STRATEGI PEMBELAJARAN DRAMA YANG KREATIF DI SEKOLAH PDF

Title STRATEGI PEMBELAJARAN DRAMA YANG KREATIF DI SEKOLAH
Author Salsa Nur Rasyidah
Pages 5
File Size 99 KB
File Type PDF
Total Downloads 29
Total Views 95

Summary

STRATEGI PEMBELAJARAN DRAMA YANG KREATIF DI SEKOLAH Salsa Nur Rasyidah1), Reski2) 1,2) Fakultas Sastra, Universitas Muslim Indonesia Jalan Urip Sumoharjo Km 5, Makassar Email: [email protected] Abstrak: Perlu kita ketahui pembelajaran drama perlu diberikan di sekolah karena dengan adanya...


Description

STRATEGI PEMBELAJARAN DRAMA YANG KREATIF DI SEKOLAH Salsa Nur Rasyidah1), Reski2) Fakultas Sastra, Universitas Muslim Indonesia Jalan Urip Sumoharjo Km 5, Makassar Email: [email protected]

1,2)

Abstrak: Perlu kita ketahui pembelajaran drama perlu diberikan di sekolah karena dengan adanya pembelajaran drama tersebut dapat menggali dan menemukan nilai kognitif, nilai efektif, nilai sosial dan dapat mencerdaskan anak. Selain itu, pembelajaran drama juga dapat mengembangkan kreativitas anak melalui kegiatan menulis teks drama sehingga anak dapat mengajukan ide dan gagasan ke dalam tulisan yang berbentuk dialog. Pengajaran drama di sekolah sangat penting karena dengan bermain drama beberapa kemampuan siswa dapat dikembangkan seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan menghafal, dan kemampuan mengaktualisasikan diri ke dalam situasi yang dihadapi. Namun sayangnya, pembelajaran drama kurang diminati oleh anak karena menghayati naskah drama yang berwujud dialog cukup sulit dan harus tekun. Selain itu, guru dalam menyampaikan materi masih menggunakan metode yang monoton sehingga anak merasa bosan dan tidak tertarik untuk mengikuti pembelajaran drama. Untuk mencari upaya agar minat siswa terpacu dalam pembelajaran drama maka, dalam tulisan ini akan diuraikan salah satu model pembelajaran somatis auditori visual intelektual yang dapat meningkatkan kemampuan anak dalam memahami isi drama dan menulis teks drama anak. Strategi pembelajaran drama juga mutlak harus dikuasai pengajar agar subjek didik menjadi tertarik, menjadi penikmat sastra dalam bentuk drama dan bahkan mampu membuat naskah drama dan melakoni serta mampu menangani hal-hal yang berkaitan dengan seni drama itu sendiri. Kata kunci: Pembelajaran, drama, kreatif.

PENDAHULUAN Drama adalah karya sastra yang berupa percakapan antar tokoh yang terdapat di dalamnya. Meskipun ada yang menyebut bahwa drama adalah bagian dari prosa, tetapi tidak sedikit pula para ahli yang berpendapat bahwa drama adalah jenis sastra tersendiri (Amidong, 2016). Drama merupakan salah satu genre sastra yang juga diajarkan baik pada sekolah lanjutan maupun perguruan tinggi. Pengajaran drama di sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia, selama ini disinyalir masih kurang memuaskan. Berbagai persoalan yang mempengaruhi kondisi tersebut masih berkaitan dengan masalah lemahnya strategi pembelajaran. Padahal kita ketahui bahwa, pembelajaran drama, sebagaimana juga genre sastra lainnya tidak semata-mata bertujuan agar anak didik menjadi sastrawan atau

dramawan yang handal, melainkan lebih untuk memberi kemampuan mengapresiasi drama. Secara umum, terkait pembelajaran drama di sekolah banyak mengarah pada strategi pembelajaran di kelas, sementara penelitian terkait penerapan pembelajaran drama sehingga mampu dipentaskan secara lengkap sebagaimana teater dalam arti kesenian yang lebih luas dan kompleks masih sangat minim dilakukan oleh para peneliti. Hal yang terkait analisis pembelajaran sastra secara umum di lembaga pendidikan seperti sekolah selanjutnya dapat digambarkan sebagai sebuah usaha guna mendorong pelaksanaan pembelajaran sastra secara lebih komprehensif. Model pembelajaran sastra yang diterapkan di sekolah masih belum menyebutkan teater sekolah sebagai wadah pembelajaran drama

