“Protection of Human Rights”, “Legality of Law”,”Equality Before the Law” dan “Justice of Administration” PDF

Title “Protection of Human Rights”, “Legality of Law”,”Equality Before the Law” dan “Justice of Administration”
Author Arisa_Anisa Marisa
Course Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum
Institution Universitas Pamulang
Pages 16
File Size 271.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 157
Total Views 239

Summary

Download “Protection of Human Rights”, “Legality of Law”,”Equality Before the Law” dan “Justice of Administration” PDF


Description

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

A. Perlindungan Hak Azasi Manusia (Protection of Human Rights)

Wacana perlindungan hak asasi manusia (HAM) selalu berkaitan dengan seberapa jauh pelaksanaan berbangsa/bernegara oleh pemerintah (penguasa) dapat dikatakan memerhatikan hak-hak warga negara (hak warga sipil). Salah satu indikator yang dapat dijadikan acuan adalah tersedianya beberapa instrumen termasuk institusi dalam suatu negara yang dikategorikan menghargai dan melindungi HAM. Termasuk Indonesia sebagai salah satu negara yang secara tegas disebutkan dalam konstitusinya atau UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) bahwa Indonesia sebagai negara hukum.1

Persoalan HAM merupakan persoalan universal yang tidak dibatasi oleh sekatsekat wilayah, sehingga setiap negara harus memberikan perlindungan HAM melalui pembentukan berbagai instrumen dan institusi yang memberikan jaminan perlindungan HAM tersebut. Indonesia sebagai negara hukum dalam era reformasi pasca rezim orde baru telah membuat berbagai instrumen dan institusi hukum perlindungan dan penegakan HAM. Hal ini dapat dilihat mulai dari hasil perubahan atau amandemen UUD 1945 yang secara tegas mengatur dalam bab tersendiri tentang prinsip perlindungan HAM.

Sebelumnya akan diuraikan pengertian dan ruang lingkup HAM. Sebagaimana pendefenisian hukum yang selalu menimbulkan perbedaan pendapat, sehingga belum ada kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pakar untuk dijadikan standar universal. Para pakar hanya memberikan pengertian sesuai dengan aliran pemikiran yang dianutnya. Oleh karena itu dalam literatur ilmu hukum ditemukan pengertian hukum yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandang aliran pemikiran tersebut. Begitu pula pengertian tentang HAM.

1

Jawahir Thontowi, 2002. Hukum Internasional di Indonesia (Dinamika dan Implementasinya dalam Beberapa Kasus Kemanusiaan). Madyan Press, Yogyakarta.

1

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

Ruang lingkup pengertian HAM sangat luas, karena persoalan HAM tidak dibatasi oleh sekat-sekat suku, agama, dan ras. Termasuk sekat wilayah negara, sosial, politik, dan hukum, karena HAM adalah hak yang asasi diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada manusia tanpa melihat adanya sekat atau perbedaan tersebut. Itulah sebabnya The Universal Declaration of Human Right atau deklarasi universal HAM (DUHAM) merupakan Pernyataan tentang HAM se-dunia yang diproklamasikan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1948 dalam awal deklarasinya disebutkan bahwa: Pernyataan Umum tentang HAM ini sebagai suatu dasar pelaksanaan umum bagi semua bangsa dan negara. Tujuannya agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat senantiasa berusaha untuk mempertinggi penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan dengan jalan mengambil tindakan progresif yang bersifat nasional dan internasional.

Konsep HAM juga dipengaruhi oleh pemahaman-pemahaman yang berkembang di setiap negara. Hak asasi manusia berdasarkan pemahaman liberal yang banyak dianut oleh negara Barat, seperti Amerika Serikat, merupakan konsep sebagai reaksi keras terhadap sistem pemerintahan yang bersifat absolut ketika itu (sebelum Deklarasi Amerika tahun 1776). Dalam proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat tersebut sangat jelas ditegaskan untuk menjunjung tinggi hakhak individu (kemerdekaan dan pemilikan). Berbeda dengan konsep HAM menurut paham Sosialis yang menekankan makna HAM pada hak-hak kemasyarakatan. Konsep ini jelas mendahulukan kepentingan ekonomi atau kesejahteraan dibanding nilai kebebasan.2

2

Fadli Andi Natsif. 2006, Prahara Trisakti dan Semanggi. Analisis Sosio-Yuridis Pelanggaran HAM Berat di Indonesia. to ACCAe, Makassar.

