Siapakah 'Anak Muda' dalam Gerakan Anak Muda? / Who are the 'Youth' in Youth Movements? PDF

Title Siapakah 'Anak Muda' dalam Gerakan Anak Muda? / Who are the 'Youth' in Youth Movements?
Pages 7
File Size 527.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 557
Total Views 878

Summary

Siapakah ‘Anak Muda’ dalam Gerakan Anak Muda? MAESY ANGELINA Gerakan Anak Muda Sebagai Wacana Populer Pertama kali saya memperhatikan bahwa gerakan anak muda mulai menjadi topik populer adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara khusus membahas tentang anak muda dan masyarakat sipil dalam...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Siapakah 'Anak Muda' dalam Gerakan Anak Muda? / Who are the 'Youth' in Youth Movements? Maesy Angelina

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Fenomena Radikalisme di Kalangan Anak Muda Ahmad Fuad Fanani

Menghalau Radikalisasi Kaum Muda: Gagasan dan Aksi Firmanda Taufiq Anak Muda, Radikalisme, dan Budaya Populer Wahyudi Akmaliah

Siapakah ‘Anak Muda’ dalam Gerakan Anak Muda? MAESY ANGELINA

Gerakan Anak Muda Sebagai Wacana Populer Pertama kali saya memperhatikan bahwa gerakan anak muda mulai menjadi topik populer adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara khusus membahas tentang anak muda dan masyarakat sipil dalam World Youth Report 20051. Sejak tahun 2003, laporan tersebut diterbitkan setiap dua tahun sekali dan mengangkat isu-isu seputar anak muda yang dianggap penting bagi pembuat kebijakan. Pentingnya gerakan anak muda bagi pembuat kebijakan dapat pula dilihat dari maraknya program untuk kepemimpinan anak muda dalam gerakan sosial dari lembaga pembangunan nonpemerintah. Misalnya, Ashoka, asosiasi global kewirausahaan sosial, memulai program Young Changemakers untuk menyasar anak muda sejak tahun 2009. Meski demikian, saya baru menyadari popularitas wacana gerakan anak muda sudah melampaui kalangan akademisi dan pembuat kebijakan ketika majalah remaja Gogirl! mengangkat youth movement sebagai tema edisi April 2011. Gogirl! memang bukan sumber akademis, namun sebagai salah satu majalah remaja paling laku di Indonesia, Gogirl! adalah representasi sekaligus penentu tren bagi sebagian besar remaja perempuan kelas menengah di Indonesia (Ramadhan, akan datang). Adanya edisi khusus tentang gerakan anak muda menunjukkan bahwa isu ini adalah sebuah tren di kalangan pembacanya. Edisi tersebut menampilkan beberapa tokoh gerakan anak muda saat ini yang dianggap patut dijadikan panutan. Yang menarik dari artikel tersebut adalah luasnya rentang siapa yang bisa disebut sebagai perwakilan gerakan anak muda kontemporer. Ada Ika Trifi Susanti, aktivis isu eksploitasi anak perempuan berumur 20 tahun, yang mungkin akan mudah diakui sebagai anak muda. Namun ada pula Elang Gumilang, wirausahawan berumur 26 tahun yang berhasil menyediakan perumahan murah bagi warga miskin di Bogor, serta Anies Baswedan, rektor Universitas Paramadina dan penggagas gerakan Indonesia Mengajar yang berusia 42 tahun (Pagih, 2011). Walau kedua tokoh ini tergolong cukup muda untuk prestasi yang berhasil mereka raih, mereka umumnya tidak akan dianggap sebagai anak muda. Hal ini mendorong saya untuk bertanya: siapakah yang dimaksud sebagai anak muda dalam gerakan muda? Wacana gerakan anak muda kini menjadi sangat populer di Indonesia dan digaungkan oleh berbagai pihak, mulai dari majalah seperti Gogirl!, anak muda sendiri, sampai partai politik. Walau demikian, pihak-pihak ini berasumsi bahwa semua mempunyai pengertian yang sama tentang siapa yang tergolong anak muda, bahwa semua anak muda mempunyai isu yang sama, dan semua terwakili dalam gerakan anak muda. Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak aktor-aktor yang aktif di gerakan anak muda untuk melakukan refleksi kritis seputar pemahaman kita tentang anak muda, siapa yang terwakili dalam gerakan anak muda, dan apa konsekuensinya bagi aktivis, peneliti, peminat, maupun pendukung gerakan anak muda.

