Tanya Jawab Seputar Filsafat Ilmu PDF

Title Tanya Jawab Seputar Filsafat Ilmu
Author Wahyu Efendi Nst
Pages 52
File Size 400.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 329
Total Views 398

Summary

Twitter : @dnezzotion Email : [email protected] TANYA JAWAB SEPUTAR FILSAFAT ILMU 1. Apakah pengertian ontologi, epistemologi, dan aksiologi dalam filsafat? 2. Apakah paradigma? Apakah peran paradigma dalam pengembangan ilmu? 3. Mengapakah satu paradigma dalam ilmu pengetahuan berubah? Tuliskan con...


Description

Twitter : @dnezzotion

Email : [email protected]

TANYA JAWAB SEPUTAR FILSAFAT ILMU 1. Apakah pengertian ontologi, epistemologi, dan aksiologi dalam filsafat? 2. Apakah paradigma? Apakah peran paradigma dalam pengembangan ilmu? 3. Mengapakah satu paradigma dalam ilmu pengetahuan berubah? Tuliskan contoh untuk mendukung argumen Saudara! 4. Uraikan hubungan filsafat dengan ilmu? 5. Ada 5 kriteria yang digunakan unuk menentukan teori ilmiah. Uraikanlah kelima kriteria itu dengan menuliskan contoh. 6. Satu teori dalam ilmu pengetahuan tidak mungkin mutlak kebenarannya. Dengan kata lain, teori ilmu pengetahuan harus memiliki kesalahan. Uraikan pengertian dan interpretasi pernyataan ini. 7. Jelaskan pegertian logika positivistik. 8. Apakah ciri dan asumsi ilmu pengetahuan? 9. Uraikan perbedaan antara fakta dan teori dan anatara fenomena dan konsep? 10. Uraikan perbedaan Numena dari Phenomena. Yang manakah menjadi data dalam kajian ilmu sosial dan kajian ilmu pengetahuan alam? 11. Apakah perbedaan utama ilmu sosial dari ilmu pengetahuan alam? Patutkah dikatakan bahwa kajian ilmu sosial lebih rendah daripada kajian ilmu penetahuan alam? 12. Dapatkah ilmu pengetahuan bebas dari nilai? Apakah kritik para pendukung kelompok Feminisme, Sosiologi Ilmu dan Posmodernisme terhadap konsep ilmu pengetahuan bebas dari nilai? 13. Menurut David Hume ada 6 langkah dalam metode induktif. Uraikan keenam langkah itu dengan menuliskan contoh.

1

Matakuliah : Filsafat Ilmu Oleh : Wahyu Efendi Nst

Twitter : @dnezzotion

Email : [email protected]

Soal : 1. Apakah pengertian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam filsafat? Jawab : Filsafat ilmu beserta cabang-cabangnya secara sederhana terbagi menjadi tiga macam yang menjadi lahan kerja filsafat, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga dari lahan garapan filsafat tersebut termuat dalam tiga pertanyaan di mana dalam ontologi bertanya tentang apa. Pertanyaan apa tersebut merupakan pertanyaan dasar dari sesuatu. Sedangkan dalam epistemologi mengenalinya dengan menggunakan pertanyaan mengapa. Pertanyaan mengapa ini merupakan kelanjutan dari mengetahui dasar dan pertanyaan mengapa merupakan kajian bagaimana cara mengetahuinya tersebut. Sedangkan untuk aksiologi merupakan kelanjutan dari dari epistemologi dengan menggunakan pertanyaan bagaimana. Pertanyaan bagaimana tersebut merupakan kelanjutan dari setelah mengetahui dan cara mengetahuinya diteruskan dengan bagaimanakah sikap kita selanjutnya. Kalau menurut Imanuel Kant bahwa sistematika dalam filsafat mencangkup dengan tiga pertanyaan apa yang dapat saya ketahui, apa yang dapat saya harapkan, apa yang dapat saya lakukan. Pertanyaan tersebut mewakili dari wilayah pengetahuan ada, dan nilai. Ontologi. Objek yang menjadi kajian dalam ontologi tersebut adalah realitas yang ada. Dan dalam ontologi adalah studi tentang yang ada yang universal, dengan mencari pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau menjelaskan yang ada dalam setiap bentuknya. Dalam ontologi merupakan studi yang terdalam dari setiap hakekat kenyataan, seperti dapatkah manusia sungguh-sungguh memilih, apakah ada Tuhan, apakah nyata dalam hakekat material ataukah spiritual, apakah jiwa sungguh dapat dibedakan dengan badan. Epistemologi. Objek yang menjadi kajian dalam Epistemologi adalah studi tentang asal usul hakekat dan jangkauan pengetahuan. Apakah pengalaman merupakan satu-satunya sumber pengetahuan. Apakah yang menyebabkan suatu keyakinan benar dan yang lain salah. Adakah soal-soal penting yang tidak dapat 2

