SEBUAH KISAH SUFI, ILMU TASAWUF YANG DITULIS DARI SEBUAH PENGALAMAN PDF

Title SEBUAH KISAH SUFI, ILMU TASAWUF YANG DITULIS DARI SEBUAH PENGALAMAN
Author Ian Dani
Pages 1,994
File Size 4.7 MB
File Type PDF
Total Downloads 344
Total Views 848

Summary

KISAH SANG KIAI Kisah Hidup, Kisah Nyata Majlis Al Husaini Sendang Tuban Jawa Timur Sumber ; https://hubbaibulloh.wordpress.com/ http://hubbaib.blogspot.com/p/sang-kyai.html 1 Kisah Sang Kiai Guru Dari Penulis Tulisan ini berisi sebuah cerita, sebagian ku ambil dari perjalanan hidupku sendiri, penga...


Description

KISAH SANG KIAI Kisah Hidup, Kisah Nyata Majlis Al Husaini Sendang Tuban Jawa Timur

Sumber ; https://hubbaibulloh.wordpress.com/ http://hubbaib.blogspot.com/p/sang-kyai.html

1

Kisah Sang Kiai Guru

Dari Penulis Tulisan ini berisi sebuah cerita, sebagian ku ambil dari perjalanan hidupku sendiri, pengalaman yang ku rangkai dengan keterbatasan dan kedunguanku akan makna hikmah suatu proses perjalanan, ini sebenarnya ku tujukan sebagai pengingat bagi diriku sendiri, ku tulis agar aku tak lupa, karena lemahnya akalku, sehingga jika aku ingin mengingat, aku cukup membuka kisahku. Dan yang ku tulis ini boleh dianggap suatu hayalan semata, karena aku orang yang suka menghayal. Siapa saja yang ingin menghayal sepertiku, bisa membuat tulisan seperti yang ku buat, tak usah meributkan hayalanku ini benar atau salah, ini juga ku tulis dari huruf A sampai Z dan dari angka 0 sampai 9, juga tanda petik dan koma, dan titik, jadi pasti semua orang juga bisa melakukannya, apalagi kalau nulis pakai komputer juga tak butuh meributkan membuat m itu akan beda satu dengan yang lainnya, m m m, 3 saya jejer, hasilnya sama, jadi mari silahkan menulis karya, berkarya dari yang kita tau, menulis dari 2

Kisah Sang Kiai Guru

yang kita mampu, jika tidak bisa untuk orang lain, maka pasti akan berguna untuk diri sendiri. Aku pribadi, menulis ini, tak ingin orang percaya dengan kisahku, sebab aku sendiri bukan tipe orang yang mudah percaya pada orang lain, maka aku juga menyarankan, jangan percaya pada apa yang aku tulis. Juga jangan baca, jika tidak senang, sebab aku menulis bukan agar disenangi siapa saja. Ini ku tulis, biarlah ku baca sendiri. Dan siapa yang ikut membaca, supaya jangan mengganggu konsentrasiku menulis. Aku juga tidak mengharap dikomentari, walau jika ada yang komentar aku juga tak menutup mata. Siapa saja punya hak menulis, sebab kenyataannya semua punya jari sama, ini tulisanku, mana tulisanmu? Ini karyaku, mana karyamu? JIKA TIDAK MAMPU MEMBANGUN RUMAH, JANGAN MEMBAKAR RUMAH TETANGGAMU. 3

Kisah Sang Kiai Guru

Jika tidak bisa berkarya, maka jangan merusak karya orang lain, JIKA TAK BISA BERBUAT BAIK, MAKA JANGAN BERBUAT DOSA, JIKA TETAP BERBUAT DOSA, MAKA JANGAN YANG MERUSAK ORANG LAIN. JIKA HARUS MATI BUNUH DIRI, MAKA GALILAH TANAH, LALU PENDAMLAH DIRI, JANGAN BUNUH DIRI DENGAN CARA MENGGANTUNG DIRI, MENYEBABKAN ORANG LAIN SUSAH MENURUNKAN MAYATMU, ITU NAMANYA SUDAH MATI, MASIH MENYUSAHKAN. Bukan maksudku menyuruh bunuh diri, tapi maksudku jangan menyusahkan orang lain. Berkaryalah, menulislah tulisan yang kamu tau, jangan menulis yang kamu tak tau, lantas menyulitkanmu dalam menjelaskannya. mari berkarya wassalam FEBRIAN. 4

