Produksi Energi Listrik Dari Microbial Fuel Cell (MFC) Dengan Limbah Cair Pengolahan Tahu Sebagai Substrat PDF

Title Produksi Energi Listrik Dari Microbial Fuel Cell (MFC) Dengan Limbah Cair Pengolahan Tahu Sebagai Substrat
Author Tio Adi Prakoso
Pages 5
File Size 202.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 382
Total Views 818

Summary

SEMINAR NASIONAL TEKNIK KIMIA SOEBARDJO BROTOHARDJONO XV Program Studi Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Surabaya, 24 Juli 2019 PRODUKSI ENERGI LISTRIK DARI MICROBIAL FUEL CELL (MFC) DENGAN LIMBAH CAIR PENGOLAHAN TAHU SEBAGAI SUBSTRAT Rachmad Ramadhan Yogaswara1)*, Adrian Gunawan2), Moch. Purwan...


Description

SEMINAR NASIONAL TEKNIK KIMIA SOEBARDJO BROTOHARDJONO XV Program Studi Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Surabaya, 24 Juli 2019

PRODUKSI ENERGI LISTRIK DARI MICROBIAL FUEL CELL (MFC) DENGAN LIMBAH CAIR PENGOLAHAN TAHU SEBAGAI SUBSTRAT Rachmad Ramadhan Yogaswara1)*, Adrian Gunawan2), Moch. Purwanto3), Tio Adi Prakoso4). 1) Program Studi Teknik Kimia, Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur 2,3,4) Institut Teknologi Kalimantan 1) E-mail: [email protected] Abstrak Sel bahan bakar (fuel cell) sebagai sumber energi listrik alternatif yang menggunakan prinsip reaksi bioelektrokimia dengan memanfaatkan mikroorganisme disebut Microbial Fuel Cell (MFC). Meskipun, energi listrik yang dihasilkan masih dalam skala mili watt (mW), MFC memiliki potensi besar sebagai sumber energi terbarukan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan limbah cair industri tahu sebagai substrat pada MFC serta performanya dalam menghasilkan energi listrik dan pengaruh penambahan glukosa ke dalam substrat terhadap kinerja MFC. Substrat yang digunakan adalah limbah cair buangan industri tahu skala rumah tangga. Proses bio-listrik ini dilakukan dengan reaktor kamar tunggal yang terdapat dua elektroda karbon yang dihubungkan dengan kabel tembaga. Kedua elektroda tersebut dikondisikan berbeda yakni kondisi anaerob untuk anoda dan aerob untuk katoda. Proses pengujian performa MFC yang meliputi tegangan dan arus listrik dilakukan selama 6 jam dengan menggunakan multimeter. Hasil yang didapatkan adalah penambahan glukosa meningkatkan energi listrik yang dihasilkan oleh MFC dibandingkan dengan substrat limbah murni. Hasil terbaik yang diperoleh pada penambahan glukosa sebesar 2000 ppm yakni tegangan listrik mencapai 0.6 V dan energi listrik sebesar 22.8 mW/m2. Kata kunci: Energi listrik, glukosa, limbah cair industri tahu, microbial fuel cell

ELECTRICITY GENERATION FROM MICROBIAL FUEL CELL (MFC) WITH TOFU PROCESSING WASTEWATER AS SUBSTRATE 1)

Rachmad Ramadhan Yogaswara1)*, Adrian Gunawan2), Moch. Purwanto3), Tio Adi Prakoso4) Chemical Engineering Department, Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur 2,3,4) Institut Teknologi Kalimantan 1) E-mail: [email protected]

Abstract Microbial Fuel Cell (MFC) is one of the alternative electricity resources that utilized microorganism activities via bioelectrochemical reaction. Eventhough, the electricity generation is still in mW scale, MFC shows great potential as renewable energy resources that is sustainable and environmentally friendly. The objectives of this research were to investigate utilization of tofu processing wastewater as substrate in MFC and effect of glucose addition toward its performance producing electricity. This research utilized tofu processing wastewater from home industry as substrate. This bio-electricity process was occurred in single chamber reactor with two carbon rod electrodes that connected with cable for electricity measurement. This two electrodes were used at different condition, anaerob for anode and aerob condition for cathode. Performance of this MFC was tested for 6 hours using multimeter. The result of this research show that glucose addition give great effect for electricity production increasing its voltage and power density compared to pure substrate. The best results is obtained at 2000 ppm glucose addition that reach 0.6 V of voltage and 22.8 mW/m2 of power density. Key Words: Electricity, glucose, microbial fuel cell, tofu processing wastewater PENDAHULUAN Saat ini, kebutuhan energi secara global sebagian besar bergantung pada bahan bakar fosil. Tetapi, bahan bakar fosil memiliki dampak negatif yang serius bagi lingkungan yakni sebagai penyumbang dalam meningkatnya emisi gas karbon dioksida (Angenent dkk, 2014). Kebutuhan energi terutama dalam bentuk energi listrik meningkat

