RAGAM MASALAH KEKINIAN DALAM PERSEPKTIF BKI PDF

Title RAGAM MASALAH KEKINIAN DALAM PERSEPKTIF BKI
Author Nugraha Alfan
Pages 36
File Size 379.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 87
Total Views 553

Summary

SEBUAH BUKU RAGAM MASALAH KEKINIAN DALAM PERSPEKTIF BKI (BIMBINGAN KONSELING ISLAM) Alfan Nugraha Tahun 2021 i Pengantar Diera kekinian, seluruh kehidupan manusia mengalami perubahan dan perkembangan yang semakin terlihat dengan jelas. Terutama pada aspek kehidupan sosial-pribadi seseorang yang men...


Description

SEBUAH BUKU

RAGAM MASALAH KEKINIAN DALAM PERSPEKTIF BKI (BIMBINGAN KONSELING ISLAM)

Alfan Nugraha Tahun 2021

i

Pengantar Diera kekinian, seluruh kehidupan manusia mengalami perubahan dan perkembangan yang semakin terlihat dengan jelas. Terutama pada aspek kehidupan sosial-pribadi seseorang yang mengalami kondisi naik turun yang tidak menentu. Seringkali, kita sebagai individu dan bagian dari masyarakat yang berkehidupan menemukan beragam fenomena yang mengundang tanda tanya. Mungkin, kita pernah mendengar beberapa pernyataan atau juga berupa pertanyaan seperti di bawah ini: “Eh, gue takut banget tau buat nyoba hal baru. Takut gagal. Aslinya.” “Kenapa, ya, kok aku gak bisa berdamai sama masalah dimasa lalu?” “Kok gue gak bisa menikmati hidup yang lagi dijalanin, ya?” “Asli, gak pede banget dah gue punya bentuk tubuh begini, gak cakep, gak good looking. Aduhh, bisa gak, yaa?” “Akhir-akhir ini, aku kok susah banget tidur, ya, pasti aja mikirin hal yang gak penting ampe larut banget.” “Kok teman-teman gue pada jahat, sih?” Kalau diantara para pembaca semua sudfah tidak asing dengan berbagai pernyataan juga pertanyaan di atas, berarti sudah menjadi hal yang normal jika beranjak dewasa, kita akan disuguhkan dengan masalah-masalah yang ternyata belum pernah kita prediksi dan persiapkan sebelumnya. Risikonya, saat kita tidak memiliki siasat untuk menerima, mengatasi, dan merencanakan sesuatu untuk menghadapi semua itu. Maka, keseluruhan masalah tadi bisa menjadi bom waktu yang suatu saat akan meledak dan

menyebabkan gangguan mental yang kemungkinan memiliki dampak besar terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, saat kita memiliki persiapan dalam menghadapi berbagai masalah dan situasi yang menekan secara fisik maupun mental. Mempunyai mekanisme pertahanan diri yang mempuni, tujuan yang jelas, pedoman yang selalu dipegang kuat. Secara tidak langsung, sebagai seorang individu, kita memiliki kekuatan untuk berdaya, melihat makna di balik masalah yang menimpa, dan mampu melanjutkan perjalanan sampai titik terjauh Dalam buku ini, akan dibahas beberapa isu kekinian yang seringkali menyelimuti kaula muda, mereka generasi zilenial yang masih belum bisa berdamai dengan masa lalu, sulit fokus untuk hidup dimasa kini, dan terlalu khawatir soal masa depan. Yang dirangkum menjadi 3 (tiga) isu atau masalah kekinian yang sering dijumpai, yaitu tentang Quarter Life Crisis, Insecure & Overthinking, dan Relationship. Melalui perspektif konsep Bimbingan Konseling Islam, yang tidak hanya mengambil kerangka keilmuan secara umum, tetapi menambahkan pendekatan secara nilai-nilai keagamaan yang menjadi satu bagian yang tidak bisa dipisahkan. Nantinya, diharapkan kita memiliki pemahaman secara menyeluruh tentang beragam masalah kekinian yang hari ini selalu menjadi topik hangat untuk dibicarakan bersama. Salam. Selamat membaca!

