TEORI POLITIK ABAD PERTENGAHAN.pdf PDF

Title TEORI POLITIK ABAD PERTENGAHAN.pdf
Author Anggun Novtalia
Pages 15
File Size 718.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 42
Total Views 532

Summary

MAKALAH TEORI POLITIK ABAD PERTENGAHAN : DUA KOTA DALAM FILOSOFI POLITIK AUGUSTINE Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Politik Dosen Pengampu : Halili S.Pd, M.A Kelompok 15 : Anggun Novtalia Berlian (16401241002) Falmatul Basiroh (16401241023) Pendidikan Kewarganegaraan dan Huk...


Description

Accelerat ing t he world's research.

TEORI POLITIK ABAD PERTENGAHAN.pdf Anggun Novtalia Teori Teori Politik Abad Pertengahan

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Maria, Arket ipe Gereja: Sebuah Upaya Meninjau Konsep Gereja Sebagai Ibu John Calvin pit sit ompul

PENDIDIKAN AGAMA KAT OLIK PENDIDIKAN AGAMA KAT OLIK Sr. Krist inne OSA UJIAN T ENGAH SEMEST ER FILSAFAT DASAR DAN SEJARAH SENI RUPA INDONESIA MUHAMMAD REVA… Muhammad Revanza

MAKALAH TEORI POLITIK ABAD PERTENGAHAN : DUA KOTA DALAM FILOSOFI POLITIK AUGUSTINE Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Politik Dosen Pengampu : Halili S.Pd, M.A

Kelompok 15 : Anggun Novtalia Berlian

(16401241002)

Falmatul Basiroh

(16401241023)

Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta 2017

TEORI POLITIK ABAD PERTENGAHAN : DUA KOTA DALAM FILOSOFI POLITIK AUGUSTINE Oleh : Kelompok 15* ABSTRAK Makalah ini ditujukan untuk memahami teori politik abad pertengahan khususnya mengenai pemikiran politik Augustine tentang Dua Kota. Peninjauan dari makalah ini menghasilkan beberapa poin mengenai pemahaman Dua Kota dalam filosofi politik Augustine. Dua Kota dalam filosofi politik Augustine adalah Kota Tuhan atau Kota Surgawi dan Kota Manusia atau Kota Duniawi. Kota Tuhan atau Kota Surgawi terdiri dari mereka yang mencintai Tuhan dan melaksanakan hidupnya dengan berlandasakan agama. Sedangkan Kota Duniawi terdiri dari mereka yang mencintai dirinya dan cinta akan kekuasaan yang membuat dirinya mengesampingkan bahkan lupa dengan Tuhan. Keywords : Dua Kota, Kota Tuhan, Kota Duniawi

Latar Belakang Bagi penulis, Sejarah atau peristiwa, tidak akan pemah 'tua' di benak pelaku atau yang menyelami peristiwa itu, ia bisa melahirkan imajinasi, inspirasi bahkan motivasi untuk sebuah gagasan yang kemudian menjadi jembatan 'kesinambungan atau kelahiran suatu pemikiran baru dari orang yang mengkaji sejarah dan peristiwa itu. Demikianlah yang terjadi dan dirasakan oleh Augustine, baginya kejatuhan Roma memberikan inspirasi yang kaya untuk penulisan karyanya terutama De Civitate Dei. Ini berisi asal muasal masyarakat politik, hubungan pemerintahan sipil dengan hukum Tuhan, hukum alam dan keadilan; persyaratan kualitas seorang penguasa negara dan kaum oposisi, penguasa tiran dan sikap orang-orang Kristiani terhadap perbudakan dan kemiskinan.1 Setidaknya terdapat dua peristiwa historis 'dramatis' yang disaksikan dan mempengaruhi * Kelompok 15 Teori-Teori Politik 2017, Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Universitas Negeri Yogyakarta: Anggun Novtalia Berlian (16401241002) & Falmatul Basiroh (16401241023) 29 Coker, dikutip dalam Sharma, Western..., op cit, hlm. 167.

