PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PDF

Title PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Author Frandy Argadinata
Pages 19
File Size 1.8 MB
File Type PDF
Total Downloads 149
Total Views 811

Summary

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Makalah ini Ditujukan Dituj untuk Memenuhi TugasMata Mata Kuliah Hukum Internasional Dosen Pengampu: Dr. SUWANDI, M.H. Oleh: FRANDY ARGADINATA 14781007 MAGISTER AL-AHWAL AL AL-SYAKHSHIYAH SYAKHSHIYAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHI...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL FRANDY ARGADINATA

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

DIPLOMASI PEMERINTAH INDONESIA T ERHADAP SENGKETA PULAU NAT UNA DENGAN T IONGK… Hana Febiani

T injauan Teori Mengenai Sengket a Int ernasional irfan abdurrahman Applicant wit hout Respondent : Brief Assessment on t he Non-Appearance before t he Int ernat ional Ju… Riyad Anwar, Kadarudin FNU

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Makalah ini Ditujukan Dituj untuk Memenuhi TugasMata Mata Kuliah Hukum Internasional

Dosen Pengampu: Dr. SUWANDI, M.H.

Oleh: FRANDY ARGADINATA 14781007

MAGISTER AL-AHWAL AL AL-SYAKHSHIYAH SYAKHSHIYAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2016 0

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia Internasional, menjalin hubungan Internasional adalah suatu mutlak yang tidak dapat dihindari oleh setiap negara, hal ini sudah tertuang di dalam Konvensi Montevideo 1933 yang menyatakan syarat dari terbentuknya negara salah satu poin yang paling penting adalah mampu menjalin hubungan Internasional dengan negara lain, tujuannya adalah adanya saling membutuhkan satu negara dengan negara lainnya, karena tidak ada satu negara yang dapat memenuhi kebutuhan negaranya sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Dengan seringnya negara menjalin hubungan Internasional dengan negara lain banyak dampak positif yang dihasilkan dan tidak dipungkiri lagi selain dampak positif yang didapatkan sisi negatifnya pun ada, misalkan suatu negara terlibat suatu pertikaian atau sengketa Internasional di antara kedua negara, banyak kasus yang sering menyebabkan ketegangan di antara negara yang bertikai dan banyak kasus yang terjadi yang menyebabkan masalah di atas, misalkan kasus Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, serta suatu Sengketa Kuil Preah vihear antara Thailand dan Kamboja dan yang terakhir ini adalah sengketa yang terjadi di Indonesia yaitu konflik antara China dengan Indonesia atas wilayah pulau Natuna. Berbagai metode penyelesaian sengketa ini telah berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Dahulu. metode penyelesaian sengketa ini dilakukan dengan kekerasa. seperti perang. invasi. dan lainnya. Metode itu telah menjadi solusi bagi Negara sebagai aktor utama dalam hukum internasional klasik. Seiring dengan perkembangan zaman. cara-cara kekerasan yang digunakan tersebut direkomendasikan untuk tidak digunakan lagi semenjak lahirnya The Hague Pace Conference dan Covention on the Pacific Settlement of International Disputes pada tahun 1899 dan 1907. Akan tetapi. karena memliki sifat yang rekomendatif dan tidak mengikat. konvensi tersebut tidak memiliki kekuatan memaksa (kepastian hukum tetap) untuk melarang Negara-negara melakukan kekerasa sebagai metode penyelesaian sengketa dengan kekerasan antarnegara. karena LBB tidak mampu melakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya Perang Dunia ke-2. Oleh karena itu. Negara-negara yang terlibat dalam PD II membentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai pengganti LBB. Terbentuknya PBB diharapkan dapat menciptakan kedamaian di Dunia. Dalam praktik hubungan antarnegara saat ini. PBB telah menjadi organisasi internasional. Piagam PBB telah dijadikan sebagai 1

landasan utama oleh banyak Negara untuk menyelesaikan sengketa internasional dengan cara damai. Pencantuman penyelesaian sengketa secara damai dalam Piagam PBB memang mutlak diperlukan. Hal itu disebabkan konsekwensi logis dari Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) PBB itu sendiri. yaitu menjaga kedamaian dan kemanan dunia (Internasional). B. Rumusan Masalah Dalam pembahasan makalah ini, penulis memberikan rumusan masalah yaitu, apa yang dimaksud sengketa Internasional dan bagaimana pembagiannya serta bagaimana aplikasinya?

