PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT PDF

Title PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT
Author Akungames Matoh
Pages 32
File Size 371.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 365
Total Views 459

Summary

PENGOPERASIAN UNIT PLTU PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MODUL 3 / OP SURALAYA PEMBAKARAN 1. Analisa Bahan Bakar. Penggunaan bahan bakar pada dasarnya ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut : (1) Ketersediaan bahan bakar. (2) Biaya total yang termasuk biaya transportas...


Description

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PEMBAKARAN

1. Analisa Bahan Bakar.

Penggunaan bahan bakar pada dasarnya ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

(1)

Ketersediaan bahan bakar.

(2)

Biaya total yang termasuk biaya transportasi dan biaya pembelian.

(3)

Peraturan dan kebijaksanaan pemerintah tentang bahan bakar.

(4)

Pengaruh politik tingkat nasional dan internasional.

Analisis bahan bakar biasanya dilakukan untuk menentukan macam-macam unsur dalam bahan bakar yang tidak jarang memerlukan waktu. Bagi keperluan rutin, testing batubara hanya dilakukan untuk menentukan : •

Kandungan embun.



Kandungan abu.



Nilai kalor.



Kandungan belerang.

Tetapi setiap laboratorium pembangkit listrik juga melakukan pengujian untuk memperoleh data mengenai karakteristik-karakteristik lain batubara yang dianggap penting sesuai dengan kebutuhan unit pembangkitan yang bersangkutan. Ada 2 macam analisis yang lazim dilakukan terhadap batubara yaitu :

(1) Analisis pendekatan (proximate analysis) yang memberikan data tentang kandungan zat terbang, Carbon tetap, abu dan embun. Untuk melengkapi hasil pengujian, biasanya dicantumkan juga data tentang nilai kalor dan kandungan belerang. (2) Analisis ultimate (ultimate analyisis) yang memberikan data tentang komposisi bahan bakar dalam presentase untuk Nitrogen, Oksigen, Carbon, abu, belerang Chlor dan Hidrogen.

TOTO/UNJ/ hr//06

1

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PEMBAKARAN

1.1 Analisa Proximate.

Merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap sampel batubara untuk menentukan kandungan air (moisture), zat terbang (volatile matter), abu serta Carbon tetap (fixed Carbon).

1.1.1

Kandungan Air ( Moisture Contens ). Air yang terkandung dalam batbara dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :

a. Free Moisture. Semua batubara mengandung free moisture dalam jumlah tertentu. Asalnya mungkin dari air tambang bawah tanah, air yang bergabung dalam proses pembentukan batubara serta semprotan-semprotan air pada proses-proses pencucian maupun berasal dari hujan dan salju. Pada kebanyakan analisis, free moisture ditetapkan sebagai langkah pertama untuk memeproleh total moisture, termasuk bagian yang menguap ketika sampel dalam proses menuju keseimbangan dengan udara sekitar. Free moisture dinyatakan dalam presentase dan diukur dari berkurangnya berat sampel antara 5 - 15 Kg. Dengan cara menempatkan sampel pada udara yang bersikulasi bebas dengan temperatur tidak lebih dari 15 0C diatas temperatur sekitar selama 16 sampai 24 jam. Sampel tersebut disebarkan dengan rata sehingga memiliki ketebalan penampang sekitar 2,5 cm dan jika amat basah, maka waktu pengeringan mungkin meningkat sampai melebihi 24 jam.

b. Inherent Moisture. Diukur dengan mengukur kehilangan berat jika 1 Kg sampel dipanaskan delam oven sampai 105 0C - 110 0C selama 5 - 6 jam dalam aliran udara lambat.

c. Air - Dry Moisture. Untuk menetapkan kandungan air dari sampel laborat untuk analisis umum, dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : dengan mengeringkan 1 gram sampel dalam sampel dalam suatu oven vakum dengan cara yang sama dan terakhir penimbangan langsung terhadap air yang diserap oleh absorbent (alat penyerap) TOTO/UNJ/ hr//06

2

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PEMBAKARAN dari gas Nitrogen kering yang dilewatkan pada batubara yang ditempatkan dalam tabung pemanas. Jika batubara dipanaskan di udara pada suhu lebih dari 100 0C tetapi dibawah titik nyalanya maka akan terjadi perubahan lain selain hilangnya uap air yang meliputi : •

Kehilangan berat sehubungan dengan evolusi gas-gas serta terurainya batubara.



