Solidaritas Suku Padoe Luwu Timur Pada Upacara Adat Perkawinan PDF

Title Solidaritas Suku Padoe Luwu Timur Pada Upacara Adat Perkawinan
Author Nurulia Ramadhani
Pages 6
File Size 171.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 247
Total Views 293

Summary

Solidaritas Suku Padoe Luwu Timur Pada Upacara Adat Perkawinan NURULIA ALIFHAH RAMADHANI Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar ABSTRAK Suku Luwu adalah salah satu suku yang terdapat di Indonesia, tepatnya di kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Suku Luwu m...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Solidaritas Suku Padoe Luwu Timur Pada Upacara Adat Perkawinan Nurulia Ramadhani Solidaritas Suku Padoe Luwu Timur Pada Upacara Adat Perkawinan

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

LAPORAN HASIL OBSERVASI Haekal Prayogi ISLAM DAYAK ; Dialekt ika Ident it as Dayak T idung Dalam Relasi Sosial-Agama di Kalimant an T imur Ahmad Mut hohar BAHAN AJAR BUDAYA NUSANTARA II PROGRAM DIPLOMA III KEUANGAN SPESIALISASI KEBENDAHARA… Yezico Shaefunnuha Yunior

Solidaritas Suku Padoe Luwu Timur Pada Upacara Adat Perkawinan NURULIA ALIFHAH RAMADHANI Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar ABSTRAK Suku Luwu adalah salah satu suku yang terdapat di Indonesia, tepatnya di kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Suku Luwu memiliki beberapa aturan dan tradisi-tradisi yang unik. Upacara Perkawinan Adat Padoe merupakan salah satu bentuk tradisi dari suku Luwu yang menonjolkan sifat solidaritas yang kuat antar anggota masyarakatnya atau biasa juga disebut dengan tradisi Relanggae. Dalam tradisi Relanggae terdapat bentuk saling tolong menolong untuk meringankan beban kepada keluarga yang ingin melakukan pernikahan. Kata Kunci: Tradisi; Suku Luwu; Suku Padoe; Relanggae; Pernikahan.

I. PENDAHULUAN Indonesia adalah sebuah negara perairan yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Tidak hanya sumber daya alamnya, kekayaan budaya yang sangat kental juga menghiasi negara Indonesia. Ada banyak suku yang tersebar diseluruh Indonesia, sukusuku tersebutlah yang menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang berlimpah serta beragam di Indonesia. Suku Luwu merupakan salah satu suku yang berada di Indonesia, terletak di kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Kabupaten Luwu dibagi menjadi tiga bagian yaitu, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, dan Kabupaten Luwu Utara. Suku Luwu menamai tempat tinggal mereka dengan nama Tana Luwu dan orang Luwu sendiri dinamakan To Luwu yang artinya orang luwu. Daerah Luwu merupakan daerah yang termasuk berpotensi untuk menghasilkan tanaman pangan. Tanaman seperti sayursayuran, buah-buahan, serta tanaman perkebunan dan lain-lain dapat dihasilkan di tanah Luwu. Sebagian besar orang di suku Luwu memeluk agama Islam sebesar 77 persen, dan sebagian lainnya adalah non muslim. Tetapi, hal yang menjadi pembeda ini tidak membuat orang-orang suku Luwu tidak mempunyai soidaritas antar anggotanya. Ada sebuah anak suku dari suku Luwu yang bernama suku Padoe. Di dalam suku Padoe tersebut ada tradisi yang sangat menonjolkan solidaritas antar anggotanya, tradisi itu disebut dengan tradisi Relanggae. Tradisi Relanggae merupakan sebuah tradisi dalam upacara perkawinan adat Padoe di suku Luwu. Di

dalam tradisi ini terdapat bentuk saling tolong menolong untuk meringankan beban salah satu keluarga yang ingin melakukan sebuah pernikahan. II. KAJIAN TEORI Salah satu seorang tokoh sosiologi kelahiran Prancis membahas sesuatu tentang apa yang menjadi pembeda antar masyarakat modern dan masyarakat tradisional dapat terintegrasi (Syukur, 2018). Tokoh tersebut adalah Emile Durkheim, dia membahas disalah satu karyanya The Division of Labour in Society (1893). Dalam karyanya, Durkheim mengemukakan bahwasanya sebuah masyarakat modern tidak bersatu atas dasar kesamaan dan kemiripan hal-hal yang mereka lakukan. Masyarakat modern dipersatukan oleh pembagian kerja yang bertambah besar dan didasarkan juga oleh tingginya tingkat saling ketergantungan (Setiawan, 2013: 261). Kesimpulan dari hasil karya Durkheim menjelaskan bahwa sebuah masyarakat yang tradisional atau masih primitif ini disatukan oleh rasa kekeluargaan yang masih kuat, bisa juga dikatakan masih mempunyai hubungan darah antar sesama anggota masyarakatnya. Sedangkan pada masyarakat modern yang pembagian kerja sudah sangat rumit, maka yang menyatukan mereka adalah sebuah hubungan saling (Syukur, 2018). Emile Durkheim membagi teorinya tentang solidaritas sosial kedalam dua jenis solidaritas, ini didasarkan oleh pengamatannya sendiri (Setiawan, 2013):

