TUGAS KARYA TULIS ILMIAH "Pengaruh Covid-19 terhadap Penerimaan Pajak di Indonesia" PDF

Title TUGAS KARYA TULIS ILMIAH "Pengaruh Covid-19 terhadap Penerimaan Pajak di Indonesia"
Author M. Rizki
Pages 13
File Size 269.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 231
Total Views 363

Summary

TUGAS KARYA TULIS ILMIAH DOSEN PEMBIMBING Keuangan Publik Islam Nur Rodiah, S.E.I, M.H. PENGARUH COVID-19 TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI INDONESIA Disusun oleh Muhammad Aldian Rizki : 180105010603 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM EKONOMI SYARIAH 2020 PEND...


Description

TUGAS KARYA TULIS ILMIAH

DOSEN PEMBIMBING

Keuangan Publik Islam

Nur Rodiah, S.E.I, M.H.

PENGARUH COVID-19 TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI INDONESIA Disusun oleh Muhammad Aldian Rizki

: 180105010603

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM EKONOMI SYARIAH 2020

PENDAHULUAN Kementerian Keuangan telah memproyeksi penerimaan pajak di 2020 akan mengalami kontraksi. Dimana penurunan penerimaan negara ini disebut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama, lebih disebabkan oleh pemberian stimulus dalam upaya mendukung program pemerintah untuk menekan dampak wabah Corona di Indonesia. Selain itu pemerintah juga akan melakukan penyesuaian terhadap postur APBN melalui mekanisme Perpres yang tentu saja akan mengubah target penerimaan pajak 2020. Sejumlah stimulus fiskal yang diberikan untuk mengantisipasi dampak virus Corona terhadap perekonomian diproyeksi akan tambah menekan penerimaan pada tahun ini. Sejumlah stimulus fiskal yang difokuskan untuk industri manufaktur tersebut diestimasi senilai Rp22,9 triliun. Hal ini tentunya berimbas pada penerimaan pajak. Kendati demikian, khusus untuk restitusi, DJP menegaskan hal tersebut memang hak dari wajib pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi penerimaan pajak pada tahun ini memang akan melemah sebagai efek lanjutan dari wabah virus Corona. Namun, kebijakan fiskal dinilai harus tetap ekspansif untuk memberi stimulus pada perekonomian. Seperti diketahui, target penerimaan pajak pada tahun ini dipatok senilai Rp1.642,6 triliun atau tumbuh 23,3% dari realisasi tahun lalu senilai Rp1.332,1 triliun. realisasi penerimaan pajak per 31 Januari 2020 senilai Rp80,22 triliun atau 4,88% dari target Rp1.624,57 triliun. Performa pada Januari 2020 ini tercatat turun 6,86% dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu. Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah terkait proyeksi realisasi penerimaan pajak tahun ini.

1

ISI Di Indonesia pajak merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh setiap warga negara yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak. Kewajiban membayar pajak sendiri tercantum dalam pasal 23 A UUD 1945 yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Selain itu di Indonesia pajak memiliki posisi yang paling penting, selain untuk membiayai kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, pajak merupakan penopang terbesar APBN di negara Indonesia. Dalam postur APBN 2018, pendapatan negara di proyeksikan sebesar 1.894,7 triliun rupiah dengan rincian penerimaan dari pajak sebesar 1.618,1 triliun rupiah, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 275,4 triliun rupiah, dan hibah sebesar 1,2 triliun rupiah. Besarnya target penerimaan negara dari sektor pajak, menjadikan apapun yang ada di Indonesia dijadikan objek pajak, seperti pajak kendaraan, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai, pajak saat berbelanja dan yang terbaru saat ini yaitu pemerintah mulai menargetkan para pengguna media sosial seperti youtuber dan selebgram sebagai objek pajak. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menkeu 210/PMK 010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Seperti sebuah slogan yang mengatakan bahwa “Warga bijak taat bayar pajak”. Ini adalah sebuah slogan yang seringkali terdengar di kalangan masyarakat umum, dimana slogan ini selalu dikampanyekan secara masif oleh pemerintah baik melalui media cetak maupun media elektronik. Tujuannya yaitu agar masyarakat bisa taat membayar pajak, karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan keuangan negara selain dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan hibah baik dalam maupun luar negeri yang digunakan untuk membiayai pembangunan. Upaya pemerintah yang mendorong masyarakat untuk membayar pajak dengan menekankan bahwa tanpa pajak, pembangunan tidak akan berjalan, dan jika pembangunan tidak berjalan maka pemerintah tentu tidak bisa mensejahterakan

