"KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA" PDF

Title "KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA"
Author Nurdin Mulyadi
Pages 20
File Size 297.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 260
Total Views 659

Summary

TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN “KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA” Disusun Oleh : Nurdin Mulyadi – English Education Non-Reg Genita Trimilenia – Bimbingan & Konseling Non-Reg Dosen Pengampu ; Ade Iskandar Nasution, M.H. MA’SOEM UNIVERSITY BANDUNG 2019 KATA PENGANTAR ...


Description

TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA”

Disusun Oleh : Nurdin Mulyadi – English Education Non-Reg Genita Trimilenia – Bimbingan & Konseling Non-Reg

Dosen Pengampu ; Ade Iskandar Nasution, M.H.

MA’SOEM UNIVERSITY BANDUNG 2019

KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul : “Konstitusi dan Tata Perundang-undangan Indonesia”. Kami menyadari bahwa tugas mata kuliah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar dapat membuat kami menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Ucapan terima kasih kepada Bapak Ade Iskandar Nasution, M.H, sebagai dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan arahan dan bimbingannya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah ini dengan cukup baik. . Akhir kata kami berharap semoga tugas mata kuliah ini dapat memberikan wawasan maupun inspirasi kepada pembaca. Bandung, Oktober 2019 Tim Penulis

i

Daftar Isi KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i Daftar Isi..................................................................................................................................... ii A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1 B. Pembahasan............................................................................................................................ 2 1. Pengertian Konstitusi .......................................................................................................... 2 2. Tujuan dan Fungsi Konstitusi ............................................................................................. 3 3. Sejarah Perkembangan Konstitusi ....................................................................................... 5 4. Sejarah Lahir dan Perkembangan Konstitusi di Indonesia ................................................... 6 5. Perubahan Konstitusi di Indonesia ...................................................................................... 7 6. Konstitusi Sebagai Peranti Kehidupan Kenegaraan yang Demokratis .................................. 8 7. Lembaga Kenegaraan Setelah Amandemen UUD 1945 ...................................................... 9 7.1. Lembaga Legislatif ................................................................................................... 10 7.1.1. MPR................................................................................................................ 10 7.1.2. DPR ................................................................................................................ 10 7.1.3. DPD ................................................................................................................ 12 7.2. Lembaga Eksekutif ................................................................................................... 12 7.3. Lembaga Yudikatif ................................................................................................... 13 7.3.1. Mahkamah Agung (MA) ................................................................................. 14 7.3.2. Mahkamah Konstitusi (MK) ............................................................................ 14 7.3.3. Komisi Yudisial (KY) ..................................................................................... 14 7.4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ........................................................................... 14 8. Tata Urutan Perundang-undangan Indonesia ..................................................................... 15 C. Kesimpulan .......................................................................................................................... 16 Daftar Pustaka........................................................................................................................... 16

ii

A. Latar Belakang Homo homini lupus, sebuah ungkapan bahasa Latin yang berarti "Manusia adalah serigala bagi sesama manusianya". Pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM lupus est homo homini), yang juga dipopulerkan Thomas Hobbes dalam karyanya De Cive (1651). Ungkapan tersebut menggambarkan kondisi manusia yang memiliki kecenderungan saling menyerang. Ungkapan lain yang menggambarkan kondisi manusia yaitu Bellum omnium contra omnes, yang dipopulerkan Thomas Hobbes dalam Leviathan (1651), yang bermakna “perang antar segala melawan semuanya”. Beberapa ungkapan tersebut menggambarkan kecenderungan-kecenderungan sikap dan perilaku manusia. Sehingga dalam peradabannya, manusia mencetuskan kesepakatan dalam bentuk aturan-aturan yang dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan kedamaian di dalam kehidupannya. Hal tersebut yang sejalan dengan ungkapan pada karya Plautus bahwa homo homini socius yang berarti manusia adalah teman bagi sesamanya. Kemudian dalam ungkapan lain yaitu “Ubi societas ibi ius” yang dicetuskan Cicero (106-43 SM) dimana ungkapan ini bermakna “dimana ada masyarakat di situ ada hukum”. Ungkapan yang digagas Plautus dan Cicero ini seolah melandasi bahwa dalam kehidupan mausia pada berbagai ruang lingkup hidupnya membutuhkan peraturan dan hukum, yang secara luas kemudian termanifestasi dalam konseptual konstitusi. Dalam tataran kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah tentu Negara Kesatuan Republik Indonesia membutuhkan dan berdasarkan pada konstitusi sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu Indonesia dikatakan sebagai negara konstitusi atau negara hukum, sebagaimana dikemukakan Radjab (2005:74) bahwa : “Konstitusi Republik Indonesia menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, yang mempunyai tujuan untuk menciptakan tata tertib hukum dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia, yang berlandaskan atas hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) yang secara jelas ditentukan dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.” Pendapat Rajab juga sejalan dengan Mahfud MD (2011:17) yang mengatakan bahwa : “Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Bunyi Pasal 1 ayat (3) tersebut merupakan kehendak rakyat (volonte generale) tertinggi bangsa Indonesia yang dijadikan hukum dasar dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia, selain itu prinsip Indonesia sebagai negara hukum mengandung arti bahwa hukum merupakan pilar utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai cita-cita negara. Cita-cita bangsa Indonesia adalah membentuk masyarakat adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Tujuan Negara Indonesia selanjutnya tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD NKRI 1945 yang meliputi: 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2. Memajukan kesejahteraan umum; 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” Sebagai negara hukum, maka segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan, dan segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Salah satu pilar untuk mewujudkan negara 1