1

secara langsung, padahal teater sekolah keberadaannya jelas ada. Pengajaran drama di sekolah sangat penting karena dengan bermain drama beberapa kemampuan siswa dapat dikembangkan seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan menghafal, dan kemampuan mengaktualisasikan diri ke dalam situasi yang dihadapi. Selain itu dengan bermain drama beberapa sikap dapat ditumbuhkan, misalnya percaya diri, berani menghadapi orang banyak, bertanggung jawab terhadap tugas, dan memiliki jiwa artistik yang merupakan salah satu sendi kehidupan manusia. Pembelajaran masuk dalam kegiatan yang didalamnya terdapat peserta didik dan pendidik, dalam kegiatan tersebut siswa dituntut untuk dapat mengembangkan kreativitas baik berupa keterampilan, bakat atau pun yang berkaitan dengan imajinatif. Pembelajaran yang dilakukan dengan memanfaatkan alam, ruang serta memanfaatkan beberapa benda yang ada di lingkungan sekitar merupakan konsep pembelajaran yang kreatif. PEMBAHASAN Pembelajaran Kreatif Dalam pembelajaran sastra, tingkat pemahaman juga ditentukan oleh pemilihan teks yang akan dibaca. Hal ini demikian karena secara prinsipil teks yang dibaca harus dimiliki hubungan dengan kapasitas pembaca. Artinya keberhasilan pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman, juga ditentukan oleh kemampuan guru memilih teks yang akan digunakan sebagai materi ajar. Teks tersebut sebaiknya sesuai dengan usia dan minat pembelajar. Moody (dalam Tahuri, 2014) mengemukakan beberapa kriteria pemilihan teks karya sastra yang mengutamakan pertimbangan usia pembelajar, bahasa, psikologi dan latar belakang tema. Lebih jauh dijelaskan

bahwa, mengenai aspek bahasa, hal yang perlu dipertimbangkan adalah tingkat kesulitan bahasa dari teks dengan kapasitas pembelajar. Tingkat kesulitan tersebut terlihat pada penggunaan tata bahasa dan keberagaman kosa kata yang dipakai. Sementara aspek psikologi dikaitkan dengan minat dan antusiasme pembelajar terhadap teks. Aspek yang terakhir, latar belakang, merujuk pada pemilihan tema yang tidak terlalu asing atau yang telah dikenal oleh pembelajar. Menurut Kalida (2016) belajar merupakan proses persentuhan seseorang dengan kehidupan itu sendiri. Dari proses ini seseorang akan memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan. juga, seseorang akan mendapatkan kebijakan, yaitu suatu adonan yang serasi antara kecerdasan akal, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kebijakan, sangat berguna bagi seseorang untuk kelangsungan kehidupannya. Lebih lanjut, menurut Kalida (2016), ada delapan kecenderungan seseorang melakukan belajar, yaitu: a. Dorongan rasa ingin tahu yang kuat. Dorongan ini pada umumnya berasal dari dalam diri, kemudian muncul berbagai pertanyaan-pertanyaan. b. Adanya keinginan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai tuntutan. Kecenderungan ini merupakan dorongan yang muncul secara eksternal, mendorong seseorang melakukan belajar. c. Manusia memiliki berbagai kebutuhan yang harus terpenuhi, untuk memenuhi kebutuhan seseorang melakukan belajar. d. Menyempurnakan dari apa yang sudah dimiliki oleh seseorang. e. Seseorang membutuhkan kemampuan untuk bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan, seseorang kemudian belajar khusus untuk kepentingan sosialisasi dan beradaptasi. 2

f. Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri. g. Untuk meraih cita-cita, seseorang akan melakukan proses pembelajaran. h. Sebagian orang ada yang melakukan belajar hanya untuk mengisi dan memanfaatkan waktu luang. Untuk itu, menurut Mansyur (2019) setiap pengajar bahasa Indonesia senantiasa terus berupaya meningkatkan keberhasilannya dalam pembelajarannya, seperti melakukan inovasi-inovasi pembelajaran yang efektif, inovatif, aktif, kreatif, dan menyenangkan. Kreativitas sebagai sebuah bentuk pembelajaran, merupakan bagian vital dari pengembangan kognisi, yang dapat membantu menjelaskan dan menginterpretasikan konsep-konsep abstrak dengan melibatkan keterampilan keingintahuan. Juga kemampuan untuk menemukan, eksplorasi, pencarian kepastian dan antusiasme, yang semuanya merupakan kualitas-kualitas yang sangat besar yang terdapat pada anak. Aspekaspek ini dapat diperkuat dengan memberikan penguasaan teknis dan visi yang lebih luas kepada anak, sehingga kreativitas dapat menginformasikan berbagai pembelajaran lainnya. Hal ini bersesuaian dengan pendapat Russel-Bowie (dalam Amri & Damaianti, 2017) yang menyatakan bahwa guru perlu memberi siswa pengalaman belajar yang memberi pengaruh perubahan positif terhadap sikap, rasa percaya diri, dan pengetahuan siswa. Strategi Sekolah