1

World Youth Report 2005 dapat diunduh di http://social.un.org/index/WorldYouthReport/2005.aspx

Siapakah ‘Anak Muda’ dalam Gerakan Anak Muda? Maesy Angelina untuk Diskusi Sebelum Edisi Majalah CHANGE!, Yayasan Jurnal Perempuan, 1 Agustus 2011 Makalah ini terbuka untuk disebarkan sepanjang sumber dikutip dengan benar

Halaman 1 dari 6

Anak Muda: Bukan Sekedar Usia Usia adalah cara paling umum untuk mendefinisikan siapa anak muda. Menurut Undang-Undang Kepemudaan Republik Indonesia, anak muda adalah mereka yang berusia antara 18 sampai 35 tahun2, namun banyak pihak yang berpendapat bahwa batas akhir usianya terlalu tua dan lebih memilih menganut definisi youth oleh PBB, yaitu rentang usia 15 hingga 24 tahun. Meski demikian, melalui Konvensi Hak Anak PBB juga mendefinisikan anak-anak sebagai mereka yang berusia di bawah 18 tahun, sehingga ada usia yang tumpang tindih dengan anak muda. Kerancuan identitas menurut PBB juga terjadi saat melihat tumpang tindih dengan definisi-definisi lainnya: adolescents antara 10-19 tahun, teenagers antara 13-19 tahun, young adults antara 20-24 tahun, dan young people antara 10-24 tahun3. Jadi, siapa sebetulnya anak muda menurut PBB? Tumpang tindih di atas menunjukkan bahwa batasan usia tidak cukup untuk mendefinisikan anak muda, seperti yang juga telah diakui oleh banyak pembuat kebijakan. Selama beberapa dekade terakhir ilmuwan sosial telah berargumen bahwa anak muda bukan sekedar usia, namun merupakan sebuah kategori sosial yang pemaknaannya dibentuk berdasarkan konteks tertentu. Artinya, anak muda bukanlah sebuah definisi universal, namun sesuatu yang berbeda menurut ruang dan waktu. Definisi anak muda dipengaruhi oleh konteks sosial, politik, budaya, dan ekonomi sebuah masyarakat dan juga ditentukan oleh gender, kelas, kasta, ras, tingkat pendidikan, atau etnisitas seseorang (Wyn dan White, 1997). Sebagai contoh, seorang perempuan berusia 27 tahun di Jakarta yang belum menikah, baru saja menyelesaikan pendidikan S2, dan sedang mencari kerja akan dianggap sebagai anak muda, sedangkan ibu rumah tangga berusia 17 tahun dengan dua anak di Indramayu tidak akan digolongkan anak muda. Pada umumnya, masa muda di Indonesia dianggap sebagai periode kebebasan dan eksplorasi, dimana seseorang belum mempunyai tanggung jawab kepada orang lain di luar dirinya sendiri dan masih memerlukan bimbingan dari keluarga atau masyarakat. Di Indonesia, umumnya periode ini berakhir ketika seseorang menikah dan berkeluarga (White, 2009). Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan semakin terbukanya peluang pendidikan bagi perempuan menjadikan banyak perempuan urban kelas menengah menunda usia pernikahan mereka, sehingga mereka masih tergolong anak muda untuk periode waktu yang lebih lama, namun hal yang sama tidak berlaku bagi perempuan dari keluarga miskin di daerah pedesaan yang cukup lazim menikah saat berusia masih sangat muda. Pemahaman tentang anak muda sebagai kategori dan konstruksi sosial menunjukkan adanya bias tentang siapa yang bisa disebut sebagai anak muda. Umumnya, profil anak muda adalah mereka dari kelas menengah ke atas, urban, berpendidikan, dan mayoritas laki-laki. Bagaimana dengan orang-orang berusia muda tidak mempunyai privilege tersebut? Apakah mereka terwakili oleh gerakan anak muda, ataukah bias-bias dalam definisi anak muda menurut konstruksi sosial membuat mereka terpinggirkan dalam gerakan anak muda? Untuk menganalisa bias-bias ini, saya