Matakuliah : Filsafat Ilmu Oleh : Wahyu Efendi Nst

Twitter : @dnezzotion

Email : [email protected]

dijawab dengan sains dan dapatkah kita mengetahui pikiran dan perasaan orang lain. Pengkajian dari epistemologi adalah hakekat pengetahuan yang terdiri empat pokok persoalan pengetahuan seperti keabsahan, struktur, batas dan sumber. Aksiologi dan Estetika. Aksiologi atau etika studi tentang prinsip-prinsip dan konsep yang mendasari penilaian terhadap prilaku manusia. Contohnya tindakan yang membedakan benar atau salah menurut moral, apakah kesenangan merupakan ukuran dapat dikatakan sebagai ukuran yang baik, apakah putusan moral bertindak sewenang-wenang atau bertindak sekehendak hati. Sedangkan estetika studi yang mendasarkan prinsip yang mendasari penilaian kita atas berbagai bentuk seni. Apakah tujuan seni, apa peranan rasa dalam pertimbangan estetis, bagaimana kita mengenal sebuah karya besar seni. Soal : 2. Apakah paradigma? Apakah peran paradigma dalam pengembangan ilmu? Jawab : Paradigma adalah istilah sebuah pandangan ilmiah dalam pemikiran filsuf il u Tho as Kuh . Dia e defi isika

disipli

e defi isika

il iah pada

Paradig a se agai

e erapa poi

dala

Praktek ya g

aktu. Paradig a

dalam pemikiran Thomas Kuhn adalah sesuatu yang berdasar budaya dan deskrit. Seorang ilmuan pengobatan Cina, dengan ilmu yang mendalam mengenai pengobatan timur, akan memiliki pandangan pemikiran yang berbeda daripada pemikiran seorang peneliti dari barat. Fungsi dari Paradigma menyediakan puzzle bagi para ilmuan. Paradigma sekaligus menyediakan alat untuk solusinya. Ilmu digambarkan oleh Thomas Kuhn sebagai sebuah kegiatan menyelesaikan puzzle. Thomas Kuhn pertamakali menggunakannya dalam sains, menunjukkan bahwa penelitian ilmiah tidak menuju ke kebenaran. Penelitian ilmiah sangat tergantung pada dogma dan terikat pada teori yang lama. Dalam pemikiran Kuhn paradigma secara tidak langsung mempengaruhi proses ilmiah dalam empat cara dasar. 3

Matakuliah : Filsafat Ilmu Oleh : Wahyu Efendi Nst

Twitter : @dnezzotion

Email : [email protected]

