PERBANDINGAN KONSTITUSI JEPANG DAN KONSTITUSI INDONESIA (Bagian Pertama) PDF

Title PERBANDINGAN KONSTITUSI JEPANG DAN KONSTITUSI INDONESIA (Bagian Pertama)
Author Korneles Materay
Pages 25
File Size 5.6 MB
File Type PDF
Total Downloads 95
Total Views 406

Summary

PERBANDINGAN KONSTITUSI JEPANG DAN KONSTITUSI INDONESIA1 (BAGIAN PERTAMA) Oleh: Korneles Materay2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada tahun 1868, sistem pemerintahan Jepang bergeser dari Negara Feudal ke Negara Monarchy. Transisi ini disebut "Meiji Restoration" (Meiji Ishin). Dengan t...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PERBANDINGAN KONSTITUSI JEPANG DAN KONSTITUSI INDONESIA (Bagian Pertama) Korneles Materay Korneles Materay

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Eksist ensi Hak Preograt if Presiden dalam Sist em Pemerint ahan Presidensial Set elah Amand… oksep adhayant o

Menganalisis Sist em Pemerint ahan di Negara Indonesia I Made Darmayana Bet uk pemerint ahan Abu Saput ra

PERBANDINGAN KONSTITUSI JEPANG DAN KONSTITUSI INDONESIA1 (BAGIAN PERTAMA)

Oleh: Korneles Materay2 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Pada tahun 1868, sistem pemerintahan Jepang bergeser dari Negara Feudal ke Negara Monarchy. Transisi ini disebut "Meiji Restoration" (Meiji Ishin). Dengan transisi ini, Shogun (Panglima) di Edo (Tokyo) menyerahkan kekuasaan tertinggi yang dipegang selama 265 tahun kepada Kaisar berada di Kyoto. Sejak Meiji Restoration, kekuasaan politik sehari-hari secara de facto ada di tangan para aristocrat dan pejabat tinggi. Tetapi, sejak 1874, ada gerakan hak demokratik (democratic rights movement, Jiyuu Minken Undou). Tujuan utama gerakan ini adalah pendirian parlement dan penetapan UUD.3 Pada 1976, kaisar memerintah bawahannya untuk mempersiap draf UUD. Dan juga, pada 1881, kaisar mengumumkan dekrit yang sebut pendirian parlement pada 1890. Sejak 1882, beberapa aristocrats memulai survey UUD negara-negara barat, dan, akhirnya, mereka memilih konstitusi German (German Imperial Constitution, atau Bismarck's constitution) sebagai contoh UUD Jepang baru itu. Konstitusi German tersebut bersifat monarkis dan membatasi hak-hak warga negara. Pada 1889, UUD 1889 diumumkan, dan diperlaksanakan pada 1890. UUD 1889 bersifat UUD monarkis, dan kaisar memegang kekuasaan tertinggi (kaisar dianggap sebagai dewa tertinggi). Warga negara dianggap subyek kaisar, dan hak 1

Makalah bagian pertama untuk mata kuliah Perbandingan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016. 2 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta 3 Shimada Yuzuru, UUD Jepang dan Tata Negara, Nagoya University, hlm. 1 www2.gsid.nagoyau.ac.jp/blog/shimadayuzuru/files/2011/03/paper_for_lecture_at_unand_on2011022 5.pdf konstitusi jepang, diakses tanggal 21 maret 2016

1

warga sangat terbatas. Walaupun ada pasal-pasal tentang hak warga, tetapi hak-hak itu mudah dibatasi oleh UU. Gagasan pembagian kekuasaan adalah sangat lemah. Kabinet bertanggungjawab kepada kaisar bukan kepada parlemen. Dekritkaisar lebih tinggi daripada UU. Pengadilan tidak mempunyai hak uji dan kesempatan gugatanadministratif adalah sangat sempit. Kepala daerah adalah pejabat Departmen Dalam Negeri yangditunjuk oleh Kaisar.Walaupun UUD 1889 adalah jauh dari Konstitutional demokratik, UUD itu tetap ada signifikansebagai UUD modern kedua di Asia menyusul UUD Ottoman Empire (Turky) pada 1876. 4 Pada 15 Agustus 1945, akhirnya perang dunia kedua, Jepang dikalahkan oleh AS dan negara-negaraberaliansinya (Sekutu). Ini adalah penyerahan tanpa syarat menurut Deklarasi Potsdam. DidalamDeklarasi Potsdam ada pasal yang menuntut demokratisasi, pelindungan HAM, dan disarmamentJepang. Sekutu, khusunya AS, menganggap bahwa salah satu sebab militarism Jepang adalahkonstitusi yang tak bisa membatasi kekuasan eksekutif. Maka AS memerintah pemerintah Jepang mempersiapkan UUD baru yang mementingkan asas demokrasi, HAM dan perdamaian (pacifism). Dibawah kotrol tentara AS sangat ketat (General Head Quarter Sektutu, GHQ), pada 1946, pemerintah Jepang mengumumkan UUD baru, dan memperlakukannya pada tahun berikut. Poin-poin penting UUD 1947 adalah: a. kaisar sebagai simbol kesatuan warga (weak constitutional-monarchy) b. membatal kekuataan military dan penolakan perang (pacifism) c. kedaulatan rakyat5

