SI CERDIK MFC (SISTEM CERDAS LISTRIK MICROBIAL FUEL CELL): PEMANFAATAN LIMBAH KOTORAN AYAM SEBAGAI SUMBER LISTRIK UNTUK KEBUTUHAN OPERASIONAL PETERNAKAN AYAM BERBASIS SISTEM MFC PDF

Title SI CERDIK MFC (SISTEM CERDAS LISTRIK MICROBIAL FUEL CELL): PEMANFAATAN LIMBAH KOTORAN AYAM SEBAGAI SUMBER LISTRIK UNTUK KEBUTUHAN OPERASIONAL PETERNAKAN AYAM BERBASIS SISTEM MFC
Author F Febiyanto
Pages 31
File Size 901.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 72
Total Views 194

Summary

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL UNNES 2015 SI CERDIK MFC (SISTEM CERDAS LISTRIK MICROBIAL FUEL CELL): PEMANFAATAN LIMBAH KOTORAN AYAM SEBAGAI SUMBER LISTRIK UNTUK KEBUTUHAN OPERASIONAL PETERNAKAN AYAM BERBASIS SISTEM MFC Diusulkan Oleh : Mohammad Afif H1A013041 Angkatan 2013 Febiyanto H1A011050 An...


Description

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL UNNES 2015

SI CERDIK MFC (SISTEM CERDAS LISTRIK MICROBIAL FUEL CELL): PEMANFAATAN LIMBAH KOTORAN AYAM SEBAGAI SUMBER LISTRIK UNTUK KEBUTUHAN OPERASIONAL PETERNAKAN AYAM BERBASIS SISTEM MFC

Diusulkan Oleh :

Mohammad Afif

H1A013041

Angkatan 2013

Febiyanto

H1A011050

Angkatan 2011

Irfan Maulana

H1A014053

Angkatan 2014

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2015

ii

iii

KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis ini. Maksud dan tujuan dari penulisan Karya Tulis ini adalah untuk mengikuti LKTIM di Universitas Negeri Semarang dan juga sebagai solusi terhadap krisis energi listrik di Indonesia. Selain itu penulis juga dapat mencoba menerapkan dan membandingkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lingkungan . Penulis merasa bahwa dalam menyusun laporan ini masih menemui beberapa kesulitan dan hambatan, disamping itu juga menyadari bahwa penulisan karya tulis ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan-kekurangan lainnya, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Menyadari penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulustulusnya kepada: 1)

Bapak Dr. Ir. V. Prihananto, M.Si sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni.

2)

Bapak

Dr. Amin Fatoni dosen pembimbing pertama yang telah

bersedia untuk meluangkan waktu untuk membimbing, memeriksa, serta memberikan petunjuk-petunjuk serta saran dalam penyusunan laporan ini. 3) Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu selama ini. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan ini dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Purwokerto, 10 Juni 2015 Penulis

iv

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………...

ii

LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………...

iii

KATA PENGANTAR ………………………………………………...........

iv

DAFTAR ISI ……………………………………………….........................

v

DAFAR TABEL.............................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………............. viii DAFTAR BAGAN ………………………………………………................

ix

ABSTRAK ……………………………………………….............................

x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………………………….....

1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………

2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan…………………………....……..

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Ayam ...........................................………….

3

2.2 Dampak Limbah Kotoran Ayam ……………………………......

3

2.3 Microbial Fuel Cell (MFC)……………………………………...

4

2.4 Solusi Yang Pernah Dilakukan………………………………...

6

BAB III METODE PENULISAN 3.1 Tempat dan Waktu ……………………………………………...

7

3.2 Jenis Data ……………………………………………………….

7

3.3 Metode Pengumpulan Data ……………………………………..

7

3.4 Metode Penulisan ……………………………………………….

7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sistematika Prosedur Pengujian Energi Listrik Berbahan Limbah Kotoran atau Feses Ayam Pada Usaha Peternakan Ayam…………………………………………………………….

