Studi Kasus Pembangunan Jembatan Bahteramas dalam Pengembangan Wilayah.pdf PDF

Title Studi Kasus Pembangunan Jembatan Bahteramas dalam Pengembangan Wilayah.pdf
Author Ira Muhsin
Pages 21
File Size 1 MB
File Type PDF
Total Downloads 475
Total Views 906

Summary

TUGAS KEBUTUHAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI KASUS : PEMBANGUNAN JEMBATAN BAHTERAMAS KOTA KENDARI SULAWESI TENGGARA) MATA KULIAH : SISTEM WILAYAH, LINGKUNGAN DAN HUKUM PERTANAHAN DOSEN : Dr. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Oleh : Nama : THAHIRAH MUHSIN NRP : 3115207811 P...


Description

TUGAS

KEBUTUHAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI KASUS : PEMBANGUNAN JEMBATAN BAHTERAMAS KOTA KENDARI SULAWESI TENGGARA)

MATA KULIAH

: SISTEM WILAYAH, LINGKUNGAN DAN HUKUM PERTANAHAN

DOSEN

: Dr. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg

Oleh : Nama

:

THAHIRAH MUHSIN

NRP

:

3115207811

PROGRAM PASCA SARJANA (S2) BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN ASET INFRASTRUKTUR JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2016

DAFTAR ISI Bab I Pendahuluan ............................................................................................................. 1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1.3. Tujuan ..................................................................................................................... Bab II Tinjauan Pustaka ...................................................................................................... 2.1. Konsep Pembangunan Wilayah .............................................................................. 2.2. Konsep Pembangunan ............................................................................................ 2.2.1. Pembangunan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat .................................. 2.2.2. Dampak Kebijakan .......................................................................................... 2.2.3. Evaluasi Kebijakan .......................................................................................... Bab III Pembahasan ............................................................................................................ 3.1. Metode Penyusunan Makalah ............................................................................ 3.2. Gambaran Umum Wilayah Kota Kendari ............................................................ 3.2.1. Aspek Geografi dan Demografi .................................................................... 3.2.2 Potensi Ekonomi dan Prospek Investasi ......................................................... 3.3. Hasil dan Pembahasan ....................................................................................... 3.3.1. Pembangunan Jembatan Bahteramas ......................................................... 3.3.2. Dampak Pembangunan Jembatan Bahteramas ............................................ Bab IV Penutup ............................................................................................................ 4.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 4.2. Saran .................................................................................................................