seiring dengan bertambahnya populasi serta meningkatnya kualitas kehidupan manusia, terutama dari segi transportasi, industri, dan rumah tangga (Kristin, 2012). Berdasarkan perkiraan Badan Perwakilan Energi Internasional, diramalkan terjadi peningkatan dalam pemakaian energi global pada tahun 2030 di mana 70% peningkatan tersebut berasal dari negara – negara berkembang (Putranto, 2011). Di Indonesia, kebutuhan energi listrik diperkirakan terus

1

SEMINAR NASIONAL TEKNIK KIMIA SOEBARDJO BROTOHARDJONO XV Program Studi Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Surabaya, 24 Juli 2019 bertambah sekitar 4,6% setiap tahunnya. Angka ini berubah menjadi tiga kali lipat pada tahun 2030. Kondisi ini diperparah dengan semakin terbatasnya cadangan energi dari bahan bakar fosil. Jika hal ini tidak diiringi oleh upaya untuk meningkatkan produksi energi, maka akan muncul resiko terjadinya krisis energi di Indonesia (Arbianti dkk, 2013). Krisis energi ini memicu pengembangan sumber energi alternatif untuk mensubstitusi penggunaan minyak bumi yang selama ini menjadi sumber energi utama bagi masyarakat. Salah satu teknologi pembangkit listrik yang sedang dikembangkan dengan memanfaatkan bahan alam yang baru dan terbarukan yaitu sel bahan bakar berbasis mikroba (microbial fuel cell). Microbial fuel cell (MFC) adalah suatu sel bahan bakar yang memanfaatkan mikroorganisme dalam menghasilkan energi listrik dari senyawa organik melalui reaksi bioleketrokimia (Logan, 2008). Teknologi MFC memanfaatkan berbagai bahan organik untuk dijadikan substrat seperti glukosa (Rabaey, 2003), limbah industri tempe (Kristin, 2012), limbah cair perikanan (Ibrahim dkk, 2014), hingga limbah industri kelapa sawit (Yogaswara, 2017). Beragam jenis mikroorganisme pun telah digunakan dalam MFC, antara lain Saccharomyces cerevisiae (Permana, 2015), Eschericia coli (Scott dkk, 2007), Lactococcus lactis (Masuda, 2010). Selain itu, terdapat peenelitian yang mempelajari pemanfaatan limbah industri tahu sebagai substrat MFC menggunakan sistem double chamber (Hermawan dkk, 2014). Industri tahu telah berkembang secara turun temurun di berbagai wilayah Indonesia pada skala mikro dengan proses produksi secara tradisional. Pembuatan tahu selain menghasilkan produk utama tahu, juga menghasilkan ampas tahu dan limbah cair (Said dan Wahjono, 1999). Limbah domestik dan limbah cair industri makanan merupakan sumber karbon yang besar karena mengandung bahan organik (Liu dkk, 2004). Limbah cair dari industri tahu memiliki konsentrasi chemical oxygen demand (COD) yang cukup tinggi, berkisar antara 7500 – 14000 mg/L (Kaswinarni, 2007). Pada penelitian ini, telah dimanfaatkan limbah cair dari industri tahu sebagai substrat untuk sel bahan bakar berbasis mikroba (MFC). Tujuan penelitian ini ialah mengkaji pemanfaatan limbah cair industri tahu sebagai substrat pada MFC serta performanya dalam menghasilkan energi listrik. Selain itu, dilakukan pula riset untuk menguji pengaruh penambahan glukosa ke dalam substrat terhadap kinerja MFC. Bahan

METODE PENELITIAN

Bahan utama yang digunakan adalah limbah cair industri tahu dari influen Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Sentra Industri Kecil Somber (SIKS) Kota Balikpapan. Selain itu, bahan lain yang

digunakan adalah elektroda berupa batang karbon dari baterai alkaline ukuran D dan bubuk glukosa. Untuk preparasi elektroda karbon digunakan aquadest, larutan HCl 1 M, dan larutan NaOH 1 M. Alat

MFC didesain dengan konsep kamar tunggal (single chamber) dengan menggunakan batang karbon sebagai elektrodanya. Luas permukaan dari elektroda ini sebesar 1,534 x 10-3 m2 dengan diameter sebesar 0,8 cm dan panjang 5,7 cm. Desain MFC tipe single chamber ini hanya menggunakan satu kompartemen seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1 di bawah.