2

rakyat justru tidak berbanding lurus dengan fakta yang ada. Jadi dengan tidak membayar pajak maka pembangunan di Indonesia tidak akan berjalan dengan baik. Apalagi, di Indonesia pembangunannya masih sangat minim dibandingkan dengan negara lain. Namun saat ini banyaknya masyarakat yang belum taat membayar pajak disebabkan karena minimnya informasi masyarakat mengenai manfaat dari pajak itu sendiri. Adapun manfaat dari adanya pajak bagi negara yaitu: Membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, seperti: pengeluaran yang bersifat self liquiditing. Contohnya: pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor. Membiayai pengeluaran reproduktif, seperti: pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Contohnya: pengeluaran untuk pengairan dan pertanian. Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif. Contohnya: pengeluaran untuk pendirian monument dan objek rekreasi. Membiayai pengeluaran yang tidak produktif. Contohnya: pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu. Jadi dengan taat membayar pajak manfaat yang bisa masyarakat terima yaitu: Fasilitas umum dan infrastruktur, seperti: jalan raya, jembatan, sekolah dan rumah sakit, Pertahanan dan keamanan, seperti: bangunan, senjata, perumahan hingga gaji karyawan, Subsidi pangan dan bahan bakar minyak, Kelestarian lingkungan hidup dan budaya, Dana pemilu, Pengembangan alat transportasi massa dan lain-lain. Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut: 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang." 3

2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung.Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor. 3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam

rangka

menjalankan

fungsi

pemerintahan,

baik

rutin

maupun

pembangunan. 4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan.Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. 5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang

diperlukan

untuk

menutup

pembiayaan

penyelenggaraan

pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif). Pajak di Indonesia dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu : 1. Berdasarkan pihak yang menanggung pajak; 2. Berdasarkan sifatnya; dan 3. Berdasarkan pihak yang memungut pajak Berdasarkan pihak yang menanggung, pajak terdiri dari dua macam pajak yaitu : a. Pajak Langsung yaitu pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Contohnya Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan.

4

b. Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja. Contoh: Pajak Penjualan, PPN, PPn-BM, Bea Materai, dan Cukai. Pajak terdiri dari dua macam berdasarkan sifatnya, antara lain: a. Pajak Subjektif yaitu pengenaan pajak dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak. Misalnya perhitungan Pajak Penghasilan, jumlah tanggungan dapat mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar. b. Pajak Obyektif yaitu pengenaan

pajak

dengan

pertama-tama

memperhatikan/melihat

objeknya, baik berupa keadaan atau perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui objeknya, barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui. Misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak memperhitungkan apakah wajib pajak tersebut memiliki tanggungan atau tidak. Berdasarkan pihak yang memungut, pajak terdiri dari dua macam, antara lain : a. Pajak Pusat yaitu pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian Keuangan. Adapun pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi: 1) Pajak Penghasilan (PPh) PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan

5

demikian, maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya. 2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPn BM PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009. 3) Pajak Bumi dan Bangunan Sejak berlakunya UU nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka kewenangan pemerintah pusat untuk melakukan pemungutan PBB hanya pada sektor Perhutanan, Perkebunan dan sektor Pertambangan sedangkan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan dialihkan ke pemerintah Kabupaten/Kota. 4) Bea Materai Pajak atas dokumen sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. 5) Bea Keluar / Bea Masuk UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. 6) Cukai UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai. b. Pajak Daerah Pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), antara lain : 1) Pajak Provinsi a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor; d) Pajak Air Permukaan; dan 6