Bertambahnya berat sehubungan dengan pemebntukan peroksida padat. Pemakaian Nitrogen untuk mengeluarkan Oksigen dapat mencegah terjadinya hal ini.

1.1.2

Ash ( a bu ). Ada tiga tipe abu :

a.

Inherent ash (abu inherent) - kandungan abu yang tidak dapat dihilangkan dengan metoda pembersihan apapun. Abu inherent boleh dianggap sama seperti unsurunsur pokok mineral dari bahan tumbuhan dari mana batubara diperoleh, ditambah endapan (lumpur) dimana tumbuhan itu tumbuh.

b. Associated ash (abu campuran) - terdapat pada lapisan betubara sebagai bercakbercak. Diantaranya terdiri dari semacam zat mineral yang belum terpisahkan dari bingkahan-bungkahan batubara selama penambangan. c.

Adventitous ash - tidak terdapat pada lapisan, tetapi berasal dari lantai atau atap tambang yang tergantung pada kondisi geologis setempat.

Adventitous ash

mungkin berupa lempung (tanah liat) tahan api atau serpihan Carbon dari tanah liat yang mengendap pada air dangkal dilokasi tambang batubara.

1.1.3

Zat Terbang (Volatile ). Zat terbang dipakai sebagai pedoman dalam sistem klasifikasi batubara karena

zat terbang dapat mencerminkan tipe batubara serta karakteristiknya dalam suatu proses pembakaran. Pengukuran dilakukan dengan cara memanaskan 1 gram sampel betubara dalam wadah peleburan pada 900 0C selama 7 menit tanpa kontak langsung dengan udara. Dihitung berdasarkan berkurangnya berat setelah dikurangi dengan pengurangan berat karena hilangna uap air. Zat terbang terdiri dari Hidrogen dan Nitrogen yang ada dalam batubara dan campuran organik yang amat kompleks dari unsur kimia. TOTO/UNJ/ hr//06

3

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PEMBAKARAN

1.1.4

Fixed Carbon ( Karbon Tetap). Karbon tetap adalah zat yang tidak menguap dan tersisa setelah moisture,

volatile matter (zat terbang) dan kadar abu dihilangkan.

Fixed Carbon = 100 % - % Moisture - % Volatile Matter - % Abu.

Sulfur (belerang) dihitung terpisah, kadang-kadang dihitung sekaliian pada penentuan nilai kalor.

1.1.5

Nilai Kalor. Nilai kalor merupakan dasar dan standard bagi penilaian bahan bakar. Nilai kalor

adalah ukuran dari energi panas dalam bahan bakar dan merupakan faktor utama dalam penentuan harga batubara. Nilai kalor adalah banyaknya panas yang dapat dilepaskan oleh setiap Kg bahan bakar jika dibakar sempurna. Dalam sistem S.I, nilai kalor dinyatakan dalam satuan KJ/Kg. Ada 4 macam nilai kalor yang berbeda yaitu :

1. Nilai kalor kotor pada volume konstan (Gcv V). 2. Nilai kalor bersih pada volume konstan (Ncv V). 3. Nilai kalor kotor pada tekanan konstan (Gcv P) 4. Nilai kalor bersih pada tekanan konstan (Ncv P)

Bomb calorimeter adalah salah satu alat yang dipakai untuk mengukur nilai kalor kotor pada volume konstan. Nilai kalor yang lain selanjutnya dapat dihitung jika komposisi bahan bakar diketahui. Kata “Gross (kotor)” menandakan bahwa panas laten penguapan dari air yang terdapat dalam bahan bakar ditambah panas laten dari air yang terbentuk selama pembakaran dimasukkan dalam Harga Nilai kalor yaitu dengan cara mengembunkannya. Kata “Net (bersih)” menandakan bahwa panas laten untuk mebentuk uap air tidak diperhitungkan dalam harga nilai kalor karea panas uap tidak diperhitungkan dalam harga nilai kalor karena panas laten ini terbuang dalam bentuk uap air. Pada prakteknya, panas laten dari uap air ini tidak bisa diperoleh kembali dalam kondisi operasi ketel, sehingga pabrik-pabrik pembuat ketel harus menyatakan harga efisiensi ketel berdasarkan nilai kalor bersih (Ncv). Harga efisiensi ini sekitar 4% lebih tinggi TOTO/UNJ/ hr//06