tokoh ini dalam menuliskan pemikirannya; pertama, kejatuhan Roma ke tangan BarbarVisigoth dan Alarik tahun 410 M; kedua, diterimanya agama Kristiani, melalui dekrit politik Kaisar Theodosius, menjadi agama resmi imperium Romawi, 393 M. Karya The City of God (Kota Tuhan), yang mengandung pemikiran Augustine yang berhubungan dengan masalah negara dan kekuasaan, ini merupakan hasil interaksi dialektis dirinya dalam melihat serta menyikapi realitas sosio-politik yang karyanya tidak terlepas juga dari respon terhadap peristiwa yang terjadi yang diselesaikan kurang dari tiga belas tahun, terdiri atas dua puluh dua buku yang meliputi sepuluh buku berisi sanggahan dan jawaban terhadap pertanyaan seputar kehancuran Roma, dan sisanya dua belas buku-mengenai manusia dan masyarakat.2 Augustine, tulisan-tulisannya menupakan sumber pikiran bagi penulis-penulis Katolik dan Protestan di masa kemudian. Tulisannya, menempatkan Augustine ke dalam barisan para filsuf negara, teolog dan guru rohani terbesar agama Kristiani yang sangat mempengaruhi pemikiran Kristiani selama seribu tahun lebih.3 Pemikirannya yang bersifat khusus adalah konsepsi tentang suatu Persemakmuran Kristiani, bersama-sama dengan suatu filsafat sejarah yang memandang persemakmuran itu sebagai puncak dari perkembangan jiwa manusia. Para ahli pikir baik Protestan maupun Roma Katolik sangat dipengaruhi oleh pandanganpandangan Augustine. Bukunya yang berjudul Kota Tuhan ditulisnya untuk melindungi agama Kristiani terhadap serangan orang-orang kafir yang menuduh agama kristianilah yang menyebabkan kemunduran kekuasaan Roma, terutama berkaitan dengan dihancurkannya kota Roma oleh Alarik dalam tahun 410 M.4 Oleh karena itu, pasang surut nasib salah satu sistem kekuasaan seperti kekaisaran Roma, tidak ada sangkut-pautnya dengan kemajuan atau kemunduran iman kepercayaan.5 Kejatuhan kota Roma membawa dampak luar biasa bagi Imperium Romawi, dengan kejatuhan Roma timbul tuduhan negatif rakyat dan sebagian penguasa imperium terhadap agama Kristiani. Juga berkembang anggapan bahwa kejatuhan Roma disebabkan oleh dewadewa marah. Mereka merasa dikhianati dengan diterimanya Kristiani menjadi agama resmi negara. Rakyat Roma yang sebelumnya menyembah Dewa Jupiter dan dewa-dewa Paganis lainnya, kini setelah datangnya agama Kristiani menyembah Tuhan yang lain. Tentu tuduhan itu dibantah oleh Augustine melalui karyanya De Civitate Dei. Ia menganalogikan negara, 2 Ahmad Suhelmi, op.cit, hlm. 74. 3 Magnis Suseno, op.cit, hlm. 192. 4 G.H. Sabine, op.cit. 5 Magnis Suseno, op.cit.