Hal 3 3 4 4 5 5 7 8 9 10 11 11 11 11 13 15 15 17 20 20 20

SISTEM WILAYAH, LINGKUNGAN DAN HUKUM PERTANAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia dewasa ini dicirikan oleh terbatasnya ketersediaan dan daya tampung lahan untuk pembangunan yang diakibatkan oleh pertumbuhan dan distribusi penduduk. Disamping semakin meningkatnya kegiatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat kota yang tercermin dalam bentuk perluasan ruang kota meningkat pula. Untuk itu, ketersediaan dan daya tampung lahan serta jumlah dan distribusi penduduk kota menjadi aspek-aspek yang sangat penting dan mutlak untuk diperhatikan dalam perencanaan dan pengembangan kota. Kota dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini sangat penting sebab wilayah perkotaan mempunyai fungsi yang dominan dalam kehidupan masyarakat. Pentingnya kota karena merupakan wadah konsentrasi permukiman penduduk serta berbagai kegiatan ekonomi dan sosial karena kota merupakan pintu gerbang masuknya segala pengaruh dan kemajuan yang berasal dari luar seperti ilmu pengetahuan, teknologi dan sebagainya. Perkembangan penduduk perkotaan yang cukup pesat diikuti oleh perkembangan jenis dan intensitas kegiatan dengan segala fasilitasnya juga berpengaruh dalam merubah wujud fisik kota dengan cepat. Demikian pula dengan tuntutan kegiatan dan pengadaan prasarana dan fasilitas wilayah yang melampaui daya dukung lahan serta tidak menghiraukan kesesuaian lahannya, maka timbul problem lingkungan. Permasalahan seperti ini akan terus berlangsung sedikit demi sedikit dan suatu saat akan sulit atau mahal untuk diselesaikan akibat keterlambatan dalam pengendaliannya. Permasalahan lain yang sering terjadi di perkotaan adalah sering terjadinya alih fungsi lahan yang tidak terkendali dengan peruntukan fasilitas perkotaan seperti permukiman, perkantoran, dan lainlainnya. permasalahan alih fungsi yang tidak terkendali ini akan menimbulkan berbagai ragam persoalan perkotaan seperti, tidak jelasnya struktur dan pola pemanfaatan ruang kota, kesenjangan fungsi inter dan antar kawasan, kesembrautan aktifitas Begitu halnya yang terjadi pada Provinsi Sulawesi Tenggara. Berbagai infrastruktur telah dibangun dan akan terus dibangun sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pengembangan wilayah berdasarkan koridor RTRW 2014-2034 yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mengembangkan kemajuan perekonomian Sulawesi Tenggara, pemerintah provinsi telah merancang 6 mega proyek yang akan dibangun di sejumlah daerah yang ada di Sulawesi Tenggara, yaitu: 1. Pembangunan Bendungan Ladongi, Kolaka Timur (Koltim) yang akan dikerjakan mulai tahun 2016 hingga 2020 dengan menelan anggaran sebesar 907 milliar. Bendungan Ladongi nantinya akan mengairi lahan persawahan sekitar 1.390 hektar. Selain itu pontensi listrik hingga 1,5 megawatt dapat dihasilkan dari kekuatan air yang mencapai 120 liter perdetik. 2. Pembangunan gedung Bank Sultra. Gedung ini akan dibangun setinggi 14 lantai yang akan menelan biaya sekitar 140 milliar dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas Bank Sultra Studi Kasus : Pembangunan Jembatan Bahteramas Kota Kendari

3

SISTEM WILAYAH, LINGKUNGAN DAN HUKUM PERTANAHAN

sebagai bank daerah yang nantinya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi di Sultra serta sebagai salah satu agenda pemanfaatan aset provinsi. 3. Pembangunan PLTU di Moramo, Konawe Selatan (Konsel) yang rencananya akan dilaksanakan ground breaking pada tanggal 8 September 2016 mendatang. 4. Pembangunan Kendari Golden Trade Center yang berada di eks RSUD Provinsi dengan menelan anggaran sekitar 500 milliar sebagai agenda pemanfaatan aset provinsi. 5. Pembangunan Sarana Olahraga Terpadu di Nanga-Nanga, Andounohu dengan menelan anggaran sekitar 100 milliar yang merupakan kerjasama pemprov Sultra dengan sejumlah BUMN diantaranya PT. Antam. 6. Pembangunan Kendari Newport, yang merupakan agenda bersama dengan pemeritah kota (Pemkot) Kendari untuk mengembangkan kawasan Teluk Kendari dan Bungku Toko yang akan menjadi sebuah akses baru untuk menunjuang dan merangsang pertumbuhan ekonomi baru di Sultra dengan menelan anggaran sekitar 800 milliar. Selain keenam mega proyek tersebut, salah satu mega proyek yang telah mulai dilaksanakan dalam mewujudkan pengembangan kota Kendari sebagai pusat kegiatan di Sulawesi Tenggara adalah pembangunan Jembatan Bahteramas yang saat ini telah sampai pada tahap Ground Breaking. Jembatan Bahteramas ini direncanakan akan melintasi Teluk Kendari, tepatnya dari Kota Lama Kendari melintasi Teluk Kendari ke Kelurahan Lapulu, Kecamatan Abeli. Selain akan menunjang infrastruktur Kota Kendari yang akan semakin maju dan berkembang, jembatan ini diharapkan bisa jadi icon baru di Kota Kendari.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang rencana pembangunan beberapa mega proyek di Sulawesi Tenggara tersebut, maka dibatasi untuk rumusan masalah pada makalah ini adalah : Bagaimana pembangunan infrastruktur Jembatan Bahteramas dalam upaya pengembangan wilayah Kota Kendari. 1.3. Tujuan Untuk mengetahui bagaimana dampak atau pengaruh yang akan ditimbulkan oleh pembangunan infrastruktur Jembatan Bahtermas dalam upaya pengembangan wilayah Kota Kendari.