1. Solidaritas Mekanik Istilah solidaritas mekanik digunakan oleh Durkheim sebagai istilah untuk penganalisaan keseluruhan masyarakat. Solidaritas mekanik pada dasarnya dibentuk oleh kesadarankesadaran kolektif antar anggota masyarakatnya. Yang bersandar pada sebuah totalitas kepercayaan dan sentimen bersama yang rata-rata ada disetiap anggota masyarakat yang sama. Solidaritas mekanik adalah suatu kumpulan masyarakat yang anggotanya memiliki sifat-sifat yang sama, kepercayaan yang sama, serta menganut sistem tata norma kelakuan yang sama pula. Jadi, di dalam solidaritas mekanik ini sifat individualisme tidak dapat berkembang. Indikator yang paling menonjol dari solidaritas mekanik ini adalah ruang lingkup dan kerasnya nilai hukum yang bersifat menekan atau represif (Emile Durkheim, 1964). Adapun juga ciri penting dari solidaritas mekanik ini adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas dalam anggota masyarakat yang terlampau tinggi dalam sistem kepercayaan, sentimen, dan sebagainya. Homogenitas ini juga hanya mungkin jikalau pembagian kerja dari anggota masyarakat bersifat terlalu minim (Doyle Paul Johnson, 1991). 2. Solidaritas Organik Jika di dalam solidaritas mekanik yang menyatukan adalah rasa kekeluargaan dan tingkat homogenitas yang tinggi. Maka di dalam solidaritas organik yang menyatukan anggota masyarakatnya adalah sebuah rasa hubungan saling ketergantungan yang tinggi. Seiring berjalannya waktu rasa saling ketergantungan itu semakin bertambah dikarenakan juga oleh hasil bertambahnya spesialisasi dalam pembagian bidang pekerjaan. Hal ini juga dapat menimbulkan bertambahnya perbedaan diantara individu anggota masyarakat. Munculnya perbedaan disetiap individu masyarakat ini, menghancurkan kesadaran-kesadaran kolegtif disetiap diri anggota masyarakatnya. Durkheim juga mempertahankan pendapatnya tentang tanda-tanda kuatnya solidaritas organik adalah hukum yang

bersifat memulihkan serta memperbaiki (restitutif) dibanding bersifat represif. Tujuan hukum yang bersifat restitutif ini adalah upaya untuk mempertahankan pola saling ketergantungan yang kompleks antar anggota masyarakatnya. Dalam masyarakat solidaritas organik, pelanggaran yang terjadi biasanya hanya dilihat sebagai pelanggaran individu itu sendiri dibanding melawan sistem moral. III. PEMBAHASAN Suku Luwu adalah suku asal yang tinggal di kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Indonesia. Kabupaten Luwu sendiri terbagi menjadi tiga bagian yaitu: 1. Kabupaten Luwu yang berada ditengah-tengah Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Luwu Utara. Dibagian utaranya berbatasan dengan Tana Toraja, dibagian selatan berbatasan dengan kabupaten Sidrap dan Wajo, bagian timur berbatasan dengan teluk bone, dan bagian barat berbatasan dengan Tana Toraja dan Enrekang. 2. Kabupaten Luwu Utara, dibagian utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah, dibagian selatan berbatasan dengan Teluk Bone, dibagian timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur, dan bagian barat berbatasan dengan Tana Toraja dan Provinsi Sulawesi Barat. 3. Kabupaten Luwu Timur, dibagian utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah, dibagian selatan berbatasan dengan Teluk Bone, dibagian timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tenggara, dibagian barat berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara. Orang Luwu sendiri menyebut tempat tinggal mereka dengan sebutan Tana Luwu, dan mereka menyebut diri mereka sebagai To Luwu yang artinya adalah orang luwu, tetapi Luwu juga diambil dari kata Loo atau Lau yang artinya laut. Daerah Luwu juga merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk menghasilkan berbagai macam tanaman pangan. Tanaman seperti sayur-

