STUDI MIKROFASIES SERTA DIAGENESIS BATUAN KARBONAT ANGGOTA BATUGAMPING FORMASI PAMUTUAN DAERAH SINDANGJAYA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CIKALONG, KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT PDF

Title STUDI MIKROFASIES SERTA DIAGENESIS BATUAN KARBONAT ANGGOTA BATUGAMPING FORMASI PAMUTUAN DAERAH SINDANGJAYA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CIKALONG, KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT
Author Hidayat Muhammad
Pages 12
File Size 2.6 MB
File Type PDF
Total Downloads 28
Total Views 463

Summary

MAKALAH ILMIAH | Muhammad Hidayat STUDI MIKROFASIES SERTA DIAGENESIS BATUAN KARBONAT ANGGOTA BATUGAMPING FORMASI PAMUTUAN DAERAH SINDANGJAYA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CIKALONG, KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT Muhammad Hidayat Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogya...


Description

MAKALAH ILMIAH | Muhammad Hidayat

STUDI MIKROFASIES SERTA DIAGENESIS BATUAN KARBONAT ANGGOTA BATUGAMPING FORMASI PAMUTUAN DAERAH SINDANGJAYA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CIKALONG, KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT Muhammad Hidayat Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta [email protected]

ABSTRAK Aspek mikrofasies dan diagenesis batuan karbonat Anggota Batugamping Formasi Pamutuan telah dipelajari guna mengetahui mekanisme pengendapan batuan dan sejarah proses geologi paska pengendapan batuan. Sampel-sampel batugamping yang telah diambil secara sistematis berdasarkan pada runtunan stratirafi hasil pengukuran penampang stratigrafi rinci pada formasi batuan yang berumur Miosen Tengah tersebut dan telah dipakai untuk bahan pengujian petrografi di laboratorium. Analisis petrografi telah dilakukan terhadap empat belas sampel batugamping yang memperlihatkan bahwa jenisnya adalah wackestone, packstone, grainstone, floatstone, rudstone, dan framestone. Lingkungan pengendapan batuan karbonat Anggota Batugamping Formasi Pamutuan tersebut meliputi fasies landaian laut dalam, tepian cekungan, lerengan terumbu depan, dan terumbu organik di tepi paparan. Beragam proses diagenesis yang terjadi pasca pengendapan batuan yang meliputi : penyemenan, pemikritan, pemampatan, neomorfisme, dan pelarutan. Kata kunci : Pamutuan, batugamping, petrografi, mikrofasies, diagenesis.

ABSTRACT Aspects of microfasies and diagenesis of carbonate rocks of Lime Member of Pamutuan Formation have been studied to determine the mechanism of sedimentation of rocks and the history of geological processes post-deposition of rocks. The samples of the limestone have been systematically taken based on the stratheafic runs of detailed stratigraphic sectional measurements on the Miocene Middle rock formations and have been used for laboratory petrographic testing materials. Petrographic analysis has been conducted on fourteen limestone samples showing that the species are wackestone, packstone, grainstone, floatstone, rudstone, and framestone. The carbonate rock sedimentation environment of the Limestone Member of the Pamutuan Formation includes deep sea bend facies, basin edges, front reef slopes, and organic reefs on the edge of exposure. Various diagenetic processes that occur after the deposition of rocks that include : cementing, micritization, compression, neomorfism, and dissolution. Keyword : Pamutuan, limestone, petrography, microfacies, diagenesis.