2 3

Undang-Undang Kepemudaan bisa diunduh di www.setneg.go.id/components/com_perundangan/docviewer.php?id... Definisi youth, teenagers dan young adults: http://social.un.org/index/Youth/FAQ.aspx.

Definisi adolescents dan young people: http://www.joicfp.or.jp/eng/approach/movah/05.html. Definisi anak-anak: http://www.unicef.org/crc/index_30229.html

Siapakah ‘Anak Muda’ dalam Gerakan Anak Muda? Maesy Angelina untuk Diskusi Sebelum Edisi Majalah CHANGE!, Yayasan Jurnal Perempuan, 1 Agustus 2011 Makalah ini terbuka untuk disebarkan sepanjang sumber dikutip dengan benar

Halaman 2 dari 6

mengambil contoh tiga gerakan anak muda dari tiga generasi berbeda: Gerakan Sumpah Pemuda, Gerakan Reformasi, dan Indonesian Youth Conference.

Tiga Ikon Gerakan Anak Muda Indonesia Sumpah Pemuda, yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober, sering disebut sebagai gerakan anak muda pertama di Indonesia. Pada tahun 1928, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia mengadakan Kongres Pemuda II yang dihadiri oleh 750 pelajar dari organisasi pemuda perwakilan berbagai daerah di Indonesia, seperti Jong Java, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, dan lain-lain. Melalui kongres tersebut, untuk pertama kalinya ide ‘satu nusa, satu bangsa, satu bahasa’ diikrarkan dalam bentuk Sumpah Pemuda untuk mencapai Indonesia merdeka (‘Secarik Kertas untuk Indonesia’, 2008). Gerakan lain yang dianggap cukup menjadi ikon gerakan anak muda di Indonesia adalah Gerakan Reformasi 1998. Dengan pemicu krisis moneter tahun 1997, gerakan mahasiswa di seluruh Indonesia menjadikan turunnya Soeharto dari jabatan Presiden yang sudah dipegangnya selama 32 tahun sebagai agenda nasional. Setelah melalui demonstrasi ke Gedung MPR/DPR di Jakarta dan DPRD di berbagai daerah, bentrokan dengan tentara dan aparat kepolisian, serta tewasnya empat orang mahasiswa Trisakti, gerakan mahasiswa 1998 dianggap berhasil menjadi katalis berakhirnya rezim Orde Baru ketika Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Mei 19984. Banyak kalangan, baik akademisi maupun aktivis gerakan sosial, berpendapat bahwa gerakan anak muda di Indonesia memudar signifikansinya pasca Mei 1998. Salah satu di antara mereka bahkan bertanya, ‘Gerakan anak muda, dimanakah kau?5’ Walau belum ada konsensus, Indonesian Youth Conference (IYC) dapat dianggap sebagai salah satu perwakilan gerakan anak muda yang populer di akhir akhir dekade 2000-an. IYC dipelopori oleh Alanda Kariza, seorang pelajar berusia 18 tahun, setelah partisipasinya di acara Global Youth Changemakers yang didukung British Council dan bertujuan untuk ‘mengumpulkan pemuda Indonesia untuk berbagi masalah dan ide, meningkatkan kepedulian mereka terhadap isu-isu terkini serta meyakinkan masyarakat bahwa suara pemuda harus didengar dan ditanggapi dengan serius’ (Indonesian Youth Conference, n.d). Diorganisir oleh anak muda yang rata-rata duduk di bangku kuliah, acara ini berlangsung setiap tahun sejak tahun 2010 dalam bentuk konferensi perwakilan anak muda dari 33 propinsi dan festival yang terbuka untuk umum, di mana banyak sesi diadakan dengan pembicara yang mengangkat berbagai isu sosial yang penting untuk dipedulikan oleh anak muda. Ada beberapa kecenderungan dari ketiga ikon gerakan anak muda ini. Dari masa ke masa, profil anak muda yang terlibat aktif dalam gerakan adalah mahasiswa. Studi-studi tentang gerakan anak muda memang pada umumnya berpusat pada gerakan mahasiswa, sehingga sedikit sekali informasi yang tersedia mengenai anak muda yang aktif di luar gerakan mahasiswa atau gerakan mereka yang muda tapi bukan mahasiswa (Jayaram, 2000). Walau kesempatan meraih pendidikan tinggi pada tahun 2011 jauh lebih terbuka dari tahun 1928, mayoritas dari mereka yang mampu bersekolah hingga tingkat universitas dan meluangkan waktu untuk berkegiatan di luar ruang kuliah berasal dari kelas menengah ke