e) Pajak Rokok. 2) Pajak Kabupaten/Kota a) Pajak Hotel, b) Pajak Restoran, c) Pajak Hiburan, d) Pajak Reklame, e) Pajak Penerangan Jalan, f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, g) Pajak Parkir, h) Pajak Air Tanah, i) Pajak Sarang Burung Walet, j) Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan, k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Adanya wabah Covid-19 yang 1 bulan terakhir ini yang menyerang negara Indonesia berefek terhadap penekonomian kita seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan mewabahnya Covid-19 di seluruh dunia telah menekan perekonomian termasuk di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan diprediksi hanya akan mencapai 2,3% sepanjang tahun ini. Dengan pertumbuhan ekonomi yang turun, penerimaan negara juga akan mengalami kontraksi bahkan hingga 10%. Pemerintah menetapkan penerimaan negara menjadi sebesar Rp 1.760,9 triliun atau hanya 78,9% dari target sebelumnya sebesar Rp 2.233,1 triliun di APBN 2020."Untuk Indonesia karena 2020 terjadi perubahan sangat besar. APBN 2020 akan hadapi tekanan baik dari sisi penerimaan negara, yaitu pajak, bea dan cukai dan PNBP semua menghadapi tekanan tidak mudah," ujarnya. Menurutnya, penurunan penerimaan ini terutama dari sektor perpajakan sebagai penopang penerimaan negara yang dominan. Penerimaan pajak yang turun diakibatkan dunia usaha yang mengalami tekanan karena Covid-19 sehingga tidak mampu melaksanakan kewajibannya. 7

Selain itu, penerimaan dari sektor lainnya juga ikut mengalami tekanan. Sebab, Covid-19 ini menyebar hampir ke semua sektor perekonomian Indonesia termasuk UMKM. "Apakah karena kondisi pelaku ekonomi melemah sehingga kemampuan bayar pajak turun dan perubahan komoditas yang turun tajam, minyak, batu bara turun nyata," jelasnya. "Oleh karena itu kita melihat dari sisi penerimaan yang disampaikan ada kemungkinan turun, sebesar 10%. Outlook ini akan terus dimonitor dan teliti tiap bulan untuk capture perubahan kondisi ekonomi yang terjadi," tambahnya. Langkah-Langkah Strategis Ditjen Pajak (DJP) yaitu memberikan stimulus atau insentif fiskal yang diberikan pemerintah hanya bersifat sementara sebagai upaya untuk mengantisipasi dampak virus Corona terhadap perekonomian nasional berikut adalah kebijakan dari DJP : Insentif perpajakan diberikan dalam berbagai bentuk. Pertama, adanya relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 ( PPh Pasal 21), Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100 persen atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan Rp 200 juta pada sektor industri pengolahan selama enam bulan dari bulan April hingga September 2020. Insentif ini agar para pegawai yang tempat kerjanya terdampak akan dapat menerima tambahan take home pay dari pajak yang ditanggung pemerintah. Kedua yaitu relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor),,yang diberikan melalui skema pembebasan PPh Pasal 22 Impor kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan Wajib Pajak Kemudahan Impor Tujuan Ekspor – Industri Kecil dan Menengah (KITE IKM). Kebijakan ini dilakukan melalui perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak terkait tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotong dan/atau pemungutan oleh pihak lain. Ketiga, relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25), melalui skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE-IKM selama 6 bulan sejak April sampai September 8

2020. Melalui pengurangan PPh Pasal 25, perusahaan atau pengusaha dapat menyisakan uangnya lebih banyak per bulan untuk menjaga aliran kas/cash flow. Keempat adalah relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat (pengembalian pendahuluan) bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE-IKM. Restitusi PPN dipercepat, terhitung mulai bulan April hingga September 2020. Stimulus fiskal yang kedua ini diharapkan dapat menjaga usaha dari perlemahan ekonomi dari sektor-sektor paling terdampak. Selain stimulus fiskal, pemerintah juga melakukan relaksasi dari prosedur ekspor dan impor serta memberikan pelayanan maksimal dan kemudahan pada importir yang memiliki reputasi baik. Kebijakan pemerintah melalui stimulus ini selain untuk menambah gerak perekonomian juga untuk memberikan pesan kepada seluruh masyarakat bahwa negara hadir dan memperhatikan rakyatnya. Tidak menutup kemungkinan akan ada stimulus fiskal lainnya bila dianggap perlu sesuai dengan perkembangan situasi. Namun tentu saja kita semua berdoa dan berharap agar keadaan cepat pulih dan membaik sehingga tidak diperlukan lagi stimulus fiskal yang berikutnya. Staf

