(SD) Makalah Kekerasan Seksual PADA ANAK Sekolah Dasar PDF

Title (SD) Makalah Kekerasan Seksual PADA ANAK Sekolah Dasar
Author Claudia sinaga
Course Metoda Elemen Hingga Untuk Struktur
Institution Universitas Riau
Pages 17
File Size 233.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 179
Total Views 795

Summary

MAKALAH“KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR (SD)”Mata kuliah : Perkembangan Peserta Didik Dosen pengampuh : Dr Chairilsyah.S.,MDisusun oleh: Claudia Martangi Sinaga ( 2005113183 ) Yesda N.A Simamora (2005113068)PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMIJURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIALFAKULTAS PENDIDIKAN ...


Description

MAKALAH “KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR (SD)”

Mata kuliah : Perkembangan Peserta Didik Dosen pengampuh : Dr.Daviq Chairilsyah.S.Psi.,M.Psi

Disusun oleh: Claudia Martangi Sinaga ( 2005113183 ) Yesda N.A.M Simamora (2005113068)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS PENDIDIKAN DAN KEGURUAN UNIVERSITAS RIAU T.A 2021

1

A. Judul KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR (SD) B. Pendahuluan Perkembangan jaman yang semakin pesat tidak hanya membawa dampak

positif bagi kehidupan manusia namun juga menimbulkan berbagai

masalah baru yang sulit untuk dihindari. Termasuk masalah anak pun menjadi semakin kompleks. Salah satu masalah yang mengintai anak-anak adalah kasus kekerasan seksual pada anak. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) disebutkan bahwa anak sebagai korban kekerasan seksual pada tahun 2014 sebanyak 656 kasus, tahun 2015 sebanyak 218 kasus, dan pada tahun 2016 sebanyak 156 kasus per Oktober 2016. Sedangkan data terkait anak sebagai pelaku kekerasan seksual yaitu pada tahun 2014 terdapat 561 kasus, tahun 2015 terdapat 157 kasus, dan pada tahun 2016 terdapat 107 kasus per Oktober 2016. Data tersebut menunjukkan masih banyaknya tindak kekerasan seksual pada anak baik sebagai korban maupun pelaku. Pelecehan seksual sebagai bagian dari kekerasan seksual juga seringkali terjadi pada anak-anak. Pelecehan seksual pada anak perlu diatasi dengan tindakan nyata, bahkan dicegah sedini mungkin. Upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan seks oleh berbagai pihak, tidak hanya orang tua tetapi juga pihak-pihak lain termasuk sekolah. Menurut Boyke Dian Nugraha (2010: 13), pendidikan seks adalah “mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya, baik dari sisi kesehatan dan kebersihan, keamanan, serta keselamatan”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fokus pendidikan seks adalah bukan hanya pemberian pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga terkait dengan moral dan etika agar tidak salah dalam mempergunakan organ reproduksi tersebut. Pendidikan seks sebaiknya dilakukan sedini mungkin termasuk dilakukan pada siswa sekolah dasar sebagai bentuk pencegahan tindak pelecehan seksual terhadap anak. Namun pelaksanaan pendidikan seks di sekolah dasar sering mengalami beberapa hambatan.

2

Sebagai salah satu bentuk pendidikan dasar, sekolah dasar dapat menjadi tempat pendidikan seks bagi anak. Siswa SD terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelas bawah (kelas 1, 2, 3) dan kelas atas (kelas 4, 5, 6). Kedua kelompok tersebut memiliki karakteristik tersendiri. Pada siswa kelas atas sudah mengalami perkembangan fisik menuju masa remaja dengan ditandai beberapa ciri-ciri seperti menstruasi dan tumbuhnya payudara pada wanita. Sedangkan pada laki-laki salah satunya ditandai dengan suara membesar.