Pembelajaran

Drama

di

Salah satu materi yang harus diajarkan guru kepada anak didiknya adalah materi sastra. Salah satu pembelajaran sastra yang perlu mendapatkan penanganan secara intensif adalah pembelajaran drama. Menurut Artajaya (2013) Drama merupakan imitasi dari kehidupan atau perilaku manusia yang dipentaskan dengan suatu

penampilan gerak, dialog, mimik, dan gesture yang dapat dinikmati dalam pementasan, khususnya pementasan drama memerlukan kerja kolektif, bahkan merupakan kolaborasi dengan seni lainnya. Paling tidak drama merupakan seni dua dimensi: seni bahasa (sastra) dan seni pertunjukan (teater). Oleh sebab itu, pembelajaran yang bersifat kooperatif tampaknya perlu ditekankan. Ciri pembelajaran kooperatif di ataranya (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilanketerampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Sumiyadi & Widia, 1995). Endraswara (dalam Muhammad, 2018) menyatakan bahwa pembelajaran drama, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: (1). Mempelajari teks drama, yang mengandalkan apresiasi dan interpretasi, (2). Pementasan drama sebagai sebuah skill yang menarik. Drama adalah cerita mengenai konflik dalam kehidupan manusia. Sebab itu tidak mengherankan apabila drama juga lazim disebut sebagai “seni konflik”. Drama merupakan pernyataan dari kemauan manusia dalam menghadapi tantangan atau oposisi dalam kehidupannya, pertentangan atau “clash” antar kecenderungan-kecenderungan manusia yang oposisional sifatnya. Dalam drama bisa saja pelaku, ciri lakuan, tempat, waktu, dan tema berbeda-beda. Tetapi semua itu senantiasa ada adalah konflik. Hal itu sesuai dengan kenyataan bahwa “lakon” berakar pada perjuangan manusia yang berkaitan dengan motif, kebutuhan, kecenderungan maupun harapan insan bernama manusia. Perjuangan inilah yang lebih lanjut mampu mengetengahkan 3

konflik dalam berbagai bentuk sehingga menjadi landasan pengembangan nilai dramatiknya (Ikchsan, dalam Muhammad, 2018). Kennedy (dalam Prasetyowati, 2019) menyebut kata drama berasal dari kata Yunani; dran, artinya melakukan sesuatu. Dari akar kata Yunani ini dapat dihimpun beberapa definisi, antara lain: “komposisi literer yang menyampaikan sebuah cerita, umumnya mengenai konflik kemanusiaan, dengan menggunakan dialog dan gerak sebagai alat, untuk dipertunjukkan oleh para aktor di atas pentas”. Selaras dengan pendapat Nuryanto (2014) istilah drama berasal dari Yunani (draomai) yang berarti “perbuatan, tindakan, atau aksi”. Drama sebagai salah satu genre sastra, memiliki kekhasan dibandingkan dengan genre lain yaitu puisi dan fiksi. Puisi dalam menyampaikan pesan melalui pemadatan makna dengan membatasi kata dan menyajikan kosakata pilihan yang imajinatif dan menghasilkan multimakna bagi pembacanya. Demikian pula fiksi baik yang pendek berupa cerita pendek dan yang cerita panjang berupa novel menyajikan narasi panjang untuk menggambarkan tokoh dan amanat yang akan disampaikannya (Suroso, 2015). Di dalam setiap pembelajaran, khususnya pembelajaran drama tentu memiliki tujuan yang hendak dicapai baik itu secara berkelompok maupun secara individu. Tujuan pembelajaran drama berkaitan dengan tujuan pembelajaran sastra. Dalam BSNP (Fahmi, 2017) menetapkan tujuan pembelajaran sastra mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai berikut. a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan social. e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Bentuk pembelajaran drama yang diterapkan pada teater sekolah, sangat tergantung upaya seluruh pihak di sekolah yang mengadakan/membentuk teater sekolah, terutama guru Bahasa dan Sastra Indonesia maupun guru Seni Budaya yang di dalam kedua mata pelajaran tersebut sama-sama memiliki bahan materi pembelajaran drama maupun teater dalam arti seni drama pentas. Karenanya, agar pembelajaran drama dapat dilaksanakan secara lengkap dan baik dari setiap ranah baik kognitif, afektif dan juga psikomotorik, pihak sekolah juga membutuhkan satu model terapan bahan pembelajaran drama yang dilaksanakan di teater sekolah mereka. Berhasil tidaknya suatu pembelajaran di sekolah, sangat bergantung pada potensi guru dalam melaksanakan tugasnya, itulah mengapa guru harus terus menerus mengembangkan potensi dan wawasan untuk memberikan inovasi-inovasi pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. PENUTUP Pembelajaran drama merupakan salah satu bagian pembelajaran sastra. Pembelajaran drama ini diharapkan dapat diberikan secara sempurna, yaitu sebagai karya sastra baca dan karya pentas. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran drama tidak boleh hanya disikapi sebagai karya 4

