Ulumul Hadits: Pengertian Sejarah Perkembangan Dan Cabang-Cabang Ulumul Hadits PDF

Title Ulumul Hadits: Pengertian Sejarah Perkembangan Dan Cabang-Cabang Ulumul Hadits
Author Jawad Mughofar KH
Pages 16
File Size 146.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 51
Total Views 915

Summary

PENGERTIAN SEJARAH PERKEMBANGAN DAN CABANG- CABANG ULUMUL HADITS Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ulumul Haidts, Dosen Pengampu Suparman, M.Ag. Oleh: Kelompok III : Fitri Nurrunnisa (1145010049) Jawad Mughofar KH (1145010071) Khorru Sujjada S (1145010073) Kelas : SPI/1B JURUSAN SEJARAH...


Description

PENGERTIAN SEJARAH PERKEMBANGAN DAN CABANGCABANG ULUMUL HADITS Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ulumul Haidts, Dosen Pengampu Suparman, M.Ag.

Oleh: Kelompok III

Kelas

: Fitri Nurrunnisa

(1145010049)

Jawad Mughofar KH

(1145010071)

Khorru Sujjada S

(1145010073)

: SPI/1B

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2014

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrohiim, Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah Ulumul Hadits yang berjudul “Pengertian Sejarah Perkembangan Dan Cabang-Cabang Ulumul Hadist” Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, pemimpin para Nabi dan panutan bagi umat Islam di dunia yang beriman dan bertaqwa, begitu juga dengan para keluarga dan sahabat yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang-benderang “Ila Dzulumati Ilannur” serta kepada pengemban risalah mulia yang selalu mengikuti metode serta langkah beliau yang menjadikan “Al-Qur‟an” sebagai pedoman sekaligus sumber hukum. Penyusun sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan, demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga amal kebaikan dan aktivitas yang kita lakukan selalu ada dalam rahmat dan ampunannya, Aamiin.

Bandung, 15 September 2014

Penyusun,

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

i

DAFTAR ISI ....................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... B. Rumusan Masalah .......................................................................... C. Tujuan ............................................................................................

1 2 2

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ulumul Hadits .............................................................. B. Sejarah Perkembangan Ulumul Hadits .......................................... C. Cabang-Cabang Ulumul Hadits .....................................................

3 7 9

BAB III PENUTUP A. Simpulan ........................................................................................

12

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai di ketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama hadits sesuai dengan fungsinya dalam menetapkan syari`at Islam. Ada Hadits Shahih, Hadits Hasan, dan Hadits Dha`if. Masing-masing memiliki persyaratan sendirisendiri. Persyaratan itu ada yang berkaitan dengan persambungan sanad, kulitas para periwayat yang di lalui hadits, dan ada pula yang berkaitan dengan kandungan hadits itu sendiri. Maka persoalan yang ada dalam ilmu hadits ada dua. Pertama berkaitan dengan sanad, kedua berkaitan dengan matan. Ilmu yang berkaitan dengan sanad akan mengantar kita menelusuri apakah sebuah hadits itu bersambung sanadnya atau tidak, dan apakah para periwayat hadits yang di cantumkan di dalam sanad hadits itu orang-orang yang terpercaya aau tidak. Adapun Ilmu yang berkaitan dengan matan akan membantu kita mempersoalkan dan akhirnya mengetahui apakah informasi yang terkandung di dalamnya berasal dari Nabi atau tidak. Misalnya, apakah kandungan hadits bertentangan dengan dalil lain atau tidak. Secara garis besar ilmu hadits dibagi atas ilmu hadits riwayat dan ilmu hadits dirayat. Jika ilmu hadits riwayat membahas materi hadits yang menjadi kandungan makna, maka ilmu hadits dirayat mengambil pembahasan mengenai kaidah-kaidahnya, baik yang berhubungah dengan sanad atau matan hadits. Kedua pengetahuan tersebut sama-sama penting. Sebab dengan ilmu yang pertama, setiap muslim yang ingin mengikuti jejak laku dan teladan Rasulullah , harus menguasai ilmu tersebut. Sementara itu dengan menguasai ilmu yang kedua, setiap muslim dan siapapun yang mempelajari dengan baik akan mendapatkan informasi yang akurat dan akuntabel tentang hadits Nabi/ Rasulullah saw. Di bawah ini akan dibahas tentang pengertian ilmu hadits, sejarah yang dilalui, dan cabang-cabang ilmu hadits, terurama ilmu hadits yang berkaitan dengan kegiataan takhrij dan penelitian sanad hadit Nabi saw.

1

2

B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut; a. Apa pengertian Ulumul Hadits? b. Bagaimana Sejarah Ulumul Hadits? c. Apa saja cabang-cabang Ulumul Hadits?

