Perkembangan dan Pengembangan Kawasan Cakranegara Lombok PDF

Title Perkembangan dan Pengembangan Kawasan Cakranegara Lombok
Author Antariksa Sudikno
Pages 17
File Size 754.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 250
Total Views 781

Summary

SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013 PERKEMBANGAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN CAKRANEGARA, LOMBOK Adhiya Harisanti F., Antariksa, Turniningtyas Ayu R. Program Magister Teknik Sipil Minat Perencanaan Wilayah dan Kota Program Magister dan Doktor Fakultas Teknik Universitas Brawijaya...


Description

SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013

PERKEMBANGAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN CAKRANEGARA, LOMBOK

Adhiya Harisanti F., Antariksa, Turniningtyas Ayu R. Program Magister Teknik Sipil Minat Perencanaan Wilayah dan Kota Program Magister dan Doktor Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono No. 167, Malang 65145, telepon (0341) 551430.

Email : Adhiya Harisanti

ABSTRACT. Cakranegara region is one of the historical districts in Mataram. Cakranegara region was built in the mid-17th century. Cakranegara was designated as the center of government and the spread of Hinduism. Furthermore, Cakranegara is the settlement for Hindu-Bali people. Today, Cakranegara region is developed as the largest commercial center in Mataram. The objective of this reseach is: to conserve Cakranegara region. The method used is qualitative. The result is conservation of Cakranegara region with region zoning that consists of settlement conservation zone, commercial development zone, and industry development zone. KEYWORDS: Cakranegara, conservation, traditional settlement, zoning. PENDAHULUAN Kawasan Cakranegara merupakan kota koloni dari Kerajaan Karangasem di Bali, sehingga kotanya dibangun berdasarkan ide perencanaan kota Hindu-Bali (Handinoto, 2010). Berdasarkan sejarah, Kawasan Cakranegara dibangun pada pertengahan abad ke-17 pada masa pemerintahan Raja I Gusti Anglurah Ketut Karangasem dan menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Karangasem yang lebih dikenal dengan nama Kerajaan Karangasem Singasari. Kawasan tersebut diperuntukkan sebagai pusat pemerintahan dan penyebaran agama Hindu, serta permukiman bagi masyarakat Hindu-Bali yang datang selama pemerintahan Kerajaan Karangasem. Menurut Mulyadi (2009), Kawasan Cakranegara dibentuk berdasarkan konsepsi tri hita karana. Konsep tri hita karana, yaitu tiga pura utama (pura puseh, pura desa, dan pura dalem) sebagai parahyangan/jiwa; teritorial kawasan (desa pakraman) sebagai pawongan/fisik; dan penduduk sebagai palemahan/tenaga. Kawasan Cakranegara memiliki tiga pura utama sebagai unsur jiwa/parahyangan (Pura Meru, Taman Mayura, Pura Dalem Karang Jangkong); penduduk yang menempati kawasan di antara tiga pura sebagai unsur tenaga/pawongan; dan adanya batas kawasan sebagai badan/palemahan. Permukiman dan sarana umum diletakkan di antara tiga pura utama.

