PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL TERHADAP KAWASAN KONSERVASI DI PROVINSI JAMBI PDF

Title PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL TERHADAP KAWASAN KONSERVASI DI PROVINSI JAMBI
Author Jurnal Pertanian Agros
Pages 166
File Size 2.4 MB
File Type PDF
Total Downloads 39
Total Views 103

Summary

BIDANG ILMU SOSIAL LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN II PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL TERHADAP KAWASAN KONSERVASI DI PROVINSI JAMBI Tim Peneliti: Ir. Sulistiya, MP Ir. Cungki Kusdarjito, MP, PhD Ir. B. Tresno Sumbodo, M.si Ir. Sipri Paramita, M.Sc FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAN...


Description

BIDANG ILMU SOSIAL

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN II

PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL TERHADAP KAWASAN KONSERVASI DI PROVINSI JAMBI

Tim Peneliti: Ir. Sulistiya, MP Ir. Cungki Kusdarjito, MP, PhD Ir. B. Tresno Sumbodo, M.si Ir. Sipri Paramita, M.Sc

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JANABADRA YOGYAKARTA Desember 2007 Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor: 138/SP2H/PP/DP2M/III/2007 tanggal 29 Maret 2007 i

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TAHUN II 1. Judul Penelitian 2. Ketua Peneliti a. Nama lengkap b. Jenis kelamin d. Jabatan Fungsional e. Jabatan Struktural f. Bidang Keahlian g. Fakultas/Jurusan h. Perguruan Tinggi i. Tim Peneliti No. 1

2 3

Nama

: Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Lokal Terhadap Kawasan Konservasi di Provinsi Jambi : Ir. Sulistiya, MP : Laki-laki : Lektor :: Pembangunan Pedesaan/Agronomi : Fakultas Pertanian/Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis : Universitas Janabadra

Bidang Keahlian Perencanaan Wilayah

Ir. Cungki Kusdarjito, MP, PhD Ir. B. Tresno Sosial Ekonomi Sumbodo, M.Si Pertanian Ir. Sipri Penyuluhan Paramita, M.Sc Pertanian

Fakultas/Jurusan Pertanian/Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis

Perguruan Tinggi Universitas Janabadra

Pertanian/Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Pertanian/Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis

Universitas Janabadra Universitas Janabadra

3. Pendanaan dan jangka waktu penelitian a. Jangka waktu penelitian yang diusulkan: 3 tahun b. Biaya total yang diusulkan : Rp 141.723.100 c. Biaya yang disetujui tahun II : Rp 44.000.000 Yogyakarta, 27 Desember 2007 Ketua Peneliti

Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian Universitas Janabadra

(Ir. B. Tresno Sumbodo, M.Si) NIP. 199070323

(Ir. Sulistiya, MP) NIP. 196070279

Menyetujui: Ketua Lembaga Penelitian, Penjaminan Mutu, dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP3M) Universitas Janabadra