Naskah dibuat : 18 Agustus 2017

1

MAKALAH ILMIAH | Muhammad Hidayat

PENDAHULUAN Dalam pengkajian dan pemahaman dari studi mikrofasies dan diagenesis, maka penulis mencoba untuk mengambil studi kasus yang berada di Daerah Sindangjaya dan sekitarnya, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Karangnunggal, batuan karbonat yang terdapat di daerah penelitian merupakan bagian dari Anggota Batugamping Formasi Pamutuan. Para peneliti sebelumnya menggambarkan Anggota Batugamping Formasi Pamutuan ini sebagai suatu formasi yang berumur Miosen Tengah dengan litologi penyusun berupa kalsilutit, batugamping pasiran, dan napal (Supriatna dkk., 1992) yang memiliki ketebalan tersingkap sekitar 500 meter serta terbentuk pada lingkungan laut dangkal (Simandjuntak, 1981). Berdasarkan hasil survei awal (reconnaissance) dan pemetaan rinci yang telah dilakukan sebelumnya, maka banyak dijumpai variasi dan asosiasi fasies batuan karbonat yang menjadi penyusun Anggota Batugamping Formasi Pamutuan, sehingga hal ini yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan suatu pengkajian dan menitikberatkan bahasan utama penelitian dengan menentukan ragam tipe mikrofasies beserta lingkungan terbentuknya, kemudian menentukan ragam dari proses diagenesis beserta lingkungan dimana proses diagenesis tersebut tejadi pada batuan karbonat tersebut.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data geologi di lokasi terpilih, dilanjutkan dengan pengujian petrografi batugamping yang dilengkapi dengan analisis mikrofasies dan rekaman proses diagenesis serta interpretasi hasil pengujian di laboratorium. Kegiatan lapangan diawali dengan dilakukannya pengumpulan data geologi, khususnya data petrologi batuan karbonat Anggota Batugamping Formasi Pamutuan yang tersingkap di bagian

timur dari daerah penelitian. Sampel batuan dipilih secara berurutan sesuai dengan runtunan stratigrafi terukur yang dijumpai, dengan sampel yang diusahakan dalam keadaan cukup segar. Analisis laboratorium yang dilakukan adalah analisis sayatan petrografi batugamping dengan penentuan jumlah dan jenis komponen penyusun batugamping guna penamaan batuan serta diikuti dengan identifikasi mikrofasies batuan karbonat dan kenampakan proses diagenesis. Analisis petrografi dilakukan terhadap empat belas sampel batuan karbonat Anggota Batugamping Formasi Pamutuan. Batugamping tersebut digolongkan dengan menggunakan klasifikasi menurut Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971), selanjutnya pengelompokan komponen butiran batugamping dibantu dengan klasifikasi menurut Folk (1962). Pembagian mikrofasies batugamping Anggota Batugamping Formasi Pamutuan berdasarkan penggolongan tipe standar mikrofasies (SMF) menurut Flugel (1982) dan zonasi fasies (FZ) menurut Wilson (1975). Sebagai pembanding, maka dilakukan acuan lingkungan pengendapan berdasarkan kedalaman batimetri (Tipsword, 1966) atas kehadiran foraminifera bentonik dan moluska yang terdapat pada satuan batugamping moluska Pamutuan.

KONDISI GEOLOGI Berdasarkan hasil survei awal (reconnaissance) dan pemetaan rinci berskala 1:25.000 yang telah dilakukan sebelumnya serta melihat tata nama stratigrafi tidak resmi (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996), maka stratigrafi daerah penelitian dari tua ke muda tersusun atas satuan tuf Jampang yang berumur Miosen Awal-Miosen Tengah (N4-N9) terbentuk pada lingkungan darat, satuan lava andesit Jampang yang berumur Miosen Tengah (N4-N9) terbentuk pada lingkugan darat yang merupakan tanda mulai melemahnya aktivitas vulkanisme yang disusul dengan fase genang laut 2

MAKALAH ILMIAH | Muhammad Hidayat

yang ditandai dengan tumbuhnya fase karbonat yang kemudian membentuk satuan kalkarenit Kalipucang yang berumur Miosen Tengah (N9N13) terbentuk pada lingkungan neritik tengahneritik luar, satuan kalsilutit Pamutuan yang beumur Miosen Tengah (N9-N13) terbentuk pada lingkungan neritik tengah-neritik luar, satuan batugamping pasiran Pamutuan yang berumur Miosen Tengah (N9-N13) terbentuk pada lingkungan neritik tengah-neritik luar, satuan batugamping moluska Pamutuan yang berumur Miosen-Tengah (N9-N13) terbentuk pada lingkungan neritik tengah-neritik luar, dan satuan batupasir karbonatan Bentang yang berumur Miosen Akhir-Pliosen (N16-N19) dan