1. Apa yang harus dipelajari dan diteliti 2. Pertanyaan yang harus ditanyakan 3. Struktur sebenarnya dan sifat dasar dari pertanyaan itu 4. Bagaimana hasil dari riset apapun diinterpretasikan. Kuhn

mempercayai

bahwa

ilmu

pengetahuan

memiliki

periode

pengumpulan data dalam sebuah paradigma. Revolusi kemudian terjadi setelah sebuah paradigma menjadi dewasa. Paradigma mampu mengatasi anomali. Beberapa anomali masih dapat diatasi dalam sebuah paradigma. Namun demikian ketika banyak anomali anomali yang mengganggu yang mengancam matrik disiplin maka paradigma tidak bisa dipertahankan lagi. Ketika sebuah paradigma tidak bisa dipertahankan maka para ilmuan bisa berpindah ke paradigma baru. Ketika berada pada periode pengumpulan data maka ilmu pengetahuan mengalami apa yang dikatakan perkembangan ilmu biasa. Dalam perkembangan ilmu biasa sebuah ilmu pengetahuan mengalami perkembangan. Ketika Paradigma mengalami pergeseran maka itu disebut masa revolusioner. Ilmu dalam tahap biasa bisa dikatakan sebagai pengumpulan yang semakin banyak dari solusi Puzzle. Sedangkan pada tahap revolusi ilmiah terdapat revisi dari kepercayaan ilmiah atau praktek. Peran Paradigma dalam Pengembangan Ilmu: 1. Pengantar : Sebuah Peran bagi Sejarah. Sejarah, jika dipandang lebih sebagai khasanah daripada sebagai anekdot atau kronologi, dapat menghasilkan transformasi yang menentukan dalam citra sains yang merasuki kita sekarang. Citra itu telah dibuat sebelumnya , bahkan oleh para ilmuwan sendiri, terutama dari studi tentang pencapaian ilmiah yang tuntas seperti yang direkam dalam karya-karya klasik dan, yang lebih baru, dalam bukubuku teks yang dipelajari oleh setiap generasi ilmuwan yang baru untuk mempraktekkan kejujurannya. Namun, dari sejarah pun konsep yang baru itu tidak akan datang jika datadata historis masih terus dicari dan diteliti dengan cermat terutama untuk 4

Matakuliah : Filsafat Ilmu Oleh : Wahyu Efendi Nst

Twitter : @dnezzotion

Email : [email protected]

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh stereotip yang tidak historis dan diambil dari buku-buku teks sains. Jika sains itu kontelasi fakta, teori dan metode yang dihimpun dalam buku-buku teks yang ada sekarang, maka para ilmuwan adalah orang-orang yang berhasil atau tidak, berusaha untuk menyumbangkan suatu unsur kedalam konstelasi tertentu itu. Perkembangan sains menjadi suatu proses timbunan yang semakin membesar yang membentuk tekhnik dan pengetahuan sains. Tetapi dalam tahun-tahun belakangan ini beberapa sejarahwan sains berpendapat bahwa memenuhi fungsi yang diberikan kepada mereka oleh konsep perkembangan dengan akumulasi itu semakin bertambah sulit. Sebagai pencatat rangkain proses pertambahan mereka menemukan bahwa riset tambahan itu menyebabkan lebih sukar, bukan lebih mudah, untuk menjawab pertanyaan seperti: kapan oksigen ditemukan ? siapa yang pertama kali menemukan konsep tentang penghematan energi? Penemuan baru dalam teori juga bukan satu-satunya peristiwa ilmiah yang mempunyai dampak revolusioner terhadap para spesialisasi yang wilayahnya menjadi tempat terjadinya peristiwa itu. Komitmen-komitmen yang menguasai sains yang normal juga tidak hanya menetapkan jenis-jenis maujud (entity) apa yang dikandung oleh alam semesta, tetapi juga, dengan implikasi, maujud-maujud yang tidak dikandungnya. 2. Jalan Menuju Sains yang Normal. Dalam essai ini, sains yang normal berarti riset yang dengan teguh berdasar satu atau lebih pencapaian ilmiah yang lalu, pencapaian yang oleh masyarakat ilmiah tertentu pada suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi fondasi pada praktek selanjutnya. Sekarang pencapaian-pencapaian itu diceritakan, meskipun jarang dalam bentuk aslinya, oleh buku-buku teks sains tingkat dasar maupun tingkat lanjutan. Buku- buku tersebut populer pada awal abad 19, buku-buku klasik termasyur karya : Physica karya Aristoteles, Almagest karya Ptolemaeus, Princip dan Opticks karya Newton, Electricity karya Franklin, Chemistery karya Lavoisier, dan Geology karya Lyell. Mereka bisa berbuat demikian karena samasama memiliki karateristik yang esensial. Pencapaian mereka cukup baru, dan belum pernah ada sebelumnya. Pencapaian yang turut memiliki kedua karateristik ini selanjutnya disebut Paradig a , istilah ya g erat kaita ya de ga sai s ya g or al . De ga memilih istilah ini bermaksud mengemukakan bahwa beberapa contoh praktek ilmiah nyata yang diterima – contoh-contoh yang bersama-sama mencakup dalil, teori, penerapan dan intrumentasi – menyajikan model-model yang daripadanya lahir tradisi-tradisi padu tertentu dari riset ilmiah. Karena dalam essay ini konsep 5

