Struktur dan Stratigrafi Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan: Studi Pendahuluan Seismik 2D Structure and Stratigraphy of Spermonde Basin, South Sulawesi: Preliminary Study of 2D-Seismics PDF

Title Struktur dan Stratigrafi Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan: Studi Pendahuluan Seismik 2D Structure and Stratigraphy of Spermonde Basin, South Sulawesi: Preliminary Study of 2D-Seismics
Author Prima Andrea
Pages 10
File Size 850.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 307
Total Views 358

Summary

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 26 No. 2 Agustus 2011: 83-91 Struktur dan Stratigrafi Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan: Studi Pendahuluan Seismik 2D Structure and Stratigraphy of Spermonde Basin, South Sulawesi: Preliminary Study of 2D-Seismics R. Rahardiawan, T. Naibaho, dan L. Arifin Puslitban...


Description

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 26 No. 2 Agustus 2011: 83-91

Struktur dan Stratigrai Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan: Studi Pendahuluan Seismik 2D Structure and Stratigraphy of Spermonde Basin, South Sulawesi: Preliminary Study of 2D-Seismics R. Rahardiawan, T. Naibaho, dan L. Ariin Puslitbang Geologi Kelautan Jln. Dr. Djundjunan 236, Bandung-40174 SARI Tiga penampang seismik multi-channel 2D yang diperoleh dari Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan menunjukan adanya lima sekuen seismostratigrai, yaitu sekuen A, B, C, D, dan E yang masing-masing mungkin dapat disebandingkan dengan Batuan Alas, Formasi Toraja, Formasi Tonassa, Formasi Camba, dan Formasi Walanae. Hasil korelasi kesebandingan kelima sekuen seismik tersebut menunjukan sejarah perkembangan Cekungan Spermonde sejak jaman Eosen hingga Pliosen. Kata Kunci: seismik multi-channel 2D, struktur, stratigrai, Cekungan Spermode, Sulawesi Selatan ABSTACT Three multi-channel 2D seismic proiles obtained from the Spermonde Basin, South Sulawesi indicate ive seismostratigraphy sequences, those are sequence A, B, C, D, and E which each can be balanced with the Basement Rock, Toraja Formation, Tonassa Formation, Camba Formation, and Walanae Formation. Correlation balances of these ive seismic sequences indicate the historical development of the Spermonde Basin since Eocene through Pliocene. Keywords: multi-channel 2D seismic, strucrure, stratigraphy, Spermode Basin, South Sulawesi

PENDAHULUAN Survey geologi dan geoisika kelautan di Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan dilaksanakan dalam rangka pemetaan bersistem geologi kelautan yang dilakukan oleh Puslitbang Geologi Kelautan pada tahun 2010. Tujuan dari survey ini adalah untuk mengumpulkan dan memetakan aspekaspek geologi yang berhubungan dengan sumber daya alam khususnya mineral dan migas di daerah frontier. Secara geografis, Cekungan Spermonde terletak di Selat Makassar antara 5º00’00”7º00’00” LS dan 117º00’00” - 120º00’00” Naskah diterima: 10 Mei 2011, revisi terakhir: 08 Agustus 2011

BT (Gambar 1). Cekungan Spermonde pada umumnya terdapat pada kedalaman laut kurang dari 2000 m, namun di beberapa tempat mencapai kedalaman laut lebih dari 2300 m. Beberapa kelurusan berarah barat laut - tenggara tampak sejajar dengan sumbu cekungan tempat struktur inversi dan drag folds dapat pula dijumpai. Cekungan Spermonde pada awalnya merupakan bagian dari Sunda Land Margin (Kalimantan) yang kemudian terpisah karena pemekaran Selat Makassar pada jaman Eosen. Pembentukkan struktur geologi di Selat Makassar telah menyebabkan terbentuknya rangkaian cekungan sepanjang Selat Makassar. Peneli83

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 26 No. 2 Agustus 2011: 83-91

U

0

20

40

Selat Makas

ar

kilometer

5o00'

Makassar

5o00‘

Cekungan Spermonde

119o00'

120o00'

Gambar 1. Lokasi dan struktur geologi utama daerah Spermonde. Biru = sesar geser, Hijau = sesar naik, Jingga = sesar turun (Lemigas, 2007).