Studi Kasus : Pembangunan Jembatan Bahteramas Kota Kendari

4

SISTEM WILAYAH, LINGKUNGAN DAN HUKUM PERTANAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengembangan Wilayah Untuk menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat maka dibutuhkan prasarana dan sarana transportasi yang memadai.Terciptanya suatu sistem transportasi yang lancar, aman, cepat, murah, nyaman, dan tidak merusak lingkungan merupakan tujuan pembangunan.Transportasi merupakan salah satu aspek yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah.Oleh karena itu ketersediaan sistem transportasi merupakan salah satu faktor utama meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah. Manheim (1979) mengemukakan bahwa sistem transportasi wilayah mempunyai hubungan yang erat dengan sistem sosial ekonomi, dimana sistem transportasi akan selalu mempengaruhi pertumbuhan dan perubahan sistem ekonominya. Keberhasilan pembangunan jaringan transportasi akan merangsang peningkatan pertumbuhan ekonomi yang mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya di pedesaan sehingga akan mempercepat pengembangan suatu wilayah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan peranan sektor transportasi dalam menunjang pencapaian sasaran pembangunan dan hasilnya. Karena itu antara fungsi sektor transportasi dan pembangunan ekonomi mempunyai hubungan timbal balik (Tamin, 2000). Pengembangan wilayah mulai dikembangkan pada sekitar tahun 1980-an oleh para Geografiwan Eropa, terutama dari Nederland, dengan kerjasam antar universitas di Eropa. Hasilnya adalah lahirnya program studi baru bernama Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah. Sebelum berdiri menjadi disiplin tersendiri yang memadukan Ilmu Geografi dengan Ilmu Perencanaan Wilayah, proyek ini dikenal dengan nama Rural and Regional Development Planning (RRDP). Pada tahun 1950-an, gerakan Ilmu Wilayah muncul, dipimpin oleh Walter Isard untuk menghasilkan lebih banyak dasar kuantitatif dan analitis pada masalah geografi, sebagai tanggapan atas pendekatan kualitatif pada program geografi tradisional. Ilmu wilayah berisi pengetahuan bagaimana dimensi keruangan menjadi peran penting, seperti ekonomi regional, pengelolaan sumber daya, teori lokasi, perencanaan kota dan wilayah, transportasi dan komunikasi, geografi manusia, persebaran populasi, ekologi muka bumi dan kualitas lingkungan. Geografi ada karena adanya perbedaan keruangan antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Geografi menjelaskan bagaimana bentuk dan lapisan muka bumi, bisa berbentuk sedemikian rupa secara sistematis. Juga berkaitan dengan kegiatan manusia di muka bumi yang berbeda-beda tersebut. Perbedaan Geografi dengan ilmu-limu lainnya seperti Pertanian, Geologi, dan lainnya adalah dari pendekatan teorinya. Konsep pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Untuk itu pengertian wilayah menjadi penting dalam pembahasan ini. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47/1997 yang dimaksudkan dengan wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional tertentu. Studi Kasus : Pembangunan Jembatan Bahteramas Kota Kendari

