SEJARAH & PERKEMBANGAN HUKUM AGRARIA DIINDONESIA PDF

Title SEJARAH & PERKEMBANGAN HUKUM AGRARIA DIINDONESIA
Author Binsar Nainggolan
Pages 39
File Size 2.1 MB
File Type PDF
Total Downloads 388
Total Views 486

Summary

SEJARAH & PERKEMBANGAN HUKUM AGRARIA DIINDONESIA Binsar Nainggolan NPM 3660014 Magister Hukum Universitas Trisakti 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum agraria di indonesia tidak dapat dilepaskan dari fakta-fakta sejarah mengenai perkembangan hukum agraria diindonesia dimana negara indone...


Description

Accelerat ing t he world's research.

SEJARAH & PERKEMBANGAN HUKUM AGRARIA DIINDONESIA Binsar Nainggolan binsar nainggolan

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Sejarah Hukum Agraria Aal Lukmanul Hakim

Lut hfi (ed). 2015. ASAS-ASAS KEAGRARIAAN: Merunut Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar K… lut hfi lut hfi SEJARAH AGRARIS DAN MARIT IM(UU AGRARIA DI INDONESIA) ibnu hisyam

SEJARAH & PERKEMBANGAN HUKUM AGRARIA DIINDONESIA

Binsar Nainggolan NPM 3660014 Magister Hukum

Universitas Trisakti

1

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG

Hukum agraria di indonesia tidak dapat dilepaskan dari fakta-fakta sejarah mengenai perkembangan hukum agraria diindonesia dimana negara indonesia pernah mengalai penjajahan yang cukup lama, sehingga secara langsung mempengaruhi perkembangan hukumnya. Ketika kaum Kolonial datang, mereka menaklukkan kaum feodal ditanah yang akan mereka kuasai dengan kemampuan militer yang mereka miliki. Namun dibeberapa tempat mereka tidak menggulingkan kekuasaan kaum raja dan bangsawan feodal, mereka memanfaatkan raja dan bangsawan feodal tersebut sebagai perantara mereka dengan rakyat untuk memungut hasil produksi petani dengan berbagai ketentuan yang bersifat menindas. Jadi, kaum feodal yang sebelumnya telah melakukan praktek-praktek pemungutan hasil produksi petani makin diperkuat oleh kolonial untuk kepentingan kaum penjajah. Kaum feodal tentu saja mau melakukannya karena dengan melakukan hal tersebut maka tidak dicopot kekuasaannya. Namun sebaliknya, rakyat petani semakin bertambah bebannya dan semakin menderita karena semakin diperas tenaga dan hasil produksinya. Dengan demikian, kaum kolonial tidak merombak sistem pemerintahan feodal saat itu tapi mempertahankan sistem tersebut dengan memberikan kekuasaan kepada para bupati dan raja untuk memungut hasil-hasil yang diminta pihak kolonial. Dengan begitu, pola eksploitasi pada rakyat semakin intensif, karena rakyat petani harus memenuhi permintaan kepentingan bupati (sebagai penguasa feodal) sendiri, di satu pihak, dan kepentingan kolonial, di pihak lainnya. Dalam makalah ini, dipaparkan penjelasan tentang sejarah perkembangan hukum agraria diindonesia dari masa kemasa sampai dengan dikeluarkannya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. B.

RUMUSAN MASALAH

Masalah adalah sesuatu hal yang menimbulkan pernyataan yang mendorong untuk mencarikan jawabannya atau suatu yang harus di pecahkan Poerwadarminta (1976:634)1.

______________________ 1

Poerwadarminta, 1976 hal 634

2

selanjutnya Surachmad (1980 :3)2 juga mengatakan bahwa masalah adalah setiap kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam paper ini adalah Bagaimanakah Sejarah Hukum agraria diindonesia. C. MAKSUD DAN TUJUAN Adapun maksud dan tujuan penyusun membuat Paper ini adalah Agar dapat memahami dan mengerti Bagaimanakah Sejarah dan perkembangan Hukum agraria di Indonesia. D.

METODE PENYUSUNAN

Metode penyusunan yang digunakan dalam menyusun paper ini yaitu : 1.

Studi Kepustakaan Merupakan pengumpulan berbagai data dengan cara membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan peraturan perundangundangan yang berlaku dan berkaitan dengan tema penyusunan paper. Bahan – bahan yang didapatkan melalui dunia maya (Intenet).

2.

E.

SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan paper ini di bagi menjadi 4 bab, sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, pada bab ini menguraikan sejumlah teori serta pendapat berbagai terhadap fokus penulisan yang akan dilakukan. BAB III : PEMBAHASAN , Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian dari agraria dan hukum agraria serta menguraikan sumber sumber hukun agraria tersebut dan menceritakan asal mula atau sejarah lahirnya hukum agraria diindonesia. BAB IV : PENUTUP, Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dari materi sejarah hukum agraria dari Paper yang di buat ini. _________________ 2

Surachmad, 1980 hal 3

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Pengertian

1. Pengertian Agraria Kata agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya. Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, agrarian berarti berarti urusan pertanian atau tanah pertanian dan urusan pemilikan tanah. Menurut Subekti dan R. Tjitrosoedibio, agraria adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya.3 Boedi Harsono membedakan pengertian agraria dalam tiga perspektif, yakni arti agraria dalam arti umum, Administrasi Pemerintahan dan pengertian agraria berdasarkan Undangundang Pokok Agraria.4 Pertama dalam perspektif umum, agraria berasal dari bahasa Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994, Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Agraria berarti urusan pertanian atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah. Maka sebutan agraria atau dalam bahasa Inggris agrarian selalu diartikan dengan tanah dan dihubungakan dengan usaha pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya. Di Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian. Daripada itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUPA, maka sasaran Hukum Agraria meliputi : bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagaimana lazimnya disebut sumber daya alam. ___________________ 3

Kamus Hukum yang dikutip dalam buku Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian

Komperhensif, Jakarta: Kencana, 2012, hlm. 1 4

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan

Pelaksanaannya Jilid 1, Jakarta: Djambatan, cetakan ke-11 (edisi revisi), 2007, hlm. 5

4

Oleh karenanya pengertian hukum agraria menurut UUPA memiliki pengertian hukum agraria dalam arti luas, yang merupakan suatu kelompok berbagai hukum yang

mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam yang meliputi : 1. Hukum pertanahan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti permukaan bumi; 2. Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air; 3. Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok pertambangan; 4. Hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air; 5. Hukum kehutanan, yang mengatur hak-hak atas penguasaan atas hutan dan hasil hutan; 6. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa (bukan space law), mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA. Dari uraian pengertian agraria di atas, maka dapat disimpulkan pengertian agraria dengan membedakan pengertian agraria dalam arti luas dan pengertian agraria dalam arti sempit. Dalam arti sempit, agraria hanyalah meliputi bumi yang disebut tanah, sedangkan pengertian agraria dalam arti luas adalah meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Pengertian tanah yang dimaksudkan di sini adalah bukan dalam arti fisik, melainkan tanah dalam pengertian yuridis, yaitu hak. Pengertian agraria yang dimuat dalam UUPA adalah pengertian agraria dalam arti luas. 2.

Pengertian Hukum Agraria

Istilah hukum identik dengan istilah law dalam bahasa Inggris, dalam bahasa Perancis adalah droit, dalam bahasa Jerman dan belanda adalah Recht, atau dirito dalam bahasa Italia. Menurut Ensiklopedia Indonesia, hukum merupakan rangkaian kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis, yang menentukan atau mengatur hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat. Von Savigny melihat hukum dari perspektif sejarah adanya hukum. Menurutnya, “Das Recht wird nich gemacht, es ist und wird mit dem Volke” (hukum tidak dibuat, ia ada dan menyatu dengan bangsa). Artinya, hukum berakar pada sejarah manusia sehingga 5

dihidupkan oleh keadaan, keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat bangsa. Padmo Wahyono lebih melihat hukum sebagai sarana (tool) dengan membatasi hukum sebagai alat atau sarana untuk menyelenggarakan kehidupan negara atau ketertiban dan sekaligus merupakan sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Menurut Subekti dan Tjitro Subono, hukum agraria (Agrarisch recht) adalah keseluruhan ketentuan