Matakuliah : Filsafat Ilmu Oleh : Wahyu Efendi Nst

Twitter : @dnezzotion

Email : [email protected]

paradigma akan sering menggantikan berbagai gagasan yang dikenal, maka lebih banyak yang perlu dikatakan tentang alasan penggunaannya. Pemisahan bidang-bidang yang di dalamnya telah terdapat paradigma yang mantap sejak zaman prasejarah, seperti matematika dan astronomi, dan juga bidang-bidang yang muncul dengan pembagian dan penggabungan ulang, seperti biokimia, keadaan di atas merupakan kekhasan historis. Namun sejarah juga mengemukakan beberapa alasan bagi kesulitan yang dijumpai di jalan itu. Dalam ketiadaan paradigma atau calon paradigma, semua fakta yang mungkin dapat merupakan bagian dari perkembangan sains tertentu cenderung tampak sama relevannya. 3. Sifat Sains yang Normal Dalam penggunaannya yang telah mapan, paradigma adalah model atau pola yang diterima, dan aspek maknannya itu telah memungkinkan, karena tidak memiliki kata yang lebih baik untuk mengambil paradigma, bagi keperluan sendiri disini. Akan tetapi tidak lama lagi akan jelas bahwa pengertian model dan pola yang memungkinkan pengambilan paradigma itu tidak sama benar dengan pengertian yang biasa digunakan untuk mendefinisikan paradigma. Dalam penerapan yang baku ini, paradigma berfungsi dengan memperbolehkan replikasi contoh-contoh yang masing-masing pada prinsipnya dapat menggantikannya. Di pihak lain, dalam sebuah sains paradigma jarang merupakan obyek dari replikasi, akan tetapi, seperti keputusan yudikatif yang diterima dalam hukum tak tertulis, ia adalah objek bagi pengutaraan dan rincian lebih lanjut dalam keadaan yang baru atau lebih keras. Untuk mengetahui bagaimana hal itu bisa terjadi, kita harus ingat betapa sangat terbatasnya suatu paradigma, baik dalam cakupannya maupun dalam ketepatannya, pada saat pertama kali muncul. Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil darpada saingannya dalam memecahkan beberapa masalah yang mulai diakui oleh kelompok pemraktek bahwa masalah-masalah itu rawan. Tiga fokus penyelidikan sains yang aktual yaitu : - Pertama adalah kelas fakta-fakta yang telah diperlihatkan oleh paradigma bahwa sangat menyingkapkan sifat tertentu. - Kedua yang biasa tetapi lebih kecil dari penetapan-penetapan fakta ditujukan kepada fakta-fakta yang, meskipun sering tanpa banyak kepentingan hakiki, dapat dibandingkan secara langsung dengan prakiraan-prakiraan teori paradigma. - Ketiga adalah yang ditujukan untuk mengartikulasikan suatu paradigma. Eksperimen ini, lebih dari yang lain-lain, dapat menyerupai eksplorasi, dan terutama sangat sering digunakan dalam periode-periode itu dan dalam sainsains yang lebih banyak berurusan dengan aspek-aspek kualitatif daripada aspek-aspek kuantitatif dari regularitas alam. 6

