Spermatogenesis dan Mekanisme Hormon pada Sistem Reproduksi Mamalia PDF

Title Spermatogenesis dan Mekanisme Hormon pada Sistem Reproduksi Mamalia
Course Veterinary Reproduction
Institution Universitas Gadjah Mada
Pages 8
File Size 381.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 439
Total Views 545

Summary

Learning Objectives 1. 2. 3. 4. Bagaimana proses pembentukan spermatozoa? Apa sajakah homon yang berperan dalam sistem genitalia maskulina? Bagaimana mekanisme ereksi dan ejakulasi? Apa sajakah parasit yang terlibat? Pembahasan 1. Rangkaian proses pembentukan spermatozoa disebut sebagai spermatogene...


Description

Learning Objectives 1. 2. 3. 4.

Bagaimana proses pembentukan spermatozoa? Apa sajakah homon yang berperan dalam sistem genitalia maskulina? Bagaimana mekanisme ereksi dan ejakulasi? Apa sajakah parasit yang terlibat?

Pembahasan 1. Rangkaian proses pembentukan spermatozoa disebut sebagai spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi pada tubulus seminiferus yang terdapat di dalam testis.. Spermatogenesis terbagi menjadi dua, yaitu spermatositogenesis dan spermiogenesis atau spermatoleosis. Spermatositogenesis adalah proses pembentukan spermatid yang berasal dari primordial germ cell. Spermiogenesis atau spermatoleosis adalah pembentukan spermatozoa dari spermatid. (Tortora, 2004) Spermatogenesis dimulai pada hari ke 65-75 perkembangan embrionik. Berawal dari perkembangan spermatogonia, yang mengandung kromosom diploid. Spermatogonia merupakan tipe stem sel; ketika mengalami mitosis, sebagian spermatogonia menunggu di dekat membran basal tubulus seminiferus dalam status belum mengalami diferensasi sebagai sel reservoir untuk pembagian sel selanjutnya dan produksi sperma berikutnya. Sisa spermatogonia lainnya akan lepas dari membrana basalis dan mengalami perubahan developmental melalui tight junction blood testis barrier, dan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer bersifat diploid sama dengan spermatogonia, sehingga memiliki 46 kromosom. (Tortora, 2004) Singkat setelah spermatosit primer terbentuk, tiap spermatosit primer tersebut akan mengalami replikasi DNA dan memulai meiosis. Pada meiosis I, pasangan kromosom homolog akan berbaris dalam lempeng metafase, dan terjadilah cross over. Kemudian, benang meiotik akan menarik (menduplikasi) salah satu kromosom dari tiap pasang ke kutub yang berlawanan dari sel yang terbagi. Dua sel yang terbentuk dari meiosis I disebut dengan spermatosit sekunder. Tiap spermatosit sekunder memiliki 23 kromosom, bersifat haploid (n). Tiap kromosom dalam spermatosit sekunder, tersusun atas dua kromatid (dua salinan DNA) yang masih saling menempel satu sama lain oleh sentromer. Tidak terjadi replikasi DNA pada spermatosit sekunder. (Tortora, 2004) Pada meiosis II, kromosom akan membentuk barisan tunggal sepanjang lempeng metafase, dan dua kromatid dari tiap kromosom akan terpisah. Empat sel haploid yang akan dihasilkan pada meiosis II disebut spermatid. Sehingga spermatosit primer tunggal akan menghasilan empat spermatid melalui meiosis I dan II. (Tortora, 2004) Selama sel spermatogenik mengalami proliferasi, mereka akan gagal menyelesaikan perpisahan sitoplasmik (sitokinesis). Sel-sel tersebut akan berada dalam hubungan tersebut melalui jembatan sitoplasmik. Perkembangan dengan tanda-tanda seperti ini hampir mirip dengan produksi sinkorinasi spermatozoa pada tubulus seminiferus. Hal ini juga yang merupakan penyelamat dari sebagian spermatozoa yang mengandung kromosom X dan yang sebagian mengandung kromosom Y. Kromosom X dalam jumlah besar dapat membawa gen yang dibutuhkan untuk spermatogenesis dibandingkan dengan kromosom Y dalam jumlah yang kurang. (Tortora, 2004)