yang

hukum

perdata,

tata

negara

(Staatsrecht),

tata

usaha

negara

(Administratifrecht), yang mengatur hubungan antara orang dan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang bersumber pada hubungan tersebut. Prof. E. Utrecht, S.H. menyatakan bahwa hukum agraria adalah mengenai bagian dari hukum tata usaha negaram karena mengkaji hubungan-hubungan hukum antara orang, bumi, air dan ruang angkasa yang melibatakan pejabat yang bertugas mengurus masalah agraria. Sedangkan pengertian hukum agraria dalam arti sempit, hanya mencakup Hukum Pertanahan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah. Yang dimaksud tanah di sini adalah sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UUPA, adalah permukaan tanah, yang dalam penggunaannya menurut Pasal 4 ayat (2), meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa, yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunan tanah itu dalam batas menurut UUPA, dan peraturanperturan hukum lain yang lebih tinggi. Mengacu pada beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum dibuat dalam rangka mengendalikan tingkah laku manusia sekaligus melindungi kepentingan manusia baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial yang hidup dalam suatu masyarakat. Pembuatan hukum harus bermuara pada terciptanya kebaikan bersama dan terwujudnya keadilan dalam masyarakat. Beberapa pakar hukum memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan hukum agraria, Antara lain: 1. Hukum Tanah. Dalam pengertian konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi paling luar berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya saja yaitu aspek yuridisnya yang disebut dengan hak-hak penguasaan atas tanah. 6

Dalam hukum, tanah merupakan sesuatu yang nyata yaitu berupa permukaan fisik bumi serta apa yang ada di atasnya buatan manusia yang disebut fixtures. Walaupun demikian perhatian utamanya adalah bukan tanahnya itu, melainkan kepada aspek kepemilikan dan penguasaan tanah serta perkembangannya. Objek perhatiannya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban berkenaan dengan tanah yang dimiliki dan dikuasai dalam berbagai bentuk hak penguasaan atas tanah. Dengan demikian, jelaslah bahwa tanah dalam arti yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah hak atas sebagiaan tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. 2. Hak Atas Tanah Yang dimaksud dengan hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk mempergunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Atas ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA, kepada pemegang hak atas tanah diberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan langsung yang berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. Hirarki hak-hak atas penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional adalah : 1.

Hak bangsa Indonesia atas tanah;

2.

Hak menguasai negara atas tanah;

3.

Hak ulayat masyarakat hukum adat;

4.

Hak-hak perseorangan, meliputi : a.

Hak-hak atas tanah, meliputi : Hak milik atas; Hak guna usaha; Hak guna bangunan; Hak pakai; Hak sewa; Hak membuka tanah; Hak memungut hasil hutan; Hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 (UUPA).

b.

Wakaf tanah hak milik;

c.

Hak jaminan atas tanah (hak tanggungan);

d.

Hak milik atas satuan rumah susun. 7

Hukum tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan hukum konkrit, beraspek publik dan privat, yang dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan suatu sistem. Objek hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah yang dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: a)

Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum; Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang hak.

b)

Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkrit; Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan hak tertentu sebagai obyeknya dan atau orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek pemegang haknya.

Dalam kaitannya dengan hubungan hukum antara pemegang hak dengan hak atas tanahnya, ada 2 (dua) macam asas dalam dalam hukum tanah, yaitu : asas pemisahan horisontal dan asas pelekatan vertikal. Asas pemisahan horisontal yaitu suatu asas yang mendasarkan pemilikan tanah dengan memisahakan tanah dari segala benda yang melekat pada tanah tersebut. Asas pelekatan vertikal yaitu asas yang mendasarkan pemilikan tanah dan segala benda yang melekat padanya sebagai suatu kesatuan yang tertancap menjadi satu. Asas pemisahan horisontal merupakan alas atau dasar yang merupakan latar belakang peraturan yang konkrit yang berlaku dalam bidang hukum pertanahan dalam pengaturan hukum adat dan asas ini juga dianut oleh UUPA. Sedangkan asas pelekatan vertikal merupakan alas atau dasar pemikiran yang melandasi hukum pertanahan dalam pengaturan KUHPerdata. Dalam bukunya, Djuhaendah Hasan5 mengemukakan bahwa sejak berlakunya KUHPerdata kedua asas ini diterapkan secara berdampingan sesuai dengan tata hukum yang berlaku dewasa itu (masih dualistis) pada masa sebelum adanya kesatuan hukum dalam hukum pertanahan yaitu sebelum UUPA. ___________________ 5

Djuhaendah Hasan, 1996. Lembaga jaminan kebendaan bagintanah dan benda lain yang melekat

pada tanah dalam konsepsi penerapan asas pemisahan horizontal, Jakarta: Citra Aditya bakti, hlm.35