Kisah Sang Kiai Guru

Sang Kyai 1 SANG KYAI Pagi belumlah terang, lereng gunung putri masih diselimuti kabut tebal, dingin masih menusuk tulang. Di lereng gunung sebelah selatan, nampak berjejer kobong pondokan santri tak teratur. Sayup terdengar suara wirid para santri di bagian tengah pondokan, rumah bambu yang tak sederhana, dinding yang dianyam dari bambu dengan rapi. Juga alas hamparan dari bambu yang dipukul hingga pecah, kemudian dihamparkan dengan rapi, sehingga kalau diinjak kaki akan terdengar bunyi derit bambu yang khas. Nampak para santri yang jumlahnya 15 orang duduk melingkar khusuk dalam wiridnya. Sang Kyai yang juga ada dalam lingkaran juga duduk bersila, orang tak akan menyangka mana Kyai mana murid. Sebab semua sama, hanya ketika Sang Kyai mengangkat tangannya dan wirid semuanya berhenti. Kemudian Sang Kyai menyuruh wirid yang lain, santri pun melanjutkan. Orang tak akan menyangka yang disebut Kyai ini seorang remaja, kira-kira umurnya 12 tahun, kulitnya putih bersih, dengan 5

Kisah Sang Kiai Guru

wajah biasa, namun memancarkan wibawa yang tiada taranya. Presiden sekalipun akan dibuat tunduk bila berdiri di hadapannya. Di sebelah rumah Sang Kyai ada rumah bambu lagi yang lumayan besar, dindingnya dari kerai, yaitu bambu yang disisik halus kecil-kecil kemudian disusun rapi dengan tambang, sehingga bisa dibuka tutup dengan digulung, dalamnya juga beralaskan bambu seperti di rumah Kyai, nampak banyak orang lelaki tiduran dengan nyenyak. Mereka ada sekitar 20 orang, kesemuanya lelaki. Karena tempat para tamu perempuan ada tempatnya sendiri. Para tamu ini bukanlah orang yang biasa-biasa. Seperti pak Udin, yang seorang tentara yang punya kedudukan di angkatan udara. Pak Yusup yang seorang jaksa dari Jakarta, juga ada para pemilik perusahaan raksasa di Indonesia. Ada lagi yang aku tidak tahu, kata temanku dua orang menteri, seorang duta besar, juga ada artis, tukang cukur rambut, tukang es keliling dan lainlain, semua tidur sama kedudukannya. Siapakah sebenarnya Sang Kyai, akupun tak tau pasti. Yang ku tau lelaki muda usia itu, sering 6

Kisah Sang Kiai Guru

dipanggil Kyai Lentik, dari ayahnya nasabnya sampai Sunan Gunung Jati, dari ibunya sampai ke Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Kyai yang tuturnya lembut berkasih sayang kepada siapa saja. Pagi itu seperti biasa, mbok Titing, janda tua penjual sarapan pagi nasi uduk lewat di depan rumah Kyai. Umur tua dan tubuh yang mulai bongkok ditambah rinjing di punggungnya yang penuh dengan nasi uduk bungkus diikat dengan selendang, tangan kanannya menjinjing tas krawangan berisi lauk pauk. Seperti biasa pula, nenek tua itu berhenti di depan pintu Kyai sambil menawarkan dagangannya, sekalipun dia tau bahwa Kyai Lentik tiap hari puasa, nenek itu hanya menunggu Kyai menjawab teriakannya menawarkan dagangannya, meser Kyai? ndak bogah duwit mbok. Dan cuma itu jawaban Kyai, sudah membuat girang bukan main, dan segera berlalu, tersenyum bahagia dan tak sampai setengah jam dagangannya sudah habis ludes dibeli orang. Nenek itu sangat murung, apabila dia menawarkan dagangannya di depan pintu Kyai, 7