Ahli Menkeu Bidang

Pengawasan

Pajak Kementerian

Keuangan

(Kemenkeu), Nufransa Wira Sakti, mengatakan insentif ini diberikan untuk mengurangi beban wajib pajak akibat virus Corona yang menyebabkan perlambatan ekonomi. Menurutnya, WP yang diberikan insentif ini merupakan prioritas dilihat dari sisi besarnya pengaruh virus Corona yang menyebabkan berkurangnya kemampuan para WP membayar pajak. “Ini (virus Corona) tentu saja menyebabkan dampak pada kehidupan manusia terutama Indonesia puncaknya. Pemerintah sebagai pengelola keuangan negara berikan focus utama terutama pada kesehatan, kemudian social safety terutama untuk pemulihan ekonomi sehingga bisa pulih kembali,” jelas Nufransa dalam Webinar Hukumonline 2020 bertema Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona (Peraturan Menkeu No.23 Tahun 2020). Direktur Peraturan Perpajakan II Kemenkeu, Yunirwansyah, menambahkan bagi wajib pajak di luar sektor usaha yang diatur dalam PMK 23/2020, namun mengalami kerugian usaha dapat mengajukan keringanan pajak ke KPP. 9

“Memungkinkan pajak bisa diringankan angsuran pajak lebih kecil karena penurunan usaha,” jelas Yunirwansyah. Sebelumnya, pengamat pajak Darussalam mengatakan PMK 23/2020 tersebut merupakan bentuk respons cepat pemerintah dalam rangka menjamin kestabilan ekonomi di tengah situasi Covid-19. “Dengan kata lain, pemerintah memilih untuk switching dari pajak sebagai instrumen penerimaan kepada instrumen pendorong ekonomi. Dalam hal ini kita perlu apresiasi adanya kerelaan dari negara di sektor pajak, demi keberlangsungan aktivitas ekonomi,” kata Darussalam kepada Hukumonline, Jumat (27/3) lalu. Menurut Darussalam, kebijakan ini juga dapat diamati di banyak negara di tengah wabah virus Corona. Setidaknya, sudah lebih dari 60 negara di dunia juga mengambil langkah serupa melalui instrumen pajak. Utamanya dengan maksud untuk meringankan beban biaya serta menjamin keberlangsungan cash flow pelaku usaha. Targetnya adalah agar terjadi kestabilan produksi, ekspansi bisnis, serta mencegah PHK. “Inilah pula yang mendasari terbitnya PMK 23/2020. Untuk melihat sejauh mana insentif ini dapat menolong dunia usaha, diperlukan evaluasi berkala,” imbuhnya. Sementara itu, Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sutrisno Iwantono menyampaikan apresiasi kepada pemerintah yang sudah mengupayakan berbagai cara untuk menolong pelaku bisnis di tengah wabah virus Corona. Namun, dia tetap memiliki catatan terkait insentif pajak tersebut. “PPh 21 tentu tergantung apakah karyawan terima gross atau net. Kalau net berarti meringankan beban perusahaan, tapi kalau gross akan menambah pendapatan karyawan. Sedangkan PPh pasal 25 tentu akan melonggarkan cash flow. Sistem cicilan PPh Pasal 25 ini memang kurang pas karena dasarnya adalah penghasilan tahun lalu, sedang bisnis kan tidak sama setiap tahunnya,” katanya. Meski demikian, keputusan pemerintah untuk memberikan keringanan PPh Pasal 21 untuk sektor tertentu sudah cukup benar. Hanya saja dia berharap insentif ini tepat sasaran.

10

PENUTUP Negara Indonesia saat ini sedang diserang oleh Virus Corona atau yang disebut dengan COVID-19 yang dimana berefek kepada perekonomian Indonesia terutama dalam penerimaan pajaknya maka dari itu pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Insentif Perpajakan yang meliputi Relaksasi Pajak Penghasilan untuk Pekerja, Impor, dan Pengusaha serta Relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat. Insentif pajak adalah kebijakan pemerintah yang diberikan kepada individu atau organisasi tertentu hingga investor asing yang bersedia mendukung pemerintah, dari sektor sosial hingga penelitian dan pengembangan, yang mana kebijakan insentif tersebut diberikan untuk memudahkan dan mendorong wajib pajak untuk patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya di masa sekarang dan yang akan datang. Marilah kita bersama-sama menaati imbauan pemerintah untuk menerapkan social distancing, selalu mencuci tangan dengan sabun, tidak keluar rumah jika tidak penting, dan selalu berdo’a serta berikhtiar kepada Allah SWT agar wabah virus ini segera berlalu. Sehingga Perekonomian Indonesia bisa kembali seperti semula aamiin ya robbal alaamiin…

11

DAFTAR PUSTAKA Redaksi DDTC News, Stimulus Pajak Efek Virus Corona Bakal Pengaruhi Penerimaan https://news.ddtc.co.id/stimulus-pajak-efek-virus-corona-ba...


Similar Free PDFs