sayuran, buah-buahan, serta tanaman perkebunan dan lain-lain dapat dihasilkan di tanah Luwu. Di dalam suku Luwu terdapat juga 12 anak suku-suku kecil, diantaranya adalah suku Padoe. Suku Padoe merupakan suku kecil yang bergabung dalam wilayah Luwu, yang tersebar didaerah Kabupaten Luwu Timur (Kawata, Malili, Mangkutana, Pakatan, Wasuponda, Wawondula, Tabarano, Lioka, Soroako, Karebe, dan lain-lain). Padoe sendiri memiliki arti orang jauh. Suku Padoe memiliki banyak aturanaturan adat dan tradisi-tradisi unik yang masih bisa dijumpai hingga masa kini. Hal itu tidak lepas dari semua peran masyarakat suku Padoe yang ingin melestarikan budayanya. Salah satu contoh tradisi adat dari suku Padoe yang tidak kunjung habis dimakan jaman adalah tradisi Relanggae atau biasa disebut dengan tradisi Lelenggae. Relanggae atau Lelenggae adalah sebuah tradisi adat pada upacara perkawinan di suku Padoe. Dalam tradisi ini, keluarga dari calon mempelai pria maupun wanita wajib datang untuk membantu. Tidak hanya dari pihak keluarga saja, masyarakat suku Padoe pun diwajibkan untuk membantu. Bentuk bantuan dari pihak keluarga dan masyarakat juga sangat bermacam-macam, mulai dari sumbangan dana kepada keluarga serta bantuan tenaga saat perkawinan akan dilangsungkan. Gejala ini sesuai dengan hasil temuan (Syukur, 2020) tentang tradisi massolo pada masyarakat Bugis. Tidak ada syarat khusus mengenai bantuan atau sumbangan yang diberikan kepada keluarga yang akan melangsungkan pernikahan, bantuan tersebut dikembalikan kepada kerelaan masing-masing penyumbang. Keluarga yang menerima bantuan dan sumbangan dari anggota-anggota masyarakat akan mencatat sumbangan tersebut. Jikalau ada masyarakat suku Padoe yang ingin melakukan lagi pernikahan maka mereka akan membuka catatan sumbangan yang diberikan. Balasan bantuan dan sumbangan pun tidak dipaksakan syarat dan jenisnya. Tetapi, biasanya balasan bantuannya pun tidak kurang dari apa yang telah diberikan sebelumnya, sekurang-kurangnya bentuk sumbangan tersebut sama dengan apa yang diberikan terlebih dahulu.

Hal tersebut tentu sudah jelas dapat dikatakan sebagai bentuk solidaritas sosial. Dalam upacara adat perkawinan di suku Padoe biasanya juga ditangani langsung oleh ketua adat Padoe atau disebut dengan Mahola. Bentuk tolong-menolong dalam tradisi Relanggae ini membentuk hubungan timbal balik antar masyarakatnya. Dimana masyarakat Padoe menyadari bahwa mereka tidak bisa hidup dengan sendirinya. Hubungan ini terus menerus dilakukan dimasyarakat Padoe, dari dulu hingga sekarang. Saat sebelum upacara adat perkawinan Padoe dilakukan biasanya telah terlihat bentuk solidaritas Relanggae ini. Para kaum laki-laki di suku Padoe akan membantu memotong bambu dan kayu bakar untuk memasak, sedangkan kaum wanita akan membantu memasak untuk makanan saat perkawinan berlangsung. Bentuk solidaritas Relanggae di suku Padoe ini sudah sangat jarang ditemukan di kota-kota besar. Biasanya orang di kota-kota besar hanya langsung memesan katering untuk pesta pernikahan mereka. Setelah membantu mempersiapkan untuk acara pernikahan, masyarakat suku Padoe pun makan bersama-sama, setiap orang yang membantu persiapan pernikahan berhak mendapatkan makanan dari keluarga yang dibantu. Biasanya juga saat masyarakat yang telah membantu ingin pulang maka keluarga akan memberikan bungkusan terimakasih. Ada beberapa aturan adat di suku Padoe saat seseorang ingin melangsungkan pernikahan, anatara lain adalah (Iriani, 2018): 1. Tidak bolehnya dilangsungkan pernikahan antar sepupu satu kali, jika telah terlanjur maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi adat berupa satu ekor kerbau. Kerbau ini akan dijadikan santapan bersama oleh anggota masyarakat suku Padoe. Hal tersebut bermaksud untuk membersihkan desa dari bahaya. 2. Jika adik perempuan terlebih dahulu menikah dibanding kakaknya, maka adiknya wajib memberikan satu lembar kain sarung untuk kakaknya. Hal tersebut bermaksud permohonan

