nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya (Irwanto,2006). 2.1.2 Morfologi Mangrove sebagai jeis tumbuhan yang hidup didaerah intertidal dan memliki salinitas tinggi memiliki morfologi seperti tumbuhan darat pada umumnya, namun memiliki beberapa organ khusus untuk adaptasi terhadap salinitas yang tinggi, diantaranya adalah bentuk akar. Mangrove memiliki beberapa macam jenis perakaran. Satu pohon mangrove dapat mempunyai satu sistem perakaran ataupun lebih. Perbedaan perakaran pada mangrove merupakan salah satu bentuk adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya. Setiap jenis perakaranpun memiliki fungsinya masing-masing (Latifah, 2005).

Jenis perkaran mangrove berupa akar nafas (pneumatofor), merupakan akar tegak yang dapat menyerupai alat tambahan dari atas batang atau berasal pemanjangan system akar di bawah tanah. Akar ini tegenang dan terpapar setiap hari baik sebagian ataupun seluruh bagian akar sesuai dengan pola airan pasang surut. Terdapat dari empat tipe pneumatofora, yaitu akar penyangga ( stilt of prop), akar pasak (pencil), akar lutut (knee of knop ), dan akar papan (ribbon). Tipe pada akar pasak, akar lutut dan akar papan dapat berkombinas dengan akar tunjang (buttres) pada pangkal pohon. Sedangkan akar penyangga akan mengangkat pangkal batang ke atas tanah (Noor,2006). 2.2 Komponen Mangrove Menurut Orinzal (2008), Mangrove memiliki beberapa komponen yang menyusun vegetasi mangrove, diantaranya yaitu komponen biotic dan abiotik. Komponen biotic merupakan komponen yang berupa mahluk hidup yang berinteraksi langsung dengan hutan mangrove, antara lain : komponen vegetasi (plankton), fauna (nekton), dan decomposer ( benthos). Pada Komponen abiotik merupakan komponen yang mendukung komponen biotic yang berupa kondisi fisik-kmia perairan, antara lain : salinitas, pH, suhu, dan oksigen terlarut. Terdapat bebrapa komponen mangrove yang terdiri atas : 1. Mangrove Mayor (komponen utama) Tumbuhan yang membentuk spesialisasi morfologis seperti akar udara dan mekanisme fisiologis khusus lainnya untuk mengeluarkan garam agar dapat beradaptasi terhadap lingkungan mangrove. Secara taksonomi, kelompok tumbuhan ini berbeda dengan kelompok tumbuhan darat.Kelompok ini hanya terdapat di hutan mangrove dan membentuk tegakan murni, tidak pernah bergabung dengan kelompok tumbuhan darat. Contoh: Bruguiera cylindrica (Tancang), Ceriops decandra (Kenyonyong), dan Rhizophora apiculata (Bakau). 2. Mangrove Minor (komponen tambahan/tumbuhan pantai) Kelompok ini bukan merupakan bagian yang penting dari mangrove, biasanya terdapat pada daerah tepi dan jarang sekali membentuk tegakan murni. Contoh:

Pemphis acidula (Sentigi), Excoecaria agallocha (Buta-buta), dan Xylocarpus granatum (Nyirih).

3. Mangrove Associates (Asosiasi Mangrove) Kelompok ini tidak pernah tumbuh di dalam komunitas mangrove sejati dan biasanya hidup bersama tumbuhan darat. Contoh: Vitex ovata (Legundi), Terminalia catappa (Ketapang) dan Thespesia populnea (Waru laut). 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove Menurut Donato et al. (2012), bahwa terdapat beberapa faktor lingkungan yang mendukung/ mempengaruhi mangrove (struktur vegetasi, komposisi dan distribusi spesies, pola pertumbuhan, serta zonasi) yakni sebagai berikut: 1. Topografi pantai Topografi pantai merupakan faktor penting yang mempengaruhi karakteristik struktur vegetasi, komposisi spesies, distribusi spesies dan ukuran serta luas mangrove. Semakin datar pantai dan semakin besar pasang surut maka semakin lebar mangrove yang tumbuh. 2. Angin Angin berpengaruh terhadap gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur vegetasi mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, tetapi angin diperlukan untuk penyebaran benih tanaman. 3.