2

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

B. Pemerintah berdasarkan perundang-undan perundang-undangan gan (Legality of Law)

Keberadaan asas-asas hukum di dalam suatu bidang hukum sangat penting mengingat asas-asas hukum inilah yang menjadi dasar dan pedoman bagi perkembangan setiap bidang hukum agar tidak menyimpang. Di dalam hukum pidana sendiri keberadaan asas hukum ini di tegaskan sebagai suatu upaya agar peradilan pidana di batasi kesewenang-wenangannya dalam menentukan ada atau tidaknya perbuatan yang dilarang.

Asas legalitas yang menghendaki tidak ada perbuatan yang dapat di pidana kecuali berdasarkan ketentuan perundangundangan pidana yang ada sebelum perbuatan itu dilakukan, asas kesamaan menghendaki adanya penghapusan diskriminasi proses peradilan, asas subsidiaritas, asas proporsionalitas dan asas publisitas. Asas legalitas di dalam hukum pidana begitu sentral dan penting mengingat asas ini menjadi pintu pertama dari hukum pidana untuk menentukan ada atau tidaknya suatu perbuatan pidana sekaligus pertanggung jawaban bagi pelanggarnya. Het legaliteitbeginsel is een van de meest fundamentale b eginselen

van het strafrecht (Asas legalitas adalah asas yang sangat fundamental dalam hukum pidana). Pemahaman asas legalitas dengan benar sangat menentukan benar atau tidaknya penegakan hukum pidana baik mulai proses penyelidikan hingga putusan pengadilan di berikan. Keberadaan asas legalitas yang sedemikian fundamental ini ternyata mengalami beberapa perubahan penting dalam pemahamannya seiring dengan perkembangan hukum pidana itu sendiri dalam menghadapi perkembangan masyarakat. 3

3

Peters, Rudolph, Crime and Punishment in Islamic Law, (Cambridge: Cambridge University Press, 2005).

3

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

Asas legalitas tidak lagi di pahami seperti pada saat pembentukan asas ini yang di latarbelakangi runtuhnya absolutisme Raja namun di pahami sesuai dengan konteks kekinian dimana asas legalitas ini berlaku. Pemahaman mengenai apa itu asas legalitas sebenarnya sudah terdapat kesamaan pendapat di antara para ahli hukum pidana yang menyebutkan tidak ada satu perbuatan yang dapat dikenakan pidana tanpa ada satu peraturan perundang-undangan pidana dahulu yang mengatur sebelum perbuatan itu di lakukan.

Permasalahan yang timbul adalah bagaimana memaknai kata lege di dalam

nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenale, Apakah harus di pahami secara formill sebagai undang-undang atau perundang-undangan? Apakah harus di pahami secara materiil sebagai hukum yang hidup di masyarakat dengan mengabaikan perundang-undangan yang ada karena tidak memberikan dasar hukum yang jelas pada satu kasus? Untuk menjawab pertanyaan ini sangat penting untuk di bahas asas legalitas secara historis filosofis, mulai dari sejarah asas legalitas, perkembangan pemahaman makna asas legalitas, makna asas legalitas di dalam Hukum Pidana Indonesia.4

4

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Refka Aditama, 2003).

4

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

C. Adanya persamaan di hadapan hukum (equality bef before ore the law)

Salah satu prinsip atau asas penting dari suatu negara hukum ialah asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Asas tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dengan tidak ada pengecualian. Artinya, dalam penegakan hukum semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama. Tidak ada istilah tebang pilih dalam penegakannya atau bahkan kebal terhadap hukum. Sehingga siapapun yang melanggar hukum, baik itu raja maupun rakyat biasa harus dipersamakan penegakannya dalam hukum.

Equality before the law adalah asas persamaan di hadapan hukum, dimana didalamnya terdapat suatu kesetaraan dalam hukum pada setiap Individu. Asas ini tertuang di dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.

Equality before the law adalah asas persamaan di hadapan hukum. Asas Equality Before The Law merupakan salah satu konsep negara hukum selain supremasi hukum dan hak asasi manusia. Dalam pelaksanaannya di Indonesia peraturan pelaksana terhadap hak-hak asasi manusia tertuang dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.5

5

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan di Dalam Penelitan Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979).