Daftar Isi PENGANTAR DAFTAR ISI MENGENAL KONSEP BIMBINGAN KONSELING ISLAM ............ 1 BAGIAN PERTAMA: QUARTER LIFE CRISIS .............................. 9 BAGIAN KEDUA: INSECURE & OVERTHINKING ........................ 14 BAGIAN KETIGA: RELATIONSHIP ............................................... 21 PENUTUP TENTANG PENULIS

MENGENAL KONSEP TENTANG

BIMBINGAN KONSELING ISLAM Kunci keberhasilan dari pengembangan dan pelaksanaan program Bimbingan adalah kesadaran dan kesediaan umat Islam atau individu yang bersangkutan menjalankan layanan Bimbingan dan Konseling Islam, yang tidak hanya terpaku pada dasar keilmuan umum, tapi juga sejalan dengan tuntunan ajaran agama Islam itu sendiri yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Bimbingan Konseling Islam juga erat kaitannya dengan hakikat manusia. Itulah mengapa, seluruh praktik dan pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam dilakukan oleh, terhadap, dan bagi kepentingan manusia itu sendiri. Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW dan berbagai pandangan ulama serta pakar lainnya memiliki pandangan bahwa menusia memiliki sifat-sifat dan keadaan sebagai berikut (Faqih, Aunur Rahim. 2001: 6). 1. Manusia terdiri dari berbagai unsur yang menjadi satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan; 2. Manusia memiliki empat fungsi (sifat dan kedudukan, yang terdiri dari: a) Sebagai makhluk Allah SWT, yaitu sebagai makhluk yang diciptakan dan diwajibkan untuk mengabdi kepada Allah SWT; b) Sebagai seorang individu; c) Sebagai bagian dari kelompok masyarakat (makhluk sosial); dan d) Sebagai ‘khalifatullah’ di muka bumi yang wajib untuk memakmurkan bumi (makhluk berbudaya) 1

3. Manusia memiliki sifat-sifat utama (berakal, dsb) sekaligus juga memiliki kelamahan/ kekurangan; dan 4. Manusia bertanggungjawab atas segala perbuatan yang dilakukannya.

Manusia berdasarkan hakikat yang telah diuraikan di atas, diciptakan dalam keadaan terbaik, termulia, tersempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Akan tetapi, manusia juga memiliki hawa nafsu dan perangai atau sifat buruk, misalnya selalu mengikuti hawa nafsu, lemah, aniaya, terburu nafsu, membantah, dan lain-lain. Dengan kata lain, manusia bisa bahagia di dunia dan akhirat, atau malah sebaliknya. Mengingat berbagai sifat manusia yang seperti ini, maka diperlukan upaya untuk tetap menjadikan manusia bahagia, menuju citranya yang terbaik, mampu membawa ke arah “ahsanitaqwim”, dan tidak terjerumus ke dalam yang hina atau “asfal safilin”. Dengan demikian, saat kita merinci lebih lanjut, yang menjadi latar belakang perlunya Bimbingan dan Konseling Islam itu sebagaimana uraian tentang adanya hakikat sebagai manusia, yaitu manusia memiliki unsur jasmaniah (biologis) dan psikologis atau mental (ruhaniyah), manusia sebagai makhluk individu atau hamba Allah SWT (religius), serta sebagai makhluk sosial dan berbudaya.