imperium dan masyarakat ibarat manusia. Maka suatu imperium bisa lahir, berkembang, matang6 dan setelah melalui fase kematangan yang cukup panjang mengalami kehancuran. Itulah sebabnya menurut Augustine adalah suatu yang tidak terelakkan bahwa suatu saat kelak peradaban Romawi akan mengalami kemerosotan yang pada akhirnya, mengalami kehancuran. Ini pun bisa dialami oleh masyarakat dan rakyat lainnya. Sebagaimana ucapannya; “Dunia saat ini sudah sangat tua renta, lemah dan mengalami kehancuran.” (Firdaus Syam 2007: 42-43) Augustine, salah satu dari banyak uskup Afrika di dalam Kerajaan Romawi, menanggapi ketegangan internal di gereja Kristen. Dalam karyanya yang terkenal, Civitas Deis, atau Kota Tuhan, yang sebagian besar dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Kristen tidak bertanggung jawab atas keruntuhan Roma. Dia membahas bagaimana orang beriman dapat hidup di bawah kekuasaan negara sembari tetap bisa patuh kepada ajaran Kristen. Filsafat Augustine menjembatani pemikiran Yunani Kuno dan Romawi dengan ajaran Kristen, khususnya ia mengintegrasikan pemikiran dan nilai-nilai Platonik dengan pandangan Kristen. Secara lebih spesifik pemahaman Platonik tentang keadilan dimasukkan ke dalam cita-cita dan nilai-nilai Kristen. Augustinus percaya bahwa pemikiran Platonik sangat mirip dengan kontruksi dunia Kristen meski ada konflik jelas antara keduanya. Dalam karya Augustine, pemikiran Klasik diubah. (John T. Ishiyama 2013: 935) Pembangkangan manusia pada Tuhan demi dirinya sendiri adalah titik balik penting bagi Augustine. Dosa yang disandang setiap bayi baru lahir merupakan dosa turunan yang berarti bahwa dunia adalah tempat yangpenuh dosa, berada di luar rencana asli Tuhan. Konsekuensinya, cita-cita keadilan tidak dapat direalisasikan di dunia. Setiap orang harus membuat keputusan personal dalam merespons realitas dosa turunan. Berdasarkan pilihan ini, Augustine membagi kewarganegaraan menjadi dua, mereka yang memilih tinggal di Kota Tuhan dan mereka yang memilih tinggal di Kota Duniawi. Dengan demikian kami akan membahas lebih lanjut mengenai dua kota ini yang akan kami uraikan pada bagian pembahasan berikut. Pembahasan 1. Mengenal Saint Agustine Berkebalikan dengan klaim – klaim yang dibuat argumen – argumen politik Amerika, 6 Robert Nisbet, The Social Philosoper Community and Conflict in Western Thought, New York, Washington Square Press, 1983, hlm. 91.

kekristenan

tidak

selalu

dilihat

sebagai

ketaatan

perekat

yang

menahan

keutuhanmasyarakat. Segera setelah jatuhnya Roma di tahun 410, beberapa pengarang dan politisi menduga bahwa Kekristenan sendiri bertanggung jawab atas hancurnya keluhuran sipil rakyat Roma dan atas penggerogotan stabilitas politik Roma. Bagi banyak ahli tafsir, karya Agustine, The City of God (disusun antara tahun 413 hingga 425) sebagian besar ditulis untuk membela keyakinan dari serangan – serangan semacam ini. Bagaimanapun, Augustine lebih dari sekadar menangkis ancaman – ancaman terhadap keyakinan ini. Ia juga mengembangkan suatu campuran menarik antara filosofi klasik dan teologi Kristen yntuk “membersihkan halangan – halangan berserakan yang memenuhi pijakan bersama antara kaum terdidik pagan dan rekan – rekan Kristen mereka sehingga kaum pagan dapat menyeberang . . . dan bergabung dengan gereja.”7 Latar belakang Augustine jelas telah mempersiapkan dirinya untuk tugas tersebut. Ia dilahirkan di Thagaste (sekarang Souk Ahras, Aljazair) dari seorang ibu Kristen dan ayah pagan di tahun 354. Setelah pindah ke Carthage di tahun 370 untuk menyelesaikan pendidikannya dalam bidang retorika Latin klasik, Augustine mulai mengejar di Roma di tahun 383. Setahun kemudian, ia menjadi professor retorika di Milan, yang belakangam di kenal sebagai pusat Neoplatonisme. Setelah menjalani masa remaja yang bergelora, Augustine beralih mengikuti keyakinan ibunya di tahun 386 dan kembali ke Afrika Utara untuk mendirikan suatu komunitas asketis. Di tengah – tengah dunia kekristenan Afrika yang bergairah, Augustine berkembang pesat dan pada tahun 396, ia telah menjadu Uskup Hippo (Hippo Regius, sekarang Annaba). Khotbah – Khotbah Augustine yang harfiah dan populer secara simultan menarik pengikut – pengikut dari beragam tingkatan, dan saat mencapai usia lanjut, ia menjadi sangat terkenal di lingkaran – lingkaran intelektual kekaisaran Roma. Setelah terjangkit demam, Augustine meninggal di tahun 430- tepat ketika kaum Vandal menaklukkan Afrika Utara. Selama masa hidupnya, bahkan ketika terbebani dengan tugas – tugas keseharian memimpin satu komunitas gera, Augustine adalah seorang pemikir aktif dan seorang penulis produktif yang terlibat dengan banyak kontroversi di zamannya. Dibandingkan dengan panutan – panutan filosofinya (Plato, dan khususnya Cicero), Augustine tidak menulis naskah yang secara spesifik ditujukan pada teori politik. Sebaliknya, di seluruh bagian The City of God, ia menyajikan pandangan – pandangan politiknya dengan cara membahas isu – isu 7 Peter Brown, Augustine of Hippo (Berkeley: University of California Press, 2000),511.