(Sunarya Raharja, SH, M.Hum) NIP. 191 070 164 ii

RINGKASAN Kawasan TNBD merupakan salah satu kawasan taman nasional yang mengalami ancaman kelestarian hutan sangat serius. Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, kawasan ini merupakan cagar biosfer yang menjadi sumber daya sosio-ekonomis dan kultural komunitas yang ada di dalamnya, yaitu Suku Anak Dalam (Orang Rimba). Sejak lama komunitas Orang Rimba menyebut hutan itu sebagai kawasan pengembaraan, tempat mereka berinteraksi dengan alam, saling memberi, saling memelihara, dan saling menghidupi. Proses interaksi yang telah berjalan cukup lama dan berlangsung secara alamiah ini jarang sekali menimbulkan permasalahan yang mengarah pada terancamnya kelestarian hutan yang ada, sebab komunitas Orang Rimba memiliki sejumlah pranata sosial yang lahir dari sistem budaya komunitas itu, yaitu budaya komunitas sebagai pengembara yang menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan dan penghidupan melalui aktivitas utama berburu dan meramu. Proses interaksi dengan alam yang berlangsung dari generasi ke generasi tersebut telah menciptakan persepsi tertentu komunitas itu terhadap konsep pelestarian alam yang secara umum sering disebut dengan istilah konservasi. Namun sekitar tahun 1980-an, mulai terjadi proses kemerosotan ekosistem hutan Orang Rimba, yaitu ketika kawasan di sekitar Cagar Biosfer Bukit Duabelas mulai dieksploitasi oleh sejumlah perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Sejak saat itu, ekosistem sekitar Cagar Biosfer Bukit Duabelas mendapat gangguan yang amat berat karena terjadi eksploitasi yang jauh melebihi daya dukung alam, dalam bentuk pengambilan kayu hutan yang dilanjutkan dengan perubahan fungsi menjadi hutan konversi berupa area perkebunan yang sangat luas, hingga menimbulkan degradasi dan fragmentasi yang menciptakan kelompok-kelompok hutan kecil yang saling terisolasi dan sangat rawan terhadap gangguan baru. Selain itu, sejumlah area hutan sekitar cagar biosfer tersebut juga dibuka untuk pemukiman transmigrasi penduduk dari Pulau Jawa. Kemerosotan ekosistem berlangsung semakin kuat setelah akses ke hutan makin terbuka, terutama dengan dibangunnya jalan-jalan lintas (termasuk jalan bekas pengusaha HPH), yang mengundang para pendatang masuk ke kawasan cagar biosfer untuk melakukan penebangan liar guna memasok kayu bagi perusahaan kayu ilegal. Ditambah lagi dengan tetap berlangsungnya perambahan hutan yang kian intensif yang dilakukan oleh penduduk lokal (baik suku Melayu maupun pendatang), makin memerosotkan ekosistem Bukit Duabelas. Kemerosotan ekosistem ini sangat berpengaruh terhadap bentuk-bentuk penyesuaian yang mesti dilakukan oleh komunitas Orang Rimba dalam perilakunya untuk mempertahankan kehidupan. Persepsi tentang konsep pelestarian alam yang diwarisi turun-temurun mengalami pergeseran sebagai dampak penetapan kawasan sekitar cagar biosfer menjadi hutan produksi dan hutan konversi yang dalam pelaksanaan operasionalnya mengabaikan nilai-nilai dan makna budaya tradisional yang ada di kalangan komunitas Orang Rimba. Walaupun pada akhirnya sebagian kawasan yang semula diperuntukkan sebagai hutan produksi telah dibatalkan statusnya sebagai hutan produksi, tetapi sejumlah kawasan sekitar cagar biosfer masih dieksploitasi sebagai hutan konversi, padahal area ini sebenarnya merupakan kawasan penyangga hutan tempat komunitas Orang Rimba mengembara. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti seberapa jauh dampak yang timbul karena terjadinya kemerosotan ekosistem hutan terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya komunitas Orang Rimba, termasuk dalam hal ini persepsi Orang Rimba terhadap konsep kelestarian hutan (konservasi). Berdasarkan hal itu, penelitian iii

untuk mengetahui kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya serta persepsi komunitas Orang Rimba terhadap kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Duabelas ini perlu dilakukan. Dengan diketahuinya persepsi Orang Rimba, selanjutnya dapat diungkap bentuk-bentuk partisipasi yang bisa dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait. Selain itu, bisa dipetakan persoalan-persoalan yang muncul antara komunitas Orang Rimba dan berbagai pihak yang terkait dalam pengembangan TNBD. Penelitian ini memiliki empat tujuan, yaitu: (1) mengetahui latar kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya komunitas Orang Rimba dan masyarakat desa sekitar TNBD, (2) menggali persepsi komunitas Orang Rimba dan masyarakat sekitar TNBD serta pihak-pihak terkait terhadap kawasan konservasi TNBD, (3) menetapkan bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak terkait dalam pengelolaan kawasan konservasi TNBD, dan (4) merumuskan peta persoalan yang terjadi antara komunitas Orang Rimba dan berbagai pihak terkait dalam pengelolaan kawasan konservasi TNBD. Mengenai manfaat penelitian, bagi Balai Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi, penelitian ini bermanfaat sebagai masukan dalam merancang model pengembangan kawasan konservasi yang mampu memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus memelihara kelestarian kawasan TNBD. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk memunculkan gagasan-gagasan baru di tingkat komunitas Orang Rimba dan masyarakat sekitar, sebagai modal untuk membangun kepedulian terhadap kawasan konservasi TNBD. Kesimpulan yang bisa dirumuskan adalah sebagai berikut. Secara umum, sebuah taman nasional dipersepsikan sebagai suatu kawasan yang harus bebas dari aktivitas yang mengganggu kelestarian taman tersebut. Namun dalam konteks TNBD, kawasan taman selain memiliki fungsi konservasi, juga menjadi ruang kehidupan dan penghidupan Orang Rimba. Komunitas ini sudah lama terikat baik secara ekonomi maupun budaya, sehingga tidak mungkin memisahkan keduanya dalam jangka waktu yang singkat. Persoalannya, saat sebelum maupun setelah ditetapkan menjadi taman nasional, ruang penghidupan Orang Rimba tersebut senantiasa mendapat gangguan dan ancaman yang datangnya dari luar, berupa pemanfaatan lahan di daerah penyangga sebagai hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, maupun hutan tanaman industri, kemudian dilanjutkan dengan pembalokan ilegal, perladangan karet, dan pengambilan hasil hutan non-kayu oleh masyarakat. Pemanfaatan daerah penyangga baik oleh perusahaan maupun perorangan ini dirasa mengganggu kelestarian taman, karena sebenarnya daerah penyangga dan kawasan taman merupakan kesatuan ekosistem. Dampak negatif pemanfaatan daerah penyangga oleh masyarakat terhadap taman, selanjutnya berimbas pada bergesernya persepsi komunitas orang rimba dan masyarakat sekitar atas kawasan konservasi. Sering terjadinya konflik antara kepentingan adat dan konservasi menunjukkan masih adanya persoalan yang perlu segera dicari solusinya agar kawasan taman tidak semakin terancam kelestariannya. Solusi yang diperlukan adalah solusi yang bisa mengakomodasi semua kepentingan berbagai pihak yang terkait dengan taman, namun tetap harus mengacu pada tujuan konservasi. Kebijakan yang mengakomodasi kepentingan berbagai pihak diperlukan agar pengelolaan taman mendapat dukungan dari semua pihak. Dukungan merupakan salah satu bentuk partisipasi Komunitas Orang Rimba dan masyarakat desa sekitar akan berpartisipasi dalam pengembangan taman bila kepentingan sosial, ekonomi, dan budayanya tetap terpenuhi, sebaliknya agar kepentingan kelestarian hutan terpenuhi, pihak pengelola taman perlu berpartisipasi pula dengan membuat program-program dan kebijakan yang akomodatif dengan kepentingan masyarakat. Dari penelitian ini diketahui bahwa selama ini pengelolaan taman masih belum mampu memunculkan persepsi yang positif terhadap keberadaan taman. Penetapan iv