Gambar 1.

terbentuk pada lingkungan neritik tengah-neritik luar. Selain itu, di daerah penelitian juga terdapat beberapa struktur geologi yang mengontrol, yaitu struktur lipatan berupa antiklin Cikadu dan sinklin Cikancra yang saling sejajar memanjang dengan arah relatif barat-timur dan kemudian terpatahkan oleh sesar dekstral Sindangjaya yang terdapat pada bagian barat dari daerah penelitian serta memanjang dengan arah relatif baratlauttenggara. Adapun struktur geologi yang ada di daerah penelitian tersebut diduga sebagai hasil dari puncak aktivitas tektonik kompresi yang terjadi pada Kala Plio-Pleistosen.

Lokasi penelitian yang berada di daerah Sindangjaya dan sekitarnya, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

3

MAKALAH ILMIAH | Muhammad Hidayat

MIKROFASIES Batugamping di daerah penelitian umumnya memiliki kedudukan stratigrafi yang relatif sama dan lokasi pengamatan pada pengukuran penampang stratigrafi terukur yang tidak terlalu berjauhan, maka dari hasil analisis mikrofasies didapatkan beberapa tipe mikrofasies yang mencirikan lingkungan pengendapan yang berbeda-beda, hal ini diduga sebagai dampak dari kondisi air laut yang cukup fluktuatif pada saat proses pengendapan batugamping di daerah penelitian sedang berlangsung, namun umumnya pada kondisi muka air laut yang relatif transgresi. Berdasarkan data regional pada Kala Miosen Tengah aktivitas vulkanik relatif mulai melemah yang diikuti dengan kondisi muka air laut yang relatif transgresif, sehingga terjadi proses pengendapan batugamping Formasi Pamutuan dan Formasi Kalipucang di bagian tenggara Jawa Barat (Clements dan Hall, 2007). Berdasarkan dari hasil pengamatan terhadap empat belas sampel sayatan tipis petrografi batuan karbonat pada runtunan stratigrafi terukur di daerah penelitian dengan menggunakan pendekatan kepada standard microfacies types (SMF) menurut Flugel (1982) serta distribusinya terhadap model sabuk fasies paparan karbonat tertutup (rimmed) berdasarkan facies zone (FZ) menurut Wilson (1975), maka daerah penelitian sendiri setidaknya mempunyai beberapa asosiasi lingkungan pengendapan yang meliputi : paparan atau landaian laut dalam (deep shelf; FZ 2), tepian cekungan (toe-of-slope or basin edge; FZ 3), lerengan terumbu depan (slope or reef front; FZ 4), dan terumbu organik di tepi paparan (platform margin reef or platform edge; FZ 5). Runtunan batugamping yang ada pada daerah penelitian untuk pertama kali dimulai dengan terbentuknya fasies batugamping terumbu yang tersusun oleh komponen utama berupa massive head coral yang memperlihatkan adanya struktur

pertumbuhan yang terendapkan di lingkungan terumbu organik di tepi paparan (platform margin reef; SMF7/FZ5) (Gambar 2). Setelah itu, diatas batugamping terumbu tersebut diendapkan packstone dengan komponen penyusun berupa kepingan ganggang merah dan intraklas yang bercampur dengan lumpur karbonat, hal ini menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan bergeser lagi menjadi lereng terumbu depan (slope or reef front; SMF5/FZ4) (Gambar 3). Terkadang dijumpai wackestone dengan butiran berupa pecahan ganggang merah yang telah usang dan terabrasi serta mengambang dalam lumpur karbonat yang menunjukkan lingkungan bergeser menjadi paparan laut dalam (deep shelf; SMF10/FZ2) (Gambar 4). Perulangan ini terkadang dijumpai pada bagian bawah runtunan batugamping di daerah penelitian, namun lebih didominasi oleh endapan pada lingkungan lereng terumbu depan (slope or reef front; SMF5/FZ4) (Gambar 5), hal ini menunjukkan bahwa batugamping di daerah penelitian umumnya terendapkan pada kondisi genang laut.