C. Tujuan Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk: a. Mengetahui pengertian Ulumul Hadist b. Mengetahui Sejarah Ulumul Hadits c. Mengetahui apa saja cabang-cabang Ulumul Hadits

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ulumul Hadits Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits (arabnya : „Ulum al-Hadits). Dari segi bahasa ilmu hadist terdiri dari dua kata yakni ilmu dan hadist, secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledgr, dan science, sedangkan hadist secara etimologis, hadist memiliki makna jadid, qorib, dan khabar. Adapun pengertiannya sebagai berikut: a.

Jadid, lawan qadim: yang baru (jamaknya hidast, hudatsa, dan huduts);

b.

Qorib: yang dekat, yang bekum lama terjadi;

c.

Khabar: warta, yakni: sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang yang lain (Hasbi Asshiddiqy, 1980 : 20) Adapun pengertian hadist secara terminologis menurut Ahli Hadist: ‫افعا ه أحْ ا ه‬

ّ ‫ا ْق ا ه ص ّي ل ع يْه س‬

“Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau perilaku Nabi SAW” (Mahmud Thahan, 1978 : 155) Dengan

demikian

Ulumul

Hadits

adalah

ilmu-ilmu

yang

membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW. Para ulama ahli hadist banyak yang memberikan definisi ilmu hadist, di antaranya Ibnu Hajar AlAsqalani: ‫ا ْق اع ا عرفة بحا ا رّا ي ا ْ رْ ي‬ “Kaidah-kaidah

yang

mengetahui

keadaan

perawi

dan

yang

diriwayatkan” Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadist adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan. Ilmu hadits yakni ilmu yang berpautan dengan hadits. Apabila dilihat kepada garis besarnya, Ilmu Hadits terbagi menjadi dua macam. Pertama, Ilmu Hadits Riwayat (riwayah). Kedua, Ilmu Hadits Dirayat (dirayah).

3

4

a. Hadits Riwayat 1. Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang di kutip oleh Al-Suyuthi, yaitu: Ilmu Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, pencatatannya, serta periwayatannya, dan penguraian lafaz-lafznya. 2. Menurut Muhammad `Ajjaj al-Khathib, yaitu: Ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci. 3. Menurut Zhafar Ahmad ibn lathif al-`Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawa`id fi `Ulum al-Hadits, yaitu: Ilmu Hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengannya perkataan, perbuatan, dan keadaan Rosul SAW serta periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis Nabi SAW serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafazlafaznya . Dari

ketiga

definisi

di

atas

dapat

di

pahami

bahwa

Ilmu

Hadis Riwayahpada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadis Nabi SAW. Objek kajian Ilmu Hadis Riwayah adalah Hadis Nabi SAW dari segi periwayatannya dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:

 Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lainnya;

 Cara pemeliharaan Hadis, Yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan dan pembukuannya.

5

Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap Hadis Nabi SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya.

b. Hadits Dirayat Hadist Dirayah, dari segi bahasa kata berasal dari kata dara, yadri, daryan, dirayatan/dirayah = pengetahuan, jadi yang dibahas nanti dari segi pengetahuannya yakni pengetahuan tentang hadist atau pengantar ilmu hadist.[5] Ibn al-Akfani memberikan Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut: dan Ilmu Hadis yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. a. Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam penerimaan riwayat (cara-cara tahammul al-Hadits), seperti: 

Sama‟ (perawi mendengarkan langsung bacaan Hadis dari seorang



guru),



hadapan guru tersebut),

Qira‟ah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunya di

Ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu Hadis dari seorang ulama tanpa dibacakan sebelumnya kepada



seorang untuk diriwayatkan),



Kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang),



seseorang untuk diriwayatkan),

Munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada I‟lam (memberitahu seseorang bahwa Hadis-Hadis tertentu adalah koleksinya),

6

 

Washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang dikoleksinya), dan Wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang guru).

b. Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadis. Pembahasan tentang sanad meliputi: 

Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadis haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai

pada

Periwayat

terakhir

yang

menuliskan

atau

membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak 

diketahui identitasnya atau tersamar: Segi kepercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan







dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Hadisnya ); Segi keselamatan dan kejanggalan (syadz); Keselamatan dan cacat („illat); dan Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.

Pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahih-an atau ke dhaifan-nya. Hal tersebut dapat dilihat dari kesejalananya dengan makna dan tujuan yang terkandung di dalam al-quran, atau selamatnya: 



Dari kejanggalan redaksi (rakakat al-faz); Dari cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad al- ma‟na), karena bertentangan dengan akal dan panca indera, atau dengan



kandungan dan makna al-qur‟an, atau dengan fakta sejarah; dan Dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.