1

SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013

Tahun 1866 Kawasan Karangasem Singasari diganti namanya menjadi Cakranegara. Cakra menurut bahasa Sansekerta berarti lingkaran atau bundaran, dan Negara adalah kota, hunian, atau negeri. Dengan demikian Cakranegara berarti kota hunian yang bundar melingkar (Mulyadi, 2009a). Menurut Handinoto (2010), dalam bahasa Sansekerta Cakra berarti pengajaran agama (Hindu), Negara berarti juga negara. Jadi Cakranegara berarti negara (kota) pengajaran agama (Hindu). Pemerintahan Kerajaan Mataram di Kawasan Cakranegara bertahan sampai tahun 1894. Pemerintah Belanda baru menaklukan Lombok dalam suatu perang dahsyat yang disebut Perang Lombok tahun 1894. Pemerintahan Belanda antara tahun 1894 – 1942 tidak membawa pengaruh perubahan yang besar terhadap Kawasan Cakranegara. Perubahan besar mulai terjadi pada masa pemerintahan Kota Mataram. Berdasarkan Perda Kota Mataram No. 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram, Kawasan Cakranegara diarahkan menjadi kawasan perdagangan dan jasa berskala nasional dan internasional. Kebijakan tersebut mendorong perkembangan cepat secara fisik dan terutama pada aspek ekonomi. Di Kawasan Cakranegara pada masa sekarang memiliki perkembangan lahan dengan fungsi perdagangan dan jasa yang sangat pesat, ditunjukkan dengan semakin banyak dan berkembangnya bangunan pertokoan serta beberapa bangunan hotel. Dari segi sejarah dan perkembangan pariwisata, Kawasan Cakranegara menjadi salah satu bagian dari sejarah terbentuknya Kota Mataram dan menjadi tujuan wisata budaya. Berdasarkan hasil temuan Ditya, et al. (2010), Kawasan Cakranegara masih menunjukkan adanya pengaruh Hindu-Bali. Hal tersebut ditunjukan dengan pola jaringan jalan dan keberadaan tiga pura utama dalam penerapan konsep tri hita karana. Selain itu Kawasan Cakranegara (Pura Meru – Taman Mayura – Pura Dalem Karang Jangkong) sampai sekarang masih dimanfaatkan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan keagamaan oleh masyarakat Hindu, terutama di Kota Mataram. Dari permasalahan yang telah disebutkan, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk melestarikan Kawasan Cakranegara dengan bentuk zonasi (zoning). Pada Undangundang No. 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Beberapa manfaat dari pelestarian (Budiharjo dalam Antariksa, 2012), yaitu upaya-upaya untuk mempertahankan bagian kota yang dibangun dengan skala akrab akan membantu hadirnya sense of place, identitas diri, dan suasana kontras; kota dan lingkungan lama adalah salah satu aset terbesar dalam industri wisata internasional; dan upaya preservasi dan konservasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi dan menyampaikan warisan berharga kepada generasi mendatang. Menurut Rachman (2012), melestarikan merupakan cara untuk memperkuat citra budaya melalui

2

SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013

penanganan spasial dan sosial-budaya-ekonomi di kawasan bersejarah dengan bertumpu pada pemberdayaan komunitas yang berbudaya. Upaya penataan untuk kawasan bersejarah hendaknya berdasarkan karakter asli kawasan yang terbentuk sejak awal kemunculan kota/kawasan tersebut. Konsep preservasi kawasan lama kota bertujuan untuk kepentingan masa datang (Firzal, 2010). Menurut Ernawi (2009), melakukan revitalisasi dan/atau konservasi dalam pengembangan dan pelestarian kearifan lokal kota melalui strategi pelestarian yang bersinergi dengan aktivitas, seperti ekonomi, sosial, dan budaya, sehingga mampu mengembalikan citra dan kualitas kawasan, serta menjadikan kawasan yang berperan penting dan memiliki ekonomi tinggi dalam konteks nasional bahkan internasional. Pengertian zonasi menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya (Roychansyah, 2009). Preservasi pada bidang zonasi bertujuan untuk mengatur dan menentukan bagian kawasan kota, bangunan maupun ruang terbuka untuk dilindungi atau ditingkatkan penggunaannya (Wikantiyoso, 2004). Penyusunan arahan pelestarian bertujuan untuk mempertahankan ciri khas atau identitas awal Kawasan Cakranegara, yaitu pola permukiman yang berbentuk grid dan penerapan konsep Hindu-Bali. Pelestarian berdasarkan peraturan zonasi diharapkan tidak menghambat perkembangan Kawasan Cakranegara sebagai pusat perdagangan dan jasa di Kota Mataram.

METODE Metode yang digunakan adalah kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui bentuk perkembangan Kawasan Cakranegara berdasarkan sejarah pada awal terbentuknya kawasan dan perkembangannya sampai sekarang. Metode analisis yang digunakan untuk melihat perkembangan kawasan adalah analisis sinkronik-diakronik. Menurut Suprijanto dalam Hardiyanti et al. (2005), sinkronik dan diakronik umumnya digunakan dalam morfologi (dalam arsitektur dan kota) sebagai metode analisis. Menurut Bayu, et al. (2010), analisis sinkronik dapat memberikan bentuk-bentuk perubahan yang terjadi dari setiap periode atau tahapan perkembangan pola ruang perkotaan. Analisis diakronik digunakan untuk mengkaji satu aspek yang menjadi bagian dari satu objek, fenomena atau ide dari waktu ke waktu. Selanjutnya adalah arahan pelestarian kawasan dengan bentuk zonasi kawasan, yaitu pembagian blok-blok dengan arahan pengembangan