hukum yaitu dengan membentuk peraturan perundangan-undangan dan penataan kelembagaan negara, oleh karena itu peranan peraturan perundang-undangan dalam konteks negara hukum tersebut menjadi landasan bagi penyelenggaraan negara dan sebagai pedoman untuk menyelenggarakan pemerintahan baik di pusat berupa undang-undang, di daerah berupa peraturan daerah, dan di tingkat desa berupa peraturan desa (Rudy, 2013:11). Konstitusi merupakan salah satu syarat penting untuk mendirikan dan membangun suatu negara yang merdeka, oleh karenanya begitu pentingnya konstitusi itu dalam suatu negara. Konstitusi merupakan suatu kerangka kehidupan politik yang sesungguhnya telah dibangun pertama kali peradaban dunia dimulai, karena hampir semua negara menghendaki kehidupan bernegara yang konstitusional, adapun ciri-ciri pemerintahan yang konstitusional diantaranya memperluas partisipasi politik, memberi kekuasaan legislatif pada rakyat, menolak pemerintahan otoriter dan sebagainya (Adnan Buyung Nasution, 1995 : 16). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka bagi civitas akademika maupun masyarakat yang mempelajari dan mengkaji aspek-aspek kewarganegaraan maupun tata negara, wawasan dan pengetahuan mengenai konstitusi adalah aktivitas sentral yang penting dilakukan yang dimaksudkan untuk membentuk warga negara yang baik, yang partisipatif dan responsif terhadap konstitusi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan JJ Rousseau (dalam Kaelan, 2016) “…bentuk ideal dari suatu negara didasarkan atas dua dukungan, yakni civic virtue wargannya dan pemerintahan. …. Konsep warganegara yang baik menekankan pentingnya kewajiban (duty), tanggung jawab (responsibility) dan civic virtue (keutamaan kewarganegaraan) dari warganegaranya.” Konsep warga negara yang baik juga dikemukakan Rousseau dalam teori kewarganegaraan (dalam Kaelan, 2016) bahwa “Warga negara yang baik adalah yang mendahulukan kepentingan umum, jika ada warganegara yang mendahulukan kepentingan pribadinya di atas kepentingan umum (publik) berarti dia melakukan korupsi. Kepentingan umum (publik) itu diformulasikan melalui apa yang dinamakan general will/volonte generale (kehendak umum).”

B. Pembahasan 1. Pengertian Konstitusi Pengertian konstitusi bisa dimaknai secara sempit maupun secara luas. Konstitusi dalam arti sempit hanya mengandung norma-norma hukum yang membatasi kekuasaan yang ada dalam Negara. Sedangkan Konstitusi dalam arti luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis maupun campuran keduanya tidak hanya sebagai aspek hukum melainkan juga “non-hukum” (Riyanto, 2000:17). Konstitusi dalam pandangan K.C. Whare (Hamidi & Malik, 2008) dipahami sebagai istilah untuk menggambarkan keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara, juga sebagai kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur atau menentukan pemerintahan negara yang bersangkutan. Menurut James Bryce, konstitusi adalah sebagai kerangka negara yang diorganisasikan dengan dan melalui hukum. Dalam mana hukum menetapkan : 1) Pengaturan mengenai pendirian lembaga yang permanen; 2) Fungsi dan lembaga-lembaga masyarakat; 3) Hak-hak yang ditetapkan. Demikian pula menurut CF Strong , konstitusi sebagai sekumpulan asas-asas yang mengatur : 1) kekuasaan pemerintahan; 2) hak-hak yang diperintah; 3) hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah. Menurut Jimly Asshiddiqie (2009), konstitusi diartikan sebagai hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar 2

tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Hal tersebut tidak terlepas karena tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis atau Undang-undang Dasar. Kerajaan Inggris misalnya, tidak memiliki satu naskah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis, namun biasa disebut sebagai negara konstitusional. Dalam pengertian konstitusi, terdapat dua kelompok ahli yang berpendapat bahwa konstitusi sama dengan undang-undang dasar dan ada pula yang menganggap bahwa berpendapat konstitusi tidak sama dengan undang-undang dasar. Kedua kelompok ini yaitu (Radjab, 2005:4445) : a. Kelompok pertama yang mempersamakan konstitusi dengan undang-undang dasar, di antaranya: 1) G.J.Wolhaff, berpendapat bahwa kebanyakan Negara-negara modern berdasarkan atas suatu UUD (konstitusi). 2) Sri Soemantri, menggunakan istilah konstitusi sama dengan undang-undang dasar (grondwet). 3) J. C. T. Simorangkir menganggap konstitusi sama dengan UUD. b. Kelompok yang berpendapat konstitusi tidak sama dengan undang-undang dasar, di antaranya : 1) Van Apeldorn berpendapat bahwa Undang-Undang Dasar adalah bagian tertulis dari konstitusi, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis. 2) M. Solly Lubis melukiskan pembagian konstitusi dalam suatu skema, yaitu konstitusi terdiri dari konstitusi tertulis (UUD) dan konstitusi tidak tertulis (konvensi). 3) Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengatakan bahwa setiap peraturan hukum karena pentingnya harus ditulis dan konstitusi yang tertulis itu adalah UUD. (Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983 : 66). Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai pengertian konstitusi yang dipersamakan dengan undang-undang dasar, dapat penulis simpulkan bahwa pengertian konstitusi merujuk pada suatu asas atau kaidah hukum mengenai Batasan kekuasaan dalam penyelenggaraan suatu negara, mekanisme pembagian tugas dan wewenang yang berkaitan pula dengan intervensi politik yang berlaku di suatu negara, asas-asas fundamental yang mengatur mekanisme hak dan kewajiban serta hubungan antara penyelenggara negara dan warga negaranya.

2. Fungsi dan Tujuan Konstitusi Hans Kelsen (Rudy, 2013:17) mengenai fungsi konstitusi mengatakan pendapatnya bahwa: “… konstitusi yang biasa disebut sebagai hukum fundamental negara merupakan dasar dari tatanan hukum nasional. Sebagai dasar dari tatanan hukum nasional, Konstitusi menjadi sumber validasi norma hukum nasional. Ditinjau dari teori politik, konsep konstitusi juga mencakup norma-norma yang mengatur pembentukan dan kompetensi dari organ-organ eksekutif dan yudikatif tertinggi.” Konstitusi mempunyai fungsi dan kedudukan yang sangat fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam konteks ini, Komisi Konstitusi tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 menyimpulkan bahwa kedudukan dan fungsi konstitusi adalah sebagai berikut (Rudy, 2013:20) : 3

1. Konstitusi berfungsi sebagai dokumen nasional yang mengandung perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, ekonomi, kesejahteraan, dan aspek fundamental yang menjadi tujuan negara; 2. Konstitusi sebagai piagam kelahiran negara baru. Hal ini juga membutuhkan adanya pengakuan masyarakat internasional, termasuk untuk menjadi anggota PBB, karena itu sikap kepatuhan suatu negara terhadap hukum internasional ditandai dengan adanya ratifikasi terhadap perjanjian-perjanjian internasional. 3. Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi. Konstitusi mengatur maksud dan tujuan terbentuknya suatu negara dengan sistem administrasinya melalui adanya kepastian hukum yang terkandung dalam pasal-pasalnya, unifikasi hukum nasional, social control, memberikan legitimasi atas berdirinya lembaga-lembaga negara termasuk pengaturan tentang pembagian dan pemisahan kekuasaan antara organ legislatif, eksekutif, yudisial. 4. Konstitusi sebagai identitas nasional dan lambang persatuan, konstitusi menjadi suatu sarana untuk memperlihatkan berbagai nilai dan norma suatu bangsa dan negara, misalnya simbol demokrasi, keadilan, kemerdekaan, negara hukum yang menjadikan sandaran untuk mencapai kemajuan dan keberhasilan tujuan negara. 5. Konstitusi sebagai alat untuk membatasi suatu kekuasaan, konstitusi dapat berfungsi untuk membatasi kekuasaan, mengandalkan perkembangan dan situasi politik yang selalu berubah, serta berupaya untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan kekuasaan. 6. Konstitusi sebagai pelindung HAM dan kebebasan warga negara. Konstitusi memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan warga negara. Hal ini merupakan pengejawantahan suatu negara hukum. C.F Strong menyatakan bahwa pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi ke sewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Oleh karena itu setiap konstitusi senantiasa memiliki dua tujuan, yaitu: 1) Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik; 2) Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan batas-batas kekuasaan bagi penguasa (Utomo, 2007:12) Konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan. Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada penguasa untuk mewujudkan tujuan Negara. Jadi, pada hakikatnya konstitusi Indonesia bertujuan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara dengan berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara (Utomo, 2007:13). Sedangkan menurut Sri Soemantri (1992) dengan mengutip pendapat Steenbeck menyatakan bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi yaitu : - Jaminan hak asasi manusia. - Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar. - Pembagian dan pembatasan kekuasaan. Selanjutnya dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi (Sri Soemantri, 1992) : - Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum. - Jaminan dan perlindungan hak asasi manusia. 4

