Resume Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 1959 PDF

Title Resume Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 1959
Author Isnina Cahya
Pages 2
File Size 58.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 336
Total Views 418

Summary

Nama : Isnina Intan Cahya NIM : 1113015000105 Kelas : 7B Email : [email protected] Tugas : Resume Buku : Piagam Jakarta 22 Juni 1945 : Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1959) Penulis : H. Endang Saifuddin Anshari, M.A Penerbit : Gema Insani Pr...


Description

Nama NIM Kelas Email Tugas Buku Penulis Penerbit Tempat penerbit Tahun

: Isnina Intan Cahya : 1113015000105 : 7B : [email protected] : Resume : Piagam Jakarta 22 Juni 1945 : Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1959) : H. Endang Saifuddin Anshari, M.A : Gema Insani Press : Jakarta : 1997

Dalam buku ini akan dijelaskan bagaimana pertama kali pembentukan Piagam Jakarta, dengan mempersatukan pemikiran-pemikiran alim ulama dan berbagai tokoh nasionalis di Indonesia demi bersatunya Negara Republik Indonesia. konflik dan perdebatan demi terbentukya satu piagam merpakan bukti sejarah nasionnalis di Indonesia, berbagai pihak mengklaim bahwa yang ada diikirannya adalah yang terbaik dan terus begitu sampai akhirnya mencapai mufakat dan menemukan titik teran. Namun, ada tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk merubah hasil keputusan yang sudah di rundingkan sepanjang waktu. Hal ini membuat sebagian kaum muslim merasa kecewa atas tindakan pemeritah. Politik memang sejatinya seperti itu, memikir kan kebaikan satu tetapi kemaslahatan bagi satu kaum terbuang sia-sia. Padahal di dalam sejarahnya orang Islam lah yang berjuang untuk memerdekaan bansanya, terbukti dengan pahlawan-pahlawan nasional Indonesia mereka merupakan seorang muslim yang taat namun, ketika politi menyerang maka perdamaian umat Islam mulai terguncang karena adanya pro dan kontra apabila Indonesia menanamkan hukum Islam dan menjadikan Islam sebagai agama resmi di Indonesia. memang benar bahwa di Indonesia mayoritas umatnya adalah pemeluk agama Islam hampir 90 bahan 95 % rakyat Indonesia beragama Islam, namun Indonesia bukan negara Islam. Dan untuk itulah di dalam buku ini akan diceritakan seperti apa reaksi pro dan kontra yang di lakukan oleh para tokoh alim ulama Indonesia. di dalam buku ini juga terdapat suatu kejadian dimana presiden Soekarno tidak atau tanpa sengaja melakukan pidato dengan sedikit mengdikreditkan suatu ideologi yaitu ideologi Islam. Sanat mengerti, bahwa Soekarno merupakan seorang tokoh yang mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Sebagai bapak proklamator Indonesia beliau tidak akan sampai pada jabatannya apabila tidak didukung oleh para pahlawan nasional yang mereka semua beragama Islam. Bahan salah satu tokoh pahlawan Nasional mencoba untuk mredakan amaraah para kaum muslim dengan mengatakan bahwa Indonesia saat itu masih berada di bawah pengawasan Belanda yang ingin melakukan kegiatan kolonialismenya terhadap rakyat Indonesia. berikut beberapa tulisan yang ada di dalam buku “Piagam Jakarta 22 Juni 1945 : Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1959)” yang menurut saya sendiri merupakan garis besar terbentuknya suatu landasan ideologi negara Indonesia. Latar Belakang Sejarah 1905-1945 Perjuangan untuk kemerdekaan dimulai denan berdirinya Boedi Oetomo tnggal 20 Mei 1908, yang dianggap “organisasi pertama di antara bangsa Indonesia yang disusun dengan bentuk modern dan yang besar artinya”. Dari akar inilah gerakan-gerakan nasionalis sekular lainnya muncul, seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) 4 Juli 1927, Partai (PNI-Baru) Desember 1933, Partai Indonesia Raya (Parindra) 26 Desember 1935, dan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) 24 Mei 1937. Gerakan-gerakan ini lahir sebagai reaksi terhadap kolonialisme dan mencita-citakan Indonesia Merdeka berdasarkan kebangsaan. Itulah yang menjadi tujuan dan titik berat pergerakan-pergerakan ini. Pada tahun-tahun kehadirannya yang pertama, Boedi Oetomo tidak mengarahkan perhatiannya pada seluruh Indonesia, melainkan semata-mata merupakan suatu himpunan untuk seluruh Jawa. Kelompok nasionalis Islami banyak yang berpedapat bahwa berdirinya Sarekat Islam pada tanggal 16 Oktober 1905 sebagai titik tolak pergerakan nasional. Sarekat Islam diarahkan kepada rakyat jelata dengan ruang lingkup Indonesia. Namanya diubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) pada