5

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

Kedudukan yang sama dalam hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yaitu meliputi hukum privat dan hukum publik. Tujuan utama adanya Equality before the law adalah menegakkan keadilan dimana persamaan kedudukan berarti hukum sebagai satu entitas tidak membedakan siapapun yang meminta keadilan kepadanya. Konsep ini merupakan bukti bahwa sistem hukum anglo saxon dengan ciri rule of law

telah dikukuhkan dalam muatan

konstitusi. Hingga asas ini menghindari terjadinya diskriminasi dalam supremasi hukum di Indonesia.

Berikut beberapa peraturan perundang-undangan yang didalamnya terdapat ketentuan semua orang sama kedudukannya di dalam hukum yaitu: UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaaan Kehakiman, khususnya Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Acara Pidana tersurat di dalam bagian menimbang huruf a dan penjelasan Umum butir 3 huruf a. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pasal 3 ayat (2) dan pasal (5) ayat 1 UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, tersirat di dalam Pasal 10.

Konsep equality Before The Law di dalam negara Pancasila ialah mengakui keberadaan persamaan didepan hukum, sebagai negara hukum dengan prinsipprinsip HAM. Namun ketika berbicara tentang keadilan maka Negara Indonesia dengan Pancasilanya mengakui keadilan sosial.6

6

Subekt dan Tjitrosudibyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1969).

6

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

Di dalam dokumen international yaitu Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 1948, tentang asas persamaan kedudukan di dalam hukum (APKDH) dapat dibaca melalui pasal 6 yang menyatakan “ Every has the right to recognition

everywhere as a person before the law”. Konsep Equality before the law telah diintrodusir dalam konstitusi, suatu pengakuan tertinggi dalam sistem peraturan perundang-undangan di tanah air, prinsip ini berarti persamaan di hadapan hukum adalah untuk perkara (tindak pidana) yang sama. Dalam kenyataan, biasanya tidak ada perlakuan yang sama dan itu menyebabkan hakhak Individu dalam memperoleh keadilan terabaikan. Dalam Konsep equality before

the law , hakim harus bertindak seimbang dalam memimpin sidang di pengadilan atau biasa disebut sebagai prinsip audi et alteram partem.7

Makna equality before the law ditemukan di hampir semua konstitusi negara. Inilah norma yang melindungi hak asasi warga negara. “Jika dalam konstitusi hal ini dicantumkan, maka konsekuensi logisnya penguasa dan penegak hukum haruslah melaksanakan dan merealisasikan asas ini dalam kehidupan bernegara.”

Teori equality before the law menurut UUD 1945 adalah suatu mata rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi menurut kedudukannya masing-masing. Kesamaan di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah. Ditinjau dari hukum tata negara, maka setiap instansi pemerintah, terutama aparat penegak hukum, terikat secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam praktik. Namun menegakkan equality before the law bukan tanpa hambatan. Bisa berupa hambatan yuridis dan politis, atau hambatan sosiologis dan psikologis.8

7

Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektf Pembaharuan, (Malang: UMM Press, 2012). 8 Yuherawan, Deni Setyo Bagus, Dekonstruksi Asas Legalitas Hukum Pidana; Sejarah Asas Legalitas dan gagasan Pembaharuan Filosofs Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2014).

7

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

D. Peradilan administrasi dalam perselisihan (Justice of Administration), (PTUN). Peradilan tata usaha negara adalah lingkungan peradilan yang dibentuk dengan tujuan menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum. Apa yang dimaksud peradilan tata usaha negara? Secara umum, Peradilan Tata Usaha Negara atau PERATUN merupakan lingkungan peradilan dibentuk dengan tanda disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada tanggal 29 Desember 19. Peradilan tata usaha negara menjadi lembaga hukum di bawah Mahkamah Agung (MA) yang membantu menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara (TUN).9

Penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia harus berdasarkan atas prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum. Berdasarkan prinsipprinsip tersebut, maka segala bentuk keputusan dan tindakan aparatur penyelenggara pemerintahan dengan demikian harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan hukum, dan tidak berdasarkan kekuasaan yang melekat pada kedudukan aparatur penyelenggara pemerintahan itu sendiri.

Pengawasan terhadap Keputusan Pemerintahan merupakan pengujian apakah setiap individu yang terlibat telah diperlakukan sesuai dengan hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan hukum yang secara efektif dapat dilakukan oleh lembaga negara dan peradilan administrasi yang independen. Karena itu, sistem, proses dan prosedur penyelenggaraan negara dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan negara dan pembangunan harus diatur oleh produk hukum.