Gambar 1. Skema MFC Tipe Single Chamber Kompartemen yang tertutup disebut sebagai ruang anoda (2) dan dikondisikan anaerob. Volume kompartemen yang digunakan sebesar 1000 ml. Pada ruang tersebut berisi limbah cair industri tahu sebagai substrat. Terdapat dua elektroda karbon (3) yang dipasang di dalam kompartemen tersebut. Elektroda yang tercelup semua ke dalam substrat berperan sebagai anoda di mana berada pada kondisi anaerob. Elektroda yang terpasang di dinding kompartemen berperan sebagai katoda di mana sisi yang terekspos oleh udara luar berada pada kondis aerob. Arus listrik yang mengalir dihubungkan dengan multimeter (1) untuk dilakukan pengukuran kuat arus dan tegangan listrik yang dihasilkan. Instrumen pengukur kuat arus dan tegangan listrik yang digunakan adalah constant 89 auto range digital multimeter. Pembangkitan Eenrgi Listrik dengan MFC Kompartemen diisi substrat dari limbah cair tahu dengan penambahan glukosa sebesar 0 ppm, 1000 ppm, dan 2000 ppm. Kemudian elektroda beserta kawat tembaga yang terhubung dengan multimeter dirangkai seperti pada gambar 1 di atas. MFC dioperasikan pada suhu dan tekanan atmosferik. Kuat arus dan tegangan listrik diobservasi dengan multimeter tiap 30 menit selama total 6 jam. Selain itu, dilakukan pula pengukuran pH, kadar biological oxygen demand (BOD) serta kadar chemical oxygen demand (COD) sebelum dan sesudah MFC dioperasikan.

2

SEMINAR NASIONAL TEKNIK KIMIA SOEBARDJO BROTOHARDJONO XV Program Studi Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Surabaya, 24 Juli 2019

Penelitian MFC yang telah dilakukan menggunakan variasi substrat limbah cair tahu dengan konsentrasi glukosa. Pada kompartemen yang tertutup berisi limbah yang mengandung senyawa organik dan mikroorganisme. Kompartemen tersebut ditutup rapat sehingga reaksi bioelektrokimia terjadi pada kondisi anaerob. Mikroorganisme yang terdapat dalam limbah tersebut kemudian akan mengoksidasi molekul organik menghasilkan elektron, proton, dan CO2. Proton menuju katoda melalui larutan elektrolit sedangkan electron akan menempel pada anoda. Lalu, elektron pada anoda mengalir melalui elektroda dan sirkuit listrik menuju katoda. Aliran elektron inilah yang menghasilkan daya listrik. Pada sisi katoda, elektron dan proton akan menempel pada elektroda karbon yang satu sisinya terekspos oleh udara. Elektron dan proton yang menempel tersebut akan bereaksi dengan udara luar menghasilkan H2O (Utari, 2012). 0,70 0,60

Tegangan (V)

0,50 0,40 0,30 0,20 0 ppm Glukosa 1000 ppm Glukosa 2000 ppm Glukosa

0,10 0,00

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3 3,5 4 Waktu (Jam)

4,5

5

5,5

6

6,5

7

Gambar 2. Hasil Pengukuran Tegangan Listrik Selama 6 Jam Operasional MFC Hasil pengukuran energi listrik didapatkan dengan melakukan pengukuran tegangan listrik dan kuat arus. Tegangan listrik yang diukur dalam penelitian ini disebut tegangan listrik terbuka (open circuit voltage). Hal ini disebabkan oleh tidak diberikannya beban atau hambatan listrik eksternal seperti resistor atau lampu pada sirkuit listrik. Setelah diperoleh nilai tegangan dan kuat arus listrik, maka energi listrik yang dihasilkan dapat diketahui melalui besaran power density. Power density (mW/m2) merupakan daya listrik yang dihasilkan per luasan permukaan elektroda. Kuat arus dan tegangan listrik diobservasi secara periodik tiap 30 menit selama total 6 jam. Dari hasil observasi, secara umum terlihat bahwa penambahan glukosa meningkatkan tegangan listrik yang dihasilkan oleh MFC (gambar 2). Tegangan listrik tertinggi yang mampu dihasilkan oleh MFC terjadi pada jam ke 3,5 dengan nilai maksimum hingga 0,6 volt untuk substrat dengan konsentrasi glukosa sebesar 2000 ppm. Pada jam ke-4 hingga jam ke-6, tegangan listrik yang dihasilkan mengalami

penurunan yang tidak signifikan dan cenderung mengalami kondisi stabil pada jam ke-6. 24,00 21,00 Power Density (mW/m2 )