3

SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013

lahan berdasarkan hasil analisis sinkronik-diakronik dan kebijakan pemerintah Kota Mataram mengenai penataan ruang wilayah.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Terbentuknya Kawasan Cakranegara Sejarah terbentuknya Kawasan Cakranegara memiliki sejarah yang panjang dan bersumber dari beberapa versi. Menurut Zakaria (1998), terbentuknya permukiman tradisional Bali di Pulau Lombok diawali oleh kedatangan para imigran dari Pulau Bali. Pengaruh Hindu-Bali di Pulau Lombok paling banyak berada di kawasan Kota Mataram, dimana sampai sekarang terdapat beberapa permukiman Hindu-Bali. Semasa pemerintahan Kerajaan Karangasem di Pulau Lombok, muncul beberapa kerajaankerajaan kecil Hindu-Bali, seperti Kerajaan Pagesangan, Kerajaan Pagutan, Kerajaan Singasari, dan Kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram merupakan kerajaan yang paling besar pengaruhnya dan juga perkembangannya paling pesat dibandingkan kerajaan kecil lainnya di Pulau Lombok. Kerajaan Mataram yang maju pesat membangun ibu kota baru di kawasan yang sekarang dikenal dengan Cakranegara. Namun, berdasarkan sejarah versi lainnya menyebutkan bahwa sebelum Kerajaan Mataram menjadi kerajaan paling besar dan kuat di Pulau Lombok, Cakranegara telah dibangun sebagai sebuah permukiman dan pusat perkembangan Hindu-Bali yang bernama Karangasem Singasari. Permukiman tersebut terbentuk bersamaan dengan kedatangan Raja Karangasem dengan para pengikutnya, dan membangun permukiman yang berbentuk kotak-kotak atau pola grid yang disebut karang. Penamaan karang-karang tersebut disesuaikan dengan nama daerah asli mereka di Pulau Bali, seperti Karang Blumbang, Karang Bengkel, Karang Jasi, Karang Sampalan, dan lain sebagainya. Penamaan karang tersebut dimaksudkan karena rajanya yang berasal dari daerah Karang Asem Bali, sehingga tidak melupakan asal usul masyarakat asli yang tinggal di permukiman Cakranegara. Zakaria (1998) mengungkapkan, pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram, Kawasan Cakranegara diarahkan untuk menjadi pusat pemerintahan negeri. Oleh karena itu, di Cakranegara dibangun istana raja yang baru, lebih luas dan lebih indah, yaitu istana atau Puri Ukir Kawi, pada tahun 1744, bersamaan dengan Taman Mayura. Pura Meru dibangun lebih dahulu sekitar tahun 1720. Pembangunan Pura Meru bertujuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan di antara penguasa di masing-masing kerajaan kecil yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan.

4

SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013

Versi lain menyebutkan bahwa Cakranegara merupakan pusat pemerintahan dari Kerajaan Karangasem Singasari. Puri atau istana raja (Puri Ukir Kawi) di Kawasan Cakranegara dibangun tidak lama setelah pembangunan Pura Meru. Selain itu juga dibangun sebuah pasar istana serta sebuah makam atau Pura Dalem di bagian barat Kawasan Cakranegara (sekarang Pura Dalem Karang Jangkong). Pembangunan Puri Ukir Kawi dan pasar istana, serta Pura Dalem dilakukan sekitar tahun 1740-an. Pada tahun 1744 dibangun sebuah taman yang memiliki kolam yang indah (sekarang bernama Taman Mayura). Menurut Zakaria (1998) Kawasan Cakranegara memiliki tata ruang yang disesuaikan pula dengan adat kebiasaan dan kepercayaan Hindu-Bali. Tata ruang kota terdiri dari blok-blok kota yang peruntukannya jelas dan dihubungkan oleh jalur-jalur jalan yang teratur dan rapi. Blok-blok kota yang teratur terbentuk dimungkinkan karena adanya subkultur filsafat Asta Kosala Kosali yang diterapkan bagi setiap keluarga dalam membangun tempat tinggalnya. Seluruh blok kota akan terpusat dan sekaligus berfungsi melindungi kompleks istana (puri) dan para bangsawan. Setiap kepala keluarga memiliki kapling tanah pekarangan (untuk rakyat kebanyakan minimal 600 m2) dengan bangunan perumahannya masing-masing berdasarkan subkultur tersebut. B. Perkembangan Kawasan Cakranegara Bentuk perkembangan Kawasan Cakranegara dapat dilihat dari hasil analisis sinkronikdiakronik dari tahun 1700 sampai sekarang. Masa perkembangan wilayah penelitian dibagi menjadi lima masa, yaitu sebagai berikut (Gambar 1). 1. Masa pemerintahan Kerajaan Karangasem Singasari dan Kerajaan Mataram (1700-1894).Tahun 1700-an merupakan awal terbentuknya Kawasan Cakranegara. Bangunan pertama yang didirikan adalah Pura Meru tahun 1720, yang berfungsi sebagai tempat peribadahan bagi masyarakat Hindu-Bali di Pulau Lombok. Dikarenakan sebagian besar raja dari kerajaan-kerajaan kecil masih memiliki hubungan kekeluargaan. Selain itu juga didirikan makam dan Pura Dalem di bagian barat terluar dari Kawasan Cakranegara, yaitu di Kawasan Karang Jangkong. Selanjutnya tahun 1940 didirikan istana raja bernama Puri Ukir Kawi dan pasar istana di bagian selatan istana raja (sekarang dikenal sebagai Pasar Cakranegara). Taman Klepug atau Taman Mayura didirikan pada tahun 1744, berfungsi sebagai tempat peristirahatan raja. Taman Mayura berada di sebelah timur Puri Ukir Kawi dan di bagian utara Pura Meru. Di bagian barat Puri Ukir Kawi terdapat lapangan. Peletakan Puri Ukir Kawi, pasar istana, lapangan, dan Yasa Kambang membentuk pola Parampatan Agung yang biasanya menjadi ciri khas pola permukiman di Pulau