4 5

http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_mahasiswa_Indonesia_1998 Muzaki, F.I (2010) ‘Youth Movement, Where Are You?’ The Jakarta Post (19 December).

Siapakah ‘Anak Muda’ dalam Gerakan Anak Muda? Maesy Angelina untuk Diskusi Sebelum Edisi Majalah CHANGE!, Yayasan Jurnal Perempuan, 1 Agustus 2011 Makalah ini terbuka untuk disebarkan sepanjang sumber dikutip dengan benar

Halaman 3 dari 6

atas. Kebanyakan dari mereka juga berasal dari kota besar. Penggerak utama Kongres Pemuda II berbasis di Jawa, puncak gerakan mahasiswa Mei 1998 terjadi di Jakarta, dan panitia IYC sebagian besar berasal dari Jakarta dan Bandung. Selain persamaan, terlihat pula ada beberapa pergeseran. Pada tahun 1928, hampir semua peserta Kongres Pemuda II adalah laki-laki, yang bisa dipahami mengingat terbatasnya peluang bagi perempuan untuk keluar rumah apalagi bersekolah pada waktu tersebut. Ini tidak berarti bahwa tidak ada perempuan terlibat dalam gerakan anak muda pada waktu itu, tapi mereka tidak tercatat dalam sejarah. Pada tahun 1998, mayoritas aktornya laki-laki walaupun ada banyak pula demonstran dan aktivis perempuan, hal ini juga dapat dimengerti mengingat bahwa demonstrasi pada waktu tersebut penuh dengan nuansa kekerasan. Pada tahun 2010, IYC digagas oleh perempuan muda dan banyak pula perempuan yang menjadi anggota panitia dan pesertanya. Peran perempuan semakin besar dalam gerakan anak muda di masa kontemporer, namun tidak banyak yang diketahui tentang peran perempuan pada gerakan anak muda terdahulu. Pergeseran lain bisa dilihat dari jenis isu yang diangkat. Gerakan Sumpah Pemuda bertujuan untuk mencapai kemerdekaan sedangkan Gerakan Reformasi bertujuan mencapai demokrasi, keduanya berada dalam ranah politik formal atau kenegaraan. Di sisi lain, IYC mengangkat isu-isu di luar politik formal seperti pendidikan, lingkungan, antikorupsi, budaya, aktivisme, kewirausahaan, kreativitas, media, teknologi informasi, dan olahraga. Isu-isu ini dapat digolongkan sebagai politik keseharian (everyday politics), yang marak diadopsi anak muda di abad 21 seiring dengan berkembangnya demokrasi dan kapitalisme (Harris et al, 2010). Dari analisa singkat di atas bisa dilihat bahwa dari masa ke masa, anak muda yang terwakili dalam gerakan anak muda adalah pelajar, mayoritas laki-laki, dari kelas menengah ke atas, berbasis di kota besar, dan mengusung ide tentang politik yang termasuk arus utama pada zamannya. Siapa anak muda yang tidak terwakili? Bukan saja anak berusia muda rural, kelas bawah, atau tidak berpendidikan tinggi, tapi juga anak muda yang memilih untuk aktif di gerakan berbasis isu, bukan status mahasiswa, atau anak muda yang aktif di luar politik arus utama, seperti subkultur perempuan muda yang banyak terbentuk untuk melawan stereotipi dan ketidakadilan gender yang dialami mereka. Anak muda lain yang tidak terwakili sebagai bagian dari gerakan anak muda adalah mereka yang berusia muda namun menghadapi permasalahan atau isu yang dianggap dewasa, seperti kriminalitas atau menjadi sumber nafkah utama keluarga.