Didalam UUD 1947 jelas pengaruhan konstitutionalism AS. Umpamanya, judicial review, pembagian kekuasaan (trias politika), pemilihan langsung kepala daerah, HAM dan liberalism. Tetapi juga, UUD 1947 mempunyai hal-hal mirip dengan UUD negara lain sezaman, seperti UUD Jerman Barat (Bonn Constitution, 1949), UUD Italy (1948). Salah satu pointnya adalah mementingkan peran pemerintah untuk menjamin hak sosial (welfare sosial state).6 4

Shimada Yuzura, Ibid., hlm.2 Shimada Yuzura, Ibid 6 Shimada Yuzura, Ibid, hlm.3 5

2

BAB II PEMBAHASAN

A. SISTEM PEMERINTAHAN I. Landasan Teori Sistem pemerintahan diperlukan agar pemerintahan itu menjadi efektif dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Dalam bahasa yang sederhana, sistem sering diartikan sebagai suatu kesatuan yang terdiri atas unsur-unsur yang mempunyai cita-cita tertentu. Menurut Carl J. Friedrich dalam (B.Hestu Cipto Handoyo, 2009: 117), sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian maupun hubungan fungsional

terhadap

keseluruhan,

sehingga

hubungan

itu

menimbulkan

ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja

dengan

baik

akan

mempengaruhi

keseluruhannya

itu.Sedangkan,

Pemerintahan mencakup dua pengertian, yaitu : a. Pemerintahan dalam arti sempit yaitu hubungan antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif; b. Pemerintahan dalam arti luas yaitu keseluruhan hubungan antara organ-organ negara baik antara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun hubungan antara lembaga di tingkat pusat dan tingkat daerah7 Di dunia ini dikenal 3 (tiga) jenis sistem pemerintahan yaitu : 1. Sistem Pemerintahan Presidensiil Bertitik tolak kepada konsep pemisahan kekuasaan sebagaimana dianjurkan oleh teori trias politika, sistem pemerintahan Presidensiil (Fixed Executive) ini menghendaki adanya pemisahan kekuasaan secara tegas, khususnya antara

7

Lihat, Y.Hartono,Handout Hukum Pemerintahan Pusat, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 3

badan pemegang kekuasaan eksekutif dengan badan pemegang kekuasaan legislatif.8 Adapun ciri-ciri sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut : a. Hanya ada satu presiden yang dipilih langsung menjadi presiden untuk masa jabatan waktu tertentu. b. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan c. Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri sebagai pembantunya d. Presiden sebagai kepala eksekutif tidak bisa membubarkan parlemen. e. Presiden bertanggungjawab kepada rakyat f. Anggota eksekutif tidak dapat merangkap jabatan sebagai anggota parlemen g. Fokus kekuasaan ada pada presiden 2. Sistem Pemerintahan Parlementer Pada prinsipnya sistem pemerintahan parlementer menitik beratkan pada hubungan antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem ini merupakan sisa-sisa peninggalan sistem pemerintahan monarchy, dimana kepala negara mempunyai kedudukan yang tidak dapat diganggu gugat.9 Adapun ciri-ciri sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut : a. Eksekutif dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu : 1. perdana menteri sebagai kepala pemerintahan 2. raja/kaisar/presiden sebagai kepala negara b. Eksekutif bertanggungjawab kepada legislative (parlemen). c. Perdana menteri dipilih dari pemenang kursi di parlemen dan menteri diangkat oleh perdana menteri. d. Menteri biasanya adalah anggota parlemen. e. Perdana menteri dapat mengusulkan kepada kepala negara untuk membubarkan parlemen. f. Parlemen adalah fokus kekuasaan 3. Sistem Pemerintahan Referendum