Gambar 2. Framestone yang tersusun oleh komponen koral masif (cor) yang sebagian tergantikan oleh pseudosparit (pse) dengan matrik lumpur karbonat (cmd) yang mengisi rongga kerangka koral dan tergantikan menjadi mikrosparit (msp), hadir semen orthosparit (ort) sebagai pengisi rongga hasil pelarutan (por).

4

MAKALAH ILMIAH | Muhammad Hidayat

Gambar 3. Packstone yang tersusun oleh intraklas (int) kepingan ganggang merah (ral) yang sebagian tergantikan oleh pseudosparit (pse), lumpur karbonat (cmd) yang juga tergantikan menjadi mikrosparit (msp), isian semen orthosparit (ort) pada rongga hasil pelarutan (por).

Gambar 5. Packstone tersusun oleh pecahan ganggang merah (ral) yang sebagian tergantikan oleh pseudosparit (pse) dengan lumpur karbonat (cmd) yang tergantikan menjadi mikrosparit (msp), isian semen orthosparit (ort) pada rongga hasil pelarutan (por).

Gambar 4. Wackestone tersusun oleh ganggang merah (ral) yang sebagian telah tergantikan oleh pseudosparit (pse) dengan lumpur karbonat (cmd) yang tergantikan menjadi mikrosparit (msp), hadir rongga hasil pelarutan (por).

Gambar 6. Grainstone tersusun oleh kepingan ganggang merah (ral) dan foram besar (for) yang tergantikan oleh pseudosparit (pse), isian semen orthosparit (ort) pada rongga hasil pelarutan (por).

Menginjak pada bagian tengah dari runtunan batugamping di daerah penelitian yang diawali dengan terendapkannya grainstone dengan komponen penyusun berupa foraminifera besar, kepingan ganggang merah, dan beberapa intraklas yang terpilah buruk, sehingga hal ini menunjukkan terjadinya pengendapan pada lingkungan lereng terumbu depan (slope or reef front; SMF5/FZ4) (Gambar 6). Sesekali dijumpai adanya Packstone yang mengandung beberapa pecahan ganggang merah dan cangkang yang

terpilah buruk serta mengambang dalam matriks lumpur karbonat yang menunjukkan adanya suatu proses genang laut yang terjadi secara signifikan, sehingga lingkungan pengendapan kembali lagi bergeser menjadi kaki lereng (toeof-slope or basin edge; SMF4/FZ3) (Gambar 7), namun tak lama kemudian lingkungan pengendapan kembali menjadi stabil ketika terendapkannya packstone pada lingkungan lereng terumbu depan (slope or reef front; SMF5/FZ4) (Gambar 8).

5

MAKALAH ILMIAH | Muhammad Hidayat

Gambar 7. Packstone tersusun oleh kepingan ganggang merah (ral) dan peloid (pel) yang sebagian tergantikan oleh pseudosparit (pse), lumpur karbonat (cmd) yang juga tergantikan menjadi mikrosparit (msp), isian semen orthosparit (ort) pada rongga hasil pelarutan (por).

Gambar 9. Floatstone tersusun oleh pecahan ganggang merah (ral) yang sebagian tergantikan oleh pseudosparit (pse) dengan lumpur karbonat (cmd) yang tergantikan menjadi mikrosparit (msp), isian semen orthosparit (ort) pada rongga hasil pelarutan (por).