kawasan konservasi menjadi taman nasional belum mampu memberikan “perlindungan” terhadap komunitas Orang Rimba atas adanya ancaman perambahan hutan dan pemanfaatan kawasan konservasi lainnya oleh masyarakat desa dan pendatang. Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu ancaman dan gangguan terhadap hutan dan ruang penghidupan Orang Rimba cenderung makin meningkat. Selain itu, ada kecenderungan terjadinya pergeseran budaya komunitas Orang Rimba yang mengarah pada perilaku kontraproduktif terhadap upaya konservasi (misal menjual jasa dalam survey kayu dan penjualan hutan karet). Pergeseran budaya ini terjadi seiring dengan gejala munculnya desakralisasi terhadap hutan serta melunturnya penghormatan terhadap nilai-nilai luhur terkait pemeliharaan alam. Di pihak lain, penetapan TNBD sebagai kawasan konservasi justru dianggap pelarangan oleh warga desa dalam memanfaatkan hutan yang mereka anggap sebagai hak adat mereka. Dalam situasi yang demikian (persepsi negatif), sulit diharapkan tumbuhnya partisipasi dari komunitas dan warga desa sekitar. Upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh berbagai LSM (utamanya WARSI), untuk menanamkan dan menumbuhkan kesadaran konservasi, baik di kalangan komunitas Orang Rimba maupun masyarakat desa sekitar, perlu mendapat dukungan berbagai pihak, terutama pihak pengelola TNBD. Seiring dengan itu, langkah untuk mengurangi ketergantungan masyarakat desa sekitar terhadap hutan juga perlu mandapat perhatian, karena hal ini akan mengurangi tekanan dan ancaman terhadap kawasan konservasi. Dalam hubungan ini, program pendidikan yang mengarah kepada pemberdayaan dan kesadaran konservasi Orang Rimba, sebagaimana telah dilakukan oleh Warsi, dirasa perlu dilanjutkan. Sementara itu, upaya pemerintah daerah yang telah berpartisipasi dan memberikan dukungan dalam bentuk penyediaan lahan di luar kawasan konservasi untuk pengembangan ekonomi alternatif bagi masyarakat desa sekitar juga perlu mendapat penekanan untuk kelanjutannya, karena hal ini akan mengalihkan perhatian warga desa dari hutan konservasi. Namun semua ini mensyaratkan adanya koordinasi dari semua pihak yang terlibat serta penegakan peraturan yang ada secara konsisten. Sesuai dengan teori bahwa partisipasi masyarakat akan muncul jika masyarakat mempersepsikan secara positif terhadap suatu obyek, maka dalam konteks ini langkah untuk memberdayakan Orang Rimba agar mampu beradaptasi dengan kehidupan sosial dan ekonomi di luar lingkungannya menjadi amat penting. Namun perlu disadari bahwa proses pemberdayaan ini memerlukan kejelasan konsep agar arah pemberdayaan menuju kearah yang benar. Proses pemberdayaan umumnya menuntut adanya perubahanperubahan, maka terkait dengan pemberdayaan komunitas Orang perlu diupayakan agar perubahan-perubahan tersebut tetap dalam kendali mereka. Hal ini penting mengingat banyak pengalaman membuktikan bahwa proses perubahan yang berjalan di luar kendali masyarakat akan menghasilkan kegagalan (contoh: program pemukiman orang rimba). Terkait dengan hal ini, penting sekali memberikan pemahaman kritis kepada komunitas Rimba agar mereka mempunyai kesiapan dalam interaksinya dengan masyarakat luar, terutama dalam menyerap nilai-nilai dari luar tanpa kehilangan jatidiri budayanya. Pelaksanaan pengembangan kawasan konservasi, termasuk upaya pemberdayaan komunitas Orang Rimba, memerlukan peran aktif berbagai pihak. Saat ini telah disusun suatu rencana strategis pengembangan TNBD, namun dirasakan pelaksanaan atau implementasi dari rencana strategis tersebut masih belum optimal. Salah satu hal yang menjadi penyebab belum optimalnya pelaksanaan rencana strategis tersebut adalah kesenjangan komunikasi antarpihak terkait, padahal pengelolaan multi pihak menuntut adanya kerapian koordinasi dan keserasian kolaborasi.