4

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PEMBAKARAN harga efisiensi yang dihitung berdasarkan nilai kalor kotor (Gcv). Hal ini harus diperhitungkan bila akan membandingkan harga efisiensi ketel yang satu dengan ketel yang lain. Proses pembakaran bahan bakar dalam sebuah bomb calorimeter berbeda dengan proses pembakaran bahan bakar dalam ketel. Proses pembakaran dalam bomb calorimeter berlangsung pada volume konstan sedang proses pembakaran pada ketel berlangsung pada tekanan konstan. Bila proses pembakaran berlangsung pada tekanan konstan, maka gas hasil pembakaran harus bebas manual sehingga melakukan kerja (work). Dengan demikian, nilai kalor kotor pada tekanan konstan akan lebih tinggi dari pada nilai kalor yang diperoleh dari Bomb calorimeter bila panas ekivalen dengan kerja (work) yang dilakukan diperhitungkan. Selain itu ada beberapa rumus yang dipakai untuk menghitung nilai kalor bahan bakar. Tetapi untuk ini perlu dilakukan analisis ultimate.

Menentukan Nilai Kalor dengan Menggunakan Bomb Kalori Mater. Metode penentuan nilai kalor batbara adalah sebagai berikut : Sejumlah kecil sampel dibakar dalam Oksigen yang ditempatkan didalam cawan yang ditempatkan dalam bejana kalorimeter. Selanjutnya bejana beserta isinya ditempatkan didalam bejana berongga yang lebih besar dimana didalam rongga dinding bejana diisi dengan air untuk membentuk “Jacket”. Ini berfungsi memperkecil transfer panas antara bejana kalorimeter dengan lingkungan. Selanjutnya sampel dibakar dengan bantuan penyala listrik. Panas yang dilepaskan dari proses pembakaran sampel tersebut kemudian diukur dengan cara mengukur temperatur air dalam kalorimeter sebelum dan naiknya suhu dikalikan dengan panas jenis air.

1.1.6

Sulfur. Penetuan sulfur adalah bagian dari analisis ultimate batubara tetapi hal ini

dibicarakan secara terpisah karena sangat menentukan harga. Sulfur dalam batubara ditemukan dalam tiga macam bentuk.

(i) Sulfur Sulfat (tak berarti/bisa diabaikan). (ii) Sulfur Organik (rata - rata 0,8%). (iii) Sulfur Pyritik (rata - rata 0,8%).

TOTO/UNJ/ hr//06

5

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PEMBAKARAN Sulfur Sulfat terdapat dalam jumlah kecil Ferrous Sulphate (Fe SO4 7 H20) yang berasal dai oksida pyrite besi (iron pyrites) (FeS) dan batu kapur/gips (Ca SO4 2H2O). Bahan-bahan tersebut terbentuk lapisan tipis dalam batubara ketika larutan telah menguap. Sulfur organik berkombinasi dengan Carbon dan Nitrogen untuk membentuk batubara. Konsekwensinya bahan tersebut tidak bisa dihilangkan dengan pencucian dan cenderung agak konstan. Pyrites adalah besi belerang (FeS). Bahan ini berbentuk bongkah-bongkah padat dan serta lapisan yang berbentuk pita (band) tipis. Yang berbentuk partikel padat dihilangkan oleh proses pencucian. Jumlah kandungan pyrite amat bervariasi.

1.2 Analisa Ultimat (Ultimate analysis)

Analisis ultimat adalah suatu analisis yang dilakukan untuk menentukan unsur-unsur yang terkandung dalam bahan bakar termasuk Chlorine, Phospor dan lain sebagainya. Untuk keperluan yang berkaitan dengan teknologi bahan bakar, analisis ultimat terhadap batubara terutama dilakukan untuk mengetahui kandungan Carbon, Hidrogen, Nitrogen dan Sulfur. Kandungan Oksigen biasanya ditentukan setelah unsur-unsur tersebut diatas diketahui yaitu dengan cara 100 dkurangi jumlah unsur-unsur tersebut dinyatakan dalam persen. Analisis ultimat merupakan sseuatu yang penting terutama dalam aplikasinya untuk keperluan perhitungan dalam bidang teori pembakaran serta neraca panas.