Masa transisi menuju remaja pada siswa SD kelas atas, mendorong perlunya pengenalan tentang berbagai hal terkait organ reproduksi yang dapat diperoleh melalui pendidikan seks. Menurut Orestes Silverius Kapinga dan Daniel Frans Hyera (2015: 106) bahwa “education about sex and reproductive health is appropriate to pupils of 10 to 14 years of age. To them, sex and reproductive health education helps to control behaviours and reduce shocks because of the transition period from childhood to adolescence”. Dengan demikian, pendidikan tentang seks dan kesehatan reproduksi sesuai dengan siswa usia 10 sampai 14 tahun dimana dapat membantu mengendalikan perilaku dan mengurangi guncangan karena masa transisi tersebut

C. Tinjauan Literatur / Teori 2.1 Tinjauan Umum Tentang Anak A Pengertian Anak Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, anak ialah keturunan, anak juga diartikan sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, pada hakekatnya anak adalah seorang yang berada pada satu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa. Anak memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda dengan orang dewasa. Anak merupakan tunas, generasi penerus cita-cita bangsa, memiliki peran strategi dalam menjaga eksistensi Negara dan bangsa pada masa depan. Anak juga merupakan

3

salah satu kelompok rentan yang haknya masih terabaikan. Oleh karena itu hak anak harus diprioritaskan. Secara umum, anak ialah keturunan atau generasi sebagai suatu hasil dari hubungan kelamin atau persetubuhan (sexual intercourse) antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan baik dalam ikatan perkawinan maupun diluar ikatan perkawinan.

B.Hak Anak Pembicaraan tentang perlindungan hukum bagi anak, rasanya tak dapat dilaksanakan dengan pembicaraan tentang apa yang menjadi hak anak itu. Hakhak anak hanya dapat dipahami melalui penelusuran perundang-undangan yang mengatur tentang hak-hak anak. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara. Deklarasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mendiskripsikan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan dan merupakan masa depan bangsa sekaligus sebagai generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Berikut ini 10 asas hak anak yang dikemukakan dalam deklarasi PBB: 1. Anak-anak berhak menikmati seluruh hak yang tercantum di dalam deklarasi ini. 2. Anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus, dan harus memperoleh kesempatan dan fasilitas yang dijamin oleh hukum dan sarana lain

4

sehingga secara jasmani, mental, akhlak rohani sosial, mereka dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermartabat. 3. Sejak dilahirkan, anak-anak harus memiliki nama dan kebangsaan. 4. Anak-anak harus mendapat jaminan mereka harus tumbuh dan berkembang dengan sehat. 5. Anak- anak yang tumbuh cacat dan mental atau berkondisi sosial lemah akibat suatu keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan dan perlakuan khusus. 6. Agar supaya kepribadiannya tumbuh secara maksimal dan harmonis, anak-anak memerlukan kasih sayang dan pengertian. 7. Anak-anak

berhak

mendapat

pendidikan

wajib

secara

cuma-Cuma

sekurangkurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkan mereka,

atas

dasar

kesempatan

yang

sama,

untuk

mengembangkan

kemampuannya, pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan sosialnya, sehinggan mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Kepentingan-kepentingan anak haruslah dijadikan dasar pedoman oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dan bimbingan anak yang bersangkutan, pertama-tama tanggung jawab tersebut terletak pada orang tua mereka. Anak-anak harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain dan berekreasi yang harus diarahkan untuk tujuan pendidikan, masyarakat dan penguasa berwenang harus berusaha meningkatkan pelaksanaan hak ini. 8. Dalam keadaan apapun anak-anak harus didahulukan dalam menerima perlindungan dan pertolongan. 9. Anak-anak harus dilindungi dari segala penyia-nyiaan, kekejaman dan penindasan. Dalam bentuk apapun, mereka tidak boleh menjadi “bahan perdagangan”.