Dua Pertanyaan Kritis Proses refleksi di atas mempunyai pesan yang jelas: ada bias dalam wacana populer tentang gerakan anak muda yang semakin meminggirkan anak berusia yang sudah terpinggirkan karena status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, gender, area geografis, maupun afiliasi politiknya. Oleh karena itu, orang-orang yang terlibat dalam gerakan anak muda dalam berbagai peran mempunyai tanggung jawab untuk menajamkan pemahaman publik dan juga sesama aktor gerakan dengan terus menerus mempertanyakan dua hal.

Siapa anak muda dalam gerakan anak muda? Saat bertemu dengan kelompok atau gerakan yang menyebut dirinya mewakili anak muda, tanyakan siapa persisnya anak muda yang terwakili dalam kelompok tersebut. Sebuah kelompok mungkin mempunyai visi untuk terbuka

Siapakah ‘Anak Muda’ dalam Gerakan Anak Muda? Maesy Angelina untuk Diskusi Sebelum Edisi Majalah CHANGE!, Yayasan Jurnal Perempuan, 1 Agustus 2011 Makalah ini terbuka untuk disebarkan sepanjang sumber dikutip dengan benar

Halaman 4 dari 6

kepada siapa saja, namun pada nyatanya kebanyakan akan menjangkau mayoritas orang-orang dengan latar belakang yang serupa. Salah satu hal yang bisa kita kontribusikan adalah mendorong kelompok-kelompok anak muda untuk mengkritisi dirinya sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa lantas setiap kelompok anak muda yang isinya kelas menengah jadi bermasalah, misalnya. Saya percaya gerakan anak muda kelas menengah penting untuk menjangkau kelompok yang sering dianggap apatis oleh masyarakat. Masalah muncul ketika ada kelompok atau gerakan yang mengklaim dirinya mewakili semua anak muda dari berbagai latar belakang ketika pada prakteknya mereka hanya mewakili kelas, gender, atau isu tertentu. Menanyakan pertanyaan kritis ini bisa membantu gerakan anak muda untuk lebih jujur pada gerakan dan visinya sendiri. Hal ini juga berlaku bagi para peneliti atau peminat gerakan anak muda. Mengetahui apa yang tidak terwakili oleh wacana populer gerakan anak muda bisa membantu kita untuk mengkaji anak muda yang aktif dengan cara yang tidak biasa. Misalnya, mengetahui bahwa sedikit sekali ada contoh gerakan anak muda rural bisa membuka agenda penelitian baru, atau mengetahui bahwa anak muda perempuan jarang terlihat di gerakan politik formal bisa mengarahkan kita untuk melihat apakah mereka aktif di gerakan berbasis isu maupun dalam bentuk subkultur. Bertanya siapa anak muda yang tidak terwakili bisa membantu kita mencari cara untuk menampilkan mereka yang tidak tampak dalam wacana populer gerakan anak muda.