Gambar 8. Packstone tersusun oleh ganggang merah (ral) yang telah tergantikan oleh pseudosparit (pse) dan lumpur karbonat (cmd) yang tergantikan oleh mikrosparit (msp), dan semen orthosparit (ort) mengisi rongga hasil pelarutan (por).

Gambar 10. Wackestone tersusun oleh kepingan ganggang merah (ral) yang tergantikan oleh pseudosparit (pse), lumpur karbonat (cmd) tergantikan oleh mikrosparit (msp), isian semen orthosparit (ort) pada rongga hasil pelarutan (por).

Mengawali bagian atas runtunan batugamping yang ada pada daerah penelitian, yaitu ditandai dengan diendapkannya floatstone yang tersusun oleh komponen berupa ganggang merah yang berukuran > 2 mm dan terdistribusi secara tidak teratur di dalam matrik lumpur karbonat dengan pemilahan yang buruk serta sesekali dijumpai adanya butiran intraklas yang menunjukkan pengendapan pada lingkungan lereng terumbu depan (slope or reef front; SMF5/FZ4) (Gambar 9). Sesekali dijumpai wackestone pada runtunan

stratigrafi bagian atas yang mengandung sangat jarang butiran ganggang merah berukuran > 2 mm yang terisolasi dan terawetkan dalam matrik lumpur karbonat serta tanpa dijumpai adanya kehadiran material butiran klastika asal darat (terigeneous) yang menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan telah bergeser menjadi paparan laut dalam (deep shelf; SMF8/FZ2) (Gambar 10). Kemudian, diatasnya terendapkan rudstone yang mengandung butiran intraklas, fragmen pecahan ganggang merah, dan fragmen

6

MAKALAH ILMIAH | Muhammad Hidayat

pecahan koral yang berasal dari komplek terumbu, hal ini menunjukkan pengendapan pada lingkungan lereng terumbu depan (slope or reef front; SMF5/FZ4) (Gambar 11), selanjutnya semakin ke atas dijumpai packstone dengan material pecahan ganggang merah terpilah buruk dan terdistribusi secara tidak beraturan dalam lumpur karbonat pada lingkungan pengendapan yang sama dan diakhiri dengan diendapkannya wackestone yang memiliki kandungan butiran foraminifera plangtonik dengan struktur dalam yang telah terawetkan secara utuh dan tanpa dijumpai butiran klastika asal darat (terigeneous) yang mencerminkan lingkungan bergeser lagi

menjadi laut dangkal dengan sirkulasi terbuka (deep shelf; SMF8/FZ2) (Gambar 12).

Gambar 11. Rudstone tersusun oleh fragmen koral (cor), ganggang merah (ral) yang sebagian telah tergantikan oleh pseudosparit (pse) dengan lumpur karbonat (cmd) yang tergantikan menjadi mikrosparit (msp), hadir rongga hasil pelarutan (por).

Gambar 12. Wackestone tersusun oleh butiran bioklas (bio) dan foraminifera (for) yang terawetkan dengan baik serta sebagian tergantikan oleh pseudosparit (pse) dengan lumpur karbonat (cmd) yang tergantikan menjadi mikrosparit (msp), hadir rongga hasil pelarutan (por).

Selain itu, diketahui bahwa satuan batugamping moluska Pamutuan tersebut terendapkan pada kedalaman 45-150 meter di lingkungan laut neritik tengah-neritik luar (Tipsword, 1966) oleh adanya kehadiran foraminifera bentonik berupa Cibicidoides pseudoungeriana CUSHMAN, 1922; siphonodosaria lepidula SCHWAGER, 1866; ammonia becarii LINNAEUS, 1758; Bolivinetella eleyi CUSHMAN, 1927; dan Nodosaria sp. serta kehadiran fosil moluska, yaitu Tegillarca granosa LINNAEUS, 1758.

Gambar 13. Interpretasi lingkungan pengendapan daerah penelitian menggunakan model paparan karbonat tertutup berdasarkan zona fasies (FZ) menurut Wilson (1975).