tahun 1923, kemudian menjadi Partai Syarikat Islam Hindia Timur (PSIHT) pada tahun 1927, dan akhirnya menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) pada tahun 1930. Pada tahun 1932 Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) didirikan di Sumatra, dan pada taun 1938 Partai Islam Indonesia (PII) didirikan juga di Jawa. Partai-partai ini semuanya berdasarkan Islam. Bagian Pertama : Pembentukan Piagam Jakarta 1. Terbentuknya pancasila Soekarno Bahwa prinsip ketuhanan Soekarno itu didapat dari atau sekurang-kurangnya diilhami oleh uraian-uraian dari para pemimpin Islam, dikuatkan dengan keterangan Mohamed Roem. Pemimpin Masyumi yang terkenal ini menerangkan bahwa dalam Badan Penyelidik Soekarno merupakan pembicara yang terakhir; dan membaca pidatonya orang medapat kesan bahwa pikiran-pikiran para anggotanya yang berbicara sebelumnya telah tercakup di dalam pidatonya itu. Soekarno sendiri secara tegas menolak anggapan bahwa dia “pencipta” Pancasila.Atas anjuran Presiden Soeharto, maka dibentuklah Panitia Pancasila yang terdiri atas lima orang, yakni: Mohammad Hatta, Ahmad Subardjo, A.A. Maramis, Sunario, dan A.G. Pringgodigdo yang dianggap dapat memberikan pengertian sesuai dengan alam pikiran, dan semangat lahir batin para penyusun UUD 1945 dengan Pancasilanya. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal abadi. Sengaja ajaran lima sila Soekarno di sini ditulis “Pancasila” (diantara dua tanda petik), untuk membedakannya dari Pacasila “resmi”, yakni Pancasila yang dirumuskan oleh suatu lembaga “resmi”, dan dinyatakan berlaku. 2. Lahirnya Piagam Jakarta Dari sekian banyak inisiatif pemimpin-pemimpin Indonesia ituu dari golongan alim ulama Islam telah menyampaikan surat inisiatif sebagai usul saran tentang bentuk dan ketentuan-ketentuan yang akan digunakan bagi Indonesia merdeka nanti. Pada saat itu surat-surat dari alim ulama dan pemimpin-pemimpin Islam yang diterima di meja Djawa Hokokai berjumlah 52 ribu surat yang terdaftar. Sehingga pada waktu panitia Dokuritsu Zyunbi membawa tentang perbuatan persiapan Undag-Undang Dasar terlebih dahulu disusunnya satu preambul (mukadimah) dan preambul inilah yang pertama kali berwujud piagam Jakarta. Maka bagaimanapun juga Piagam Jakarta itu banyak mendapat ilham daripada hikmah 52 ribu suratsurat dari para alim ulama dan pemimpin-pemimpin Islam itu. Yang dimuat dalam piagam tersebut adalah buah kompromi antara golongan Islam dan golongan kebangsaan. Pasal 28 Bab X tentang agama yatu ; 1) Negara berdasarkan ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan untuk beribadat menurut agamanya masing-masing Itulah hasil dari diskusi panjang mengenai batang tubuh Undang-Undang Dasar. Perdebatan selanjutnya beralih pada apakah presiden harus seorang muslim ataukah tidak. Bahwa di dalam Undang-Undang Dasar dituliskan bahwa Presiden Repubik Indonesia haruslah orang Indonesia asli yang beragama Islam. Rakyat Indonesia terdiri dari pada 90% atau 95% orang-orang yang beragaa Islam, bagaimanapun, tidak boeh tidak nanti yang menjadi Presiden Indonesia tentulah yang beragama Islam. Piagam Jakarta, yang dirancang dan dirumuskan serta dipertahankan oleh Panitia Sembilan merupakan hasil akhir perjuangan yang panjang untuk kemerdekaan dan dalam waktu yang sama merupakan titik tolak pembangunan dan perkembangan masa mendatang. Maka dengan ilham Piagam Jakarta pula tersusunlah Undang-Undang Dasar 1945 yang lazim disebut sebagai Undang-Undang Dasar Proklamasi. Adapun isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu adalah sesuai dengan ucapan yang dituliskan dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme, kapitalisme, dan fasisme, serta memuat dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam perdamaian San Francisco (26 Juni 1945 dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan dan Kontitusi Republik Indonesia. Revolusi Indonesia bergolak menurut dasar dan tujuan yang telah ditetapkan di dalam Piagam Jakarta, dan Konstitusi 1945. 3. Undang-Undang Dasar 18 Agustus 1945 Hatta menyampaikan empat usul perubahan: 1) Kata “Mukaddimah” diganti dengan kata “Pembukaan” 2) Dalam Preambul (Piagam Jakarta), anak kalimat “berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemelukny” diubah menjadi “berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Ea” 3) Pasal 6 ayat 1 “presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam” kata-kata “beragama Islam” di coret.