tian terdahulu membuktikan bahwa Cekungan Makassar Utara dan Makassar Selatan berpotensi akan hidrokarbon berupa gas. Pengetahuan tentang sejarah geologi daerah ini pada umumnya berdasarkan hasil deduksi data geologi darat dari kepulauan di sekitar Cekungan Spermonde (Sukamto, 1975a dan b; Kartoadiputra drr., 1982; Sukamto dan Simandjuntak, 1983; Silver drr., 1983b; Surono, 1989a; Simandjuntak, 1992; Pulunggono, 1993; Simandjuntak, 1996; Simandjuntak dan Barber, 1996; Surono, 1996a). Berdasarkan Peta Status Cekungan Lepas Pantai Indonesia (Dirjen Migas, 2003), Cekungan Spermonde masih belum dieksplorasi, dipelajari, dan didiskusikan secara terperinci bahkan boleh dikatakan masih belum dipahami secara utuh. Oleh sebab itu dirasa perlu untuk mempelajari aspek struktur, stratigrai, dan karakteristika pengendapan di cekungan ini dengan harapan memberikan arti bagi kepentingan ilmiah maupun eko84

nomi.Tulisan ini sendiri merupakan studi pendahuluan data seismik marin 2D hasil kegiatan survey Puslitbang Geologi Kelautan dengan menggunakan KR Geomarin III. Akuisisi frontier seismik marin 2D 48 channels dengan offset 100 - 687,5 m telah dilakukan untuk melihat potensi (dalam hal ini pola struktur dan stratigrai) Cekungan Spermonde. Line seismik marin 2D yang digunakan adalah line SPMD-21 panjang + 100 km berarah Barat-Timur, SPMD-10 panjang + 35 km berarah Utara-Selatan, dan line SPMD-19 panjang + 25 km berarah Barat-Timur. GEOLOGIREGIONAL Tjia dan Zakaria (1974) menyatakan bahwa Pulau Sulawesi secara tektonik merupakan daerah yang kompleks dan terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yang berkem-

Struktur dan Stratigrai Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan: Studi Pendahuluan Seismik 2D (R. Rahardiawan drr.)

bang sejak jaman Neogen, yakni Lempeng Australia bergerak ke utara, sementara Lempeng Eurasia bergerak ke arah tenggara dan Lempeng Pasiik bergerak ke arah barat. Berdasarkan pembentukan batuan dan perkembangan tektonik, Sulawesi dan sekitarnya dapat dibedakan ke dalam lima provinsi tektonik, yaitu: Busur Vulkanik Tersier Sulawesi Barat, Busur Vulkanik Kuarter Minahasa-Sangihe, Jalur Metamorf Kapur Sulawesi Tengah, Jalur Oiolit Kapur Sulawesi Timur beserta asosiasi sedimen pelagos, dan Fragmen Benua Mikro Paleozoikum Banda yang merupakan keratan dari Lempeng Benua Australia. Pada jaman Pliosen Akhir, pergerakan Lempeng Pasiik secara perlahan mendorong Sulawesi ke arah Benua Asia menyebabkan tertutupnya laut antara Sulawesi dan Kalimantan. Episode berikutnya adalah benturan antara Busur Sulawesi Barat dan bagian timur Busur Kalimantan menyebabkan terbentuknya obduksi ofiolit di Pegunungan Meratus serta deformasi kecil batuan sedimen di Cekungan Kalimantan Timur. Sesar Palu-Koro yang juga menyebabkan pensesaran Lengan Selatan Sulawesi menunjukan adanya pergerakan berarah timur dari Sulawesi. Busur tektonik bagian timur dari Pulau Sulawesi terdiri atas batuan plutonik dan vulkanik, fragmen oiolit serta batuan kompleks penunjaman. Di busur tektonik bagian barat, kompleks penunjaman berumur Kapur ditindih oleh batuan sedimen, yang bagian atasnya terdiri atas perlapisan paparan benua berumur Paleogen Atas, dan kemudian ditindih oleh batuan sedimen Neogen yang diintrusi oleh batuan granitik Neogen. Busur tektonik bagian timur tampaknya berumur lebih muda ke arah timur mendekati Miosen Akhir. Runtunan perlapisan batuan yang besar di busur tektonik bagian barat dan timur ditafsirkan berdasarkan magmatismenya yang bergerak ke arah timur sebagai