Untuk kemudian mengonfrontasikannya dengan keyakinan Kristen. Bagi Augustine, karena memiliki keyakinan berarti menyetujui sesuatu yang tidak terlihat jelas, ini harus hadir mendahului jenis pemahaman apa pun. Dengan demikian, peran utama akal adalah membimbing individu ke jenis keyakinan yang benar dan karenanya, ke pandangan – pandangan yang tepat menyangkut topik – topik seperti dosa, kehendak bebas, dan berkah. Baik akal maupun keyakinan membawa Augustine untuk menganggap realitas tersusun atas tiga alam, yaitu ketuhanan, lahiriah, spiritual. Sifat ketuhanan, tentu saja, merujuk pada Tuhan, yang ciri – ciri utamanya adalah keabadian, keberkatan, dan kreativitas. Tuhan adalah pijakan akhir dari keberadaan dan pemahaman, pemegang seluruh gagasan, pemberi seluruh kekuatan serta kebaikan tertinggi. Sifat lahiriah merujuk pada tubuh, yang diciptakan oleh Tuhan dan secara inhern tak terberkati ataupun menderita. Dengan demikian, tubuh tunduk pada perubahan dan pada fluktuasi waktu, tempat dan keadaan. Fokus pemikiran Augustine tentang manusia dan masyarakat, meski demikian, adalah alam spiritual – jiwa. Seperti tubuh, jiwa tunduk pada perubahan sepanjang waktu, namun karena memiliki kehendak bebas, jiwa dapat menjadi baik atau buruk. Jiwa- jiwa akan menderita jika mereka mengidentifikasi dengan sifat lahiriah (misalkan hal – hal seperti kenikmatan, kecantikan, dan kekuatan) dan akan terberkati jika mereka melihat pada sifat ketuhanan (misalkan keluhuran, keadilan, dan kebaikan). Terarahkan dengan benar berarti bahwa orang akan berjuang untuk melakukan apa yang layak dipuji; bagaimapun; keluhuran sejati akan selalu membutuhkan dimensi tambahan berupa berkah. Gagasan – gagasan politik utama Augustine berpusat pada konsepnya tentang “dua kota,” yang menyarankan bahwa manusia terdiri dari dua kelompok yang hadir bersama dan saling bercampur mereka yang tinggal di kota duniawi (Kota Manusia), dan mereka yang tinggal di Kota Surgawi (Kota Tuhan). Orang – orang di kota duniawi hidup mengikuti sifat lahiriah mereka dan mencintai diri sendiri sekalipun dengan merendahkan Tuhan. Kebanyakam dari kita masuk ke dalam kelompok ini, terkena kutukan untuk menjalani hidup kita dengan penuh masalah, kelangkaan, pertikaian dan kekerasan. Karena kita tidak mencintai Tuhan, satu kekuatan eksternal (negara) harus mengatur nafsu – nafsu kita yang tak terkendali. Dalam pengaturan semacam ini, konflik – konflik kita dapat dikendalikan sehingga kita dapat menikmati harta duniawi kita tanpa ,emjadi korban suatu kematian dini yang kejam. Setelah Hari Perhitungan, bagaimanapun, kita akan dihukum dengan siksaan abadi.

