LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LAPANGAN - MANGROVE PULAU PAYUNG SUMATERA SELATAN PDF

Title LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LAPANGAN - MANGROVE PULAU PAYUNG SUMATERA SELATAN
Author Nadya Rahmania
Pages 42
File Size 2.6 MB
File Type PDF
Total Downloads 695
Total Views 742

Summary

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LAPANGAN EKOSISTEM LAHAN BASAH DI PULAU PAYUNG, SUNGSANG, KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN OLEH : KELOMPOK I : 1. NADYA RAHMANIA 20012681620002 2. ARIA YANKA PAULA P 20012681620003 3. RAUDHATUS SA’ADAH 20012681620004 4. AHMAD PANANDI 20012681620007 PROGRAM STUDI PENGELOL...


Description

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LAPANGAN EKOSISTEM LAHAN BASAH DI PULAU PAYUNG, SUNGSANG, KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

OLEH :

KELOMPOK I : 1. NADYA RAHMANIA

20012681620002

2. ARIA YANKA PAULA P

20012681620003

3. RAUDHATUS SA’ADAH

20012681620004

4. AHMAD PANANDI

20012681620007

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2016 i

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun Laporan Akhir Praktikum Ekologi Lahan Basah di Pulau Payung, Sungsang dalam mata kuliah Ekologi Lahan Basah. Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi hambatan dan tantangan tersebut menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan laporan. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan laporanlaporan selanjutnya. Akhir kata semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Palembang, 05 Desember 2016 Hormat Kami,

Penulis.

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................

ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

v

DAFTAR TABEL ..................................................................................

vi

I.

PENDAHULUAN ...........................................................................

1

1.1. LATAR BELAKANG ....................................................................

1

1.2. RUMUSAN MASALAH ...............................................................

2

1.3. TUJUAN ........................................................................................

2

1.4. MANFAAT ....................................................................................

2

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

3

2.1. EKOSISTEM MANGROVE...........................................................

3

2.2. FAKTOR PEMBATAS ...................................................................

5

2.3. ZONASI MANGROVE ..................................................................

6

2.4. DESKRIPSI MANGROVE YANG DIDAPAT ..............................

8

III. METODE PRAKTEK LAPANGAN ..............................................

16

3.1. WAKTU DAN TEMPAT................................................................

16

3.2. ALAT DAN BAHAN......................................................................

16

3.3. PROSEDUR PRAKTEK LAPANGAN ..........................................

16

3.4. ANALISIS DATA PERHITUNGAN VEGETASI .........................

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................

24

4.1. KONDISI UMUM WILAYAH PULAU PAYUNG, SUNGSANG ....................................................................................

24

4.2. PARAMETER LINGKUNGAN .....................................................

25

4.3. KERAPATAN JENIS TINGKAT POHON ....................................

26

4.4. KERAPATAN JENIS TINGKAT ANAKAN ................................

28

4.5. KERAPATAN JENIS TINGKAT SEMAI .....................................

29

4.6. INDEKS KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI ................

29

iii

V. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................

31

5.1. KESIMPULAN ...............................................................................

31

5.2. SARAN............................................................................................

31

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

32

LAMPIRAN ...........................................................................................

34

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Pola Zonasi Mangrove .......................................................

7

Gambar 2.2. a. daun dan b pohon mangrove spesies Bruguiera gymnorrhiza ...........................................

9

Gambar 2.3. a. daun dan b. bunga mangrove spesies Avicennia marina L ..................................................

10

Gambar 2.4. Daun mangrove spesies Avicennia officinalis L ................

12

Gambar 2.5. a. daun dan b. pohon mangrove spesies Avicennia alba L .....................................................

13

Gambar 2.6. a. daun dan b. pohon mangrove spesies Aegiras floridum R ..................................................

15

Gambar 3.1. Desain Jalur untuk Inventarisasi Mangrove ......................

18

Gambar 3.2. Prosedur Pengukuran Lingkaran Pohon ............................

19

Gambar 4.1. Peta Pulau Payung, Sungsang, Sumatera Selatan ..............

24

Gambar 4.2. Kerapatan Jenis Tingkat Pohon .........................................

26

Gambar 4.3. Kerapatan Jenis Tingkat Anakan .......................................

28

Gambar 4.4. Indeks Keanekaragaman Dan Dominansi ..........................

29

v

DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Alat Dan Bahan Yang Digunakan Di Lapangan ...................

16

Tabel 3.2. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove ..............................................................