akibat dari adanya tektonik pemekaran. Pola tektonik yang tumpang tindih ini diduga menyebabkan terjadinya rifting Sulawesi dari Kalimantan. Stratigrai Cekungan Spermonde tersusun oleh endapan batuan sedimen Tersier yang diendapkan di atas batuan alas berumur Mesozoikum (Gambar 2). Menurut Kartaadiputra drr. (1982), batuan sedimen Tersier tertua adalah Formasi Toraja-Melawa yang diendapkan selama rifting. Bagian yang lebih bawah dari formasi batuan ini adalah seri basal yang tebal terutama di daerah tinggian. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Tonasa yang terdiri atas batuan sedimen klastika dan gamping berumur Oligosen yang diendapkan sejak dimulainya proses transgresi. Selama jaman Miosen Awal-Tengah, fase tektonik inversi terjadi yang diikuti oleh pengendapan serpih dan batupasir sisipan batugamping Formasi Camba. Fase regresi di cekungan ini terjadi pada jaman Miosen Akhir bersamaan dengan pengendapan batugamping dan serpih Formasi Walanae. Pada jaman Pliosen, aktivitas tektonik terjadi dan menyebabkan pelipatan dan pensesaran terhadap urutan formasi-formasi batuan sedimen. METODE Akuisisi seismik marin 2D (Gambar 3), menggunakan digital streamer tipe Sercel sepanjang 600 m, 48 channel system digital seismic, array airgun dengan power 270 cu in dengan iring rate 12.5 detik, atau mewakili interval peledakan setiap 25 m kapal berjalan pada kecepatan 4 knot, near offset 100 m, streamer depth 6 m dan gun depth 4 m. Dalam perekaman data menggunakan sampling rate 2 msec, record length 6 sec, gain 1600 mV yang dikombinasikan dengan post-NMO FK-Filtering sehingga diharapkan dapat memperbaiki penampil85

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 26 No. 2 Agustus 2011: 83-91

Pliosen

Awal

Miosen

Tengah Awal Akhir Awal

Tektonisme utama Pliosen Fase regresif sinorogenik Vulkanisme Busur Kepulauan Fase inversi Post-rift Transgresi marine

Eosen

Akhir Syn-rift

Tengah Awal Akhir Awal

Vulkanisme Busur Kepulauan Cekungan Laut dalam

Akhir

Paleosen

PALEOGEN

Akhir

PALEOZOIKUM /MESOZOIKUM

KAPUR

Litologi

Akhir

Oligosen

NEOGEN

Umur

Kegiatan Tektonik Regional

Pre-rift ?

Gambar 2. Tektonostratigrai Cekungan Spermonde (modiikasi Lemigas, 2007).

an internal relector dan resolusi lapisan sedimen bagian atas, serta memungkinkan pemerian terperinci terhadap objek geologi. Akuisisi seismik marin 2D diproses hingga migrasi post-stack, dilanjutkan dengan analisis konigurasi relektor seismik, dan 86

penafsiran seismik dengan batuan atribut untuk menentukan model bawah permukaan, serta beberapa analisis tambahan untuk membantu interpretasi. Tahapan dalam processing seismik releksi ini mencakup gambaran geometri shot point hydrophone sesungguhnya. Common mid-point gathers

Struktur dan Stratigrai Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan: Studi Pendahuluan Seismik 2D (R. Rahardiawan drr.) o

o

117 15” BT

117 o 30” BT

5 00” LS

117 00” BT

SPRM-014 o

118 00” BT

o

SPR118 15” BT M-0 13

o

118o 30” BT

o

o

118 45” BT

119 00” BT

119 15” BT

o

119 30” BT

o

119 45” BT

o

120 00” BT

9420000 mN

o

15

-0

M

R SP

9390000 mN

U

o

5 30” LS

o

5 15” LS

o

117 45” BT

SP

9360000 mN

8

5 45” LS

-01

RM

o

SP

6 30” LS

RM

-01 1

SPRM-005

SPRM-002

o

7 00” LS

SPRM-007

o

SPRM-001

SPRM-006

6 45” LS

o

SPRM-008

SPRM-004

9330000 mN

SPRM-020

Gb.6

9300000 mN

Gb.5

SPRM-021

9270000 mN

SPRM-019

9240000 mN

SP RM -0 1

SPRM-012

Gb.4

SPRM-010

6 15” LS

o

SPRM-016

6 00” LS

7

o

SPRM-009

510000 mE

540000 mE

570000 mE

600000 mE

630000 mE

660000 mE

690000 mE

720000 mE

750000 mE

780000 mE

810000 mE

Gambar 3. Peta Lokasi Lintasan Geoisika KR Geomarin III. (Tanda panah menunjukan lokasi Gambar 4, 5, dan 6 dalam text).