-

Peradilan yang bebas dan mandiri. Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas public) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.

Keempat cakupan di atas merupakan dasar utama bagi suatu pemerintahan yang konstitusional. Namun demikian, indikator suatu Negara atau pemerintahan disebut demokratis tidaklah tergantung pada konstitusinya. Sekalipun konstitusi telah menetapkan suatu aturan dan prinsip-prinsip diatas, jika tidak diimplementasikan dalam praktik penyelenggaraan tata pemerintahan, ia belum bisa dikatakan sebagai Negara yang konstitusional atau menganut paham konstitusi demokrasi (Ubaedillah, 2015:110).

3. Sejarah Perkembangan Konstitusi Konstitusi ideal baik menurut plato maupun Aristoteles menekankan pentingnya pendidikan politik, sebab melalui warga negara yang terdidik, negara dapat dilindungi dari timbulnya anarki, menurut pemikiran Plato dan Aristoteles, anarki merupakan akibat dari ketidakkontrolnya perkembangan demokrasi (C.F Strong; 1996 : 24). Solusi Plato seperti dijelaskan dalam karyanya Republic, terletak pada suat aristokrasi cendekiawan politik, suatu badan pelindung yang memenuhi syarat untuk memerintah dengan sistem pendidikan kaku yang seharusnya memimpin terciptanya negara ideal (Wawan Rosmawan, 2011:273). Konstitusi Romawi dimulai sebagai suatu perpaduan harmonis antara elemen-elemen monarki, aristokratis, dan demokratis dan berakhir sebagai aristokratis yang tidak bertanggung jawab. walaupun demikian, tidak dapat dilupakan bahwa hal ini pasti terjadi seiring dengan perkembangan kekaisaran Romawi yang wilayahnya sangat luas dengan beraneka ragam suku bangsa dan kepentingan. Kekaisaran seperti ini menuntut adanya suatu instrumen kekuatan yang cepat dan efisien yang hanya dapat dipenuhi oleh suatu kedaulatan absolut di satu tangan (C.F Strong; 1996 : 24). Pengaruh abadi konstitusionalisme Romawi dapat dilihat pertama hukum Romawi (I) berpengaruh besar terhadap sejarah hukum Eropa Kontinental, kedua kecintaan bangsa Romawi akan ketenteraman dan kesatuan sangat kuat sehingga orang-orang di abad pertengahan terobsesi dengan gagasan kesatuan politik dunia untuk menghadapi kekuatan disintegrasi (C.F Strong; 1996 : 24) Pada abad VII (zaman klasik) lahirlah Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah yang dibentuk pada awal masa Klasik Islam (633 M) merupakan aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah yang dihuni oleh bermacam kelompok dan golongan: Yahudi, Kristen, Islam dan lainnya. Konstitusi Madinah berisikan tentang hak bebas berkeyakinan, kebebasan berpendapat, kewajiban dalam hidup kemasyarakatan, dan mengatur kepentingan umum dalam kehidupan sosial yang majemuk. Konstitusi ini merupakan satu bentuk konstitusi pertama di dunia yang telah memuat materi sebagaimana layaknya konstitusi modern dan telah mendahului konstitusikonstitusi lainnya di dalam meletakkan dasar pengakuan terhadap hak asasi manusia (Ubaedillah, 2015:111). Piagam Madinah mengandung...


Similar Free PDFs