Kisah Sang Kiai Guru

tapi Kyai ternyata pergi, itu baginya berarti perjuangan seharian menawarkan dagangan, dan itupun belum tentu habis, itulah tiap pagi yang terjadi di pondok Pacung, lereng gunung putri. Masih banyak kejadian yang kadang tak masuk di akal di balik kesederhanaan Sang Kyai. Waktu maghrib itu, santri yang menjalankan puasa, telah selesai berbuka dengan singkong rebus dan air putih, seperti biasa juga Kyai ikut berbuka dengan kami dengan beralaskan daun pisang singkong yang sudah masak dituang di atas daun pisang dan dinikmati bersama-sama sambil jongkok, tak ada yang istimewa, tak ada pecel lele Lamongan, rendang Padang, soto Madura, soto babat bahkan nasi pun tak ada. Tapi tak pernah kami perduli, itu hanya makan, lebih baik makan apa adanya tapi untuk beribadah, daripada makan yang enak-enak ujung-ujungnya untuk berbuat maksiat. Setelah makan kami mengelilingi toples yang berisi tembakau, itu barang berharga kami, tembakau oleh-oleh dari Lukman yang pulang dari ngejalani ngedan, kami semua mengalami, yaitu pergi tanpa bekal, menyerahkan diri di kehendak Allah, 8

Kisah Sang Kiai Guru

pakaian compang-camping, sambil terus di hati mengingat Allah, berjalan kemanapun kaki melangkah, tanpa tujuan kecuali Allah, kalau lapar tak boleh meminta pada siapapun kecuali Allah, kadang mencari makan dari mengorek sampah, tidur kadang di hutan, sawah juga kuburan. Nah, pada waktu itu setiap ada yang ngejalani, santri pada memesan uthis yaitu puntung rokok, di jalan, dikumpulkan sampai satu kresek nanti dibawa pulang, sampai di pondok dibuka satusatu dipisahkan tembakau dan kertas rokoknya. Aku mengambil kertas koran lalu membuat lintingan, dari korek kapuk kunyalakan kuhisap dalam dan asap pun bergumpal-gumpal keluar dari hidung dan mulutku, kadang kutiupkan asap sambil asap mengepul dari tembakau dan bau kertas koran yang terbakar, aku menengadah, sambil meresapi asap keluar dari mulutku, seakan suatu kenikmatan tiada tara, santri yang laen juga sepertiku. Saat aku menengadahkan wajah entah untuk yang keberapa kali, kulihat melayang bayangan hitam di antara pohon kelapa yang banyak 9

Kisah Sang Kiai Guru

bertebaran, aku kaget sekali, jelas bayangan itu manusia yang melayang tak terlalu cepat, karena saat petang maka bayangan itu kelihatan hitam. Bayangan itu melintasi pohon jengkol di dekat dapur sebelah kanan rumah Kyai, lalu melayang dengan indah turun di depan rumah Kyai. Kami segera memburu ke arah orang itu, yang sejak tadi kami ribut menebak-nebak apa sebenarnya. Deg-degan kami menghampiri, ternyata bayangan yang terbang itu seorang wanita tua, rambutnya semua memutih, dia terbang menggunakan sajadah, jelas bahwa ilmu meringankan tubuhnya teramat tinggi, yang mungkin kalau sekarang kami tidak melihat dengan mata kepala kami sendiri, tentu kami akan menyangka ilmu seperti itu hanya ada di cerita silat, atau film di televisi, arahan imajinasi. Kami semua melongo melihat perempuan itu melipat sajadah yang tadi digunakan untuk terbang, aku teringat kisah aladin, tapi ini nyata, perempuan tua tinggi kurus, berpakaian putih kusam ringkas membentak, “Dimana Kyai Lentik, aku ingin mengadu ilmu.” 10

Kisah Sang Kiai Guru

“Nyai siapa?” kataku menguasai keterkejutan. “ah mana Kyai Lentik? Hai Kyai keluar!!” katanya, karena menantang-nantang dan sama sekali tak memperdulikan kata-kataku, aku pun segera bergegas menghadap Kyai, yang aku yakini tengah berada di musolla menunggu sholat berjama’ah. Aku kawatir perempuan tua itu ilmunya teramat tinggi, bagaimana nanti Kyai menghadapinya, setahuku Kyai tak punya ilmu kanuragan, juga tak pernah mengajarkan kanuragan, tapi memang kalau dipikir-pikir aneh juga, kami para santri, tak pernah dilatih kanuragan, ilmu silat apapun kami tak tahu, karena memang di pesantren Pacung ini kami hanya diajar bagaimana mendekatkan diri pada Allah, bukan lewat teori tapi praktek, bagaimana bertawakal, syukur, houf, rojak, dan bagaimana membersihkan hati dari segala sifat yang menjadi penyakit hati. Tapi para penduduk sekitar juga para tamu yang datang, selalu berkeyakinan kalau pesantren ini adalah pesantren kanuragan, yang muridnya sakti-sakti kebal senjata, bisa terbang dan cerita-cerita yang dilebih-lebihkan, aku masih 11