5

SISTEM WILAYAH, LINGKUNGAN DAN HUKUM PERTANAHAN

Jadi pengembangan wilayah merupakan usaha memberdayakan pihak terkait (stakeholders) di suatu wilayah dalam memanfaatkan sumberdaya dengan teknologi untuk memberi nilai tambah (added value) atas apa yang dimiliki oleh wilayah administratif/wilayah fungsional dalam rangka meningkatkan kualitas hidup rakyat di wilayah tersebut. Dengan demikian dalam jangka panjangnya pengembangan wilayah mempunyai target untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Cara mencapainya bersandar pada kemampuan sumberdaya manusia dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan daya tampungnya serta kemampuan memanfaatkan peralatan pendukung (instrument) yang ada. Dengan target tersebut dirancang skenario-skenario tertentu agar kekurangan-kekurangan yang dihadapi dapat diupayakan melalui pemanfaatan sumberdaya. Apabila konsep tersebut diterapkan di Indonesia, masih muncul persoalan berupa kekurangan teknologi untuk mengolah sumberdaya yang ketersediaannya cukup melimpah. Kajian pengembangan wilayah di Indonesia selama ini selalu didekati dari aspek sektoral dan aspek spasial. Pada kajian aspek sektoral lebih menyatakan ukuran dari aktivitas masyarakat suatu wilayah dalam mengelola sumberdaya alam yang dimilikinya. Sementara itu, kajian aspek spasial/keruangan lebih menunjukkan arah dari kegiatan sektoral atau dimana lokasi serta dimana sebaiknya lokasi kegiatan sektoral tersebut. Pada aspek inilah Sistem Informasi Geografi (SIG) mempunyai peran yang cukup strategis, dikarenakan SIG mampu menyajikan aspek keruangan/spasial dari fenomena/fakta yang dikaji (Susilo, K., 2000). Pendekatan yang mengacu pada aspek sektoral dan spasial tersebut mendorong lahirnya konsep pengembangan wilayah yang harus mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ruang sesuai daya dukung, mampu memberi kesempatan kepada sektor untuk berkembang tanpa konflik dan mampu meningkatkan kesejahteraan secara merata. Konsep tersebut digolongkan dalam konsep pengembangan wilayah yang didasarkan pada penataan ruang. Dalam kaitan itu terdapat 3 (tiga) kelompok konsep pengembangan wilayah yaitu: konsep pusat pertumbuhan, konsep integrasi fungsional, dan konsep pendekatan desentralisasi (Alkadri et all, Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah, 1999). Konsep pusat pertumbuhan menekankan pada perlunya melakukan investasi secara besar-besaran pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah mempunyai infrastruktur yang baik. Pengembangan wilayah di sekitar pusat pertumbuhan diharapkan melalui proses/mekanisme tetesan ke bawah (trickle down effect). Penerapan konsep ini di Indonesia sampai dengan tahun 2000 telah melahirkan adanya 111 kawasan andalan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Konsep integrasi fungsional mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja diantara berbagai pusat pertumbuhan karena adanya fungsi yang komplementer. Konsep ini menempatkan suatu kota/ wilayah mempunyai hirarki sebagai pusat pelayanan relatif terhadap kota/wilayah yang lain. Sedangkan konsep desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah tidak terjadinya aliran keluar dari sumberdana dan sumberdaya manusia. Pendekatan tersebut mempunyai berbagai kelemahan. Dari kondisi ini munculah beberapa konsep untuk menanggapi kelemahan tersebut. Konsep tersebut antara lain ‘people center approach’ yang menekankan pada pembangunan sumberdaya manusia, ‘natural resourcesbased development’ yang menekankan sumberdaya alam sebagai modal pembangunan, serta ‘technology based development’ yang melihat teknologi sebagai kunci dari keberhasilan pembangunan wilayah. Kenyataan menunjukkan bahwa aplikasi konsep tersebut kurang berhasil dalam membawa kesejahteraan rakyat. Studi Kasus : Pembangunan Jembatan Bahteramas Kota Kendari