5

10. Anak-anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk diskriminasi lainnya.

2.2.Konsep Dasar Kekerasan Seksual 1. Pengertian kekerasan seksual Menurut Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Kekerasan seksual didefenisikan sebagai setiap tindakan seksual, usaha melakukan tindakan seksual, komentar atau menyarankan untuk berperilaku seksual yang tidak disengaja ataupun sebaliknya, tindakan pelanggaran untuk melakukan hubungan seksual dengan paksaan kepada seseorang. (WHO, 2017)Kekerasan seksual adalah segala kegiatan yang terdiri dari aktivitas seksual yang dilakukan secara paksa oleh orang dewasa pada anak atau oleh anak kepada anak lainnya. Kekerasasan seksual meliputi penggunaaan atau pelibatan anak secara komersial dalam kegiatan seksual, bujukan ajakan atau paksaan terhadap anak untuk terlibat dalam kegiatan seksual, pelibatan anak dalam media audio visual dan pelacuraran anak (UNICEF, 2014).

2. Jenis kekerasan seksual

6

Menurut WHO (2017) kekerasan seksual dapat berupa tindakan : 

Serangan seksual berupa pemerkosaan (termasuk pemerkosaan oleh warga negara asing, dan pemerkosaan dalam konflik bersenjata) sodomi, kopulasi oral paksa, serangan seksual dengan benda, dan sentuhan atau ciuman paksa.



Pelecehan seksual secara mental atau fisik menyebut seseorang dengan sebutanberkonteks seksual, membuat lelucon dengan konteks seksual.



Menyebarkan vidio atau foto yang mengandung konten seksual tanpa izin, memaksa seseorang terlibat dalam pornografi.



Tindakan penuntutan/pemaksaan kegiatan seksual pada seseorang atau penebusan/persyaratan mendapatkan sesuatu dengan kegiatan seksual.



Pernikahan secara paksa.



Melarang seseorang untuk menggunakan alat kontrasepsi ataupun alat untuk mencegah penyakit menular seksual.



Aborsi paksa

3. Faktor kerentanan akan kekerasan seksual Kekerasan seksual dapat dipicu dari beberapa faktor yang secara umum dibedakan menjadi tiga faktor yaitu, faktor yang berasal dari individu, faktor lingkungan, dan faktor hubungan (Wilkins, 2014). 

Faktor individu : pendidikan rendah, kurangnya pengetahuan dan keterampilan menghindar dari kekerasan seksual, kontrol perilaku buruk, pernah mengalami riwayat kekerasan, pernah menyaksikan kejadian kekerasan seksual, dan penggunaan obat - obatan.



Faktor lingkungan sosial komunitas: kebudayaan atau kebiasaan yang mendukung adanya tidakan kekerasan seksual, kekerasan yang dilihat

7

melalui media, kelemahan kesehatan, pendidikan, ekonomi dan hukum, aturan yang tidak sesuai atau berbahaya untuk sifat individu wanita atau laki - laki. 

Faktor hubungan: kelemahan hubungan antara anak dan orangtua, konflik dalam keluarga, berhubungan dengan seorang penjahat atau pelaku kekerasan, dan tergabung dalam geng atau komplotan.

Menurut WHO (2017) faktor kerentanan terjadinya kekerasan seksual yaitu: a. Jenis kelamin : perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan seksual. b. Usia : semakin muda umur maka semakin rentan untuk menajdi korban kekerasan seksual, biasanya usia dibawah 15 tahun rentan menjadi korban kekerasan seksual. c. Tingkat ekonomi : kekerasan seksual cenderung terjadi pada golongan ekonomi kurang, akibat rendahnya tingkat pengawasan dari orang tua. d. Tingkat pendidikan : perempuan dengan pendidikan yang lebih rendah rentan mengalami kekerasan seksual, sedangakan sebaliknya perempuan dengan pendidikan yang lebih tinggi biasanya lebih dapat memberdayakan diri untuk mencegah kekerasan seksual. e. Kerentanan lingkungan/terpapar pada lingkungan pekerja seks komersial : berada pada lingkungan pekerjaan seks komersial dapat meningkatkan kerentanan menjadi korban kekerasan seksual.