HASIL DAN PEMBAHASAN

18,00 15,00 12,00 9,00 6,00

0 ppm Glukosa 1000 ppm Glukosa 2000 ppm Glukosa

3,00 0,00

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3 3,5 4 Waktu (Jam)

4,5

5

5,5

6

6,5

7

Gambar 3. Hasil Analisa Power Density Selama 6 Jam Operasional MFC Sama halnya dengan tegangan listrik, power density yang dihasilkan oleh MFC dengan penambahan glukosa memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan substrat limbah cair tahu murni. Penambahan glukosa dengan konsentrasi 2000 ppm memiliki power density maksimum pada jam ke-3,5 yakni 22,8 mW/m2. Glukosa merupakan substrat yang biasa digunakan dalam eksperimen MFC karena mudah dioksidasi oleh mikroorganisme sehingg produksi listrik dari sistem MFC dapat meningkat (Kim dkk, 2002). Pada jam ke-2 hingga jam ke-3, nilai tegangan listrik dan power density mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini dapat terjadi karena bakteri yang terdapat di dalam limbah cair tahu murni berada pada fase eksponensial. Pada fase ini, sel melakukan metabolisme secara aktif yang disertai oleh pembelahan dan sintesis bahan sel berlangsung cepat (Sumarsih, 2007). Kemudian, setelah jam ke-4, produksi listrik mengalami penurunan sedikit demi sedikit hingga stabil. Keadaan ini terkait dengan fase bakteri yang sudah berada pada tahap stasioner. Pada fase ini, pertumbuhan mulai terhambat dan terjadi kondisi di mana jumlah sel hidup hasil pembelahan sama dengan jumlah sel yang mati sehingga seolah – olah tidak terjadi pertumbuhan sel (Sumarsih, 2007). Selain itu, penurunan kadar glukosa di dalam kompartemen juga menjadi faktor yang dominan. Penurunan kadar glukosa di dalam substrat mengakibatkan penurunan kecepatan metabolisme sel sehingga produksi listrik pun semakin kecil (Lee dkk, 2010). Penelitian ini memiliki hasil yang mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwono (2015). Penelitian tersebut menggunakan limbah cair industri tahu dan kalium permanganat sebagai aseptor elektron pada MFC tipe dual chamber. Hasil yang diperoleh menunjukkan pula adanya nilai tegangan listrik dan power density tertinggi sebelum mengalami penurunan pada waktu tertentu. Selain itu, penurunan power density terjadi sehubungan dengan aktivitas bakteri di dalam anoda yang lama kelamaan dapat membentuk biofilm pada permukaan elektroda

3

SEMINAR NASIONAL TEKNIK KIMIA SOEBARDJO BROTOHARDJONO XV Program Studi Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Surabaya, 24 Juli 2019 (Nevin dkk, 2008). Biofilm ini menimbulkan efek yang buruk terhadap perpindahan massa yang terjadi di dalam elektrolit dan dapat menghalangi perpindahan proton dari anoda ke katoda (Li dkk, 2008). Tabel 1. Hasil Analisis Bahan Organik Pada Substrat Dengan Konsentrasi Glukosa 2000 ppm Sebelum Setelah Parameter Proses MFC Proses MFC Konsentrasi 1910 1152,5 glukosa (ppm) Kadar BOD 3021,69 2267,82 Kadar COD 6577,78 5155,56 Konsentrasi glukosa mengalami penurunan hingga 50% setelah proses MFC selama total 6 jam (tabel 1). Senyawa glukosa mengalami degradasi oleh mikroorganisme dan semakin rendah kadar glukosa maka kemampuan transfer elektron dari sel mikroba menuju elektroda akan berkurang. Hal ini karena transfer elektron dari sel mikroba ke elektroda sebanding dengan kadar glukosa (Lee dkk, 2010). Biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) merupakan salah satu parameter indikator beban organik yang terkandung di dalam air limbah. Semakin tinggi kadar BOD dan COD, menunjukkan adanya bahan pencemar organik di dalam limbah tersebut dalam jumlah banyak. Kadar BOD dan COD dalam limbah berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan organik yang terdapat dalam limbah. Penurunan konsentrasi BOD dan COD terjadi hingga mencapai lebih dari 20% setelah operasional MFC (tabel 1). Hal ini disebabkan karena semakin besar jumlah substrat yang terkandung dalam limbah cair, dengan demikian beban organik yang harus diuraikan oleh mikroba juga semakin besar. Semakin banyak jumlah bahan organik dalam limbah, maka semakin banyak pula jumlah kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh mikroba, sehingga persentase penurunan kadar BOD dan COD akan semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu operasional MFC (Wijaya, 2008). SIMPULAN Terdapat beberapa simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini. Bahwa limbah cair dari industri tahu dapat dimanfaatkan sebagai substrat untuk MFC. MFC dengan substrat limbah cair tersebut mampu menghasilkan energi listrik. Penambahan glukosa meningkatkan tegangan listrik dan power density yang dihasilkan oleh MFC. Semakin besar konsentrasi glukosa di dalam substrat maka energi listrik yang dihasilkan pun makin besar pula. Seluruh parameter bahan organik di dalam substrat limbah cair seperti kandungan glukosa, BOD, dan COD mengalami penurunan setelah proses MFC.