Sebaliknya, Kota Surgawi (terdiri dari mereka yang mencintai Tuhan dan merendahkan diri, yang hidup dengan roh) adalah sebuah tatanan yangdi dasarkan pada kasih Tuhan dan di dicirikan oleh keberadaan keadilan sejati, kedamaian, harmoni, dan kebijaksanaan.

Bagaimanapun,

tatanan

tersebut

hanya

terwujud

dengan

suatu

Kebangkitan. Hingga ini tercapai, Kota Tuhan terdiri dari tubuh maya dari mereka yang terpilih hanya sebagian yang dapat diketemukan di dalam Gereja kasat mata, di antara wakil – wakil Tuhan di dunia. (Joseph Losco & Leonard Williams 2005: 335-337) 2. Karakter Dua Kota Dua kota diciptakan lewat dua jenis kasih, yaitu kota duniawi diciptakan lewat kasih diri hingga ke titik yang merendahkan Tuhan, dan kota surgawi lewat kasih Tuhan yang dijalankan hingga keadaan perendahan diri. Pada kenyataannya, kota duniawi memuja dirinya, kota surgawi memuja Tuhan.8 Kota duniawi mencari kejayaan dari manusia, sedangkan kota surgawi menemukan kejayaan terbesarnya dalam Tuhan, saksi dari satu kesadaran baik. Kota duniawi mengangkat kepalanya dalam kejayaannya sendiri, kota surgawi berkata kepada Tuhannya:

Engkaulah kemuliaanku dan yang mengangkat

kepalaku‟.9 Dalam kota duniawi nafsu dominasi berkuasa lewat para rajanya sebagaimana negara-negara pada wilayah taklukannya; pada kota surgawi, baik yang memegang kewenangan maupun yang menjadi subjek saling melayani dalam kasih, para penguasa dengan bimbingan mereka, para subjek dengan kebutuhan mereka. Kota duniawi mencintai kekuatannya sendiri, ditunjukkan dalam para pemimpin kuatnya, sedangkan kota surgawi berkata kepada tuhannya, „Saya akan mengasihi Engkau, Tuhanku, kekuatanku‟. 10 Konsekuensinya, di kota duniawi manusia-manusia bijak hidup dengan standarstandar manusia yang mengejar kebaikan-kebaikan tubuh atau pikiran mereka, atau keduanya. Atau mereka yang mampu mengenali Tuhan: „Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap; mereka berbuat seolah-olah penuh hikmat, yaitu memuja diri sendiri dalam kebijaksanaan mereka, di bawah dominasi kesombongan, mereka telah menjadi bodoh. 8 2 Corinthians 10, 17. 9 Psalms 3, 3. 10 Psalms 18, 1.

Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar karena dalam penghormatan idola-idola semacam ini mereka menjadi para pemimpin atau pengikut masyarakat umum dan mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya.11 Dalam kota surgawi, di sisi lain, satu-satunya kebijaksanaan manusia adalah penyerahan diri dengan menyembah secara benar pada Tuhan sejati, dan mengharapkan pahala dalam menjadi pengikut para santo, bukan hanya manusia-manusia suci namun juga malaikat-malaikat suci „supaya Allah menjadi semua di dalam semua‟...

12

(Joseph Losco &

LeonardWilliams 2005: 346-347)