3.1. Perilaku Kekerasan Seksual

8

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yangmempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Notoatmodjo (2012) menyatakan perilaku sebagai segala kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo: 2012). Sebelum kita dapat memerangi kekerasan seksual terhadap anak, terlebih dahulu kita harus dapat merumuskan apa saja tindakan yang dapat dikatagorikan sebagai tindakan kekerasan seksual terhadap anak. Menurut Sugijokanto (2014). Kekerasan seksual adalah suatu kondisi yang merampas hak anak hingga membahayakan nyawanya. Umumnya kekerasan seks pada anak dilakukan oleh orang terdekat atau orang yang sudah dikenal pelaku. Tapi dapat juga pelaku adalah orang yang tidak dikenal sama sekali. Contoh kekerasan seksualyaitu mempertontonkan anak ke hal yang pornografi, mempertontonkan anak kepada aktivitas seksual, berhubungan seks dengan anak, meraba-raba organ vital anak, melakukan sodomi kepada anak, mengintip anak ketika sedang mandi memandikan anak diatas usia 5 tahun sehingga anak tidak mempunyai rasa malu, memaksa anak meraba kelamin pelaku, dan semua tindakan yang bertujuan mengeksploitasi anak secara seksual. Tanda-tanda anak mengalami kekerasan seksual meliputi: mempunyai minat atau pengetahuan yang tidak biasa tentang perilaku seksual, mengeluh kesakitan saat buang air besar maupun kecil, memiliki perubahan pola perilaku dan emosi, akan membuat gambar seksual yang tidak pantas untuk usia mereka, dan anak membenci teman.

Menurut Lyness (Maslihah, 2006) kekerasan seksual terhadap anak meliputi tindakan menyentuh atau mencium organ seksual anak, tindakan seksual atau pemerkosaan terhadap anak, memperlihatkan media/benda porno, menunjukan alat kelamin pada anak dan sebagainya. kekerasan seksual (sex abuse) merupakan jenis penganiayaan yang biasanya dibagi dua dalam kategori berdasarkan identitas pelakunya :

9

a. Familia Abuse Yaitu kekerasan seksual dimana antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti, dalam hal ini termasuk seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah tiri atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya. b. Extra Familia Abuse Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban. Pada pola pelecehan seksual di luar keluarga, pelaku biasanya orang dewasa yang dikenal oleh sang anak dan telah membangun relasi dengan anak tersebut, kemudian membujuk anak ke dalam situasi dimana pelecehan seksual tersebut dilakukan seiring dengan memberikan imbalan tertentu yang tidak didapatkan oleh sang anak di rumahnya. Sang anak biasanya diam karena takut akan memicu amarah kedua orang tua, beberapa orang tua bahkan tidak peduli tentang di Mandang dengan siapa anak-anak mereka menghabiskan waktunya. Anak-anak yang sering bolos sekolah cenderung rentan untuk mengalami kejadian ini dan harus diwaspadai.

3.2.Dampak Kekerasan Seksual Terhadap Anak Kekerasan seksual adalah segala kegiatan yang terdiri dari aktivitas seksual yang dilakukan secara paksa oleh orang dewasa pada anak atau oleh anak kepada anak lainnya. Kekerasasan seksual meliputi penggunaaan atau pelibatan anak secara komersial dalam kegiatan seksual, bujukan ajakan atau paksaan terhadap anak untuk terlibat dalam kegiatan seksual, pelibatan anak dalam media audio visual dan pelacuraran anakFinkelhor dan Browne (Tower, 2002) mengkategorikan empat jenis dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anakanak, yaitu : 1. Penghianatan (betrayal). Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. Sebagai seorang anak, mempunyai kepercayaan kepada orang tua dan kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun

10

kepercayaan anak dan otoritas orang tua menjadi hal yang mengancam anak. 2. Trauma secara seksual. Russel (Tower, 2002) menemukan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga, Finkelhor (Tower, 2002) mencatat bahwa korba lenih memilih pasangan sesama jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya. 3.