Kisah Sang Kiai Guru

takut bagaimana jadinya kalau Kyai bertarung dengan nenek sakti ini? Selama ini yang aku tahu Kyai sangat menguasai ilmu pengobatan, sakit apapun, dari sakit gila, sakit luar, penyakit dalam, sampai penyakit kena santet, kena gunaguna kena jin, kena narkoba, semua bisa disembuhkan, orang pengen jadi lurah, camat, bupati, gubernur, sampai mau jadi presiden larinya ke Kyai, dan Kyai hanya mendo’akan saja, tapi kalau ilmu kanuragan, aji kesaktian, aku tak tau, aku jadi ingat ada seorang tentara mau dikirim menjadi pasukan. Pasukan penjaga perdamaian di Kuwait namanya Iqbal, dia datang dengan tamu yang lain mau meminta sareat ilmu kekebalan, dia ngantri dengan tamu yang lain lalu menghadap Kyai, pas giliran si Iqbal, Kyai bicara sebelum Iqbal ngomong. Begitulah Kyai selalu tahu maksud kedatangan orang sebelum orang itu menyampaikan maksudnya. Bahkan tahu hari, tanggal, tahun kelahiran serta siapa bapak ibunya. Bahkan orang itu habis melakukan maksiat apa Kyai pun tahu, dan kadang diucapkan Kyai tanpa tedeng aling-aling. Begitu saja mengalir. 12

Kisah Sang Kiai Guru

Aku jadi ingat waktu aku pertama kali, datang ketempat Kyai. Kyai mengupas aku habis-habisan tentang pacar-pacarku. Apa yang kulakukan dengan si Hani, dengan Umi, dengan si Dyah dengan si Faty, Dina, semua disebutkan satusatu oleh Kyai plus nama orang tua gadis itu. Jelas membuatku jengah, malu dan aku yang sebelumnya datang ke pesantren ini karena bekerja yaitu membuat kaligrafi dari semen, akhirnya memutuskan untuk mondok dan belajar ilmu dari Kyai. Sang Kyai 2 “Sudah.” kata Kyai. “Saya mau… mau…” sahut Iqbal gugup. “Iya sudah saya isi, mau ilmu kebal senjata kan?” Iqbal manggut. Aku yang waktu itu membereskan gelas minuman, juga ikut heran, apalagi Iqbal. Karena memang Kyai belum menyentuh Iqbal sama sekali. Melihat Iqbal ragu, Kyai segera memanggil Kunto, santri dari Sumatra yang tubuhnya gempal. 13

Kisah Sang Kiai Guru

Setelah kunto menghadap, “Kunto, ambil golok!, kau tes si Iqbal ini.” kata Kyai tenang. Iqbal pucat, kulihat keringat dingin membasahi jidatnya, tubuhnya gemetar, aku tak berani membayangkan apa yang dipikirkan Iqbal, mungkin dia menyesali telah datang ke sini, atau mungkin membayangkan kulitnya sobek sampai ke tulangnya kelihatan memutih lalu darah mengucur dari lukanya, lalu tubuhnya ambruk mati. Kunto telah datang membawa golok, semua santri memiliki golok, senjata khas yang dipakai santri untuk mengambil kayu bakar di gunung putri. Di pondok ini para santri makannya ditanggung Kyai, kalau Kyai ngasih beras, maka nasi yang dimakan, tapi bila adanya ubi maka ubi yang dimakan, bahkan tak jarang berhari-hari kami makan daun singkong yang direbus saja, tapi alat perebus yaitu kayu bakar, kami harus mencari di hutan. Kedatangan Kunto dengan goloknya yang berkilat-kilat membuat Iqbal makin gemetaran, tamu-tamu yang lain telah minggir, sebelum Kunto datang mungkin takut kecipratan darah, 14