sastra yang fungsinya hanya sebagai bahan bacaan, tetapi sebagai sebuah karya yang nantinya akan dipentaskan. Aktivitas guru dan murid untuk menciptakan kegiatan yang berisi kegiatan memahami, menghayati dan memberikan tanggapan terhadap drama baik sebagai naskah maupun karya pentas secara reseptif, produktif maupun kreatif. Mempelajari drama tidak dapat sepenuhnya lepas dari pembelajaran sastra secara umum, sehingga sebelum mempelajari mengenai pembelajaran apresiasi drama, perlu adanya pengenalan terlebih dahulu mengenai pembelajaran apresiasi sastra. Untuk itu, diperlukan

suatu pengajaran drama di kelas oleh pengajar yang benar-benar memiliki kemampuan dalam mengajar drama. Mampu mengajar drama berarti, pembelajar memahami betul hakikat drama. Memahami apa itu drama, baik tradisional maupun modern, memahami manfaat drama serta tau bagaimana drama diajarkan. Pengajar diberi ruang dan waktu untuk mengembangkan kreativitas mereka dalam mengajarkan drama. Terkait dengan itu diperlukan juga berbagai sarana pendukung seperti media pengajaran yang berupa buku maupun berbagai peralatan dalam bermain dra

DAFTAR PUSTAKA Amidong, H. H. (2016). Penokohan dalam karya fiksi. Fakultas Sastra UMI, 2–3. Amri, U., & Damaianti, V. S. (2017). Pengaruh Penggunaan Teknik Bermain Drama Melalui Teater Tradisional Randai Berbasis Kepercayaan Diri Terhadap Kemampuan Apresiasi Drama. EduHumaniora | Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, 8(2), 186. https://doi.org/10.17509/eh.v8i2.5141 Artajaya, G. S. (2013). Pembelajaran Drama Dengan Menggunakan Pendekatan Konsektual Pada siswa Kelas XII 1A SMA Negeri 3 Singaraja. Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa Dan Seni, 1–15. Fahmi, R. F. (2017). Pembelajaran Naskah Drama Melalui Bedah Naskah. Jurnal Forum Didaktik, I(1), 33–40. Kalida, M. (2016). Model Pembelajaran Kreatif Dalam Meningkatkan Minat Membaca Anak Di Luar Sekolah. Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah Islam, 12(1), 1–14. https://doi.org/10.14421/hisbah.2015.121-05 Mansyur, U. (2019). Sikap Bahasa Mahasiswa dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Geram, 7(2), 71–77. https://doi.org/10.25299/geram.2019.vol7(2).4026 Muhammad. (2018). Pembelajaran Drama Pada Teater Sekolah SMA Negeri 10 Fajar Harapan Banda Aceh. Master Bahasa, 6(1), 37–49. Nuryanto, T. (2014). Mari Bermain Drama Kebahagiaan Sejati (Panduan Praktis Untuk Menjadi Aktor dan Aktris) (2nd ed.). CV. ELSI Pro. Prasetyowati, R. (2019). Keterampilan Membaca Karya Sastra Drama. Pengembangan Media Berbasis IT, 1(1), 1–15. https://osf.io/3qzyp Sumiyadi, & Widia, I. (1995). Apresiasi Drama Dan Pembelajarannya. Drama Dan Pembelajarannya, 1, 1–25. http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/1 97310062008012-IDA_WIDIA/apresiasi_drama_dan_pembelajarannya.pdf Suroso. (2015). Teori dan Praktik Pementasan Drama (1st ed., pp. 1–242). Penerbit Elmatera. Tahuri. (2014). Juliaans E. R. Marantika dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman Fkip Universitas Pattimura, Ambon. Marantika, Drama Dalam Pembelajaran, 11(2), 92–102. 5...


Similar Free PDFs