2

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara, negara dengan individu, atau negara dengan organisasi internasional tidak selamanya terjalin dengan baik, tidak jarang dalam hubungan tersebut terjadi suatu sengketa.1 Sengketa Internasional (International Dispute) adalah suatu perselisihan antara subjek-subjek hukum Internasional mengenai fakta, hukum atau politik dimana tuntutan atau pernyataan satu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak lainnya.2 Sengketa internasional terjadi apabila perselisihan tersebut melibatkan pemerintah, lembaga juristic person (badan hukum) atau individu dalam bagian dunia yang berlainan terjadi karena: 1. Kesalahpahaman tentang suatu hal;

2. Salah satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain; 3. Dua negara berselisih tentang suatu hal; 4. Pelanggaran hukum / perjanjian internasional3 Dalam studi hukum Internasional publik, dikenal dua macam sengketa internasional, yaitu sengketa hukum (legal or judicial disputes) dan sengketa politik (political or nonjusticiable disputes). Dalam praktiknya tidak terdapat kriteria pembedaan jelas yang dapat digunakan untuk membedakan antara sengketa hukum dan sengketa politik. Meskipun sulit untuk membuat perbedaan tegas antara istilah sengketa hukum dan sengketa politik, namun para ahli memberikan penjelasan mengenai cara membedakan sengketa hukum dan sengketa politik. Menurut Friedmann, meskipun sulit untuk membedakan kedua pengertian tersebut, namun perbedaannya dapat terlihat pada konsepsi sengketanya. Konsepsi sengketa hukum memuat hal-hal berikut: a. Sengketa hukum adalah perselisihan antar negara yang mampu diselesaikan oleh pengadilan dengan menerapkan aturan hukum yang telah ada dan pasti. b. Sengketa hukum adalah sengketa yang sifatnya memengaruhi kepentingan vital negara, seperti integritas wilayah, dan kehormatan atau kepentingan lainnya dari suatu negara.

1 2

2016.

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 1. http://pkntrisna.wordpress.com/2010/06/16/pengertian-sengketa-internasional, diakses pada 2 April

3

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, II (Banrdung: PT.Alumni, 2005), 193.

3

c. Sengketa hukum adalah sengketa dimana penerapan hukum internasional yang ada cukup untuk menghasilkan putusan yang sesuai dengan keadilan antar negara dan perkembangan progresif hubungan internasional. d. Sengketa hukum adalah sengketa yang berkaitan dengan persengketaan hak-hak hukum yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki suatu perubahan atas suatu hukum yang telah ada.4 Menurut Sir Humprey Waldock, penentuan suatu sengketa sebagai suatu sengketa hukum atau politik bergantung sepenuhnya kepada para pihak yang bersangkutan. Jika para pihak menentukan sengketanya sebagai sengketa hukum maka sengketa tersebut adalah sengketa hukum. Sebaliknya, jika sengketa tersebut menurut para pihak membutuhkan patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum internasional, misalnya soal pelucutan senjata maka sengketa tersebut adalah sengketa politik. Sedangkan Menurut Oppenheim dan Kelsen, tidak ada pembenaran ilmiah serta tidak ada dasar kriteria objektif yang mendasari perbedaan antara sengketa politik dan hukum. Menurut mereka, setiap sengketa memiliki aspek politis dan hukumnya. Sengketa tersebut biasanya terkait antar negara yang berdaulat. Huala Adolf mengeluarkan pendapat yang sama. Menurut beliau, jika timbul sengketa antara dua negara, bentuk atau jenis sengketa yang bersangkutan ditentukan sepenuhnya oleh para pihak. Bagaimana kedua negara memandang sengketa tersebut menjadi faktor penentu apakah sengketa yang terjadi merupakan sengketa hukum atau politik.5 Dari pendapat-pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembedaan jenis sengketa hukum dan politik internasional dapat dilakukan. Pembedaan dapat dilakukan dengan melihat sumber sengketa dan bagaimana cara sengketa tersebut diselesaikan, apabila sengketa terjadi karena pelanggaran terhadap hukum internasional maka sengketa tersebut menjadi sengketa hukum, selain pelanggaran terhadap hukum internasional sengketa dapat terjadi akibat adanya benturan kepentingan yang melibatkan lebih dari satu negara, sengketa yang melibatkan kepentingan inilah yang dimaksud sengketa politik.