6

SISTEM WILAYAH, LINGKUNGAN DAN HUKUM PERTANAHAN

Fenomena persaingan antar wilayah, tren perdagangan global yang sering memaksa penerapan sistem ‘outsourcing’, kemajuan teknologi yang telah merubah dunia menjadi lebih dinamis, perubahan mendasar dalam sistem kemasyarakatan seperti demokratisasi, otonomi, keterbukaan dan meningkatnya kreatifitas masyarakat telah mendorong perubahan paradigma dalam pengembangan wilayah. Dengan semakin kompleksnya masalah tersebut dapat dibayangkan akan sangat sulit untuk mengelola pembangunan secara terpusat, seperti pada konsep-konsep yang dijelaskan sebelumnya. Pilihan yang tepat adalah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengelola pembangunan di wilayahnya sendiri (otonomi). Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan komparatif (comparative advantage) berupa kekayaan alam berlimpah, upah murah atau yang dikenal dengan ‘bubble economics’, sudah usang karena terbukti tak tahan terhadap gelombang krisis. Walaupun teori keunggulan komparatif tersebut telah bermetamorfose dari hanya memperhitungkan faktor produksi menjadi berkembangnya kebijaksanaan pemerintah dalam bidang fiskal dan moneter, ternyata daya saing tidak lagi terletak pada faktor tersebut (Alkadri et.al. (1999). Kenyataan menunjukkan bahwa daya saing dapat pula diperoleh dari kemampuan untuk melakukan perbaikan dan inovasi secara terus menerus. Menurut Porter (Tiga Pilar pengembangan Wilayah, 1990) keunggulan komparatif telah dikalahkan oleh kemajuan teknologi. Namun demikian setiap wilayah masih mempunyai faktor keunggulan khusus yang bukan didasarkan pada biaya produksi yang murah saja, tetapi lebih dari itu yaitu adanya inovasi untuk pembaharuan. Suatu wilayah dapat meraih keunggulan daya saing melalui 4 (empat) hal yaitu keunggulan faktor produksi, keunggulan inovasi, kesejahteraan masyarakat, dan besarnya investasi. Apabila dicermati maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser pada upaya yang mengandalkan 3 (tiga) pilar, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Ketiga pilar tersebut merupakan elemen internal wilayah yang saling terkait dan berinteraksi membentuk satu sistem. Hasil interaksi elemen tersebut mencerminkan kinerja dari suatu wilayah, yang akan berbeda antar wilayah, sehingga mendorong terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan terjadi persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat jaringan keruangan (spatial network) dari wilayah-wilayah lain secara nasional. Namun pendekatan ini mempunyai kelemahan yang antara lain apabila salah di dalam mengelola jaringan keruangan tadi tidak mustahil menjadi awal dari proses disintegrasi. Untuk itu harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan yang bisa mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola oleh pemerintah pusat. Konsep pareto ini diharapkan mampu memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan penerapan insentifinsentif kepada wilayah yang kurang berkembang.

2.2. KONSEP PEMBANGUNAN Konsep pembangunan dapat digambarkan salah satunya melalui model pertumbuhan. Model pertumbuhan yang diungkapkan oleh Rostow merupakan “suatu konsep yang memandang pembangunan dari sudut ekonomi dan sosial. Kenaikan pendapatan per-kapita penduduk suatu Negara merupakan sebuah realita dan perwujudan pembangunan”. Menurut Rostow yang dikutip oleh Budiman beberapa tahapan proses pembangunan tersebut meliputi “masyarakat tradisional, Studi Kasus : Pembangunan Jembatan Bahteramas Kota Kendari

7

SISTEM WILAYAH, LINGKUNGAN DAN HUKUM PERTANAHAN

prakondisi lepas landas, tinggal landas, bergerak ke kedewasaan dan konsumsi massa tinggi” (Budiman, 1995, h.26). Salah satu pembangunan yang dapat memicu pertumbuhan baik dari segi ekonomi dan sosial adalah pembangunan di bidang infrastruktur jalan. Jembatan merupakan salah satu prasarana transportasi yang sangat penting bagi manusia. Jembatan dapat menghubungkan jaringan (ruas) jalan yang terputus karena aliran sungai atau jurang yang dalam.Jadi jembatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari jaringan jalan (jaringan transportasi).Jalan yang baik tidak ada artinya apabila jembatan-jembatan yang ada di ruas jalan tersebut belum memadai sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu jembatan memegang peranan penting dalam sistem transportasi. Jembatan merupakan bagian dari jaringan (ruas) jalan. Jembatan juga berfungsi sebagai penghubung antara satu daerah (wilayah) dengan daerah (wilayah) lainnya. Di Perdesaan banyak lahan produktif tidak dapat dimanfaatkan hanya karena dipisahkan oleh sungai atau jurang yang belum ada jembatan. 2.2.1. Pembangunan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Pembangunan akan berpengaruh pada perubahan sosial. Dalam proses perubahan sosial masyarakat terdapat faktor pendorong dan penghambat. Berikut adalah beberapa faktor pendorong dalam perubahan sosial menurut Soekanto meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.


Similar Free PDFs