Pasang surut

Pasang surut menentukan zonasi dan komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove terutama distribusi horizontal. Pada area yang selalu tergenang hanya Rhizophora sp, yang tumbuh baik, sedangkan Bruguiera sp, dan Xylocarpus sp, jarang mendominasi daerah yang sering tergenang.

4.

Suplai air tawar dan salinitas

Suplai air tawar dan salinitas merupakan faktor penting dari pertumbuhan, vegetasi, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Kisaran salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10‰-30‰. Beberapa spesies dapat tumbuh didaerah dengan salinitas yang tinggi. Menurut Dahuri (2003) bahwa spesies vegetasi mangrove memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun bila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini akan meyebabkan kadar garam dalam tanah dan air mencapai kondisi ekstrim sehingga mengancam kelangsungan hidup mangrove. Faktor yang mempengaruhi fluktuasi salinitas yaitu pola sirkulasi air, ketersediaan dan pasokan air tawar, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai. 5.

Suhu

Suhu berperan penting dalam proses fisiologi yang dapat mempengaruhi prosesproses dalam suatu ekosistem mangrove seperti fotosintesis dan respirasi. Tinggi rendahnya suhu pada habitat mangrove disebabkan oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh badan air, banyak sedikitnya volume air yang tergenang pada habitat mangrove, keadaan cuaca, dan ada tidaknya naungan (penutupan) oleh tumbuhan. Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan mangrove adalah 18-30oC. 6. Derajat Keasaman (pH) tanah Nilai pH didefinisikan sebagai logaritma dari aktivitas-aktivitas ion hidrogen. Derajat keasaman tanah mempengaruhi transportasi dan keberadaan nutrien yang diperlukan tanaman. Arief (2003) mengatakan bahwa jenis tanah banyak dipengaruhi oleh keasaman tanah yang berlebihan, yang mengakibatkan tanah sangat peka terhadap terjadinya proses biologi. Jika keadaan lingkungan berubah dari keadaan alaminya, keadaan pH tanah juga akan dapat berubah. Proses dekomposisi bahan organik pada umumnya akan mengurangi suasana asam. 6.

Substrat

Substrat mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari pantai dan erosi hulu sungai. Secara umum hutan mangrove dapat tumbuh pada berbagai macam substrat (tanah berpasir, lempung, tanah lumpur, tanah lumpur berpasir, tanah berbatu dan sebagainya).

2.4 Fauna Mangrove Menurut Suwardi (2013) pada komunitas hutan mangrove membentuk memiliki percampuran antara 2 (dua) kelompok, yaitu : 1. Kelompok fauna daratan membentuk/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas : insekta, ular, primata dan burung.Kelompok ini sifat adaptasi khusus untuk hidup didalam hutan mangrove,karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air lautpada bagian pohon yang tinggi meskipun mereka dapat mengumpulkanmakanannya berupa hewan laut pada saat air surut. 2. Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu : a. Yang hidup dikolam air, terutama berbagai jenis ikan dan udang. b. Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang mangrove)maupun lunak (lumpur) terutama kepiting, kerang dan berbagai jenisinvertebrata lainnya. Habitat mangrove adalah sumber produktivitas yang bisa dimanfaatkan baikdalam hal produktivitas perikanan dan kehutanan ataupun secara umum merupakan sumber alam yang kaya sebagai ekosistem tempat bermukimnya berbagai flora dan fauna.Mulai dari perkembangan mikro organisme seperti bakteri dan jamur yang memproduksi detritus yang dapat dimakan larva ikan dan hewan-hewan laut kecil lainnya. Pada gilirannya akan menjadi makanan hewan yang lebih besar dan akhirnya menjadi mangsa predator besar termasuk pemanfaatan oleh manusia. Misalnya kepiting, ikan blodok, larva udang dan lobster memakan plankton dan detritus di habitat ini.Kepiting diambil dan dimanfaatkan manusia sebagai makanan.

2.5 Metode Analisa Vegetasi Menurut (Utina,2008) Analisa vegetasi hutan yang merupakan studi untuk mengetahui studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan.Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua macam metode dengan petak dan tanpa petak.Salah satu metode dengan petak yang banyak digunakan adalah kombinasi antara metode jalur (untuk risalah pohon) dengan metode garis petak (untuk risalah permudaan)

Menurut Irwanto (2006) memiliki ada 2 (dua) metode sampling yaitu metode jalur berpetak dan metode jelajah. a. Metode Jalur berpetak Metode jalur berpetak merupakan kombinasi dari metode transek dengan metode plot.