B. Metode Penyelesaian Sengketa Internasional 1. Penyelesaian Sengketa Internasional (public) Menyelesaikan sengketa-sengketa Internasional sedini mungkin, dengan cara yang seadil-adilnya bagi para pihak yang telibat, merupakan tujuan hukum internasional sejak lama. Kaidah-kaidah serta prosedur-prosedur yang terkait sebagian merupakan kebiasaan praktek dan sebagian lagi berupa sejumlah konvensi yang membuat hukum yang sangat penting seperti 4 5

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, 5. Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, 6.

4

Konvensi The Hague 1899 dan 1907 untuk Penyelesaian secara Damai Sengketa-sengketa Internasional dan Charter Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945. Salah satu tujuan pokok Charter tersebut adalah membentuk Organisasi Persetujuan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk mempermudah penyelesaian secara damai perselisihan-perselisihan antara negara-negara.

Pada umumnya, metode-metode penyelesaian sengketa internasional publik digolongkan dalam dua kategori, yaitu penyelesaian secara damai dan secara paksa atau dengan kekerasan. a. Cara penyelesaian damai Cara-cara penyelesaian damai, yaitu apabila para pihak telah dapat menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang bersahabat. Penyelesaian sengketa secara damai merupakan konsekuensi langsung dari ketentuan Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB yang berbunyi: ‘All Members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the Purposes of the United Nations’. Ketentuan Pasal 2 ayat (4) ini melarang negara anggota menggunakan kekerasan dalam hubungannya satu sama lain. Dengan demikian pelarangan penggunaan kekerasan dan penyelesaian sengketa secara damai telah merupakan norma-norma imperatif dalam hubungan antar bangsa. Oleh karena itu hukum internasional telah menyediakan berbagai cara penyelesaian sengketa internasional secara damai demi terpeliharanya perdamaian dan keamanan serta terciptanya hubungan antar bangsa yang serasi. Metode penyelesaian sengketa-sengketa Internasional secara damai atau bersahabat dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi. Pengklasifikasian ini tidak berarti bahwa proses-proses ini secara kaku terpisah sama sekali, yang masing-masing hanya sesuai untuk memecahkan satu kelompok sengketa tertentu. Posisi ini tidak demikian dalam praktek. Klasifikasi metode penyelesaian secara damai dapat dibagi menjadi:6 1) Negosiasi Negoisasi adalah cara penyelesaian yang biasanya pertama kali ditempuh manakala para pihak bersengketa. Negosiasi dalam pelaksanaannya memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan

6

J.G. Starke, Pengantar Hukum Intenasional, X (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 646.