5

SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013

Bali. Permukiman dibangun dengan pola grid (kotak-kotak) yang memiliki ukuran yang sama atau disebut Karang. Selain itu juga didirikan beberapa pura dengan kepemilikan Karang. Permukiman mayoritas dihuni oleh masyarakat Hindu-Bali yang berasal dari Daerah Karang Asem di Pulau Bali dan sebagian kecil masyarakat asli Sasak-Lombok (Gambar 2).

Gambar 1 Perkembangan Kawasan Cakranegara

Puri Ukir Kawi

Taman Mayura

Pura Dalem Karang Jangkong Pura Meru

Gambar 2 Pola Kawasan Cakranegara tahun 1995 Sumber: Funo dalam Handinoto (2010).

2. Masa pemerintahan Belanda (1894-1942). Pada masa pemerintahan Belanda, pusat pemerintahan dikembalikan ke Kota Mataram (Kompleks Kantor Gubernuran

6

SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013

Provinsi NTB), sedangkan Kawasan Cakranegara diperintah oleh kaki tangan Belanda, yaitu Patih Belanda dari Singaraja bernama I Gusti Jelantik Blambangan. I Gusti Jelantik Blambangan berkuasa sebagai pemerintah tunggal dengan pengaruh Hindu-Bali di Pulau Lombok, dengan pusat kerajaan di Cakranegara. Kawasan Cakranegara tidak mengalami perubahan yang begitu besar. Pola permukiman dan fungsinya tetap sebagai pusat pemerintahan dengan pengaruh Hindu-Bali di Pulau Lombok. Perubahan yang terjadi hanya pertumbuhan sebuah Kampung Jawa di bekas lapangan di bagian sebelah barat Puri Ukir Kawi. Kampung Jawa dihuni oleh masyarakat etnis Jawa yang datang bersama dengan ekspansi Belanda ke Pulau Lombok. Di lokasi Kampung Jawa didirikan sebuah masjid pada tahun 1916 berfungsi sebagai tempat peribadatan bagi masyarakat muslim dari Pulau Jawa (Gambar 3). Di sebagian kawasan Kelurahan Cakranegara Selatan terdapat beberapa blok permukiman yang dihuni oleh masyarakat asli Lombok yang mayoritas beragama Islam, yaitu suku Sasak. Mereka merupakan golongan pengrajin senjata dari logam dan pembuat makanan yang menunjang kebutuhan di lingkungan istana. 3. Masa pemerintahan Jepang dan awal kemerdekaan RI (1942-1970). Masa pemerintahan Jepang tidak berlangsung lama. Setelah kekalahan Belanda melawan Jepang, Wilayah Indonesia termasuk Pulau Lombok dikuasai oleh Jepang. Tahun 1942 berdasarkan hasil kesepakatan antara pemerintah Jepang dengan Anak Agung Made Jelantik Barayangwangsa (keturunan Raja Karangasem), keluarga Raja Karangasem yang menjadi tawanan Pemerintah Belanda dikembalikan ke Kawasan Cakranegara.