Kisah Sang Kiai Guru

apalagi tamu-tamu wanita makin jauh, tinggal Iqbal yang duduk sendirian di depan Kyai, keringatnya membanjir, apalagi Kunto datang tanpa kata-kata lagi meloncat menebaskan goloknya berkelebat ke arah leher Iqbal yang duduk menunduk di depan Kyai, para tamu perempuan menjerit. Kontan Iqbal menoleh. Bias, wajahnya seputih kapas, golok Kunto mendesing ke arah lehernya. Memejamkan mata saja Iqbal tak sempat apalagi menghindar, nyawanya rasanya sudah lepas ketika suara ngek!, terdengar di lehernya, tapi segera aliran darah merah mengaliri seluruh permukaan kulitnya yang memutih, menyegarkan kembali urat-uratnya, dan kelegaan menggantikan keterkejutan, ketika mendapati kepalanya tidak menggelundung lepas. Bahkan ia tak merasakan sakit sama sekali ketika ketajaman golok menyentuh kulitnya, seperti bantal kapuk yang empuk saja. Semua mata yang menatap lega, dan suasana segera dicairkan dengan ketawa Kyai, yang menyuruh Iqbal melanjutkan ujicoba kekebalannya di luar, karena Kyai mau menerima tamu yang lain. 15

Kisah Sang Kiai Guru

“Oh engkau rupanya nyai Bundo.” kata Kyai, diiringi senyum. “Maaf nyai aku tak bisa menyambutmu yang mendadak ini,” “Ah banyak bacot amat!” bentak nyai Bundo. “Terima serangan ku!” Seketika perempuan tua itu mengangkat tangan kanannya setinggi pundak, sedang tangan kirinya diarahkan ke pusar. Dengan hitungan detik tapak tangannya menyala, dari menyala merah biru kemudian putih keperakan. Terdengar olehku suara Kyai mendesis, “Pukulan saripati bagaspati.” Tangan Kyai mendorong lututku sehingga tubuhku meluncur seperti beroda dan mentok di tembok. Kulihat tangan nyai Bundo dipukulkan ke depan. Terdengar suara bersiutan seperti suara mobil yang jalan kencang lalu direm mendadak. Ketika cahaya itu lepas dan menghantam dada Kyai, semua orang di situ matanya melotot, udara terasa panas, rasanya seperti dalam oven. Cahaya yang menghantam Kyai begitu mengenai dadanya, cahaya itu langsung amblas. Kyai tetap 16

Kisah Sang Kiai Guru

duduk tersungging senyumnya. Seperti tak terjadi apa-apa, bahkan pakaian putih yang dikenakan samasekali tak berkibar. Jelas hal itu membuat nyai Bundo makim marah, dan mengulang pukulannya sampai berulang kali, tapi hasilnya sama, Kyai tetap duduk tak bergeming. “Bedebah cilik, sihir apa yang kau pakai?” nyai Bundo seperti tak percaya, ilmu yang selama ini dibanggakannya seperti tak punya kekuatan apaapa. Padahal biasanya yang terkena pukulan yang telah dilambari aji saripatibagaspati, jangankan manusia, kerbaupun akan hangus terbakar luar dalam, tinggal mengasih bumbu sudah matang tak perlu dimasak lagi. Tapi ini orangnya masih hahak hihik, jelas membuat nyai Bundo panas hatinya kicat-kicat. “Sareh nyai, ayo duduk sini.” kata Kyai masih terus ketawa. Walau masih mbesengut nenek itupun akhirnya duduk di depan Kyai, lalu Kyai mengangkat tapak tangan kirinya seraya berkata, “Nyai, nanti apa yang keluar dari tapak kiriku, dan engkau bisa mengambilnya maka itu menjadi 17