5

melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi Internasional.7 2) Jasa-jasa baik Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui atau dengan bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga disini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Jadi, fungsi utama jasa baik ini adalah mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga mereka mau bertemu, duduk bersama, dan bernegosiasi.8 3) Pencarian fakta Penggunaan pencarian fakta ini biasanya ditempuh manakala cara-cara konsultasi atau negosiasi telah dilakukan dan tidak menghasilkan suatu penyelesaian. Dengan cara ini, pihak ketiga akan berupaya melihat suatu permasalahan dari semua sudut guna memberikan penjelasan mengenai kedudukan masing-masing pihak. Cara ini telah dikenal dalam praktik kenegaraan. Di samping itu, organisasi-organisasi internasional juga telah memanfaatkan cara penyelesaian sengketa melalui pencarian fakta ini. Negara-negara juga telah membentuk badanbadan penyelidikan baik yang sifatnya ad hoc ataupun terlembaga. Pasal 50 Statuta Mahkamah Internasional misalnya mengatakan bahwa Mahkamah dapat ‘entrust any individual body, bureau, commission or other organization that it may select, with the task of carrying out an inquiry or giving an expert opinion.’ The Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes tahun 1907 Pasal 35, dengan tegas mengatakan bahwa laporan komisi (pencarian fakta) sifatnya terbatas mengungkapkan fakta-faktanya saja dan bukan merupakan suatu keputusan. 4) Mediasi Mediasi merupakan suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut disebut dengan mediator. Mediator dapat merupakan negara, organisasi internasional atau individu. Mediator ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral berusaha mendamaikan para pihak dengan memberikan sara penyelesaian sengketa. Jika usulan tersebut tidak diterima, mediator masih dapat melanjutkan fungsi mediasinya dengan membuat usulan-usulan baru. Karena itu, salah satu fungsi utama mediator 7 8

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, 19. J.G. Starke, Pengantar Hukum Intenasional, 671-672.

6

adalah mencari berbagai solusi (penyelesaian), mengidentifikasi hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa.9 5) Konsiliasi Penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi juga melibatkan pihak ketiga (konsiliator) yang tidak berpihak atau netral dan keterlibatannya karena diminta oleh para pihak. Badan konsiliasi dapat merupakan badan yang telah terlembaga atau ad hoc (sementara). Konsiliasi merupakan proses yang berupaya mendamaikan pandangan-pandangan para pihak yang bersengketa meskipun usulan-usulan penyelesaian yang dibuat oleh konsiliator sifatnya tidak mempunyai kekuatan hukum. 6) Arbitrase Arbritase adalah salah satu cara atau alternatif penyelesaian sengketa yang telah dikenal lama dalam hukum internasional. Namun demikian sampai sekarang belum terdapat batasan atau definisi resmi mengenai arbitrase. Arbitrase menurut Komisi Hukum Internasional (International Law Commisions) adalah a procedure for the settlement of disputes between states by binding award on the basis of law and as a result of an undertaking voluntaruly accepted.10 7) Penyelesaian secara yudisial Penyelesaian yudisial berarti suatu penyelesaian dilakukan melalui suatu pengadilan yudisial Internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya dengan memberlakukan

kaidah-kaidah

hukum.

Satu-satunya

organ

umum

untuk

penyelesaian yudisial yang pada saat ini tersedia dalam masyarakat Internasional adalah International Court of Justice (ICJ) yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas Permanent Court of International Justice. Pengukuhan kedudukan dilaksanakan pada tanggal 18 April 1946, dan pada tanggal tersebut pendahulunya yaitu Permanent Court of International Justice, dibubarkan oleh Majelis Liga Bangsa-Bangsa pada waktu sidang terakhirnya. ICJ terbuka bagi negara-negara (anggota-anggota atau bukan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa) peserta statuta dan bagi negara-negara lain, dengan syarat-syarat yang ditentukan Dewan Keamanan PBB tunduk pada ketentuan khusus yang dimuat dalam traktat-traktat yang berlaku dan syarat tersebut tidak untuk menenpatkan para pihak dalam

9

J.G. Starke, Pengantar Hukum Intenasional, 671-673. Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, 202.