8

4.2 Rancangan Reaktor Microbial Fuel Cell (MFC) ……………….

9

4.3 Prediksi Energi Listrik yang Dihasilkan dengan Sistem Microbial Fuel Cell (MFC)………...............................................

11

4.4 Rancangan Perhitungan Efisiensi Biaya Operasional Peternakan v

Ayam Tanpa dan Menggunakan Sistem Microbial Fuel Cell (MFC)............................................................................................

12

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……………………………………………………..

14

5.2 Saran ……………………………………………………………

14

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………

15

DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………….

17

vi

DAFTAR TABEL Tabel 1. Proyeksi Penduduk, Proyeksi PDB, dan Laju Pertumbuhannya Tahun 2003-2020.....................................…………….........

1

vii

DAFTAR BAGAN Bagan 1. Alur strategi penerapan Microbial Fuel Cell (MFC) pada peternakan ayam………………………………………….........

11

viii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema komponen dasar dari sel bahan bakar mikroba..….......

6

Gambar 1. Pengukuran arus pada sistem MFC …………………………..

9

Gambar 3. Reaktor sistem Microbial Fuel Cell (MFC) dan

jenis

elektroda ……………………………………………………...

10

ix

ABSTRAK Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, konsumsi listrik juga mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga diperlukan usaha penanggulangan krisis listrik khususnya pada usaha peternakan ayam. Karya tulis ini memiliki tujuan dan manfaat yakni mengetahui dan memberikan informasi mengenai potensi limbah kotoran atau feses ayam sebagai penghasil listrik dan proses penerapan energi listrik dari limbah kotoran ayam menggunakan metode Microbial Fuel Cell (MFC) untuk mengurangi biaya operasional pada usaha peternakan ayam. Hal ini berkaitan erat bahwa peternakan ayam menghasilkan limbah kotoran dalam jumlah yang cukup besar yakni 0,2 kg/ayam yang mana terkandung bakteri E.coli. Melalui sistem MFC, proses metabolisme E.coli dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Penggunaan MFC pada usaha peternakan ayam berdasarkan hasil analisis akan mampu menghemat biaya operasional untuk 1000 ekor ayam dewasa sebesar Rp 507.729/bulan. Pemanfaatan kotoran ayam berbasis MFC selain meminimalisir pencemaran namun juga akan memberikan nilai ekonomi yang lebih yakni sebagai sumber energi listrik dan mengurangi biaya operasional peternakan ayam. Keyword : E. coli, kototran ayam dan si cerdik MFC.

x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Peningkatan konsumsi listrik akan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Tim Markal BPPT memprediksikan PDB Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan meningkat 2,61 kali lipat atau mencapai Rp 4.108 triliun dibanding PDB tahun 2003 (Tabel 1). Sehingga dapat diprediksikan pula konsumsi listrik pun akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Namun, pemerintah Indonesia saat ini baru mampu memenuhi 75% kebutuhan listrik masyarakatnya. Di lain pihak, usaha untuk mengoptimalkan pasokan listrik memunculkan sejumlah kendala seperti pembebasan lahan, infrastruktur, dan biaya. Selain itu, pengembangan energi baru dan terbarukan terhambat oleh sejumlah masalah, diantaranya kebijakan pemberian subsidi saat ini belum ditujukan untuk energi baru dan terbarukan; tumpang tindih lahan seperti panas bumi dan tenaga air yang umumnya berada di kawasan hutan; minimnya pendanaan; dan persoalan harga (Budiyanti, 2014). Sehingga diperlukan alternatif lain yang cukup potensial dalam menanggulangi krisis listrik ini. Tabel 1. Proyeksi Penduduk, Proyeksi PDB, dan Laju Pertumbuhannya tahun 2003-2020