v

PRAKATA Penetapan kawasan hutan biosfer Bukit Dua Belas sebagai Taman Nasional melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 258/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000, dilakukan sesuai dengan misi konservasi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yaitu (1) melindungi sistem penyangga kehidupan, (2) mengawetkan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan (3) memanfaatkan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistem di dalam hutan. Pemerintah Provinsi Jambi melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) pada tahun 2004 telah menyusun suatu Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Nasional ini ditempuh sebagai langkah antisipatif untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang sesuai dengan prinsip konservasi bersama dengan para pemangku kepentingan (stake holders) lainnya. Namun demikian, upaya yang dilakukan oleh BKSDA untuk menekan laju degradasi ekosistem hutan alam tersebut sejauh ini belum didukung dengan hasil penelitian dari berbagai aspek dan disiplin ilmu yang mengaji potensi hutan alam bagi pengelolaannya. Penelitian yang bertujuan untuk menjaring persepsi dan menggali partisipasi masyarakat lokal di kawasan konservasi hutan ini merupakan salah satu aspek penelitian yang diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi BKSDA (sekarang ditangani oleh Balai TNBD), Provinsi Jambi, guna merancang model pengembangan kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Duabelas. Harapan ke depan adalah terciptanya kawasan konservasi yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, sekaligus terwujudnya pelestarian alam. Selain itu, munculnya gagasan baru di tingkat masyarakat lokal sebagai modal untuk membangun kepedulian masyarakat terhadap kawasan konservasi, merupakan sisi lain dari manfaat penelitian ini. Usulan penelitian dinyatakan diterima oleh DP2M Dikti dalam seleksi usul penelitian Program Hibah Bersaing tertanggal 9 Februari 2006. Selanjutnya setelah mempelajari dokumen dan berdasar sejumlah pertimbangan, diadakan beberapa perubahan menyangkut pelaksanaan penelitian: (1) lokasi penelitian, semula direncanakan di empat lokasi penelitian, namun mengingat ketersediaan data, aksesibilitas, dan keterbatasan dana yang ada, diputuskan untuk memilih satu lokasi penelitian saja, yaitu Taman Nasional Bukit Duabelas; (2) menyangkut tahapan dan jadwal pelaksanaan penelitian, diadakan perubahan dari rencana semula tiga kali penelitian lapangan, diubah menjadi satu kali penelitian lapang yang diselenggarakan pada tahun II. Secara lebih rinci perubahan tersebut adalah sebagai berikut. Tahun I, merupakan tahapan pengumpulan data sekunder dan studi pustaka, guna penyusunan kerangka contoh, daftar pertanyaan, prototipe software, dan model sementara; Tahun II, merupakan tahapan pelaksanaan penelitian lapangan, pengolahan data, pembuatan simulasi, dan penyempurnaan topologi model struktural; dan Tahun III, merupakan tahapan penyusunan laporan dan rekomendasi kebijakan, seminar hasil, dan penyerahan laporan akhir penelitian. Laporan Kemajuan Tahun II ini disusun sebagai bagian kedua dari tahapan penelitian yang dirancang untuk jangka waktu tiga tahun, berisi hasil yang dicapai sampai tahun II, meliputi hasil studi pustaka, penyusunan prototipe software dan model sementara, serta hasil penelitian lapangan dan pengolahan datanya. Kepada semua pihak yang turut membantu pelaksanaan penelitian ini, terutama Balai TNBD Provinsi Jambi yang telah memberikan data dan informasi serta bantuan fasilitas selama penelitian vi

