Review buku Clifford Geertz, Religion as a Cultural System dalam Interpretation of Cultures PDF

Title Review buku Clifford Geertz, Religion as a Cultural System dalam Interpretation of Cultures
Author Eka Billy Teviano
Course Anthropology
Institution Universitas Indonesia
Pages 2
File Size 122.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 63
Total Views 298

Summary

Nama : Maisaratuz Zikro NPM : 1206204664 Tugas Paper Review Religion as a Cultural System dalam Buku “The Interpretation of Culture” Karya Clifford Geertz Mata Kuliah : Antropologi AgamaPada buku ini tepatnya pada bab keempat yang berjudul religion as a cultural system, Clifford Geertz memulai pende...


Description

Nama : Maisaratuz Zikro NPM : 1206204664 Tugas Paper Review Religion as a Cultural System dalam Buku “The Interpretation of Culture” Karya Clifford Geertz Mata Kuliah : Antropologi Agama

Pada buku ini tepatnya pada bab keempat yang berjudul religion as a cultural system, Clifford Geertz memulai pendekatannya pada pentingnya menginovasikan teori-teori klasik dalam konteks kontemporer yang lebih komprehensif. Mengingat dalam kajian agama yang selama ini, menurutnya berkutat pada empat sumbangan teoritik penting yaitu, Emile Durkheim –misalnya konsepsinya seputar hakikat kudus dsb-, Max Weber –tentang metodologiverstehenSigmund Freud –persoalan seputar relasi ritus pribadi dan ritus pararel dan eksplorasi Bronislaw Malinowski terkait diferensiasi antara agama dan akal sehat atau rasio. Akibatnya Geertz selain mengingatkan konsepsi kebudayaan terkait pattern of meaning –pola-pola makna- ia juga menganggap bahwa agama sebagai perwujudan simbol, makna maupun konsep. Menurut Geertz, ia melakukan usaha pendefinisan atas agama, yang menurutnya merupakan (1) a system of symbols which acts to (2) establish powerful, pervasive, and longlasting moods and motivations in men by (3) formulating conceptions of a general order of existence and (4) clothing these conceptions with such an aura of factuality that (5) the moods and motivations seem uniquely realistic. Kemudian Geertz beranjak tentang dua segi dalam kepercayaan religius yaitu model “untuk” dan model “dari”. Hal mana menjelaskan bahwa prespektif dari agama secara inhern terkait sebagai sumber konsep umum namun jelas bagi individu maupun kelompok terkait hubungan dengan dunianya, dengan perspektif dari luar terkait keseluruhan alam, kesesuaian dengan kenyataan kultural manusia dalam menjalani aktifitas agamanya. Secara implisit Geertz juga mulai mempertanyakan relevansi teori-teori klasik, semisal konsepsi animism dari Edward Burnet Tylor, tentunya terkait penghadapan fenomena interpretasi atas roh dan benda dalam realitas relativisme kebudayaan -yang dilhami pandangan Baron de la Brede et de Montesquieu-. Di akhir artikelnya Geertz berargumen bahwa studi antropologi

mengenai agama merupakan wujud operasi dua tahap, pertama, sebagai analisis atas sistem makna-makna yang terkandung di dalam simbol-simbol yang meliputi suatu agama, dan kedua, dengan mengaitkan sistem-sietem tersebut pada struktur sosial dan proses-proses psikologis. Adapun penjelasannya dari persoalan paradigma tentang makna, agama sebagai ciri-ciri mentalitas masyarakat dan kebudayaannya, pencontohan Plains Indian, Upacara arwah Manus, Kebatinan Jawa sampai mekanika kuantum Enstein yang menurutnya sebagai ekspresi religius, analogi tentang jamur, Teologi Kristen –gereja-, Hindu, Buddha, Cerita pertunjukkan di Bali, Rangda dan Barong dsb. Sehingga secara general pola eksplanasi geertz lebih menggunakan metode komparasi, analogi dan tentu saja sepanjang pengalaman penelitian dan pemahamannya. Meskipun dalam beberapa hal cukup membingungkan bagi saya, namun apa yang diupayakan Geertz dalam artikel Religion as a Cultural Systemmenjadi format progresif tersendiri dalam memahami agama sebagai bagian dari kebudayaan, terlebih agama sebagai faktor akan realitas baik sosial-ekonomi. Selanjutnya, melalui suatu ritual keagamaan yang didalamnya selalu terdapat etos dan pandangan dunia, Geertz menjelaskan dinamika yang terjadi dalam motivasi dan perasaan manusia. Ia mengambil contoh mengenai kisah Rangda dan Barong di Bali. Ritual yang begitu melibatkan banyak orang dan melibatkan perasaan yang mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa perasaan yang dihasilkan atas fakta-fakta yang ditampilkan dalam ritual itu begitu diyakini oleh masyarakat Bali. Mereka termotivasi untuk terus melakukan ritual itu. Kecenderungan tradisi (etos) terlihat disini sementara pandangan dunia terlihat dari representasi dari figure-figur dalam ritual itu. Lebih dari itu, nilai-nilai dalam ritual itu dituangkan ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari....


Similar Free PDFs