Gambar 1. Metode Jalur Setapak Metode Jalur Berpetak (kombinasi metode transek dan plot).Adapun tujuannya yaitu untuk melihat profil dan ekologi vegetasi mangrove berdasarkan zonasi.Garis ditarik secara tegak lurus terhadap garis pantai dimulai dari vegetasi terluar (dekat laut) hingga batas akhir daerah litoral (daratan). Panjang transek disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian, dengan lebar transek yaitu 10 m. Selanjutnya, dibuat plot ukuran bertingkat masing-masing 10x10 m untuk pohon, 5x5 m untuk pancang/anakan, dan 1x1 m untuk bibit/ semai. Adapun data yang dicatat antara lain jenis mangrove, jumlah tegakan mangrove, dan beberapa data parameter fisik dan kimia sebagai pelengkap. b.

Metode Jelajah (Eksplorasi)

Metode Jelajah bertujuan untuk menginventarisasi jenis mangrove yang tidak masuk ke dalam area transek.Metode ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data mengenai jenis mangrove dari tiap-tiap kawasan jelajah, sehingga tiap kawasan memiliki contoh yang bisa dijadikan sebagai pembanding dengan daerah lainnya.kawasan sampel ini bisa dibagi berdasarkan kebutuhan dan tujuan dari penelitian itu sendiri. 2.6 Metode Identifikasi Mangrove Menurut Noor (2006), Secara umum, ada 4 (empat) cara dalam mengenal suatu jenis flora, yaitu (a) bertanya kepada orang yang ahli, (b) mencocokkan dengan herbarium yang telah diidentifikasi, (c) membandingkan dengan gambar dan

deskripsi yang terdapat pada buku flora, dan (d) menggunakan kunci identifikasi. Karakter yang digunakan dalam pengenalan suatu jenis adalah karakter morfologi yang bersifat khas dan mantap.Oleh karena itu, setiap yang ingin mengenal jenis flora, termasuk mangrove, minimal memiliki pengetahuan tentang morfologi tumbuhan. Berdasarkan perawakannya, flora mangrove dibagi ke dalam lima kategori, yaitu: pohon (tree), semak (shrub), liana (vine), paku/palem (fern/palm), dan herba/rumput (herb/grass). Flora mangrove memiliki sistem perakaran yang khas, sehingga bias digunakan untuk pengenalan di lapangan. Beberapa jenis mangrove memiliki morfologi buah yang sangat spesifik, sehingga dapat dijadikan alat identifikasi yang baik. Ada beberapa bentuk khas buah mangrove, yaitu : bulat memanjang (cylindrical), bola (ball), seperti kacang buncis (bean-like), dan sebagainya. Morfologi buah yang spesifik tersebut merupakan bentuk adaptasi, yakni antisipasi terhadap habitat yang tergenang dan substratnya yang berlumpur, dimana biji flora mangrove telah berkecambah selagi masih melekat pada pohon induknya (Onrizal,2005).

DAFTAR PUSTAKA Donato, Daniel C., J. Boone Kauffman, Daniel Murdiyarso c, Sofyan Kurnianto, Melanie Stidham dan Markku Kanninen. 2012. Mangrove adalah salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis. USDA Forest Service, Pacific Southwest. Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove. Kurniawan, Hoki, A. Mulyadi, Thamrin. 2014. The Growth Rate Of Propagul Rhizophora Mucronata On The Intensity Of Tubes Various Shade In The Concong Village In Indragiri Hilir Regency Riau Province. Pekanbaru: Universitas Riau.

Noor, Yus Rusila. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor : Wetland International – Indonesia Programme. Onrizal. 2005. Adaptasi Tumbuhan MangrovePada Lingkungan Salin Dan Jenuh Air.Jurusan kehutanan fakultas pertanianuniversitas sumatera utara. Medan. Onrizal, 2008. Panduan Pengenalan dan Analisis Vegetasi Hutan Mangrove. Departemen Kehutanan Sumatera Utara. Suwardi. 2013. Keanekaragaman Jenis Mangrove Di Pulau Panikiang Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Makassar : Universitas Hasanuddin. Utina, Ramli. 2008. Pendidikan Lingkungan Hidup dan Konservasi Sumberdaya Alam Pesisir. UNG-Press.Gorontalo....


Similar Free PDFs