4) Sejalan dengan perubahan yang kedua di atas, maka pasal 29 ayat 1 menjadi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai pengganti “Negara berdasarkan atas keuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” Setelah membacakan perubahan-perubahan tersebut, Hatta menyatakan keyakinannya “inilah perubahan yang maha penting menyatukan segala bangsa”. Piagam Jakarta yang diprdapat dengan susah payah, dengan memeras otak dan tenaga berhari-hari oleh tokoh-tokoh terkemuka dari bangsa kita, kemudian di dalam rapat “Panitia Persiapan Kemerdekaan” pada tanggal 18 Agustus 1945 di dalam beberpa menit saja dapat diubah. Kejadian yang mencolok mata itu, dirasakan oleh umat Islam sebagai suatu “permainan sulap” yang masih diliputi oleh kabut rahasia sebagai permainan politik pat-pat gulipat terhadap golongannya, akan tetapi mereka diam tidak mengadakan tantangan dan perlawanan, karena jiwa toleransi mereka. Hatta mencoret “klausal Islami” dari pembukaan dan bahkan praktiknya juga dalam batang tubuh Undang-Undag Dasar, supaya tidak “menusuk hati kaum Kristen” dan untuk menjaga supaya “jangan pecah sebagai bangsa”. Apapun alasan yang membawa Panitia Persiapan pada keputusan ini, ternyata hasilnya amat mengecewakan pihak Islam. Problema besar yang terus menerus kita hadapi, katanya ialah: apakah dapat dipertanggung jawabkan untuk menganggap hasil Panitia Persiapan Kemerdekaan, sesudah proklamasi, sebagai sesuatu yang onfeilbaar atau mas’um, dan wajib mempertahankannya sepanjang masa ? Pertanyaan itu muncul atas dasar pertimbangan: pertama, pihak Jepang telah turut campur dalam penyusunan Panitia Persiapan; kedua, susunan Panitia Persiapan tidak mencerminkan susunan masyarakat Indonesia (pihak Islam diwakili oleh kurang dari 12%); dan ketiga, Undang-Undang Dasar yang dibuat oleh Panitia tersebut sejak mula diniatkan sebagai Undang-Undang Dasar sementara, revolutiegrondwet, dan sama sekali bukan Udang-Undang Dasar yang tetap. Pembelaan Hatta atas hal tersebut adalah pada waktu itu Panitia Persiapan dapat mengisyafka, bahwa semangat Piagam Jakarta tidak lenyap dengan menghilangkan perkataan “ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dan menggantinya dengan “ketuhanan YME”. Negara Indonesia yang memakai semboyan Bhinekka Tunggal Ika, tiap-tiap peraturan dalam kerangka syariat Islam, yang hanya mengenai orang Islam dapat dimajukan sebagai Rencana Undang-Undang ke DPR, yang setelah diterima oleh DPR mengikat umat Islam Indonesia. perbedaan hukum antara penduduk yang beragama Islam dan beragama Kriste akan terdapat dalam bidang hukum keluarga. Dalam bidang hukum perdata lainnya, hukum perniagaan dan hukum pidana tak perlu ada perbedaan. Hasil pertemuan yang menentukan pada 18 Agustus 1945 itu diterima dengan sepenuh hati oleh para nasionalis sekuler sebagai gentleman’s agreement yang kedua, namun dalam waktu yang sama para nasionalis Islam merasa telah dikhianati. Segera setelah para nasionalis Islami mengetahui bahwa Indonesia Merdeka, yang turut mereka perjuangkan dengan sepenuh pengorbanan itu, bahkan berdasarkan Piagam Jakarta pun tidak, maka mayoritas kaum muslimin merasa kecewa. Panitia Persiapan ini hanya berlangsung sampai tanggal 29 Agustus 1945. Sebuah badan yang lebih besar dan luas dibentuk yaitu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Dalam