23

Tabel 4.1. Kualitas Lingkungan Tumbuhan Mangrove Di Pulau Payung .....................................................................

25

vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Luas mangrove di dunia diperkirakan beragam. Di Indonesia perkiraan luas mangrove juga beragam. Menurut Giesen (1993 dalam Noor et al, 2006), luas mangrove di Indonesia 2,5 juta hektar. Pada umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia. Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38%), Kalimantan 978.200 ha (28%) dan Sumatera 673.300 ha (19%) (Dit. Bina Program INTAG, 1996). Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang memiliki sungai yang besar dan terlindung. Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove berperan dalam melindungi garis pantaidari erosi, gelombang laut dan angin topan, serta berperan juga sebagai buffer(perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkapendapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawake tengah laut oleh arus. Ekosistem mangrove selain melindungi pantai dari gelombang dan angin merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lainseperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, dan serangga. Untuk menjaga kestabilan ekosistem mangrove yang ada, diperlukan usaha pengelolaan dan pelestarian yang dilakukan sejak dini. Pulau Payung yang dijadikan tempat penelitian ini merupakan sebuah pulau yang berada di tengah-tengah sungai musi dan dekat dengan muara sungai. Vegetasi mangrove yang terdapat didalamnya diperkirakan beragam dengan ukuran yang berbeda. Dilakukan upaya pengelolaan dengan sistem zonasi yang kemudia dicari data mengenai jenis, struktur vegetasi mangrove dan data ekologis lainnya di sekitar pesisir Pulau Payung, Sungsang. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dilakukan penelitian tentang analisis kerapatan dan struktur komunitas mangrove pada daerah Pulau Payung, Sungsang, Kabupaten Banyuasin. 1

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada praktek lapangan ini adalah bagaimana kerapatan dan struktur komunitas mangrove pada daerah Pulau Payung, Sungsang, Kabupaten Banyuasin.

1.3 Tujuan Praktikum Lapangan Praktek lapangan ini dilakukan untuk mengetahui kerapatan dan struktur komunitas mangrove pada daerah Pulau Payung, Sungsang, Kabupaten Banyuasin.

1.4 Manfaat Praktikum Lapangan Manfaat praktek lapangan ini adalah memberikan sumber informasi mengenai kerapatan dan struktur komunitas mangrove pada daerah Pulau Payung, Sungsang, Kabupaten Banyuasin dan sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi pembacanya.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekosistem Mangrove Ekosistem Mangrove merupakan ekosistem utama penyusun ekosistem wilayah pesisir. Hutan mangrove adalah formasi tumbuhan litural yang kerakteristik terdapat didaerah tropika dan sub tropika , terhampar disepanjang pesisir (Manan, 1986). Menurut Nybakken (1988), sebutan mangrove atau bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini.Hutan mangrove sebagai

suatu ekosistem dan

sumberdaya alam pemanfaatannya diarahkan untuk kesejahteraan manusia. Untuk mewujudkan pemanfaatannya agar dapat berkelanjutan, maka hutan mangrove perlu dijaga keberadaannya (Kusmana, 2005). Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas tinggi dibandingkan ekosistem lain dengan dekomposisi bahan organik yang tinggi, dan menjadikannya sebagai mata rantai ekologis yang sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup

yang berada di perairan sekitarnya. materi organik

menjadikan hutan mangrove sebagai tempat sumber makanan dan tempat asuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. Produksi ikan dan udang di perairan laut sangat bergantung dengan produksi serasah yang dihasilkan oleh hutan mangrove. Berbagai kelompok moluska ekonomis juga sering ditemukan berasosiasi dengan tumbuhan penyusun hutan mangrove. Selain ikan, udang, dan moluska, biota yang juga banyak ditemukan di perairan pantai mangrove

seperti cacing

laut

(polychaeta).

Polychaeta secara

ekologi

berperan penting sebagai makanan hewan dasar seperti ikan dan udang (Bruno et al., 1998). Pada ekosistem terumbu karang, polychaeta turut menyumbang kalsium karbonat (CaCO3), dan adanya spesies tertentu seperti Capitella capitata yang dapat digunakan sebagai indikator pencemaran perairan (Bruno