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam Mengenai Bimbingan dan Konseling merupakan alih bahasa dari istilah Bahasa Inggris yaitu Guidance & Counseling. Dahulu, istilah counseling dalam bahasa Indonesia menjadi penyuluhan (bisa juga disebut nasihat). 2

Namun, karena istilah penyuluhan seringkali dipergunakan dalam bidang yang lain, seperti penyuluhan pertanian atau penyuluhan keluarga berencana yang tentunya sangat berbeda secara isinya. Namun, berbicara mengenai keududukan antara bimbingan dan konseling terdapat banyak pandangan. Salah satunya, memandang bahwa konseling sebagai salah satu teknik dari bimbingan. Pendapat lain ada yang mengatakan bahwa bimbingan terutama aktivitas yang memusatkan diri pada penjegahan munculnya masalah, sementara konseling yaitu memusatkan diri pada pencegahan masalah yang dihadapi oleh individu. Dengan kata lain, arah dari pemberian bimbingan yaitu hanya bersifat preventif, sedangkan konseling itu berpusat pada fungsi kuratif atau korektif. Hal lain yang dapat kita pahami secara bersama adalah fokus garapan dari keduanya yaitu pada urusan masalah atau problematika yang dihadapi oleh seseorang. Pada dasarnya, pemberian layanan bimbingan memperhatikan juga penyembuhan atau pemecahan masalah (problem solving), namun titik beratnya yaitu pada pencegahan. Sedangkan konseling menitikberatkan pada pemecahan masalah, tetapi juga tidak melupakan aspek pencegahan terhadap masalah. Bidang masalah yang ditangani juga berbeda, persoalan yang ditangani oleh bimbingan cenderung ringan, sedangkan persoalan yang ditangani oleh konseling terbilang berat. Akan tetapi, perlu digarisbawahi juga ragam masalah yang ditangani oleh bimbingan maupun konseling adalah urusan yang kaitannya dengan psikologis atau mental, bukan persoalan fisiik.

3

Masalah fisik ini tentunya diserahkan kepada bidang keilmuan yang relevan, seperti kedokteran atau kesehatan. Jadi, dalam kasus tertentu yang melibatkan fisik, terlebih dahulu diselesaikan oleh bidang keilmuan tersebut, baru kemudian masalah psikologisnya diselesaikan melalui pemberian layanan konseling oleh tenaga ahli. B. Landasan Bimbingan dan Konseling Islam Fondasi atau dasar berpijak utama dalam implementasi layanan Bimbingan Konseling Islam adalah tentunya Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat Islam di seluruh dunia yang akan tetap relevan dari waktu ke waktu. Seperti halnya yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW yang artinya sebagai berikut: “Aku tinggikan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu berpegang niscara selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah atau tersesat jalan; sesuatu itu yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.” (H. R. Ibnu Majjah) Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dipastikan sebagai landasan ideal dan konseptual tentang Bimbingan dan Konseling Islam. Karenanya, seluruh gagasan, definisi, tujuan, kegunaan, makna tentang Bimbingan dan Konseling Islam itu bersumber. Jika Al-Qur’an dan Sunnah Rasul merupakan landasan utama yang kita lihat dari asal-usulnya, yang kemudian disebut sebagai landasan “naqliyah”, maka landasan lain yang bisa dipergunakan oleh pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling Islam adalah yang 4

sifatnya “aqliyah” yaitu berupa filsafat dan ilmu. Seperti falsafah tentang dunia manusia (citra manusia), dunia dan kehidupan, pernikahan dan keluarga, pendidikan, masyarakat dan kemasyarakatan, dan upaya mencari nafkah atau falsafah bekerja. Dalam gerak langkahnya, Bimbingan dan Konseling Islam berlandaskan pula pada berbagai teori yang telah tersusun menjadi keilmuan. Ilmu-ilmu yang membantu berdirinya konsep Bimbingan dan Konseling Islam yaitu ilmu jiwa (psikologi), hukum Islam (siyasah), dan ilmu tentang kemasyarakatan (sosiologi, antropologi sosial, dan lain-lain). C. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam Secara garis besar atau secara umum, tujuan bimbingan dan konseling Islam itu dapat dirumuskan sebagai, “membantu individu dalam mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.” Pada dasarnya pemberian layanan bimbingan dan konseling itu hanya bersifat bantuan, hal itu tentunya sudah kita ketahui pada definisi sebelumnya. Dengan demikian, secara singkat tujuan dari pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam itu dapat kita rumuskan menjadi tujuan umum dan khusus, yaitu: Tujuan umum, yaitu untuk membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan, tujuan khusus yaitu 1) Membantu individu agar tidak lemah dalam menghadapi masalah; 2) Membantu individu untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya; dan 3) Membantu individu memelihara dan 5

mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang lebih baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan juga orang lain di sekitarnya. D. Fungsi-fungsi Bimbingan dan Konseling Islam Dari aktivitas layanan Bimbingan dan Konseling Islam, tentunya memiliki fungsi-fungsi. Tentunya, segala fungsi tersebut bukan sebatas pada aspek preventif (pencegahan) semata, melainkan dapat kita pahami sebagai berikut: 1) Fungsi Preventif (pencegahan), yaitu upaya mencegah timbulnya masalah pada diri seseorang/ individu; 2) Fungsi Kuratif atau Korektif, yaitu pemberian bantuan berupa pemecahan atau penanggulangan masalah yang tengah dihadapi seseorang/ individu; 3) Fungsi Developmental, yakni upaya memelihara agar keadaan yang telah baik tidak menjadi tidak baik kembali, dan mengembangkan keadaan baik itu menjadi lebih baik. Lebih jauh, untuk mencapai segala tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, juga sejalan dengan fungsi-fungsi Bimbingan dan Konseling Islam. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya Bimbingan Konseling Islam melakukan kegiatan yang secara garis besarnya disebutkan sebagai berikut: 1) Membantu individu untuk mengetahui, mengenal, dan memahami keadaan dirinya sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia, atau memahami kembali keadaan dirinya, sebab dalam keadaan tertentu dapat terjadi individu tidak mengenal atau tidak menyadari keadaan dirinya yang sebenarnya. Secara singkatnya, 6

2)

3)

4)

5)

Bimbingan dan Konseling Islam kembali mengingatkan individu akan fitrahnya (Q. S. Ar-Rum: 30); Untuk membantu individu menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya, segi-segi baik dan buruknya, kekuatan serta kelemahannya, sebagai sesuatu yang telah ditetapkan Allah (nasib atau takdir), tetapi juga menyadari bahwa manusia diwajibkan untuk berikhtiar. Kelemahan yang ada pada dirinya bukan untuk terus menerus disesali, dan kekuatan atau kelebihan bukan pula untuk membuat lupa diri (Q. S. Al-Baqarah: 216 & 12); Membantu individu untuk memahami keadaan (situasi dan kondisi) yang dihadapinya saat ini. Karenanya, kerapkali masalah yang dihadapi oleh inidvidu tidak dipahami secara benar oleh inidvidu itu sendiri (Q. S. At-Tagabun: 14-15); Membantu individu untuk menemukan alternatif pemecahan masalah. Pembimbing/ Konselor tidak memecahkan masalah, tidak juga menentukan jalan pemecahan masalah, melainkan konselor memberikan alternatif yang bisa disesuaikan dengan kadar intelektual masing-masing individu. Membantu individu untuk mengembangkan kemampuan mengantisipasi masa depan, sehingga mampu memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjaid berdasarkan keadaan-keadaan sekarang, dan atau memperkirakan akibat yang bakal terjadi manakala sesuatu tindakan dilakukan, sehingga tidak akan menimbulkan masalah bagi dirinya maupun orang lain (Q. S. An-Nahl: 67)