DAFTAR PUSTAKA Angenent, L.T., Karim, K., Al-Dahlan, M., Wrenn, B.A., Domiguez-Espinosa, R. 2014. Production of Bioenergy and Biochemicals from Industrial and Agricultural Wastewater. J. Trends Biotechnol., 22(9) : 477-485. Arbianti, R., Utami, T.S., Hermansyah, H., Novitasari, D., Kristin, E., Trisnawati, I. 2013. Performance Optimization of Microbial Fuel Cell (MFC) Using Lactobacillus bulgaricus. Makara Seri Teknologi, 17(1) : 32-38. Hermawan, K.G., Djaenuddin, S. 2014. Pengolahan Air Limbah Industri Menggunakan Sistem Double Chamber Microbial Fuel Cell. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, 2(1) : 1-9. Ibrahim, dkk. 2015. Penggunaan Teknologi Reaktor Microbial Fuel Cell (MFC) dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu untuk Menghasilkan Energi Listrik. Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro. Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. Sekolah Pascasarjana : Universitas Sumatera Utara. Kim, H.J. 2002. Mediatorless Microbial Fuel Cell Using a Metal Reducing Bacterium Shewanella Putrefacians. J.Enzyme Micro.Tech., 30 : 145152 Kristin, E. 2012. Produksi Energi Listrik Melalui Microbial Fuel Cell Menggunakan Limbah Industri Tempe. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok. Lee, S.W.J., Bo, Y.P., Doo, H. 2010. Effect of Bacteria Cell Size on Electricity Generation in a Single-Compartmend Microbial Fuel Cell. Bioethanol Lett., 32 : 483-487. Li, Z., Yao, L. Kong, L., Liu, H. 2008. Electricity Generation Using a Baffled Microbial Fuel Cell Convenient for Stacking. J.Bioresour.Technol., 99(6) : 1650-1655. Logan, B.E. 2008. Microbial Fuel Cell. New Jersey : John Wiley & Sons, Ltd. Nevin, K.P., Richter, H., Covalla, S.F., Johnson, J.P., Woodard, T.L., Orloff, A.L. 2008. Power Output and Columbic Efficiencies from Biofilms of Geobacter Sulfrreducens Comparable to Mixed Community Microbial Fuel Cells. Journal Compilation Society for Applied Microbiology and Blackwell Publishing, Ltd. Environmental Microbiology. Masuda, Masaki. 2010. Flavins Contained in Yeast Extract are Exploited for Anodic Electron Transfer by Lactococcus lactis. Division of Applied Life Sciences, Kyoto University. Putranto, S.H. 2011. Saatnya Berfikir Ketahanan Energi Nasional. Journal of The Indonesian Oil and Gas Community.

4

SEMINAR NASIONAL TEKNIK KIMIA SOEBARDJO BROTOHARDJONO XV Program Studi Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Surabaya, 24 Juli 2019 Rabaey, K., Verstraete, W. 2005. Microbial Fuel Cells : Novel Biotechnology for Energy Generation. J. Trends Biotechnol., 23. 291-298. Scott, K., Murano, Cassandro. 2007. Microbial Fuel Cell Utilising Carbohydrates. Journal of Chemical Technology and Biotechnology, vol 89 : 92-100. Sumarsih. 2007. Pertumbuhan Bakteri. Hal 90-96. Utari, N.D. 2012. Pemanfaatan Limbah buah – Buahan Sebagai Penghasil Energi Listrik dengan Teknologi Microbial Fuel Cell. Universitas Diponegoro, Semarang. Wijaya, C. N. 2008. Pemanfaatan Limbah rumah Potong Hewan (RPH) sebagai Media Kultur Mikroba Penghasil Listrik melalui Microbial Fuel Cell (MFC). Universitas Indonesia, Depok.

5...


Similar Free PDFs