Seperti sudah diketahui bahwa perkiraan nilai kalor - nilai kalor bahan bakar yang dihitung berdasarkan analisis ultimat cukup valid. Hingga saat ini, analisis dasar berdasarkan methode Liebig klasik memerlukan ketrampilan dan pengalaman serta memerlukan waktu yang lama. Karena itu, untuk keperluan perhitungan neraca panas analisis ultimat dilakukan secara teratur. Tetapi seringkali juga cukup diambilkan dari data yang tercatat pada lembar karakteristik batubara. Dibawah ini diberikan contoh Analisa Proximate dan Ultimate batubara dari West Virginia Bituminous Coal - Kanguka Counting USA :

TOTO/UNJ/ hr//06

6

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PEMBAKARAN

Proximate Analisis.

AS RECEIVED

KERING

Moisture

2,82

-

Volatile Matter

32,20

32,12

Fixed Carbon

56,95

58,61

Abu

8,03

8,26

100,00

100,00

Ultimate Analysis.

AS RECEIVED

KERING

CARBON

76,24

78,97

HYDROGEN

4,85

4,99

SULFUR

1,38

1,44

OKSIGEN

4,84

4,98

NITROGGEN

1,34

1,38

ABU

8,03

8,26

MOISTURE

2,82

-

100,00

100,00

Nilai Kalor : 8604 Kcal/Kg - 8854 Kcal/Kg.

TOTO/UNJ/ hr//06

7

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PEMBAKARAN 2. Proses Pembakaran Bahan Bakar.

2.1 Reaksi Kimia . Dalam setiap bahan bakar, unsur yang mudah terbakar adalah Carbon, Hidrogen dan Sulfur. Karena itu, hanya ketiga unsur inilah yang banyak dibahas dalam persamaan rekasi pembakaran. Carbon (zat arang) : Dalam pembakaran (yaitu penyalaan bahan bakar karena adanya Oksigen, Carbon dan Oksigen bisa menghasilkan dua hasil akhir yang berbeda. Jika tidak ada cukup Oksigen, maka Carbon tidak akan terbakar seluruhnya. Dua macam persamaan rekasi pembakaran Carbon adalah sebagai berikut :

C

+

CO2

O2

(untuk Carbon yang terbakar sempurna dan panas yang dihasilkan adalah 8100 Kcal/Kg).

2C

+

O2

2CO

(untuk pembakaran Carbon yang tidak sempurna dan panas yang dihasilkan sebesar 2370 Kcal/Kg). Reaksi yang kedua menghasilkan produk “Carbonmonoksida”. Mengingat pembakaran tidak sempurna tidak dikehendaki karena tidak esluruh nilai kalor Crabon dilepaskan, maka kita harus memastikan bahwa jumlah Oksigen cukup tersedia untuk membentuk persamaan jumlah reaksi yang pertama. Nanti akan kita lihat bahwa, dalam operasi ketel, kadar Carbonmonoksida didalam gas cerobong dimonitor dengan teliti dan proses pemabakaran dalam ketel diatur sedemikian rupa untuk memperoleh kandungan Carbonmonoksida yang minimum. HIDROGEN : Hidrogen dalam bahan bakar yang dibakar akan menghasilkan uap air, sesuai dengan reaksi berikut : 2 H2 SULFUR

+

O2

2 H2O

Panas yang ditimbulkan sebesar 34.000 Kcal/Kg. : Sulfur yang dibakar akan menghasilkan gas Sulfurdioksida dengan reaksi S