et

al.,

1998 dalam

Kapludin, 2011). Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada 3

daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001). Keberadaan ekosistem mangrove di Indonesia saat ini benar-benar telah pada posisi yang sangat menghawatirkan, mengingat untuk pemenuhan keragaman kebutuhan penduduk yang jumlahnya makin bertambah pesat ini telah pula merebak ke wilayah mangrove. Kehidupan modern dan kemudahan aksesibilitas hasil produksi ekosistem mangrove ke pasaran serta pemanfaatan yang berlebihan tanpa memperhatikan kaedah kelestarian lingkungan telah mengakibatkan penurunan kuantitas maupun kualitasnya. Padahal ekosistem mangrove merupakan mintakat peralihan antara daratan dan lautan yang mempunyai perbedaan sifat lingkungan tajam, yang kelestariannya sangat rentan terhadap perubahahan lingkungan (Tomlinson, 1986). Santoso (2006), menyatakan bahwa ruang lingkup mangrove secara keseluruhan meliputi ekosistem mangrove yang terdiri atas: 1. Satu atau lebih spesies pohon dan semak belukar yang hidupnya terbatas di habitat mangrove (exclusive mangrove). 2. Spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove (non-exclusive mangrove). 3. Biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain)

baik

yang

hidupnya menetap,

sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove. 4. Proses-proses dalam mempertahankan ekosistem ini, baik yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya. 5. Daratan terbuka atau hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut. 6. Masyarakat yang hidupnya bertempat tinggal dan tergantung pada mangrove.

4

B. Faktor Pembatas Hutan mangrove yang biasanya juga disebut hutan bakau mempunyai kerakteristik yang khas, mengingat hidupnya berada di daerah ekotone yaitu perairan dan daratan . Kerakteristik mangrove ini terutama mampu berada pada kondisi salin dan tawar. Hutan mangrove terdapat di daerah pasang surut pantai berlumpur yang terlindungi dari gerakan gelombang dan dimana ada pasokan air tawar dan partikelpartikel sedimen yang halus melalui air permukaan. Dalam pertumbuhan mangrove memerlukan suatu kondisi lingkungan tertentu. Kondisi lingkungan ini sangat mempengaruhi komposisi dan distribusi serta bentuk pertumbuhan mangrove (Kusmana, 1995). Menurut Kusmana (1995) kondisi fisik yang jelas nampak di daerah mangrove adalah gerakan air yang minim. Adanya gerakan air yang minim mengakibatkan partikel-partikel sedimen yang halus sampai di daerah mangrove cenderung mengendap dan mengumpul didasar berupa lumpur halus. Hasilnya berupa lapisan lumpur yang menjadi dasar (substrat) hutan. Sirkulasi air dalam dasar (substrat) yang sangat minimal, ditambah dengan banyaknya bahan organik dan bakteri penyebab kandungan oksigin didalam dasar juga sangat minim, bahkan mungkin tidak terdapat oksigen sama sekali di dalam substrat. Gerakan yang minim dalam hutan mangrove bertambah lebih kecil lagi oleh pohon-pohon mangrove. Hal ini

dikarenakan terdapat jenis-jenis mangrove yang

mempunyai sistem perakaran yang khas berupa akar-akar penyangga yang memanjang ke bawah dari batang pohon. Jumlah akar yang demikian banyak dan padat didalam hutan mangrove sangat menghambat gerakan air. Kondisi ini mengakibatkan partikelpartikel akan mengendap disekeliling akar mangrove. Sekali mengendap, sedimen biasanya tidak dialirkan lagi oleh gerakan air dalam hutan mangrove. Dengan cara inilah terjadi “tanah timbul“ di pinggir laut yang berbatasan dengan hutan mangrove, Selanjutnya tanah timbul tersebut dikolonosasi oleh hutan mangrove. Jadi pada kondisi alam tertentu, hutan mangrove dapat menciptakan tanah baru dipinggir laut (Kusmana, 1995). Faktor berikutnya yang berpengaruh adalah sirkulasi air dalam hutan mangrove. Pola sirkulasi air alamiah perlu diperhatikan dan sejauh mungkin dipertahankan. Aliran 5

air ini mengantarkan oksigin dan zat-at hara. Terputusnya suatu bagian dari hutan mangrove dari sirkulasi air dapat berarti bahwa kolom air diatas substrat kekurangan oksigen dan berkurangnya zat-zat hara dalam substrat, yang keduanya dapat mengganggu pertumbuhan pohon mangrove (Kusmana, 1995). Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah pasang surut air laut. Pada waktu air pasang , melalui arus pasang masuklah air laut dan menyebabkan meningkatnya salinitas air hutan mangrove. Pada waktu air surut melalui arus surut, air dalam hutan mangrove mengalir keluar dan mengalirnya air tawar melalui air permukaan dan menurunkan salinitas air dalam hutan mangrove. Dengan perkataan lain pasang surutnya air dari hutan mangrove, tetapi juga mengakibatkan berfluktuasinya salinitas air di dalam hutan mangrove. Pada keadaan demikian dimana fluktuasi alami ini jelas dapat ditoleransi oleh pohon-pohon mangrove asal salinitasnya tidak melebihi ambang batas yang diperlukan untuk pertumbuhan pohon-pohon mangrove (Kusmana, 1995).