Matakuliah : Filsafat Ilmu Oleh : Wahyu Efendi Nst

Twitter : @dnezzotion

Email : [email protected]

4. Sains Normal sebagai Pemecah Teka-teki Pada abad ke 18 , misalnya hanya sedikit perhatian yang diberikan kepada eksperimen-eksperimen yang mengukur tarikan listrik dengan piranti seperti neraca. Karena memberikan hasil yang konsisten maupun yang sederhana, eksperimen-eksperimen itu tidak bisa digunakan untuk mengartikulasikan paradigma yang menurunkannya. Oleh sebab itu, eksperimen-eksperimen itu tetap merupakan kenyataan yang tidak berhubungan dan tidak dapat dihubungkan dengan kemajuan yang berlanjut dalam riset kelistrikan. Mengantarkan pada masalah riset yang normal kepada kesimpulan adalah mencapai apa yang diantisipasi dengan suatu cara baru, dan hal ini memerlukan pemecahan segala jenis teka-teki instrumental, konseptual dan matematis yang rumit. Orang yang berhasil membuktikan bahwa ia adalah seorang pakar pemecah teka-teki, dan tantangan teka-teki itu merupakan bagian penting dari apa yang biasanya mendorongnya. Meskipun demikian , individu yang terlibat di dalam masalah riset yang normal itu hampir tidak pernah mengerjakan yang manapun diantara hal-hal ini. Begitu terlibat, motivasinya agak berbeda jenisnya. Yang kemudian menantangnya ialah keyakinan bahwa, jika ia cukup terampil, ia akan terampil memecahkan tekateki yang belum pernah dipecahkan atau dipecahkan lebih sempurna oleh siapapun. Adanya jaringan komitmen yang kuat ini, yang konseptual, teoritis dan instrumental, dan metodologis, merupakan sumber utama metafora yang menghubungkan sains yang normal kepada pemecahan teka-teki. Karena ia menyajikan kaidah-kaidah yang mengatakan kepada pemraktek spesialisasi yang telah matang seperti apa dunia dan sainsnya itu, pemraktek dengan yakin memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah esoterik yang didefinisikan baginya oleh pengetahuan yang ada dan oleh kaidah-kaidah ini. 5. Keunggulan Paradigma Penyelidikan historis yang cermat terhadap suatu spesialitas tertentu pada masa tertentu pada masa tertentu menyingkapkan seperangkat keterangan yang berulang-ulang dan kuasistandar tentang berbagai teori dalam penerapan konseptual, observational, dan instrumental. Inilah paradigma-paradigma masyarakat yang diungkapkan dalam buku-buku teks, ceramah-ceramah, dan praktek-praktek laboratoriumnya. Meskipun kadang-kadang terdapat ambiguitas, paradigma-pardigma masyarakat sains yang matang bisa ditentukan dengan relatif mudah. Dan memang kehadiran suatu paradigma tidak perlu menyiratkanpun bahwa ada seperangkat kaidah yang lengkap. 7

Matakuliah : Filsafat Ilmu Oleh : Wahyu Efendi Nst

Twitter : @dnezzotion

Email : [email protected]