sidangnya tanggal 25, 26 dan 27 November 1945, Komite Nasional yang ketika itu di bawah pimpinan Sutan Sjahrir, pemimpin utama Partai Sosialis Indonesia, membahas usul agar dalam Indonesia merdeka ini soal-soal keagamaan digarap oleh suatu kementerian atau departemen tersendiri, dan tidak lagi diperlakukan sebagai bagian tanggung jawab Kementerian Pendidikan. Pada tanggal 3 Januari 1946 Kemeterian Agama dibenuk dan H.M Rajadi yang ketika itu berusia 31 tahun. Kini salah satu seorang pemimpin terkemuka Islsam dan guru esar di Jakarta mendapat kepercayaan sebagai orang pertama memegang jabatan menteri baru ini. Dalam hubungan ini harus diingat, pertama, bahwa pembentukan sebuah kementerian agama di Indonesia dihasilkan dari suatu kompromi antara teori sekular dan Kristen tentang pemisahan gereja dengan negara. Dan teori muslim tentang penyatuan antara keduanya, jadi kementerian agama timbul dari formula Indonesiia asli yang mengandung kompromi antara dua konsep yang berhadapan muka sistem Islami dan sistem sekuler. Bagian Kedua : Piagam Jakarta Di Majlis Konstituante 4. Dasar Negara di Dalam Konstituante Kelompok Islami menerima hasil-hasil pertemuan tanggal 18 Agustus 1945, Letnan Jenderal Soedirmna menulis: karena keadaan situasi dan kondisi tanah air masih di dalam mara bahaya, di mana tentara sekutu sudah mengelilingi kita akan mengembalika kolonialisme Belanda/Nica untuk menjajah kembali negara kita. Karena mengancam negara dan bangsa, sebagaimana dinyatakan pidato Bun Karno pada pembukaan sidang tanggal 18 Agustus 1945. Itulah sebabnya kelompok Islami menyampingkan dulu prinsip-prinsip mereka sendiri tentang filsafat negara dan konstitusi. Dengan pengharapan di masa yang akan datang, di mana keadaan mengizinkan mereka dapat memusyawarahkan kembali. Beberapa peristiwa enting dalam masa 1950-1955 harus kita perhatikan. Pada tanggal 27 Januari 1953 presiden Soekarno menyampaikan peryataan yang mengagetan di Amuntai, Kalimantan Selatan ketika ia berkata “negara yang kita susun dan yang kita ingini ialah negara nasional yang meliputi seluruh Indonesia. kalau kita dirikan negara berdasarkan Islam, mmaka banyak daerha-daerah yang penduduknya tidak beragama Islam akan melepaskan diri, misalnya Maluku, Bali, Flores, Timor, Kai dan juga Irian Barat yang belum masuk wilayah Indonesia tidak akan mau ikut dalam republik”. Pidato Soekarno ini mengundang banyak reaksi dan protes dari berbagai kelompok Islami. M. Isa Anshari adalah yang pertama-tama menyatakan reaksinya secara terbuka, “pidat presiden Soekarno itu jiwa dan semangatnya adalah tidak demokratis dan tidak konstitusional”. Kemdian Perdana Menteri Wilopo dan Wakil Perdana Menteri Prawoto Mangkusasmito bertariksh 31 Januari 1953 ia menilai pidato tersebut “bukanlah suatu kebijaksanaan yang dapat di hargakan, karena berisi ‘penantangan’ terhadap idologi Islam yang dianut oleh sebagian terbesar dari warga negara Indonesia”. selanjutnya pernyataan DT PI Perti menilai “pidato Presidenn sekali ini bertendensiadu domba dan menggelisahkan umat Islam” pada bagian lain dikemukakannya pula “dasar Negara Republik Indonesia yang akan datang seharusnya diserahkan kepada Dewan Konstituante secara demokratis, bukan pada pikiran-pikiran dan pendapat-pendapat presiden seorang diri”....


Similar Free PDFs