Tahap akhir dari spermatogenesis yaitu spermiogenesis, perkembangan spermatid haploid menjadi spermatozoa. Tidak terjadi pembagian sel pada spermiogeneiss; tiap spermatid akan menjadi spermatozoa tunggal. Selama proses ini, spermatid yang berbentuk bulat akan memanjang membentuk spermatozoa yang ramping. Akrosom sebagai bagian atas dari nukleus, akan mengalami kondensasi dan pemanjangan, flagellum berkembang, dan mitokondria di dalamnya akan bermultiplikasi. Sel sertoli akan mengatur pelepasan spermatozoa ini. Akhirnya, spermatozoa akan dilepaskan melalui sel sertoli, kejadian ini disebut sebagai spermiasi. Spermatozoa akan memasuki lumen dari tubulus seminiferus. Cairan yang disekresikan sel Sertoli, androgen binding protein (ABP), akan mendorong sperma di sepanjang perjalanannya melalui ductus-ductus pada testes. Pada saat tersebut, spermatozoa masih belum bisa berenang. (Tortora, 2004). GAMBAR 1.1 dan GAMBAR 1.2 GAMBAR 1.1 Skematik spermatogenesis

“Sumber” : Tortora dan Derrickson. 2004 : 1089 Principle of Anatomy and Physiology

GAMBAR 1.2 Spermatogenesis pada tubulus seminiferus

“Sumber” : Tortora dan Derrickson. 2004 : 1087 Principle of Anatomy and Physiology Spermatoza, setiap hari ada sekitar 300 juta spermatozoa yang menyelesaikan proses spermatogenesis. Spermatozoa memiliki ukuran yang bervariasi. Bagian utama dari spermatozoa adalah kepala dan ekor. Bagian yang gepeng, datar, dan lebih lebar merupakan kepala spermatozoa yang mengandung 23 kromosom. Pada 2/3 anterior dari nukleus spermatozoa ditutupi oleh akrosom, bentukan gelembung seperti bentuk topi yang terisi dengan enzim-enzim yang dapat membantu spermatozoa untuk melakukan penetrasi terhadap oosit sekunder sehingga terjadilah fertilisasi. (Frandson, 2009). GAMBAR 1.3 dan GAMBAR 1.4 GAMBAR 1.3. Morfologi spermatozoa

GAMBAR 1.4. Variasi spermatozoa antarspesies

“Sumber” : Tortora dan Derrickson. 2004 : 1088 “Sumber” : Frandson, G.J. 2009 : 416 Anatomy and Physiology of Farm Animals Principle of Anatomy and Physiology