3. Filosofi Dua Kota Dalam Buku Political Theory yang ditulis oleh Joseph Losco dan Leonard Williams, berdasarkan analisis Rex Martin, menurut Augustine, pembagian alam semesta menjadi dua sisi berupa “Kota Tuhan” dan “Kota Bumi” berasal dari pembangkangan para malaikat (yang sekarang jatuh di surga). Sebagaimana terjadi di surga, itu terjadi pula di bumi. Manusia sejak awal telah hidup di bumi dalam kedamaian dan harmoni (bergabung satu sama lain dalam rasa cinta kekeluargaan alami) hingga kejatuhannya, yang membawa dosa ke dunia. Dua kota di bumi bercikal bakal dari Cain dan Abel. Cain, sang pembunuh, membangun kota duniawi pertama, “namun Abel, sebagai penduduk sementara, tidak membangun apapun” (XV.1, hlm. 479). Sesuai dengan itu, Augustine berkata bahwa dua kota telah terbentuk lewat dua cinta: kota duniawi lewat cinta diri, bahkan dengan merendahkan Tuhan; kota surgawi lewat kasih Tuhan, bahkan dengan perendahan diri. Satu model untuk menginterpretasikan Dua Kota Augustine adalah dengan mengidentifikasi kota duniawi dengan negara dan kota Tuhan dengan gereja institusional. Gereja Institusional dalam dispensasi Kristen secara harfiah merupakan Kota Tuhan di bumi. Kota Tuhan secara esensial memiliki konsepsi tripartit dari Augustine. Konsepsi pertama adalah bahwa Kota Tuhan merupakan “kota abadi”, seolah-olah ia tersusun dari Trinitas para malaikat yang loyal, dan bagian ras manusia yang ditakdirkan mendapatkan karunia abadi. Kewargaan abadi manusia, yang secara potensial abadi “dalam waktu” dan 11 Romans 1, 21 ff

12 1 Corinthians 15, 28

secara aktual abadi “pada akhir waktu”, oleh Augustine dirujukkan ke frasa-frasa seperti “kehidupan abadi para santo‟ dan “kependetaan abadi di hari kelak”. Konsepsi kedua dari Kota Tuhan adalah bahwa itu merupakan sebuah asosiasi (kolektif “dalam konsep”, namun dianggap distributif dalam kenyataan) individu-individu perorangan yang mengasihi Tuhan, berbeda dengan mereka yang mengasihi diri sendiri dan benda-benda di bumi. Dengan rubrik “dua cinta” ini Augustine membagi seluruh umat manusia ke dalam dua kelompok, mereka yang hidup mengikuti “daging” dan mereka yang hidup mengikuti “Roh”. Para anggota masing-masing kelompok tidak memiliki kemiripan kecuali karakter-karakter tertentu dari “cinta” yang memotivasi mereka. Individu-individu ini tidak terorganisasikan seperti dalam satu institusi tunggal atau kelompok institusi di bumi, namun mereka dikatakan membentuk “dua kota”. Konsepsi ketiga dari Kota Tuhan adalah bahwa ia merupaka entitas yang kasat mata dan institusional. Sebelum Yesus, entitas ini adalah bangsa Yahudi (bukan negara). Yesus “merampas kerajaan” dari Israel karena Israel telah menjadi “musuh-musuhnya”, dan meletakkan di bawah kepemimpinannya dalam gerejanya, gereja Kristen. Patut dicatat khusus bahwa Augustine menggunakan terminologi ini untuk menggambarkan apa yang ia percayai merupakan peristiwa sejarah, transfer kerajaan institusional Tuhan di bumi dari bangsa Yahudi menjadi gereja Kristen. Selama gereja institusional diarahkan secara ilahi untuk melakukan pekerjaan Tuhan, ia adalah kota Tuhan di bumi dalam cara pandang yang terpenting dan mutlak. Tanpa memperhitungkan karakter umum keanggotaannya dan karena ia selalu menampung bagian yang lebih besar dari para santo di bumi, gereja Kristen (dalam opini Augustine) melanjutkan peziarahannya, pewaris “kerajaan” Tuhan dari kaum Yahudi, rumah pemujaan, penampung sakramen-sakramen, dan pengajar injil. Medium khusus inilah menjadi jalan bekerjanya kehendak Tuhan dan menjadi pembagi karunia Tuhan sebenar gereja “individualistik”. Setiap gereja, dalam cara masing-masing yang diakui dan adalam pengertian yang tidak eksklusif dan terbatas, adalah sebuah aspek Kota Tuhan di bumi. Kesimpu...


Similar Free PDFs