8

Sejak berlakunya UUPA, maka ketentuan Buku II KUHPerdata sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan di dalamnya telah dicabut, kecuali tentang hipotik. Dengan demikian pengaturan tentang hukum tanah dewasa ini telah merupakan satu kesatuan hukum (unifikasi hukum) yaitu hanya ada satu hukum tanah saja yang berlaku yaitu yang diatur dalam UUPA dan berasaskan hukum adat (lihat Pasal 5 UUPA). 3. Hukum Agraria Dalam Tata Hukum Indonesia Menurut UUPA Dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (UUPA) yang bertujuan: a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan c. Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat. 4. Sumber Hukum Agraria. a. Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam Pasal 33 ayat (3). Di mana dalam Pasal 33 ayat (3) ditentukan : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”. b. Undang-undang Pokok Agraria. Undang-undang ini dimuat dalam Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, tertanggal 24 September 1960 diundangkan dan dimuat dalam Lembaran Negara tahun 1960-140, dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara nomor 2043. c. Peraturan perundang-undangan di bidang agraria : 1. Peraturan pelaksanaan UUPA 2. Peraturan yang mengatur soal-soal yang tidak diwajibkan tetapi diperlukan dalam praktik. d. Peraturan lama, tetapi dengan syarat tertentu berdasarkan peraturan/Pasal Peralihan, masih berlaku. 5. Sumber Hukum Tanah Indonesia Sumber hukum tanah Indonesia, yang lebih identik dikenal pada saat ini yaitu status tanah dan riwayat tanah. Status tanah atau riwayat tanah merupakan kronologis masalah kepemilikan dan penguasaan tanah baik pada masa lampau, masa kini maupun masa yang akan datang. Status tanah atau riwayat tanah, pada saat ini dikenal dengan Surat Keterangan 9

Pendaftaran Tanah (SKPT) untuk tanah-tanah bekas hak-hak barat dan hak-hak lainnya. Adapun riwayat tanah dari PBB atau surat keterangan riwayat tanah dari kelurahan setempat adalah riwayat yang menjelaskan pencatatan, dan peralihan tanah girik milik adat dan sejenisnya pada masa lampau dan saat ini. Sumber Hukum Tanah Indonesia dapat dikelompokkan dalam: 1.

Hukum Tanah Adat a. Hukum tanah adat masa lampau ialah hak memiliki dan menguasai sebidang tanah pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Serta pada zaman Indonesia merdeka tahun 1945, tanpa bukti kepemilikan secara autentik maupun tertulis. Jadi, hanya pengakuan. b. Hukum tanah adat masa kini ialah hak memiliki dan menguasai sebidang tanah pada zaman sesudah merdeka tahun 1945 sampai sekarang, dengan bukti autentik berupa girik, petuk pajak, pipil, hak agrarisehe eigendom, milik yasan, hak atas druwe, atau hak atas druwe desa, pesini, Grant Sultan, landerijenbezitrecht, altijdciurente erpacht, hak usaha atas tanah bekas partikelir, fatwa ahli waris, akta peralihan hak, dan surat segel di bawah tangan, dan bahkan ada yang memperoleh sertifikatserta surat pajak hasil bumi (Verponding Indonesia), dan hak-hak lainnya sesuai dengan daerah berlakunya hukum adat tersebut, serta masih diakui secara internal maupun eksternal.

2.

Kebiasaan

3.

Tanah-tanah Swapraja

4.

Tanah Partikelir

5.

Tanah Negara a. tanah-tanah wakaf, yaitu tanah-tanah hak milik yang sudah diwakafkan. b. tanah-tanah hak pengelolaan, yaitu tanah-tanah yang dikuasai dengan hak menguasai dari negara kepada pemegang haknya. c. tanah-tanah hak ulayat, yaitu tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat teritorial dengan hak ulayat. d. tanah-tanah kaum, yaitu tanah-tanah bersama masyarakat-masyarakat hukum adat geneologis.

10

e. tanah-tanah kawasan hutan yang dikuasai oleh Departemen Kehutanan berdasarkan Undang-Undang Pokok Kehutanan. Hak penguasaan ini pada hakikatnya juga merupakan pelimpahan sebagian kewenangan hak menguasai negara. f. tanah-tanah sisanya, yaitu tanah-tanah yang dikuasai oleh negara yang bukan tanah hak, bukan wakaf, bukan tanah hak pengelolaan, bukan tanah hak ulayat, bukan tanah-tanah kaum dan bukan pula tanah-tanah kawasan hutan. Tanah-tanah ini, tanahtanah yang benar-benar langsung dikuasai oleh negara untuk singkatnya disebut tanah negara. 6.

Tanah Garapan

7.

Hukum Tanah Be...


Similar Free PDFs