1

Usaha peternakan ayam merupakan salah satu usaha yang banyak dikembangkan di Indonesia. Data yang diperoleh oleh Yunus (2009) menunjukan konsumsi

energi

listrik

rata-rata

suatu

peternakan

ayam

sebesar

Rp

7.000.000/tahun atau bila dikoversikan konsumsi listrik peternakan ayam sebesar 321 kwh/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam memiliki ketergantungan yang sangat besar akan pasokan listrik. Di sisi lain, peternakan ayam setiap harinya menghasilkan limbah. Limbah peternakan ayam berupa kotoran atau feses ayam yang berada dalam jumlah yang cukup banyak (Rachmawati, 2000). Kotoran ayam ini mengandung bakteri seperti Escherichia coli atau E. coli yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai penghasil listrik. Penelitian yang dilakukan oleh Fitrinaldi (2011) bakteri E. coli dalam sistem Microbial Fuel Cell (MFC) menghasilkan rapat daya keluaran maksimum sebesar 70,8 mw/m2 sehingga berpotensi sebagai sumber listrik. Melalui pemanfaatan kotoran atau feses ayam berbasis MFC, selain meminimalisir produksi limbah namun juga memberikan nilai ekonomi yang lebih yakni sebagai sumber energi listrik untuk mengurangi biaya operasional peternakan ayam.

1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana potensi limbah kotoran atau feses ayam sebagai penghasil listrik pada peternakan ayam. 2. Bagaimana proses penerapan energi listrik dari limbah kotoran atau feses ayam menggunakan metode Microbial Fuel Cell (MFC) untuk mengurangi biaya operasional peternakan ayam.

1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penulisan karya tulis ini yaitu: 1. Mengetahui dan memberikan informasi mengenai potensi limbah kotoran atau feses ayam sebagai penghasil listrik pada peternakan ayam. 2. Mengetahui dan memberikan informasi tentang proses penerapan energi listrik dari limbah kotoran atau feses ayam menggunakan metode Microbial Fuel Cell (MFC) untuk mengurangi biaya operasional peternakan ayam. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Peternakan Ayam Limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan ayam diantaranya kotoran atau feses ayam dan bau yang kurang sedap (Rachmawati, 2000). Bau yang berasal dari kotoran ayam berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran dimana pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, nitrit dan gas sulfida (Svensson, 1990; Pauzenga, 1991). Kandungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein yang berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi sebagai asam amino, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran (Pauzenga, 1991). Limbah padat dari usaha peternakan ayam berupa kotoran. Jumlah kotoran ayam yang dikeluarkan setiap harinya cukup banyak, rata-rata per ekor ayam 0,15 kg atau seekor ayam dewasa mampu mengeluarkan feses sebanyak 200 gram/hari (Charles dan Hariono, 1991; Subhan, dkk., 2008). Fontentot dkk. (1983), melaporkan bahwa rata-rata produksi buangan segar ternak ayam petelur dan ayam pedaging berturut-turut adalah 0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak 26% serta 0,1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 25%. Bila dihitung dari bobot badannya, kotoran ayam lebih besar dari kotoran ternak lainnya, dimana setiap 1.000 kg/tahun bobot ayam hidup dapat menghasilkan 2.140 kg/tahun kotoran kering (Nurhayati, 1988). Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak tercerna. Komposisi kotoran ayam sangat bervariasi bergantung pada makanan, jenis, umur, dan keadaan individu ayam (Foot dkk., 1976).

2.2 Dampak Limbah Kotoran Ayam Dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar adalah bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida (H2S), 3

dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Senyawa ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah (Charles dan Hariono, 1991). Bau kotoran ayam ini juga berdampak negatif terhadap ternak dan menyebabkan produktivitas ternak menurun yakni dapat memunculkan penyakit Cronic Respiratory Disease (CRD), yaitu penyakit saluran pernapasan menahun, dan ayam lebih peka terhadap virus Newcastle Disease (ND) sehingga mudah terkena penyakit ND (Rachmawati, 2000). Selain itu, di dalam feses ayam terkandung bakteri Escherichia coli. Bakteri ini merupakan golongan bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran terhadap pangan yang tidak baik (Haryoto, 2010). Dampak Escherichia coli dalam bahan pangan dapat menyebabkan beberapa penyakit diantaranya infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis selain diare (Hardani, 2003).