7

E. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam Tentunya, telah dijabarkan melalui landasan pengembangan dan implementasi layanan Bimbingan dan Konseling Islam, maka hadirlah beberapa asas atau bisa juga disebut sebagai prinsip-prinsip dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam, diantaranya yaitu: 1) Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat 2) Asas Fitrah 3) Asas Lillahi Ta’ala 4) Asas Bimbingan Seumur Hidup 5) Asas Kesatuan Jasmaniah-Ruhaniyah 6) Asas Keseimbangan Ruhaniyah 7) Asas Kemajuan Individu 8) Asas Sosialitas Manusia 9) Asas Kekhalifahan Manusia 10) Asas Keselarasan dan Keadlian 11) Asas Pembinaan Akhlaqul Karimah 12) Asas Kasih Sayang 13) Asas Saling Menghargai dan Menghormati 14) Asas Musyawarah 15) Asas Keahlian

8

BAGIAN PERTAMA:

QUARTER LIFE CRISIS Pernahkah kamu merasa buntu atau kebingungan saat hendak memulai sesuatu? Merasa keseringan berpikir yang mungkin kaitannya dengan masa depan yang ingin kita raih. Padahal, segala bentuk rencana sudah rampung dibuat. Akhirnya, muncul banyak pertanyaan yang muncul dalam diri kita seperti, “Duhh, aku bisa gak, ya, buat mencapai itu?”; atau “apa iya, kerjaan yang hari ini aku kerjain itu sesuai dengan passion aku?”. Saat kita berpikir tentang hal serupa dalam kurun waktu yang cukup intens, alias overthinking—nanti kita bahas lebih jauh di bagian selanjutnya—maka, itu artinya kamu sedang berada difase Quarter Life Crisis, atau bisa disebut juga sebagai masa untuk pencarian jati diri. Pada fase ini, akan ditandai dengan banyak situasi, seperti pertanyaan yang sudah disebutkan di atas, kegelisahan soal hidup yang tengah dijalani saat ini, hingga beragam kecemasan lainnya yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Kemudian, apakah hal itu wajar? Tentunya, wajar, sebagai manusia yang terus bertumbuh, akan selalu ada fase untuk mempelajari dan memahami sesuatu secara berangsur-angsur, dan selama perjalanan itu pasti ditemani dengan beragam bentuk perasaan. Pencarian jati diri, erat kaitannya dengan masa transisi seseorang yang akan berpindah dari masa remaja akhir ke fase dewasa awal, atau dapat diistilahkan sebagai Emergin Adulthood yang merupakan tahapan perkembangan usia baru yang menyebutkan pada masa transisi antara masa remaja akhir hingga dewasa awal. Jika kita mundur pada tahun 19509

an, orang-orang ditahun itu yang berusia 20-an tahun sudah menikah, dewasa secara finansial dan sosial, serta sudah memiliki anak. Namun, sejak dunia masuk pada abad ke 20 hingga 21, ada perubahan yang sangat signifikan, hal ini juga tentunya berbanding lurus dengan adanya kompleksitas kehidupan sosial yang menyebabkan berubahnya kebutuhan, tekanan, hingga tujuan. Dalam hal ini, seseorang bisa menentukan pilihannya sendiri, namun belum tentu mandiri secara finansial. Bahkan, salah satu penelitian menyebutkan bahwa seseorang yang berusia 18-29 tahun menganggap dirinya bukan orang dewasa, sehingga berkolerasi dengan adanya stress hingga depresi (Cusack & Merchant, 2013) Keadaan transisi yang terjadi pada periode Emerging Adulthood ini yang menyebabkan adanya perubahan gaya hidup (life style), hubungan (relationship), pendidikan, dan menjalani pekerjaan yang mengakibatkan stress dan tekanan psikologis (Matud, Diaz, Bethencourt & Ibanez, 2020) Pada fase Emergin Adulthood ini rentan yang namanya krisis, karena seorang individu akan menginginkan kebabasan namun disaat bersamaan memiliki kecemasan akan masa depan, kondisi ini disebut sebagai Quarter-Life Crisis. Fenomena quarter-life crisis ini disebutkan bahwa suatu keadaan individu yang terjebak dengan pilihan atau keputusan yang sudah dijalaninya. Fenomena ini terjadi karena individu yang ingin melepaskan ketergantungan dengan orangtua untuk bisa menjadi pribadi yang mandiri baik secara finansial maupun psikologis (Robinson, 2019). Riset juga menunjukkan bahwa lulusan SMA dan Peguruan Tinggi rentan terhadap depresi dan masalah pada aspek perilaku yang disebabkan karena ketidakpuasan terhadap keputusan kariernya, kurangnya dukungan sosial/ 10