9

Lotulung, Paulus Effendie. Perspektif Fungsi Mahkamah Agung ke Depan. Ulasan Bedah Buku, tanggal 23 Januari 2001.

8

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

Produk hukum inilah berupa Undang-undang Administrasi Pemerintahan. Pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang adalah elemen penting dari sebuah negara yang memiliki budaya hukum yang berkembang tinggi, terutama jika Keputusan Pemerintahan yang dibuat oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dapat diuji melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Hal inilah yang merupakan nilai-nilai ideal dari sebuah negara hukum. Penyelenggaraan kekuasaan negara harus selalu berpihak kepada warganya dan bukan sebaliknya.10

Peradilan TUN dibentuk dengan teori sebagai upaya untuk mengadakan pengawasan atas kekuasaan administrasi yang ditempuh dengan baik melalui legislatif (Legislative control) yang dilakukan oleh parlemen, maupun eksekutif (Executif

Control)

yang

dilakukan

eksekutif

berdasarkan

kewenangan

pengawasan hierarki dan pengawasan melalui peradilan (Judicial Control).

Adapun pengawasan atas kekuasaan administrasi melalui peradilan dalam arti luas, terdapat beberapa cara yaitu dengan: 1) Pembentukan peradilan administrasi yang berdiri sendiri lepas dari peradilan umum, khusus untuk mengadili perkara administrasi. 2) Penyerahan peradilan untuk perkara administrasi kepada peradilan umum. 3) Pembentukan peradilan untuk menyelesaikan perkara administrasi tertentu, baik di dalam maupun di luar badan administrasi Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dimulai dengan lahirnya Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 9 tahun 2004.

10

Basah, Sjachran. Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia. Bandung: Alumni, 1997.

9

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

Kewenangan Pengadilan untuk menerima, memeriksa, memutus menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya yang dikenal dengan Kapabilitas atau kewenangan mengadili. Pengadilan TUN mempunyai Kapabilitas menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara untuk tingkat banding dan Mahkamah Agung untuk tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Untuk sengketa-sengketa tata usaha negara yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya administrasi sebagaimana diatur dalam pasal 48 Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan TUN sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang nomor 9 Tahun 2004. 1. Kapabilitas Peradilan Tata Usaha Negara Kewenangan suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas Kapabilitas relatif dan Kapabilitas absolut. Kapabilitas relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan Kapabilitas absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.11 a. Kapabilitas Relatif Kapabilitas relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah hukum yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu. Berdasarkan ketentuan tersebut maka pada prinsipnya gugatan diajukan ke pengadilan TUN di tempat kedudukan Tergugat sedangkan yang bersifat eksepsional di Pengadilan TUN tempat kedudukan Penggugat diatur kemudian setelah ada Peraturan Pemerintah, akan tetapi sampai sekarang ini Peraturan Pemerintah yang dimaksud belum ada sehingga belum dapat diterapkan. 11

Soemantri, Sri. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung: Alumni, 1992.

10

Nama NIM Kelas Dosen Pengampu Mata Kuliah

: Anissa Marisa : 211017400024 : 01S2HM001 : Dr. Yoyon M Darusman, S.H., M.M. : Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum

b. Kapabilitas Absolut Kapabilitas absolut suatu badan pengadilan adalah kewenangan yang berkaitan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek atau materi atau pokok sengketa. Adapun yang menjadi obyek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking) Yang diterbitkan oleh Badan/Pejabat TUN.

2. Keputusan tentang Perijinan Menurut yuridis suatu ijin adalah adalah merupakan persetujuan yang diberikan pemerintah (Badan/Pejabat TUN) kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk melakukan aktivitas tertentu.

3. Keputusan tentang Status Hukum, Hak dan Kewajiban a. Status hukum perorangan atau Badan Hukum Perdata, misalkan: akta kelahiran, akta kematian, akta pendirian/pembubaran badan hukum, KTP, Ijazah, Sertifikat (Tanda Lulus Ujian),dsb); b. Hak/ Kewajiban perorangan atau Badan Hukum Perdata terhadap suatu barang untuk jasa, misalkan: pemberian/pencabutan hak atas tanah, hak untuk melakukan pekerjaan, dsb).

4. Keputusan tentang Kepegawaian a. Keputusan tentang mutasi PNS, dimana pegawai ya...


Similar Free PDFs