2.3 Microbial Fuel Cell (MFC) Microbial Fuel Cell atau MFC merupakan sistem bioelektrokimia yang dapat membangkitkan listrik dari oksida substrat organik dan anorganik dengan bantuan katalisis mikroorganisme. MFC memiliki komponen yang sama seperti fuel cell biasa, yaitu tersusun atas anoda, katoda, dan elektrolit. Pada MFC, komponen anoda yang digunakan adalah kultur mikroorganisme (Idham dkk., 2009). Sistem MFC memiliki keuntungan dibandingkan dengan fuel cell biasa seperti dapat menghasilkan listrik dari sampah organik dan biomassa terbaharui serta bakteri sebagai katalis mampu beradaptasi dengan baik terhadap bahan organik berbeda pada limbah. Penggunaan katalis yang digunakan pada fuel cell biasa berupa platina yang merupakan logam yang mahal, sedangkan pada MFC digantikan oleh pertumbuhan mikroorganisme (Lovly, 2006). Bahan organik yang dapat digunakan sebagai substrat dalam MFC adalah glukosa, pati, asam lemak, asam amino dan protein serta air limbah dari manusia dan hewan (Idham dkk., 2009). Mikroorganisme

memiliki

kemampuan

untuk

menghasilkan

zat

elektrokimia aktif yang dapat berupa perantara metabolisme atau produk akhir dari

respirasi

anaerobik

(Eugenii

dkk.,

2003).

Saat

mikroorganisme

mengkonsumsi substrat seperti gula dalam kondisi aerobik maka akan 4

menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan air. Namun, ketika oksigen tidak hadir maka akan menghasilkan karbon dioksida (CO2), proton dan elektron (Benneto,1990). C12H22O11 + 13H2O →12CO2 + 48H+ + 48e- (Benneto,1990). Prinsip kerja MFC adalah memanfaatkan mikroba yang melakukan metabolisme terhadap medium di anoda untuk mengkatalisis pengubahan materi organik menjadi energi listrik dengan mentransfer elektron dari anoda melalui kabel dan menghasilkan arus ke katoda. Transfer elektron dari anoda diterima oleh ion kompleks di katoda yang memiliki elektron bebas. Pada sistem MFC, yang digunakan sebagai donor elektron adalah zat hasil metabolisme mikroba atau elektron yang dilepaskan mikroba saat melakukan metabolismenya. Zat hasil metabolisme mikroba umumnya merupakan senyawa yang mengandung hidrogen, seperti etanol, metanol, atau gas metana. Senyawa ini dapat digunakan sebagai sumber hidrogen melalui serangkaian proses untuk memproduksi elektron dan menghasilkan arus listrik. Setiap aktivitas metabolisme yang dilakukan mikroba umumnya melibatkan pelepasan elektron bebas ke medium. Elektron ini dapat dimanfaatkan langsung pada anoda dalam MFC untuk menghasilkan arus listrik (Novitasari, 2011). Mekanisme proses yang terjadi di dalam MFC adalah substrat dioksidasi oleh bakteri menghasilkan elektron dan proton. Salah satu bakteri yang dapat digunakan adalah E. coli (Logan, 2007). Elektron ditransfer melalui rangkaian eksternal, sedangkan proton didifusikan melalui membran pemisah (proton exchange membrane) menuju katoda. Pada katoda, reaksi elektron dan proton terhadap oksigen akan menghasilkan air (Cheng dkk., 2006). Pada sistem MFC dilengkapi dengan resistor yang berfungsi sebagai beban untuk daya yang dihasilkan dan arus yang ditentukan berdasarkan pengukuran drop tegangan di resistor (Logan, 2007).

5

Gambar 2. Skema komponen dasar dari sebuah sel bahan bakar mikroba.