lapangan, serta DP2M Dikti yang telah memberikan dukungan dana, kami mengucapkan banyak terima kasih. Yogyakarta, Desember 2007 Tim Peneliti

vii

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN

ii

A. LAPORAN HASIL PENELITIAN RINGKASAN

iii

PRAKATA

vi

DAFTAR ISI

viii

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

xi

I. PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang Penelitian 1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Manfaat Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konservasi Berbasis Masyarakat 2.2. Persepsi dan Kebudayaan Masyarakat 2.3. Partisipasi dalam Pengelolaan Hutan Konservasi III. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian 3.2. Structural Equation Model (SEM) 3.2.1. Dasar teori untuk SEM 3.3. Artificial Neural Network 3.4. Neuro Fuzzy System 3.4.1. Cognitive Map 3.4.2. Fuzzy Cognitive Map IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian 4.1.1. Riwayat pembentukan TNBD 4.1.2. Pengelolaan TNBD 4.1.3. Keberadaan Orang Rimba di TNBD 4.1.4. Kebijakan Pengembangan TNBD 4.2. Asal-usul Orang Rimba 4.2.1. Zaman prasejarah 4.2.2. Zaman sejarah

1 3 3 4 4 5 7 9 9 11 12 16 25 25 26 32 32 42 44 50 51 57 57 58 viii

4.3.3. Mitos dan sejarah lisan 4.3. Kehidupan Sosial, Ekonomi, dan Budaya 4.3.1. Pola pemukiman dan lingkungan 4.3.2. Mata pencaharian 4.3.3. Peran perempuan dalam komunitas Orang Rimba 4.3.4. Budaya melangun 4.3.5. Definisi ruang dalam subsistensi Orang Rimba 4.3.6. Toke “dewa penolong” masyarakat Padangkelapo 4.3.7. Melirik dinamika pertanian ladang 4.3.8. Budaya talang “gerogoti” TNBD 4.3.9. Rumah masa depan bagi Orang Rimba: modernisasi Jalan pintas atau euforia salah langkah? 4.3.10. Peralatan, komunikasi, dan seni 4.3.11. Pemunculan inovasi 4.3.12. Sistem kekerabatan 4.3.13. Kesehatan 4.3.14. Kepercayaan dan kosmos Orang Rimba 4.3.15. Relasi dengan masyarakat desa 4.3.16. Orang Rimba sebagai daya tarik wisata 4.4. Persepsi terhadap konservasi dan TNBD 4.4.1. Persepsi komunitas Orang Rimba dan masyarakat Desa sekitar TNBD 4.4.2. Persepsi pengelola, tokoh masyarakat, dan LSM Terhadap TNBD 4.5. Partisipasi dalam Pengelolaan TNBD 4.6. Konflik di Seputar Pengembangan TNBD 4.6.1. Prasangka Orang Rimba terhadap Orang Terang 4.6.2. Akar Konflik

59 62 62 63 68 69 70 74 76 79 81 83 86 90 93 95 97 98 99 99 110 117 124 127 128

V. KESIMPULAN

133

DAFTAR PUSTAKA

135

LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh cover majalah Alunan Biduk Sayak, majalah dari dan untuk masyarakat desa penyangga Lampiran 2. Contoh cover majalah Bukit 12 Kampung 24 Lampiran 3. Profil 1. Temenggung Tarib, Penerima Kehati Award Lampiran 4. Profil 2. Menanggung Emas di Rantau Orang Lampiran 5. Profil 3. Gentar, Sosok Seorang “Guru” dari Rimba

142

B. SINOPSIS PENELITIAN LANJUTAN (TAHUN III)

142 143 144 147 151 155

ix

DAFTAR TABEL Tabel 4.1.Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Jambi

37

Tabel 4.2. Sebaran Komunitas Orang Rimba di dalam dan di luar kawasan TNBD Menurut kelompok dan lokasi

...


Similar Free PDFs