izin karena telah mendahului sang kakak. 3. Jika seorang keturunan suku Padoe akan menikah dengan orang yang berbeda suku, maka adat yang dipakai adalah adat perempuan. 4. Jika kedua calon mempelai adalah keturunan suku Padoe dan saat menikah mereka mengenakan pakaian atau budaya dari luar, maka akan dikenakan sanksi adat berupa satu ekor sapi. Sama seperti masyarakat suku lainnya, suku Padoe juga mengenal istilah mas kawin dalam upacara adat pernikahannya. Mas kawin diberikan oleh pihak laki-laki untuk pihak perempuan dan dibungkus dengan kain putih. Hal ini melambangkan niat yang tulus dan ikhlas dalam kesucian hati. Tetapi, dalam adat masyarakat suku Padoe mas kawin tidak hanya diberikan kepada pihak wanita saja, orangtua mempelai wanita juga wajib mendapatkan mas kawin dari pihak laki-laki. Mas kawin tersebut akan dibungkus menjadi beberapa bungkusan. Adapun mas kawin dari suku Padoe, adalah sebagai berikut (Iriani, 2018): 1. Mas kawin untuk Ibu mempelai wanita terdiri dari, satu potong kain untuk rok, satu potong kain untuk baju, satu lembar handuk untuk bungkus kepala, dan satu lembar kain untuk pakaian tidur. Diberikannya mas kawin kepada ibu mempelai wanita bermaksud sebagai penghargaan karena telah melahirkan dan merawat hingga dewasa anak perempuannya. 2. Mas kawin untuk Bapak mempelai wanita terdiri dari, satu potong kain untuk celana, satu potong kain untuk baju, satu lembar handuk untuk bungkus kepala, dan satu lembar sarung untuk pakaian tidur. Hal ini bermaksud sebagai penghargaan terhadap sang bapak yang telah melindungi dan menjaga anak perempuannya hingga dewasa. Mas kawin untuk mempelai wanita terdiri dari, satu potong kain untuk rok, satu potong kain untuk baju, satu lembar handuk untuk

bungkus kepala, dan satu lembar kain sarung untuk pakaian tidur. Berdasarkan beberapa paparan pembahasan mengenai Tradisi Relanggae dalam upacara perkawinan adat suku Padoe di Luwu Timur ini sangat sesuai dengan salah satu teori dari Emile Durkheim yaitu solidaritas sosial. Emile Durkheim membagi dua solidaritas sosial tersebut dalam dua bentuk yaitu solidaritas sosial mekanik dan solidaritas sosial organik. Tradisi Relanggae ini berada pada bentuk solidaritas sosial mekanik dimana di dalam masyarakat suku Padoe hal yang berbentuk individualisme tidak berkembang disana. Kedekatan emosional antar masyarakatnya juga sangat kuat dan kental. Kebanyakan masyarakat dari suku Padoe masih berhubungan darah sesama anggota masyarakat sukunya. Sistem kepercayaan, noma-norma adat dan tata kelakuan pun juga sama. Kategori tersebut adalah ciri-ciri dari solidaritas sosial mekanik. Jadi, hal-hal dan beberapa contoh yang telah dipaparkan cukup jelas dan dapat memperkuat bahwa tradisi Relanggae dari suku Padoe Luwu Timur termasuk dalam soliadritas sosial mekanik menurut Emile Durkheim. Kesimpulan 1. Emile Durkheim membagi solidaritas sosial ke dalam dua bentuk, yaitu solidaritas sosial mekanik dan solidaritas sosial organik. 2. Tradisi Relanggae merupakan tradisi upacara perkawinan adat dari suku Padoe Luwu Timur yang di dalamnya terdapat bentuk saling tolongmenolong dan bentuk gotong-royong antar anggota masyarakatnya jika ingin melakukan sebuah pernikahan. Hal tersebut dimaksudkan agar keluarga yang ingin segera melakukan pernikahan dapat teringankan bebannya. 3. Berdasarkan dua bentuk solidaritas sosial dari Emile Durkheim, tradisi Relanggae pada suku Padoe Luwu Timur ini berada pada bentuk

solidaritas sosial mekanik. Dimana tradisi Relanggae ini sangat menekankan kepada saling tolong monelong dan bentuk gotong royong antar anggota masyarakatnya saat ingin melakukan pernikahan. Daftar Pustaka Buku Durkheim, Emile. (1964). The Division of Labour in Society, Translated by George Simpson. New York: Free Pres. Paul Johnson, Doyle. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern, di Indonesiakan oleh Robert M.Z. Lawang. Jakarta: PT.Gramedia. Syukur, M. (2018). Dasar-Dasar Teori Sosiologi. Depok: Rajawali Press. Syukur, M. (2020). Resiprositas dalam Daur Kehidupan Masyarakat Bugis. Jurnal Neo Societal; Vol, 5(2).

WEB Setiawan, Ramadhani. (2013). Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik. Jurnal Universitas Maritim Raja Ali Haji. Iriani. (2018) Solidaritas Relanggae Pada Upacara Perkawinan Adat Padoe. Jurnal BPNB Makassar....


Similar Free PDFs