2.4 Solusi yang Pernah Dilakukan Contoh pembangkit listrik yang ada saat ini dan banyak digunakan untuk memasok kebutuhan listrik diantaranya adalah PLTA, PLTU dan PLTN. PLTA dan PLTU membutuhkan investasi yang mahal dan proses konstruksi membutuhkan waktu yang lama. Penggunaan batubara sebagai pembangkit listrik pun telah dilakukan pada sistem PLTU. Namun, penggunaan batu bara terbatas karena bahan baku yang tidak dapat diperbaharui dalam waktu yang singkat dan akan habis dalam waktu dekat. Selain itu, polusi yang dihasilkan dari pembakaran batu bara ini menyebabkan pencemaran udara dan berakibat fatal bagi lingkungan secara global. Sedangkan PLTN selain membutuhkan investasi sangat mahal dan proses konstruksi yang lama, namun juga berbahaya bagi makhluk hidup jika terjadi kebocoran reaktor. Pemanfaatan feses ayam sebagai energi listrik telah banyak dilakukan, yaitu dengan mengubah feses ayam menjadi biogas. Biogas tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar genset. Genset akan menghasilkan energi listrik yang dapat digunakan secara langsung. Namun metode ini memiliki banyak kelemahan diantaranya : 1. Efisiensi yang rendah, dikarenakan membutuhkan proses yang panjang yaitu mengubah feses menjadi biogas terlebih dahulu kemudian dialirkan ke genset. 2. Biaya pembelian genset berbahan bakar biogas yang mahal. 6

BAB III METODE PENULISAN

3.1 Tempat dan Waktu Penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini bertempat di kampus Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Soedirman. Penyusunan ini dimulai sejak bulan Juni. 3.2 Jenis Data Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang bersumber dari jurnal ilmiah, hasil penelitian, buku teks dan referensi pendukung lainnya. 3.3 Metode Pengumpulan Data Data karya tulis mahasiswa dikumpulkan melalui penelusuran dari jurnal ilmiah, buku teks dan informasi pendukung lain yang berkaitan. Diskusi dilakukan dengan pembimbing dan internal kelompok untuk mengkaji permasalahan secara lebih mendalam. 3.4 Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis mahasiswa ini adalah metode deskriptif analitis yaitu: 1. Mengidentifikasi permasalahan berdasarkan data dan fakta yang ada. 2. Menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung.

3. Mencari solusi alternatif pemecahan masalah yaitu krisis energi listrik melalui pemanfaatan kotoran ayam dengan metode Microbial Fuel Cell (MFC) untuk mengurangi biaya operasional usaha peternakan ayam.

7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sistematika Prosedur Pengujian Energi Listrik Berbahan Limbah Kotoran atau Feses Ayam Pada Usaha Peternakan Ayam Hal pertama yang dilakukan untuk menghasilkan energi listrik dari feses atau kotoran ayam adalah melakukan proses isolasi bakteri E.coli. Sampel feses ayam diambil sebanyak 1 gram kemudian ditambahkan 9 ml medium pepton water kemudian diinkubasi selama 6 jam. Lakukan serial pengenceran hingga 10-4 dan ditanam pada media agar MacConkey. Kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator 37oC. Indikasi adanya pertumbuhan E. coli yaitu munculnya warna merah muda pada media agar. Koloni E. coli tunggal yang tumbuh dipindahkan kembali ke dalam media agar MacConkey secara streak. Media agar diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam untuk pemurnian. E. coli yang telah berhasil diisolasi dengan metode konvensional dibiakkan kembali dalam medium pepton water. Kemudian diinkubasi selama 6 jam. Setelah itu, ditanam pada media CHROMagarTM E. coli 0157. Media diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator dengan suhu 37oC. E. coli yang berwarna ungu adalah E. coli 0157 yang patogen sedangkan E. coli berwarna biru adalah non patogen (Fitrinaldi, 2011). Bakteri E.coli yang didapatkan kemudian dilakukan pengujian dengan unit MFC yang telah disiapkan sebelumnya. Berikut ini tahapan-tahapan yang dilakukan (Fitrinaldi, 2011) : 1. Sistem MFC disiapkan dengan prinsip dua kamar dengan ukuran 10 cm x 20 cm x 10 cm, sebagian sekat antara kedua kamarnya merupakan nafion dengan ukuran 2 cm x 2 cm. Masing-masing kam...


Similar Free PDFs