support system, hingga krisis identitas diri. Bahkan, menurut Murithi (2009) bahwa mahasiswa rentan mengalami quarter-life crisis karena ketakutan melepaskan zona nyaman saat kuliah ke dunia bekerja. Ketidakstabilan kondisi saat wabah atau pandemi juga diprediksikan mengakibatkan quarter-life crisis pada anak muda, terutama mahasiswa. Pendapat Thorspecken (2005) menyebutkan bahwa quarter-life crisis adalah kondisi kebingungan terhadap diri dengan mulai mempertanyakan pilihan karier, dan identitas diri. Sebagai individu merespons permasalahan ini dengan berhenti dari pekerjaan, menunda keputusan karier, mengalami depresi, hingga mengembangkan gangguan kecemasan. Quarter-life crisis juga bisa disebut sebagai upaya seseorang dalam memilih cara dia untuk menyesuaikan diri di lingkungan masyarakat. Untuk menyesuaikan, tentunya akan banyak fase transisi, dari anak-anak ke dewasa, yang tadinya hanya tahu lingkungan rumah menjadi mengerti kompleksitas kehidupan dunia luar. Intinya adalah fase pendewasaan, dan ini wajar terjadi pada siapapun. Hanya saja, yang namanya pendewasaan/ perubahan adakalanya tidak akan berjalan dengan mulus. Perubahan di sini, bukan sebatas secara biologis, tetapi bisa menyentuh hingga aspek ekonomi, pendidikan, sampai orangtua yang tidak lagi memberikan dukungannya bagi kita. Bahkan, yang sering terjadi sampai kehilangan teman-teman sepermainan, dan kebingungan untuk memilih pasangan hidupnya kelak. Kemungkinan yang ada, membuat kita semakin berpikir dan terjebak dalam sebuah kebingungan. Lalu, kita juga menjadi ragu pada diri sendiri, tidak jarang hal ini membuat kita takut mengambil keputusan. “Nanti kalau aku begini, akan baik-baik aja gak, ya?” 11

“Salah gak sih keputusan yang aku ambil?” “Kalau aku gak bahagia, gimana? Segala hal yang tidak pasti, akan terakumulasi dan membuat parah kondisi diri kita. Biasanya begitu. Sekali lagi, hal ini wajar terjadi pada siapapun. Karenanya, fase ini sangat berhubungan dengan segala kondisi yang telah dijelaskan di atas, dan harus dihadapi. Jadi, memang tidak bisa dihindari. Kecuali, kondisinya kita tidak mau hidup bersosial, enggan menyesuaikan diri, dan menarik diri dari kehidupan bermasyarakat. Pandangan agama Islam memberikan istilah yang disebut “Rijal atau Ummahat” yang merupakan tahapan puncak kehidupan manusia yang amal perbuatannya diperhitungkan, serta sifat utamanya ditentukan oleh derajat iman dan kadar ibadahnya. Tahapan puncak ini dinamakan sebagai “Aqil Baligh” dengan rentan usia 12-13 tahun sampai dengan Syahsun (sebelum masa tua). Agama Islam memberikan perintah kepada setiap individu untuk menimbang dan memperhatikan segala bentuk aspek sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkahkan kaki. Hal ini, tentunya sejalan dengan Firman Allah SWT yang artinya: “Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidka sena...


Similar Free PDFs