Paradigma-paradigma bisa lebih unggul, lebih mengikat, dan lebih lengkap darpada perangkat manapun dari kaidah-kaidah untuk riset, yang tidak diragukanpasti disarikan dari paradigma-paradigma itu. 6. Anomali dan Munculnya Penemuan Sains. Penemuan diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni dengan pengakuan bahwa alam, dengan suatu cara, telah melanggar pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains yang normal. Kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan ia hanya berakhir jika teori paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang itu menjadi yang diharapkan. Pengasimilasian suatu fakta jenis baru menuntut lebih dari penyesuaian tambahan pada teori, dan sebelum penyesuaian itu selesai, sebelum ilmuwan itu tahu bagaimana melihat alam dengan cara yang berbeda, fakta yang baru itu sama sekali bukan fakta ilmiah. 7. Krisis dan Munculnya Teori Sains Perubahan yang melibatkan penemuan-penemuan ini semuannya destruktif dan sekaligus konstruktif. Namun penemuan atau bukan, satu-satunya sumber paradigma destruktif – kostruktif ini berubah. Kita akan mulai meninjau perubahan yang serupa, tetapi biasanya lebih luas, yang disebabkan oleh penciptaan teori-teori baru. Dalam memahami munculnya teori-teori baru, tidak bisa tidak kita pun akan memperluas pandangan dan pemahaman kita tentang penemuan. Meskipun demikian kesalinglingkupan itu bukan identitas. Jika kesadaran akan anomali memainkan peran dalam munculnya jenis-jenis gejala yang baru, maka tidak akan mengejutkan bahwa kesadaran yang serupa, tetapi lebih mendalam, merupakan prasarat bagi perubahan teori yang akan diterima. Karena menuntut paradigma secara besar-besaran dan perubahan-perubahan besar dalam masalah-masalah dan tehnik-tehnik sains yang normal. Munculnya teori-teori itu pada umumnya didahului oleh periode ketidakpastian yang sangat tampak pada profesi. Para filsuf sains telah berulang-ulang mendemonstrasikan bahwa terhadap sekelompok data tertentu selalu dapat diberikan lebih dari satu konstruksi teoritis. Sejarah sains menunjukkan bahwa, terutama pada tahap-tahap awal perkembangan suatu paradigma baru , bahkan tidak begitu sulit menciptakan alternatif seperti itu.

8

Matakuliah : Filsafat Ilmu Oleh : Wahyu Efendi Nst

Twitter : @dnezzotion

Email : [email protected]

8. Tanggapan terhadap Krisis Kita asumsikan bahwa krisis merupakan prakondisi yang diperlukan dan penting bagi munculnya teori-teori baru. Meskipun mereka mungkin kehilangan kepercayaan dan kemudian mempertimbangkan alternatif-alternatif, mereka tidak meninggalkan paradigma yang telah membawa mereka kedalam krisis. Artinya mereka tidak melakukan anomali-anomali sebagai kasus pengganti meskipun dalam perbendaharaan kata filsafat sains demikian adanya. Akan tetapi, ini memang berarti apa yang akhirnya akan menjadi masalah pokok – bahwa tindakan mempertimbangkan yang mengakibatkan para ilmuwan menolak teori yang semula diterima itu selalu didasarkan atas lebih daripada perbandingan teori itu dengan dunia. Putusan untuk menolak sebuah paradigma selalu sekaligus merupakan putusan untuk menerima yang lain, dan pertimbangan yang mengakibatkan putusan itu melibatkan perbandingan paradigma-paradigma dengan alam maupun satu sama lain. Sains yang normal berupaya dan harus secara berkesinambungan berupaya membawa teori dan fakta kepada kesesuaian yang lebih dekat, dan kegiatan itu dapat dengan mudah dilihat sebagai penguji atau pencari pengukuhan dan falsifikasi. Ini berarti bahwa jika suatu anomali akan menimbulkan krisis, biasanya harus lebih daripada sekadar sebuah anomali. Selalu ada kesulitan dalam kecocokan paradigma alam; kebanyakan diantara cepat atau lambat diluruskan, seringkali dengan proses-proses yang mungkin tidak diramalkan. Kadang-kadang sains yang normal akhirnya ternyata mampu menangani masalah yang membangkitkan krisis meskipun ada keputusan pada mereka yang melihatnya sebagai akhir dari suatu paradigma yang ada. Transisi dari paradigma dalam krisis kepada paradigma baru yang daripadanya dapat muncul dari tradisi baru sains yang normal itu jauh dari proses...


Similar Free PDFs