Enzim-enzim tersebut antara lain hyaluronidase dan protease. Ekor dari spermatozoa terbagi menjadi : leher, tengah, principal, dan akhir. Bagian leher ekor merupakan daerah konstriksi yang terletak di belakang dari kepala dan mengandung banyak sentriola. Sentriola akan membentuk mikrotubulus di sepanjang bagian ekor lainnya. Bagian tengah dari spermatozoa akan mengandung mitokondria yang tersusun spiral. Bagian tengah inilah yang akan menyediakan energi (ATP) untuk lokomosi spermatozoa menuju ke tempat fertilisasi dan untuk metabolisme spermatozoa. Bagian principal merupakan bagian ekor spermatozoa terpanjang, dan bagian akhir ekor merupakan bagian terminal. Ketika ejakulasi, sebagian besar spermatozoa tidak akan bertahan selama lebih dari 48 jam di dalam saluran reproduksi hewan betina. (Frandson, 2009) 2. Hormon-hormon yang berpengaruh pada testes Saat pubertas, sel neurosekretorik hipotalamus meningkatkan sekresi gonadotropinreleasing hormon (GnRH). Hormon ini kemudian akan menstimulus pituitari anterior untuk meningkatkan sekresinya berupa luteinizing hormon (LH) dan folicle-stimulating hormon (FSH). (Tortora, 2004) LH akan menstimulasi sel Leydig, yang terletak di antara tubulus seminiferus, untuk mensekresikan hormon testosteron. Hormon steroid ini disintesis dari kolestrol pada testes dan merupakan androgen principal. Sifatnya yaitu lemak terlarut akan berdifusi keluar dari sel Leydig menuju cairan interstisial kemudian menuju ke darah. Melalui negatif feedback, testosteron akan menekan sekresi dari LH oleh pituitari anterior dan menekan sekresi GnRH pada sel neurosekretorik hipotalamus. Pada beberapa sel target, seperti pada genitalia eksterna dan glandula prostat, suatu enzim 5 alpha-reductase akan mengkonversikan testosteron menjadi androgen lain yang disebut dengan dihidrotestosteron. (Tortora, 2004). GAMBAR 2.1 GAMBAR 2.1 Skematik kontrol hormonal pada kelamin jantan

“Sumber” : Tortora dan Derrickson. 2004 : 1089 Principle of Anatomy and Physiology

FSH berperan secara tidak langsung untuk menstimulasi spermatogenesis. FSH dan testosteron beperan secara sinergitas dalam sel Sertoli untuk menstimulasi sekresi dari androgen-binding protein (ABP) ke dalam lumen tubulus seminiferus dan ke dalam cairan interstisial di sekitar sel spermatogenik. ABP akan terikat dengan testosteron dan menjaga agar kadar testosteron tetap tinggi. Testosteron akan menstimulasi tahap akhir spermatogenesis dalam tubulus seminiferus. Ketika derajat spermatogenesis yang dibutuhkan untuk fungsi reproduktif jantan telah terpenuhi, sel Sertoli akan melepaskan inhibin, sebuah protein hormon yang dinamakan atas perannya dalam menghambat sekresi FSH oleh pituitari anterior. Jika spermatogenesis berjalan terlalu lambat, inhibin akan dilepaskan dalam jumlah yang sedikit, sehingga akan memungkinkan sekresi FSH dan peningkatan spermatogenesis. (Tortora, 2004) Testosteron dan dihidrotestosteron akan terikat pada reseptor androgen yang sama, yang ditemukan di dalam nukleus sel target. Reseptor hormon kompleks ini akan meregulasi ekspesi gen. Karena perubahan ini, androgen akan memproduksi beberapa efek, antara lain: a. Perkembangan prenatal. Sebelum lahir, testosteron menstimulasi tanda-tanda perkembangan sistem reproduksi jantan dan descendens testiculorum. Dihidrotestosteron menstimulasi perkembangan genitalia eksterna. Testosteron juga terkonversi di dalam otak menjadi estrogen (hormon feminim), yang memiliki peran dalam perkembangan beberapa regio tertentu di otak hewan jantan. b. Perkembangan karakteristik seksual jantan. Saat pubertas, testosteron dan dihidrotestosteron menyebabkan perkembangan perkembangan dan pelebaran organ genitalia jantan dan perkembangan karakteristik kelamin sekunder. Karakteristik kelamin sekunder ini dapat berupa pertumbuhan otot dan tulang sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan ukuran badan. c. Perkembangan fungsi seksual. Androgen akan berkontribusi pada kelakuan seksual dan spermatogenesis dan akan mengendaikan libido. Korteks adrenalin merupakan sumber utama androgen d. Stimulasi anabolisme. Androgen merupakan hormon anabolik yang menstimulasi sintesis protein. Pengaruh ini berupa penambahan massa otot dan tulang pada jantan (Tortora, 2004) Sistem feedback negatif akan meregulasi produksi dari testosteron (gambar) . Ketika konsentrasi testosteron dalam darah meningkat, akan menyebabkan pelepasan GnRH oleh sel pada hipotalamus. Sehingga, GnRH dalam jumlah sedikit akan menuju ke pituitari anterior, kemudian akan menstimulasi pelepasan LH dalam jumlah yang sedikit juga, sehingga konsentrasi LH dalam darah akan menurun. Dengan stimulasi LH yang kurang, sel Leydig pada testes akan mensekresikan testosteron dalam jumlah yang kecil pula, dan terjadilah hemoestasis. Ketika konsentrasi testosteron dalam darah menjadi rendah, GnRH yang dilepaskan oleh pituitari anterior kemudian menstimulasi sekresi LH. LH kemudian menstimulasi produksi testosteron pada testes. (Tortora, 2004). GAMBAR 2.2