8

B.Hestu Cipto Handoyo dan Y. Thresianti, 1996, Dasar-Dasar Indonesia,Yogyakarta, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 52 9 B.Hestu Cipto Handoyo dan Y. Thresianti, Ibid., hlm. 51

Hukum

Tata

Negara

4

Sistem pemerintahan seperti ini sering disebut juga Sistem Badan Pekerja10. Sistem pemerintahan dengan pengawasan langsung oleh rakyat yakni pemerintah (eksekutif) pada hakikatnya adalah badan pekerja dari Parlemen (legislatif), dengan kata lain eksekutif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari legislatif (parlemen). Oleh karena itu parlemen tidak diberi wewenang untuk pengawasan kepada eksekutif, sehingga yang berhak mengawasi parlemen dan eksekutif adalah rakyat secara langsung. Referendum, yaitu suatu kegiatan politik yang dilakukan oleh rakyat untuk memberikan keputusan setuju atau menolak terhadap kebijaksanaan atau keputusan yang diambil oleh parlemen atau setuju/menolak terhadap kebijaksanaan yang dimintakan persetujuan kepada rakyat secara langsung11. Sistem ini dipergunakan di Negara Konfederasi Swiss. Referendum ini terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Referendum Obligator (Wajib), yaitu meminta pendapat secara langsung terhadap suatu RUU yang akan diundangkan, 2. Referendum Fakultatif, yaitu meminta pendapat secara langsung kepada rakyat tentang setuju atau tidaknya terhadap UU yang sudah berlaku, tetapi ada sementara rakyat yang menggugatnya. Dalam hal ini apabila mayoritas rakyat berpendapat bahwa UU tersebut tetap berlaku seperti semula, maka UU tersebut tetap berlaku. Demikian pula sebaliknya. 3. Referendum Optatif, yaitu meminta pendapat secara langsung kepada rakyat tentang setuju atau tidaknya terhadap RUU Pemerintah Federal atau Pemerintah Pusat di wilayah-wilayah negara bagian atau daerah otonom12. Dalam sistem pemerintahan ini juga dikenal Usul Inisiatif Rakyat yaitu rakyat mengajukan suatu RUU kepada Parlemen atau Pemerintah.

II. Perbandingan Sistem Pemerintahan Jepang dan Sistem Pemerintahan Indonesia

10

B. Hestu Cipto Handoyo, Op.Cit, hlm.140 Ibid., hlm. 141 12 Ibid., hlm. 141

11

5

Pada bagian ini, didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konstitusi Jepang dan konstitusi Indonesia, penulis akan membanding sistem pemerintahan kedua negara tersebut. a. Konstitusi Jepang Tahun 1947 Jepang menganut Sistem Pemerintahan Parlementer berdasarkan konstitusi tahun 1947. Hal itu karena di Jepang,Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara dipisahkan atau dipegang oleh dua orang. Kaisar Jepang sebagai Kepala Negara sedangkan Menteri/Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan. Kedudukan kaisar dalam negara dan pemerintahan dibatasi oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan sehingga ia tidak punya kekuasaan yang absolut. Kaisar Jepang bertindak atas nama rakyat Jepang sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, begitu pula dengan perdana menteri. Pasal-pasal terkait kedudukan Kaisar sebagai Kepala Negara  Pasal 1 “Kaisar harus merupakan lambang dari negara dan dari persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak rakyat yang memegang kedaulatan tertinggi”  Pasal 3 “Saran dan persetujuan dari kabinet harus diminta bagi segala tindakantindakan dari Kaisar di dalam hal-hal mengenai negara, dan kabinet harus bertanggungjawab mengenai hal tersebut”.  Pasal 4 “Kaisar hanya melakukan tindakan-tindakan sedemikian rupa di dalam hal-hal mengenai negara sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Dasar ini dan dia tidak boleh mempunyai kekuasaan yang dihubungkan dengan pemerintahan”.  Pasal 7 “Kaisar, dengan saran dan persetujuan dari kabinet, harus melakukan tindakan-tindakan berikut ini di dalam hal-hal mengenai negara atas nama rakyat : o Pengumuman perubahan- perubahan dari konstitusi, undang-undang, peraturan-peraturan cabinet dan perjanjian-perjanjian. o Mengundang sidang diet. o Pembubaran House of Representatives. o Pengumuman daripada pemilihan umum dari anggota-anggota Diet. o Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian dari menteri-menteri negara dan pejabat-pejabat lainnya sebagaimana diatur dengan undang-undang, dan mengenai surat-surat kepercayaan dan kekuasaan penuh dari duta-duta besar dan menteri-menteri. o Menyetujui amnesti umum dan khusus, pengurangan hukuman, menunda pelaksanaan hukuman mati, dan pemulihan hak-hak.