Merasa tidak berdaya. Rasa takut menembus kehidupan korban, mimpi buruk, fobia dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya, sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya (Finkelhor dan Browne, Briere dalam Tower, 2002)

4.

Stigmatization. Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl dan Biebl dalam Tower, 2002

Secara psikis bisa menimbulkan ketagihan, trauma, pelampiasan dendam dan lain-lain. Apa yang menimpa mereka akan mempengaruhi kematangan dan kemandirian hidup anak di masa depan, caranya melihat dunia serta masa depannya secara umum. Merujuk penjelasan di atas, maka penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak harus bwersifat holistik dan terintegrasi. Semua sisi memerlukan pembenahakn dan penanganan khsusnya melalui pendidikan, medis, dan aspek hukum (dalam hal ini masih banyak mengandung

11

kelemahan), maupun dukungan sosial (keluarga, sekolah dan masyarakat). Apabila kekerasan seksual terhadap anak tidak ditangani secara serius dapat menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat. Pencegahan tidak kalah penting dengan penyembuhan, selayaknya pencegahan melalui pendidikan seks sudah waktunya diterapkan. Sementara bagi korban kekerasan seksual penyembuhan trauma psikis haruslah mendapat perhatian besar dari semua pihak yang terlibat.

3.3 Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual melalui Pendidikan Seks (Sex Education) A Pendidikan Seks ( sex education ) Menurut Gawashi pendidikan seks adalah memberikan pengetahuan yang benar kepada anak yang menyiapkannya untuk beradaptasi secara baik dengan sikap-sikap seksual dimasa depan kehidupannya, dan pemberian pengetahuan ini menyebabkan anak memperoleh kecenderungan logis yang benar terhadap masalah-masalah seksual dan reproduksi. Menurut Syekh Abdullah Ulwan dalam Madani (2014) pendidikan seksual adalah pengajaran, penyadaran, dan penerangan kepada anak sejak ia memikirkan masalah-masalah seksual, hasrat, dan pernikahan sehingga anak itu menjadi pemuda, tumbuh dewasa, dan memahami urusan-urusan kehidupan maka ia mengetahui kehalalan dan keharaman. Memberikan pendidikan seks kepada anak tidak mudah. Masih banyak orang tua yang merasa bingung dan tidak mengerti kapan dan bangai mana harus memulainya, bahkan sebagian diantaranya masih beranggapan bahwa membicarakan masalah seks, apalagi kepada anak, adalah suatu yang kotor dan tidak pantas. Pendidikan seks kepada anak-anak bukan mengajarkan cara berhubungan seks semata, melainkan lebih kepada uapaya memberikan pemahaman anak sesuai dengan usianya, mengenai fungsi-fungsi alat seksual dan masalah naluri alamiah yang mulai timbul. Bimbing mengenai penting menjaga dan melihat organ intim mereka, di samping juga memberikan pemahaman

12

tentang perilaku pergaulan yang sehat serta resiko-resiko yang terjadi sangat penting bagi kaula muda dan anak-anak usia remaja. Beberapa hal yang menjadi faktor pentingnya pengetahuan tentang pendidikan seks: 

Pertama, dimana anak-anak tumbuh menjadi remaja dan mereka

belum mengetahui sex education yang sesungguhnya. Orang tua mereka masih menganggap itu sebagai hal yang tabu dan belum tepat untuk disampaikan kepada anak-anak mereka, sehingga dengan ketidakpahaman mereka, mereka tidak mengetahui seberapa penting kesehatan organ reproduksinya dan tidak bertanggung jawab terhadap organ reproduksinya tersebut. 

Faktor kedua, karena ketidakpahaman para anak tentang seks dan kesehatan organ reproduksinya. Di lingkungan sosial mereka...


Similar Free PDFs