GAMBAR 2.2 Mekanisme umpan balik negatif

“Sumber” : Tortora dan Derrickson. 2004 : 1089 Principle of Anatomy and Physiology

3. Mekanisme ereksi dan ejakulasi. Ereksi penis merupakan refleks neural yang disebabkan oleh stimulasi tactile tertentu pada penis, visual atau stimulus lingkungan (seperti betina estrus), atau merupakan hasil dari tingkah laku yang diajarkan. Contoh, ereksi dapat terjadi ketika kuda jantan di bawa ke dalam area kawin, meskipun kuda betina belum ada. Hal ini merupakan respon yang dipelajari. Ereksi penis membutuhkan suatu vasodilatasi pada pembuluh darah dalam penis, sehingga menyebabkan peningkatan volume darah yang mengalir pada penis. Nervus parasimpatik yang menstimulasi pembuluh darah dalam penis akan menyebabkan vasodilatasi. Nervus parasimpatik akan melepaskan acetylcholine, yang dapat menstimulasi sel endotelial yang membatas pembuluh darah untuk melepaskan nitric oxida. Nitric oksida berperan langsung vaskularisasi otot polos yang kemudian akan menyebabkan suatu vasodilatasi. Sebelum ejakulasi, spermatozoa akan bergerak dari tempat penyimpanannya dalam epididimis melalui ductus deferens menuju ke urethra. Perpindahan ini disebut emisi dan merupakan hasil dari kontraksi otot polos pada dinding tubulus. Di dalam urethra, sekret dari glandula accesoria akan tercampur dengan spermatozoa. Ejakulasi dari campuran ini (semen) melalui urethra bekerja sama dengan kontraksi dari epididimis, ductus deferens, dan tambahan kontraksi dari muskulus yang

mengelilingi urethra. Emisi dan ejakulasi merupakan refleks autonom yang merupakan pengaruh dari saraf simpatik dan parasimpatik. (Frandson, 2009) 4. Parasit pada sistem genitalia maskulina a. Tritrichomonas foetus Hospes : Sapi, kucing, babi Akibat : Radang pada glans penis, terdapat leleran mengandung nanah dari vagina, fertilisasi kurang baik (Baker, 2007) b. Oesophagostomum columbianum Hospes : Kambing Akibat : blackleg pada foetus (Baker, 2007) c. Tripanosoma equiperdum Hospes : Kuda (Levine, 1994) d. Klosiella equi (Levine, 1994) e. Stephanus dentatus (Levine, 1994) f. Capillaria plica (Levine, 1994) g. Dioctophyma renale (Levine, 1994)

DAFTAR PUSTAKA

Baker, D.G. 2007. Parasite of Laboratory Animals. USA , Blackwell Publishing Frandson, R.D., dkk. 1992. Anatomy and Physiology of Farm Animals. USA , John Willey and Sons Inc. Levine, N.D. Textbook of Veterinary Paasitology. USA , Burgess Publishing Company Tortora, G.J. 2004. Principles of Anatomy and Physiology. USA , John Willey and Sons Inc....


Similar Free PDFs