6

o Memberikan kehormatan-kehormatan o Menyetujui alat-alat ratifikasi dan dokumen-dokumen diplomatic lainnya sebagaimana diatur dengan undang-undang. o Menerima duta-duta besar dan menteri-menteri asing. Pasal-pasal terkait Perdana Menteri/Menteri sebagai Kepala Pemerintahan  Pasal Pasal 65 “Kekuasaan eksekutif harus berada di tangan kabinet”.  Pasal 66 ayat (1)“ Kabinet harus terdiri dari perdana Menteri yang menjadi ketuanya, dan menteri-menteri lainnya dari negara, sebagaimana diatur dengan undang-undang”. ayat (3)“Kabinet di dalam pelaksanaan dari kekuasaan eksekutif, haruslah secara kolektif bertanggungjawab kepada diet”.  Pasal 67 “Perdana menteri haruslah dipilih dari antara anggota-anggota dari Diet dengan suatu resolusi dari Diet. Pemilihan ini haruslah mendahului semua kegiatan-kegiatan lainnya”.  Pasal 68 ayat (1) “Perdana menteri harus mengangkat menteri-menteri negara. Walaupun demikian, suatu mayoritas dari jumlah mereka haurs dipilih dari antara anggota-anggota Diet.” Ayat (2) “Perdana menteri dapat mengganti menterimenteri negara sebagaimana dia kehendaki”.  Pasal 72 “Perdana menteri, mewakili kabinet, mengajukan rencana undangundang, melaporkan mengenai peristiwa-peristiwa nasional umum dan hubunganhubungan luar negeri kepada Diet dan melaksanakan kontrol dan pengawasan atas berbagai-bagai cabang administratif”.  Pasal 73 “Kabinet, sebagai tambahan terhadap fungsi-fungsi administratif umum lainnya, harus melakukan fungsi-fungsi demikian : o Mengurus hukum secara jujur; melaksanakan urusan-urusan negara. o Mengelola urusan-urusan luar negeri. o Menyelesaikan perjanjian-perjanjian. Walaupun demikian, hal tersebut harus sebelumnya memperoleh, atau tergantung pada keadaan, persetujuan kemudian dari Diet. o Mengurus dinas-dinas sipil, sesuai dengan standar yang diadakan oleh undangundang. o Mempersiapkan anggaran belanja dan pendapatan negara, dan mengajukannya kepada Diet. o Menyatakan berlakunya keputusan-keputusan kabinet agar supaya untuk melaksanakan peraturan-peraturan di dalam keputusan-keputusan Kabinet sedemikian kecuali bila diberi wewenang oleh undang-undang demikian. o Memutuskan atas amnesti umum, amnesti khusus, pengurangan hukuman, menunda pelaksanaan hukuman, dan pemulihan hak-hak. b. Konstitusi Indonesia (‘’UUD 1945”)

7

Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensiil. Di Indonesia hanya ada seseorang Kepala Negara sekaligus menjabat sebagai Kepala Pemerintahan yaitu Presiden Republik Indonesia. Hal ini dipertegas dalam UUD 1945 yang mengatur banyak kewenangan dan/atau kekuasaan Presiden Republik Indonesia.

Pasal-pasal tentang Presiden sebagai Kepala Negara  Pasal 10 “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”.  Pasal 11 ayat (1) “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”.  Pasal 12 “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”.  Pasal 13 ayat (1) “Presiden mengangkat duta dan konsul”. Ayat (2) “Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR”.  Pasal 14 “Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA”.  Pasal 15 “Presiden memberi gelaran, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan”.

Pasal-pasal tentang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan  Pasal 4 ayat (1) “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.  Pasal 5 ayat (1) “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat  Pasal 5ayat (2)“Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.  Pasal 6A ayat (1) “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.  Pasal 7 “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.  Pasal 7C “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat”.  Pasal 17 ayat (1) “Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara”.  Pasal 17 ayat (2) “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden”.