Apakah sebetulnya filosofi gerakan anak muda? Apa sebetulnya yang dimaksud dengan gerakan anak muda? Apakah a) gerakan apa pun asal aktor utamanya adalah anak muda? Ataukah b) gerakan yang isu-isunya secara khusus mempengaruhi anak muda? Bila ini jawaban yang dipilih, bukankah semua isu, dari lingkungan sampai HIV/AIDS, berpengaruh untuk anak muda? Atau c) gerakan dengan ciri utama pendekatan yang youth friendly, ramah untuk anak muda? Mengingat beragamnya karakteristik anak muda, apa ada satu pendekatan universal yang ramah untuk semua anak muda? Intinya, menurut saya kita perlu mempertanyakan apa sebetulnya filosofi gerakan anak muda. Saat ini, wacana populer seolah mengatakan bahwa kemudaan anggotanya adalah satu-satunya syarat sebuah gerakan disebut gerakan anak muda. Hal ini bermasalah, karena seperti yang sudah dibahas tadi, definisi anak muda mempunyai bias yang semakin meminggirkan anak muda yang non-privileged. Selain itu, gerakan anak muda perlu belajar dari gerakan perempuan yang membedakan antara perempuan sebagai gender atau jenis kelamin dengan feminisme sebagai pisau analisis dan filosofi gerakan. Terlahir sebagai perempuan tidak lantas membuat seseorang menjadi feminis. Logika yang sama juga berlaku bagi anak muda: usia muda tidak selalu berarti peka terhadap kemudaannya. Gerakan anak muda perlu berkembang dari gerakan berbasis aktor menjadi gerakan yang dipandu oleh sebuah filosofi mendasar tentang apa yang ingin diperjuangkan gerakan ini untuk anak muda, terlepas apa pun isu yang akhirnya dipilih. Gerakan perempuan sampai pada kondisinya yang sekarang setelah aktivis dan akademisi berproses bersama selama hampir satu abad, sedangkan studi serius untuk gerakan anak muda baru mulai selama sekitar tiga dekade. Perjalanan gerakan anak muda untuk memformulasikan filosofi kemudaannya masih panjang, namun perlu untuk mulai didiskusikan dan dibentuk bersama. Mungkin, ini perlu jadi visi bersama atau agenda nasional gerakan anak muda Indonesia.

Siapakah ‘Anak Muda’ dalam Gerakan Anak Muda? Maesy Angelina untuk Diskusi Sebelum Edisi Majalah CHANGE!, Yayasan Jurnal Perempuan, 1 Agustus 2011 Makalah ini terbuka untuk disebarkan sepanjang sumber dikutip dengan benar

Halaman 5 dari 6

TENTANG PENULIS

Maesy Angelina lulus dari jurusan International Development dengan spesialisasi Children and Youth Studies dari International Institute of Social Studies - Erasmus University of Rotterdam pada tahun 2010. Ia kini berbasis di Jakarta sebagai peneliti independen untuk isu anak muda yang juga bekerja di sektor pembangunan. Maesy bisa dihubungi lewat Twitter di @maesymaesy atau dikunjungi di maesyangelina.tumblr.com

DAFTAR PUSTAKA

Indonesian Youth Conference (n.d.) Tentang IYC. Diunduh dari http://indonesianyouthconference.org/aboutus/thestory/

Jayaram, N. (2000) ‘Sociology of Youth in India’, in Gore, M.S. (ed.) Third Survey of Research in Sociology and Social Anthropology (Volume 1), pp. 221-295. New Delhi: Indian Council of Social Science Research.

Harris, A., Wyn, J., and Younes, S. (2010) ‘Beyond apathetic or activist youth: ‘Ordinary’ young people and contemporary forms of participaton’, Young Vol. 18:9, pp. 9-32 Pagih, Anisa (2011) ‘Indonesian Youth Movement: Then & Now”. Gogirl! Magazine April 2011, p. 34-38.

Ramadan, Afra Suci (akan datang). ‘Kaum Pasif yang Resistan: Antara Perempuan, Subkultur, dan Media’. Akan segera diterbitkan oleh Ruang Rupa sebagai salah satu tulisan dalam sebuah antologi.

‘Secarik Kertas untuk Indonesia’ (2008) Majalah Tempo Online, 28 Oktober. Diunduh dari: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/10/27/LK/mbm.20081027.LK128564.id.html

White, Ben (2009) ‘Youth, Generation and Social Change: The Experience of Indonesian Youth in Comparative Experience’. Makalah dipresentasikan pada G...


Similar Free PDFs