10

7

kedudukan yang tidak sama di hadapan Mahkamah (Pasal 35 statuta ICJ). Yuridiksi ICJ dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni:11 a) Memutuskan perkara-perkara pertikaian (contentious case) b) Memberikan opini-opini yang bersifat nasihat (advisory opinion) b. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Kekerasan Apabila negara-negara tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa mereka melalui jalur diplomasi atau damai (bersahabat), maka salah satu cara yang dapat digunakan sebagai jalan keluar penyelesaian sengketa adalah melalui jalur pemaksaan atau kekerasan. Penyelesaian sengketa Internasional dengan menggunakan kekerasan secara garis besar dibagi menjadi: 1) Perang12 Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian sengketa di mana negara yang ditaklukan tersebut tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya.Cara perang untuk menyelesaikan sengketa merupakan cara yang telah diakui dan di praktikkan sejak lama. Bahkan perang telah juga dijadikan sebagai alat atau instrumen dan kebijakan luar negeri untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman mereka mengenai aturan-aturan hukum internasional. Dalam perkembangannya kemudian, seiring dengan

berkembangnya

teknologi

senjata

pemusnah

massal,

masyarakat

internasional menyadari besarnya bahaya dari penggunaan perang, karenanya masyarakat internasional sekarang ini tengah berupaya untuk menghilangkan cara penyelesaian ini atau sedikitnya dibatasi penggunaannya. Hukum internasional sebenarnya telah melarang penggunaan kekerasan bersenjata dalam penyelesaian sengketa internasional. Dalam Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB menyebutkan ‘All members shall settle their international disputes by peaceful means in such a manner that international peace and security are not endangered’, Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap negara anggota PBB diwajibkan untuk menempuh cara-cara penyelesian sengketa secara damai. Kewajiban lainnya yang melarang penggunaan kekerasan dalam Piagam tercantum dalam Pasal 2 ayat (4). Pasal ini menyatakan bahwa dalam hubungan internasional, semua negara harus menahan diri dalam menggunakan cara-cara kekerasan, ‘All members shall refrain in their international relations from the threat or use of force

11 12

J.G. Starke, Pengantar Hukum Intenasional, 655. J.G. Starke, Pengantar Hukum Intenasional, 679.

8

against the territorial integrity or political independence of any state or in any manner inconsistent with the purpose of the United Nations.13 Penggunaan kekerasan senjata dalam suatu sengketa hanya dapat dimungkinkan pada saat keadaan terdesak untuk melakukan pembelaan diri apabila terlebih dahulu diserang oleh negara lain. Tindakan ini didasarkan pada Pasal 51 Piagam PBB yang menyatakan “Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations… Measures taken by Members in the exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the Security Council…”. Penggunaan perang sebagai alternatif penyelesaian suatu sengketa internasional merupakan pilihan yang harus digunakan dalam situasi tertentu. Penggunaan senjata sebagai media penyelesaian sengketa harus dilakukan untuk alasan pertahanan diri dan bukan sebagai tindakan untuk menekan pihak lain. 2) Retorsi14 Retorsi merupakan istilah untuk melakukan pembalasan oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas dari negara lain, balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat, misalnya pemutusan hubungan diplomatik, pencabutan hak istimewa, penghentian bantuan ekonomi dan penarikan konsesi pajak dan tarif. Keadaan yang memberikan penggunaan retorsi hingga kini belum dapat secara pasti ditentukan karena pelaksanaan retorsi sangat beraneka ragam. Dalam Pasal 2 paragraf 3 Piagam PBB ditetapkan bahwa anggota Perserikatan BangsaBangsa harus menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sehingga tidak mengganggu perdamaian dan keamanan internasional dan keadilan. Penggunaan retorsi secara sah oleh negara anggota PBB terikat oleh ketentuan piagam tersebut. 3) Tindakan-tindakan pembalasan (reprasial)15 Reparsial adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan ga...


Similar Free PDFs