B. BENTUK PEMERINTAHAN 8

I. Landasan Teori Secara umum, dikenal ada 2 (dua) macam bentuk pemerintahan yaitu, bentuk pemerintahan Monarkhi (kerajaan) dan bentuk pemerintahan Republik. Menurut Polybios bentuk Monarki adalah bentuk tertua. Kekuasaan dipegang oleh satu orang yang memiliki sifat-sifat yang lebih unggul dari pada warga masyarakat lainnya, sehingga mendapat kepercayaan untuk memerintah.13Bentuk negara Kerajaan dipimpin oleh seorang raja (kaisar) atau ratu (maharani) yang diwariskan secara turun temurun, jadi apabila seorang calon raja tidak terlalu mengenal pengaturan politik pemerintahan negara, maka jalannya roda pemerintahan diserahkan pada perdana menteri yang mengepalai menteri.14Sedangkan, Bentuk negara Republik dipimpin oleh seorang presiden yang dipilih oleh badan tertentu (konstitutif atau legislatif) atau dipilih langsung oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum,15 sehingga dalam bentuk pemerintahan ini kepala negara atau kepala pemerintahan hanya dipegang oleh satu orang. Adapun ciri-ciri bentuk pemerintahan sebagai berikut : Republik Monarkhi Bagaimana terjadinya kehendak atas kemauan negara yang dilakukan melalui putusan-putusan negara (George Jellinek) Jika kemauan negara ditentukan melalui Jika kemauan ditentukan oleh satu proses juridis, yaitu gabung orang-orang orang (raja/ratu) sebagai majelis atau dewan Cara menentukan kepada negara (Leon Duguit) Jika kepada negara ditentukan atas dasar Jika kepada negara ditentukan atas pemilihan dasar pewarisan Apakah menggunakan asas kesamaan atau ketidaksamaan (Otto Koelrenter) Setiap warga negara memiliki hak yang Tidak setiap warga negara memiliki sama menjadi kepala negara hak yang sama menjadi kepala negara

13

Buchory, Ilmu Negara (Handout), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta, hlm. 82 14 Inu Kencana Syafiie, 2013, Ilmu Negara Kajian Ilmiah dan Kajian Keagamaan, Bandung, Penerbit Pustaka Reka Cipta, hlm. 84 15 Inu Kencana Syafiie, Ibid 9

II. Perbandingan Bentuk Pemerintahan Jepang dan Bentuk Pemerintahan Indonesia Pada bagian ini, didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konstitusi Jepang dan konstitusi Indonesia, penulis akan membanding bentuk pemerintahan kedua negara tersebut. a. Konstitusi Jepang Tahun 1947 Jepang adalah sebuah negara Monarkhi Konstitusional.Dikatakan Monarkhi Konstitusional karena Kepala Negara Jepang adalah Kaisar. Kaisar jepang memperoleh tahta secara turun temurun. Kaisar jepang dalam memerintah, kekuasaannya dibatasi oleh konstitusi jepang sehingga ia tidak memiliki kekuasaan yang mutlak. Bentuk pemerintahan Jepang dapat ditelusuri mulai dari Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Konstitusi Jepang.  Pasal 1 berbunyi “Kaisar harus merupakan lambang dari negara dan dari persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak rakyat yang memegang kedaulatan tertinggi”.  Pasal 2 berbunyi “Tahta Kekaisaran haruslah merupakan kedinastian dan diwariskan sesuai dengan UU Istana Kaisar yang dikeluarkan oleh Diet”.  Pasal 4 berbunyi “Kaisar hanya melakukan tindakan-tindakan sedemikian rupa di dalam hal-hal mengenai negara sebagaimana diatur di dalam Undangundang Dasar ini dan dia tidak boleh mempunyai kekuasaan yang dihubungkan dengan pemerintahan”. b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Indonesia adalah sebuah negara yang bentuk pemerintahannya adalah Republik. Bentuk negara Republik Indonesia sudah ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 alinea IV yakni “maka

disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu Negara Republik Indonesia, dst….Bentuk pemerintahan Indonesia merupakan salah satu yang tetap, artinya dari Amandemen I (1999), Amandemen II (2000), Amandemen III...


Similar Free PDFs