C. Zonasi Mangrove Ekosistem mangrove dapat tumbuh dengan baik pada zona pasang-surut di sepanjang garis pantai daerah tropis seperti laguna, rawa, delta, dan muara sungai. Ekosistem mangrove bersifat kompleks dan dinamis tetapi labil. Kompleks, karena di dalam ekosistem mangrove dan perairan maupun tanah di bawahnya merupakan habitat berbagai jenis satwa daratan dan biota perairan. Dinamis, karena ekosistem mangrove dapat terus tumbuh dan berkembang serta mengalami suksesi serta perubahan zonasi sesuai dengan tempat tumbuh. Labil, karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali (Kusmana, 1995). Pertumbuhan mangrove akan menurun jika suplai air tawar dan sedimen rendah. Keragaman jenis hutan mangrove secara umum relatif rendah jika dibandingkan dengan hutan alam tipe lainnya, hal ini disebabkan oleh kondisi lahan hutan mangrove yang senantiasa atau secara periodik digenangi oleh air laut, sehingga mempunyai salinitas yang tinggi dan berpengaruh terhadap keberadaan jenisnya. Jenis yang dapat tumbuh pada ekosistem mangrove adalah jenis halofit, yaitu jenis-jenis tegakan yang mampu bertahan pada tanah yang mengandung garam dari genangan air laut. Kondisi-kondisi

6

lingkungan luar yang terdapat dikawasan mangrove cenderung bervariasi di sepanjang gradien dari laut ke darat.

Gambar 2.1. Pola Zonasi Mangrove (Bengen, 2004) Banyak spesies mangrove telah beradaptasi terhadap gradien ini dengan berbagai cara, sehingga di dalam suatu kawasan suatu spesies mungkin tumbuh secara lebih efisien dari pada spesies lain. Tergantung pada kombinasi dari kondisi-kondisi kimia dan fisik setempat, karena hal ini, jalur-jalur atau zona-zona dari spesies tunggal atau asosiasi-asosiasi sederhana sering kali berkembang di sepanjang garis pantai. Faktorfaktor lainnya seperti toleransi keteduhan, metoda penyebaran tumbuh-tumbuhan mangrove muda serta predasi terseleksi terhadap mangrove muda oleh kepiting akan berpengaruh terhadap pen-zonaan. Watson (1928) dalam Kusmana (1995) berpendapat bahwa hutan mangrove dapat dibagi menjadi lima bagian berdasarkan frekuensi air pasang, yaitu; zonasi yang terdekat dengan laut, akan didominasi oleh Avicennia spp dan Sonneratia spp, tumbuh pada lumpur lunak dengan kandungan organik yang tinggi. Avicennia spp tumbuh pada substrat yang agak keras, sedangkan Avicennia alba tumbuh pada substrat yang agak lunak; zonasi yang tumbuh pada tanah kuat dan cukup keras serta dicapai oleh beberapa air pasang. Zonasi ini sedikit lebih tinggi dan biasanya didominasi oleh Bruguiera cylindrica; ke arah daratan lagi, zonasi yang didominasi oleh Rhyzophora mucronata dan Rhyzophora apiculata. Jenis Rhyzophora mucronata lebih banyak dijumpai pada kondisi yang agak basah dan lumpur yang agak dalam. Pohon-pohon yang dapat tumbuh setinggi 35-40 m. Pohon lain yang juga terdapat pada hutan ini mencakup Bruguiera parviflora dan

7

Xylocarpus granatum; hutan yang didominasi oleh Bruguiera parviflora kadang-kadang dijumpai tanpa jenis pohon lainnya; hutan mangrove di belakang didominasi oleh Bruguiera gymnorrhiza. Menurut Bengen dan Dutton (2004) dalam Northcote dan Hartman (2004) zonasi mangrove dipengaruhi oleh salinitas, toleransi terhadap ombak dan angin, toleransi terhad...


Similar Free PDFs