+

O2

SO2

Panas yang ditimbulkan sebesar 2.500 Kcal/K TOTO/UNJ/ hr//06

8

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PEMBAKARAN

3. Kebutuhan Udara Pembakaran .

Kita sudah membicarakan proses pembakaran bahan bakar degan Oksigen, tetapi untuk menggunakan Oksigen murni dalam ketel secara praktis merupakan suatu yang sangat mahal. Selain itu juga akan mengakibatkan suhu lokal yang tinggi didalam ruang bakar ketel sehingga dapat merusak pipa-pipa dan logam pembungkus ketel. Dalam praktek kita menggunakan Oksigen yang paling murah dan cukup banyak tersedia yaitu udara. Jika kita mengabaikan kandungan kecil dari gas-gas mulia yang ada dalam udara seperti : neon, xenon dan lain sebagainya, maka kita bisa menganggap udara kering sebagai campuran dari gas Nitrogen dan Oksigen. Kita bisa mengatur proporsi Oksigen dan Nitrogen dalam udara baik dalam satuan volume maupun dalam satuan berat. Dalam bentuk persentase, proporsinya adalah :

Berdasarkan berat

: Oksigen = 23,2%; Nitrogen = 76,8%.

Berdasarkan volume : Oksigen = 21% ; Nitrogen = 79 %.

Perbedaan persentase dalam satuan berat dan satuan volume disebabkan oleh kenyataan bahwa jika kita menimbang 21% Oksigen dalam satuan volme 79% untuk sejumlah sampel udara, maka perbedaan berat antara molekul Oksigen dan Nitrogen (Oksigen 16 dan berat Nitrogen 14) membuat analisis teresbut berat sebelah/meragukan berdasarkan berat sehubungan dengan atom-atom Oksigen yangsedikit lebih berat. Nitorgen dalam udara tidak turut bereaksi dalam proses rekasi pembakaran dan tidak mengalami perubahan sampai keluar menuju cerobong. Selain membantu mendinginkan ruang bakar sehingga menurunkan temperatur sampai pada batas kemampuan metalurgi, maka secara umum kehadiran Nitrogen merupakan kerugian karena menipiskan (dilute) Oksigen serta dapat mengahlangi kontak langsung antara molekul-molekul Oksigen dengan partikel bahan bakar.

3.1 Kebutuhan Udara Teoritis.

Analisis pembakaran untuk menghitung kebutuhan udara teoritis dapat dilakukan dengan dua cara : (1) Berdasarkan pada satuan berat. (2) Berdasarkan pada satuan volume. TOTO/UNJ/ hr//06

9

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PEMBAKARAN

Pada analisis pembakaran selalu diperlukan data-data berat molekul dan berat atom dari unsur-unsur yang terkandung dalam bahan bakar. Dibawah ini dapat dilihat mengenai Tabel Berat Atom dan Molekul zat-zat dalam bahan bakar.

Tabel 3.1. Berat - Berat Atom dan Molekul.

ZAT

SIMBOL

BERAT ATOM

BERAT MOLEKUL

Carbon

C

12

Hidrogen

H2

1

2

Oksigen

O2

16

32

Nitrogen

N2

14

28

Sulfur

S

32

Carbonmonoksida

CO

12 + 16 = 28

Carbondioksida

CO2

12 + 32 = 44

Air

H2O

2 + 16 = 18

3.1.1

Analisis Pembakaran Berdasarkan Barat.

Untuk menghitung kebutuhan teoritis yang diperlukan untuk membaka sempurna sejumlah bahan bakar tertentu, maka analisis ultimat terhadap bahan bakar harus dilaksanakan.

Persamaan

pembakaran

untuk

Carbon

seprti

sudah

dijelaskan

sebelumnya adalah :

Carbon

+

Oksigen

Karbondioksida

C

+

O2

CO2

Karena itu, dari tabel berat ataom dan besar molekul diatas dapat dilihat bahwa :

12 Kg

+

32 Kg

44 Kg

Carbon

+

Oksigen

Karbondioksida

TOTO/UNJ/ hr//06

10

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SURALAYA

PENGOPERASIAN UNIT PLTU MODUL 3 / OP

PEMBAKARAN Ini berarti bahwa setiap Kg Karbon memerlukan 2,66 Kg Oksigen secara teoritis untuk membakar sempurna Carbon menjadi Carbondioksida. Demikian pula persamaan untuk Hidrogen adalah :

Hidrogen

+

Oksigen

Air

2H2

+

O2

2 H2O

4 Kg


Similar Free PDFs