Sekembalinya

dari

Batavia,

Anak

Agung

Made

Jelantik

Barayangwangsa dan keluarganya membangun sebuah puri baru yang sampai sekarang dikenal dengan nama Puri Pamotan (Gambar 3), karena lokasi puri berada di Lingkungan Pamotan, Kelurahan Mayura. Puri Ukir Kawi mengalami kehancuran. Di lokasi bekas Puri Ukir Kawi didirikan beberapa pertokoan dan rumah-rumah tempat tinggal. Tahun 1969 Kawasan Cakranegara menjadi Kecamatan Cakranegara setingkat dengan Kecamatan Mataram dan Kecamatan Ampenan. Pembentukan kecamatan tersebut membuat peningkatan perkembangan pada masing-masing kecamatan, termasuk Kecamatan Cakranegara. Tahun 19601970 mulai didirikan beberapa toko di jalan utama, yaitu Jalan Pejanggik dan Jalan AA. Gede Ngurah. Bangunan Pura Meru, Taman Mayura, dan Pura Dalem Karang Jangkong tetap menjadi kawasan yang dilestarikan dan diperuntukan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan keagamaan bagi masyarakat Hindu-Bali. Selain itu juga,

7

SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013

bangunan-bangunan

tersebut

mulai

menjadi

tenggeran/landmark

Kawasan

Cakranegara. 4. Masa Kota Administasi Mataram (1970-1999). Tahun 1978 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 21 dibentuklah Kota Administratif Mataram dan pada tahun 1993 diganti menjadi Kota Madya Mataram yang memiliki wilayah, meliputi Kecamatan Mataram, Kecamatan Cakranegara, dan Kecamatan Ampenan. Dengan terbentuknya Kota Madya Mataram, maka pemerintahan wilayah Kota Mataram berpisah dengan pemerintahan Kabupaten Lombok Barat. Perkembangan Kota Mataram, termasuk Kawasan Cakranegara meningkat dengan pesat. Kawasan Cakranegara mulai dikembangkan menjadi kawasan perdagangan dan jasa, dimana mulai banyak didirikan pertokoan di sekitar jalan utama, yaitu Jalan Pejanggik, Jalan Selaparang, Jalan Sultan Hasanudin, dan Jalan AA. Gede Ngurah (Gambar 4). Selain itu juga, tahun 1970-an didirikan sebuah terminal dibekas lapangan di sebelah barat bekas lokasi Puri Ukir Kawi. Namun, terminal tersebut tidak bertahan lama karena dipindahkan ke Kawasan Sweta yang terletak di bagian timur Kawasan Cakranegara. Sarana lainnya yang mulai didirikan adalah bank, sekolah, dan gudang. Terdapat sebuah lapangan di sebelah timur Pura Dalem Karang Jangkong yang difungsikan sebagai lapangan pacuan kuda ataupun pasar malam. Di lokasi pasar kerajaan baru didirikan bangunan permanen pada tahun 1987 dan sampai sekarang dikenal sebagai Pasar Cakranegara (Pathiyah, 2012). Selain itu, kedatangan para pedagang yang mayoritas beretnis Cina membawa pengaruh terhadap perkembangan sosial budaya masyarakat di Kawasan Cakranegara. Keberagaman masyarakat juga mempengaruhi perubahan fisik kawasan. Tahun 1990-an didirikan sarana peribadatan baru, seperti gereja untuk masyarakat beragama Kristen, wihara untuk masyarakat beragama Budha, dan beberapa masjid baru bagi komunitas Muslim (Gambar 3).

8

SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013

Masjid Nurul Hidayah dibangun tahun1916.

Puri Pamotan dibangun tahun 1950.

Monumen Van Ham dibangun tahun1894.

Bangunan peribadatan yang didirikan sekitar tahun 1990-an.

Gambar 3 Perkembangan bangunan dan lingkungan pada tahun 1900-an 5. Masa reformasi (1999-sekarang). Tahun 1999, Kota Madya Mataram dirubah menjadi Kota Mataram. Pergantian kepemimpinan juga membawa pengaruh besar dalam penataan wilayah Kota Mataram, termasuk Kawasan Cakranegara. Kawasan Cakranegara semakin berkembang sebagai pusat perdagangan dan jasa terbesar di Kota Mataram. Selain itu, perkembangan Pulau Lombok sebagai daerah tujuan wisata serta Kawasan Cakranegara yang berdekatan dengan objek wisata Pantai Senggigi menumbuhkan banyaknya bangunan pertokoan, hotel, gudang, dan restoran (Gambar 4). Kawasan Cakranegara juga terkenal sebagai salah satu kawasan bersejarah di Pulau Lombok yang memiliki beberapa bangunan cagar budaya seperti Pura Meru, Taman Mayura, dan Monumen Van Ham (Gambar 3). Pura Meru merupakan bangunan tertinggi di Kawasan Cakranegara, yaitu 18,26 meter (Ulva, 2012). Awalnya Taman Mayura adalah taman milik kerajaan, saat ini berubah fungsi menjadi taman publik yang dikelola oleh pemerintah Kota Mataram. Hal tersebut terkadang mengabaikan keberadaan Pura Klepug dan Pura Jagatnatha...


Similar Free PDFs