(CMP) digunakan untuk keperluan kontrol kualitas data dan untuk keperluan analisis awal. Selanjutnya dengan modul perangkat lunak Promax TM ditentukan parameterparameter pre-stack, termasuk di dalamnya adalah bad trace editing, band pass iltering, deconvolution, dan velocity analysis. Selanjutnya dapat dilanjutkan dengan mengurangi efek amplitude relector multiple dengan memanfaatkan FK-iltering setelah koreksi NMO (Normal Move-Out) untuk mengurangi energi jejak multiple terjauh (multiple-fartrace), melakukan pemadaman jejak terdekat (neartrace) untuk mengurangi energi jejak multiple tersebut, dan stacking untuk mengurangi sisa energi multiple. Poststacking meliputi penapisan ekstra (extra filtering) dan dapat dilanjutkan dengan fk-migration setelah data/trace dianggap cukup baik.

an) berdasarkan batas sekuen dan analisis sekuen (Vail drr., 1977). Stratigrai Cekung­ an Spermonde yang diperoleh dari sumur eksplorasi (Lemigas, 2007), digunakan dan disederhanakan pada korelasi kesebandingan dengan data seismik.Sistim navigasi selama survey adalah dengan menggunakan DGPS (Differential Global Positioning System) C-NAV dengan akurasi 0,1 m dan Compas Gyro Simrad GC-80. Marking waktu dan ixed point diplot di atas rekorder menggunakan alat Annotator.

Kerangka stratigrai dibagi ke dalam beberapa interval seismik (sekuen pengendap-

Horizon A, dicirikan oleh amplitudo kuat, dan terputus-putus akibat sesar-sesar. Domi-

HASIL DAN PEMBAHASAN Relektiitas seismik yang diberikan oleh setiap penampang (Gambar 4, 5 dan 6), memberikan lima batas horizon dengan ciri khas yang berbeda.

87

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 26 No. 2 Agustus 2011: 83-91

line 21 line trace

line 19 1 37

1 70

1 103

1 136

1 170

1 203

1 236

1 269

1 302

1 335

1 367

1 398

1 430

0

5 km -500

e d

-1000

c

-1500

b

-2000

a -2500

-3000

-3500

-4000

Gambar 4. Horizon SPMD­19. A­E = batas sekuen seismik, setelah migrasi post-stack.

line 10 line trace 0

1 33

1 65

1 97

1 129

1 161

1 193

1 225

1 257

1 288

1 320

-250

-750

e

-1000 -1250

d

c

-1500

-1750

-2250

b a

-2500

-2750 -3000 -3250

Gambar 5. Horizon SPMD­10. A­E = batas sekuen seismik, setelah migrasi post-stack.

88

1 384

5 km

-500

-2000

1 352

1 463

Struktur dan Stratigrai Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan: Studi Pendahuluan Seismik 2D (R. Rahardiawan drr.) line 1 trace 534

1 507

line 10

1 481

1 454

1 427

1 401

1 374

1 347

1 321

1 294

1 267

1 241

1 214

1 187

1 161

1 134

1 107

1 81

1 54

1 28

1 3

0

5 km -500

-1000

e c

d

-1500

-2000

-2500

-3000

b

a

-3500

-4000

Gambar 6. Horizon SPMD­21. A­E = batas sekuen seismik setelah migrasi post stack.

nasi tektonik pada horizon ini merupakan sesar turun dan terdapat beberapa sesar naik. Selain itu terdapat inverse drag-fold.

Horizon E, memiliki ciri releksi paralel dan menerus, amplitudo sedang dan tebal. Batas atas merupakan sealoor surface.

Horizon B, tidak memberikan refleksi sehingga sulit untuk di tarik garis perlapisannya kecuali pada batas horizon yang dicirikan dengan adanya erosional truncation dengan sekuen C pada Line SPMD-10. Daerah penebalan horizon terjadi pada daerah cekungan dan terlihat efek pemancungan akibat erosi (erosional truncation), sedangkan pada daerah tinggian terlihat lapisan menipis dan horizon hilang.