Kisah Sang Kiai Guru

hak mu.” nyai Bundo penasaran matanya menatap ke tapak tangan Kyai yang terpentang. Nyai Bundo memandang tak berkedip kearah tapak tangan Kyai yang perlahan tapi pasti mulai memerah dan semakin merah bercahaya, ketika dari dalam telapak tangan itu keluar batu mirah delima, batu itu terlihat merah menyala-nyala, sampai lengan baju putih Kyai ikut menyala. Segera tangan kiri nyai Bundo meraih punggung tapak tangan Kyai, sementara tangan kanannya mencoba mengambil mirah delima yang menyalanyala itu, tapi alangkah terkejutnya karena batu itu seperti lengket di telapak tangan Kyai. Lebih lengket daripada lengketnya perekat raja lem sekalipun. Nyai Bundo mencoba mengambil dengan segala daya kekuatannya. Sementara Kyai terkekeh-kekeh, keringat nyai Bundo membanjir, dan asap putih tipis mengepul dari rambutnya menunjukkan bahwa nyai itu telah menggunakan kekuatan tenaga dalamnya. Malah batu sakti itu tak bergeser sedikitpun, dan lagi ketika batu itu masuk lagi kedalam telapak Kyai tangan nyai Bundo ikut terbetot masuk kedalam.

18

Kisah Sang Kiai Guru

Sontak nyai Bundo membetot tangannya, setelah batu itu lenyap. “Itu mungkin bukan rizkimu nyai, mungkin yang ini rizki mu,” lagi-lagi dari dalam tapak tangan Kyai yang terbentang, perlahan muncul gagang keris berukir burung garuda, keris itu perlahan keluar dari tangan Kyai yang sama sekali tak berlubang apalagi berdarah. Separuh keris itu masih menancap di tapak tangan Kyai, nyai Bundo pun lekas memegang gagang keris dan mengerahkan semua tenaga dalamnya di salurkan ke tangannya yang menggenggam keris. Dengan mudahnya keris itu dicabut. Sreet, seperti mencabut rambut dari adonan roti. Ketika keris telah tercabut betapa nyai Bundo matanya melotot terkejut, dia benar-benar mengenali keris yang sekarang ada di genggamannya. Segera ia bersujud mohon ampun dan menyembah-nyembah ke Kyai, Kyai cuma terkekeh-kekeh sambil membelai rambut putih perempuan tua yang sedang bersujud. Lalu Kyai menyuruh nyai Bundo duduk dengan tenang. Dan Kyai mengajakku dan yang ada di situ sholat 19

Kisah Sang Kiai Guru

berjamaah karena memang waktu magrib tinggal sedikit. Setelah sholat selesai dan dzikir setelah sholat, Kyai segera menemui nyai Bundo yang masih duduk sambil tangannya masih memegang keris dan tak ikut menjalankan sholat karena memang nyai Bundo bukan orang Islam. Ketika Kyai duduk di depannya, nyai itu segera meraih tangan Kyai menyalaminya, membungkuk dan meletakkan tangan Kyai di jidatnya. “Maafkan aku guru, yang bodoh ini, tak tau tingginya gunung di depan mata, bimbinglah aku guru…” suara nyai Bundo mengiba, tak seperti pada saat kedatangannya, yang menantangnantang. “Nyai dari mana engkau tau akan diriku.” tanya Kyai lalu nyai Bundo menceritakan. Nyai Bundo adalah orang Kalimantan pedalaman, dia murid seorang sakti bernama Wong Agung Sahlunto, ketika gurunya itu moksa di depannya. Sebelum moksa gurunya itu berpesan, sambil mengacungkan keris yang sekarang ini ada di genggamannya.

20

Kisah Sang Kiai Guru

Lalu katanya, “Muridku kalau kau nanti menemukan orang yang memegang keris ini, maka tunduklah padanya ikuti ajarannya dan masuk agamanya.” setelah berkata seperti itu Wong Agung itu sirna beserta kerisnya. Bertahuntahun berlalu namun nyai Bundo tak menemukan keris yang dipegang gurunya di tangan orang lain. Dia mencari ke segala penjuru, namun tetap tak menemukan, dalam pencariannya itu nyai bertemu dua orang pertapa sakti dari orang Dayak, namanya Luh Bajul dan Luh Landak. Dan mereka bertiga mengikat persaudaraan, pada waktu terjadi kerusuhan sampit Luh Bajul dan Luh Landak mengamuk, membunuhi orang Madura. Sepak terjang dua orang sakti ini begitu menakutkan, tak jarang seorang bayi yang digendong ibunya, tanpa ketahuan sang ibu, telah kehilangan kepalanya. Sungguh gerakan dua orang ini tak diketahui, sehingga banyak korban binasa di tangan dingin mereka. Di suatu senja, Luh Bajul dan Luh Landak tengah mengaso di tepi hutan. Setelah selesai menumpas habis dua kelu...


Similar Free PDFs