7

MAKALAH ILMIAH | Muhammad Hidayat Tabel 1. Distribusi dari mikrofasies di daerah penelitian menggunakan Standard Microfacies Types (SMF) menurut Flugel (1982) serta model sabuk fasies paparan karbonat tertutup (rimmed) berdasarkan facies zone (FZ) menurut Wilson (1975).

8

MAKALAH ILMIAH | Muhammad Hidayat

DIAGENESIS Sebagai konsekuensi batuan karbonat yang memiliki umur Miosen Tengah, dapat diketahui bahwa batugamping pada daerah penelitian tentunya telah mengalami proses diagenesis yang cukup beragam dan bervariatif. Berdasarkan hasil analisis petrografi, maka dapat disimpulkan bahwa perjalanan diagenesis batugamping yang terjadi pada daerah penelitian, yaitu pada lingkungan diagenesis marine phreatic, burial, meteoric phreatic, dan meteoric vadose. Proses diagenesis yang terjadi dan berpengaruh terhadap batugamping pada daerah penelitian telah berlangsung segera sesudah batuan terendapkan hingga batuan tersingkap di permukaan seperti sekarang ini. Menganalisis produk-produk diagenesis yang terekam dalam batugamping di daerah penelitian, maka dapat diperkirakan sejarah lingkungan diagenesis dimulai dari lingkungan marine phreatic yang ditandai oleh adanya proses penyemenan pertama kali pada batuan sebagai tahap awal litifikasi, semen tersebut umumnya adalah orthosparit yang berukuran halus hingga sedang, dan proses penyemenan ini hanya dapat teramati di beberapa sampel yang umumnya pada rongga keporian primer, yaitu antar partikel dan sebagian pada rongga dalam partikel, hal ini karena semen tersebut telah tergantikan oleh semen yang berasal dari lingkungan meteoric phreatic. Terkadang juga dapat dijumpai adanya proses pemikritan, yaitu adanya lumpur karbonat yang terkonsentrasi dan terakumulasi di bagian pinggir butiran atau fosil yang disebabkan oleh adanya aktivitas organisme pengebor. Meskipun hanya dijumpai dengan jumlah yang sangat terbatas, proses pemikritan ini mencerminkan adanya proses diagenesis yang terjadi di lingkungan marine phreatic. Kemudian terjadi penimbunan yang menyebabkan batugamping memasuki lingkungan burial yang ditandai dengan adanya pemampatan yang disebabkan oleh proses pembebanan oleh akumulasi sedimen yang terus

bertambah, sehingga komponen butiran pada batugamping tersebut dipaksa untuk saling bersentuhan satu sama lain, hal ini tercermin dengan dijumpainya kontak antar butiran berupa kontak memanjang dan melengkung serta terkadang dijumpai hadirnya stylolit. Proses pemampatan ini dapat menimbulkan turunnya persentase porositas pada batugamping itu sendiri. Setelah itu, batugamping di daerah penelitian tersebut perlahan mulai mengalami gejala dari puncak tektonik kompresi yang terjadi pada Kala Plio-Pleistosen yang ditandai dengan adanya peristiwa pengangkatan hingga memasuki lingkungan meteoric phreatic yang ditandai dengan terjadinya proses neomorfisme, yaitu berupa penggantian matrik lumpur karbonat menjadi mikrosparit dan juga adanya penggantian serta penghabluran ulang terhadap butiran-butiran karbonat menjadi pseudosparit dimana struktur dalam batuan telah sulit untuk teridentifikasi dengan baik. Pada lingkungan meteoric phreatic ini juga terjadi penyemenan ulang berupa semen kalsit yang umumnya memiliki struktur mosaik drusi anhedral sebagai pengisi rongga keporian antar partikel, sedikit dalam partikel, kadang rongga keporian sekunder hasil p...


Similar Free PDFs