Sementara itu, hasil analisis sekuen seismik memperlihatkan bahwa Cekungan Spermonde dapat dibedakan atas 5 sekuen pengendapan, yaitu:

Horizon C, memiliki batas yang dicirikan oleh onlap dan downlap dengan Horizon D. Horizon ini dicirikan oleh amplitudo kuat, perlapisan menebal pada daerah ketinggian dengan relektor dunes yang mencirikan batuan karbonat. Horizon D, batas horizon dicirikan dengan adanya toplap erosional dengan Horizon E. Horizon ini dicirikan oleh amplitudo lemah, relektor putus tersesarkan, dan perlapisan paralel.

Sekuen A, sebagai facies alas (basement) yang dijumpai di Cekungan Spermonde. Sekuen ini dicirikan oleh relektor kuat, amplitudo tinggi dan relektiitas di bawahnya hilang. Dominasi sesar normal menjelaskan bahwa sekuen ini mengalami tektonik ekstensional dan membentuk cekungan. Kenampakkan ini memberikan bukti bahwa Selat Makassar mengalami gaya ekstensional. Sekuen B, memberikan ciri-ciri tidak memberikan releksi dan amplitudo rendah. Lapisan non­relektor merupakan ciri­ciri lapisan serpih dan batupasir homogen. Berdasarkan data geologi, sekuen ini setara dengan Formasi Toraja yang merupakan batuan sedimen Tersier tertua dan didominasi oleh serpih dan batupasir lempungan. 89

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 26 No. 2 Agustus 2011: 83-91

Sekuen C, memberikan ciri reflektifitas paralel dan amplitudo kuat. Berdasarkan data geologi, sekuen ini setara dengan Formasi Tonasa yang diendapkan di atas Formasi Toraja, dengan dominasi batugamping dan sedimen klastik batulempung. Pada daerah ketinggian terdapat perlapisan chaotic yang menebal. Selain itu juga ditemukan fitur onlap dengan kemiringan yang cukup besar. Respon ini merupakan ciri-ciri dari carbonate buld-up. Akan tetapi batuan karbonat hanya akan tumbuh pada lingkungan yang dangkal, hangat, dan bersih, sedangkan batuan di bawahnya didominasi oleh serpih yang merupakan ciri lingkungan pengendapan kotor. Hal ini mungkin saja terjadi karena di saat bersamaan dengan aktiitas Sesar Palu­ Kuro mulai bergerak dan mengakibatkan adanya pengangkatan pada cekungan yang berbatasan dengan Doang Platform. Sekuen D, dicirikan oleh relektiitas paralel putus-putus akibat sesar-sesar kecil, amplitudo sedang. Berdasarkan data geologi, sekuen ini setara dengan Formasi Camba yang diendapkan di atas Formasi Tonasa, dan tersusun atas serpih, batupasir, dan sisipan batugamping. Dijumpai adanya batas onlap dengan dip besar pada daerah tinggian. Sekuen E, dicirikan oleh amplitudo kuat dan besar, batas bidang bawah merupakan batas erosi, dicirikan dengan adanya toplap.

Berdasarkan data geologi, sekuen ini setara dengan Formasi Walanae dan berupa serpih serta batu gamping, merupakan batuan sedimen muda yang belum terkompaksi dengan baik. KESIMPULAN Hasil analisis pendahuluan terhadap data seismik marin 2D memperlihatkan bahwa Cekungan Spermonde merupakan cekungan graben dan halfgraben pada batuan alas akibat sesar-sesar yang terbentuk pada saat Selat Makassar mengalami fase ekstensional. Sementara itu itur carbonate build-up dijumpai di bagian barat cekungan dengan kecepatan gelombang mencapai 2900 m/s. Berdasarkan analisis struktur terlihat terjadinya gaya tektonik kompresi yang mengangkat cekungan bagian barat (setelah Sekuen B diendapkan) yang menyebabkan terbentuknya carbonate build-up tersebut pada batas cekungan. Pemodelan terhadap kecepatan pengendapan juga memberikan respon kecepatan tinggi pada tubuh karbonat (carbonate body). Sementara respon seismik seperti amplitudo tinggi, lapisan chaotic dan onlap dengan kemiringan besar, serta model kecepatan gelombang dengan di dukung pengamatan struktur memperlihatkan adanya carbonate buld-up sepanjang batas cekungan bagian utara.

Tabel 1. Kesetaraan Sekuen A­E dengan Formasi Stratigrai Cekungan Spermonde (Rahardiawan dkk., 2010) Fasies

Formasi

E

-

90

D

Sedimen laut muda/ Formasi Walanae

C

Formasi Camba


Similar Free PDFs