7

B. Sejarah Perkembangan Ulumul Hadits Selama dua puluh tiga tahun Rasulullah SAW mencurahkan segala aktifitasnya untuk mendakwahkan Islam kepada umat manusia sehingga belahan dunia (Arab) tersinari oleh agama yang hanif ini.1 Perkembangan ilmu hadits selalu beriringan dengan pertumbuhan pembinaan hadits itu sendiri. Hanya saja ia belum wujud sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada saat Rasulullah SAW masih hidup ditengahtengah kaum muslimin, ilmu ini masih wujud dalam bentuk prinsip-prinsip dasar, yang merupakan embrio bagi pertumbuhan ilmu hadits dikemudian hari. Misalnya tentang pentingnya pemeriksaan dan tabayyun, terhadap setiap berita yang didengar, atau pentingnya persaksian orang adil dan sebagainya. Firman Allah dalam (Al-Hujurat [49] : 6) menyatakan: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” Demikian pula dalam (Al-Thalaq [65] : 2) ّ ‫يؤ ب‬ ْ ‫ْن ْ أقي ا ا ّش ا ة َّ ۚ ٰ ْ ي عظ به ْ كا‬ ۚ ‫اَ ا ْي ْ ْاْخر‬ ‫ْ ر ًجا‬

ْ ‫يْ ع‬

‫ا‬

‫ أ ْش‬...

ّ ‫ْ يتّق‬ ‫ل يجْ ع ْ ه‬

“.......persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.” Ayat di atas jelas memberikan perintah kepada kaum muslimin supaya memeriksa, meneliti dan mengkaji berita yang dating, khususnya berita yang dibawa oleh orang-orang fasiq. Tidak semua berita yang 1 Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH,

2001, Bogor, halaman 45

8

datang pasti diterima sebelum diperiksa siapa pembawanya dan apa materi isinya. Jika pembawanya orang terpercaya dan adil, maka pasti diterima. Tetapi sabaliknya, jika mereka tidak jujur dan fasik, tidak obyektif, maka berita akan ditolak. Sepeninggal Rasulullah SAW, para sahabat Nabi sangat hati-hati dalam periwayatan hadits, karena konsentrasi mereka masih banyak tercurahkan kepada al-Qur‟an, yang baru mulai dibukukan pada zaman khalifah Abu Bakar dan disempurnakan pada saat sahabat Utsman bin Affan menjadi Khalifah. Selanjutnya ketika mulai terjadi konflik politik, yang memicu munculnya firqah di kalangan kaum muslimin ; Syi‟ah, Murji‟ah dan Jama‟ah, dan pada gilirannya mendorong timbulnya periwayatan yang dimanipulasi, dipalsukan dan direkayasa, maka para ulama bangkit untuk membendung pemalsuan dan menjaga kemurnian hadits Nabi. Dari usaha ini, terbentuklah teori-teori tentang periwayatan. Keharusan

menyertakan

sanad

menjadi

bagian

penting

yang

dipersyaratakan dalam setiap periwayatan. Hal ini telah dilakukan antara lain oleh Ibnu Syihab al-Zuhri ketika menghimpun hadits dari para ulama. Ketika para ulama hadits membahas tentang kemampuan hafalan / daya ingat para perawi (dhabit), membahas bagaimana system penerimaan dan penyampaian yang dipergunakan (tahammul wa ada‟ al-hadits), bagaimana cara menyelesaikan hadits yang tampak kotradiktif, bagaimana memahami hadits yang musykil dan sebagainya, maka perkembangan ilmu hadits semakin meningkat. Ketika Imam al-Syafi‟i (wafat204 H) menulis kitab al-Risalah, sebenarnya ilmu hadits telah mengalami perkembangan lebih maju, sebab di dalam kitab tersebut telah dibahas kaidah-kaidah tentang periwayatan, hanya saja masih bercampur dengan kaidah ushul fiqih. Demikian pula dalam kitab al-Umm. Di sana telah ditulis pula kaidah yang berkaitan dengan cara menyelesaikan haadits-hadits yang bertentangan, tetapi masih bercampur dengan fiqih. Artinya ilmu hadits pada saat itu sudah mulai tampak bentuknya, tetapi masih belum terpisah dengan ilmu lain, belum menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

9

Sesudah generasi al-Syafi‟i, banyak sekali para ulama yang menulis ilmu hadits, misalnya Ali bin al-Madini menulis kitab Mukhtalif al-Hadits, Ibnu Qutaibah (wafat 276 H ) menyusun kitab Ta‟wil Mukhtalif al-Hadits. Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab shahihnya, AlTurmudzi menulis al-Asma‟ wa al-Kuna, Muhammad bin Sa‟ad menulis al-Thabaqat al-Kubra. Demikian pula al-Bukhari menulis tentang rawirawi yang lemah dalam kitab al-Dlu‟afa‟. Dengan banyaknya ulama yang menulis tentang persoalan yang menyangkut ilmu hadits pada abad III H ini, maka dapat difahami mengapa abad ini disebut sebagai awal kelahiran Ilmu Hadits, walaupun tulisan yang ada belum membahas ilmu hadits secara lengkap dan sempurna. Penulisan ilmu hadits secara lebih lengkap baru terjadi ketika AlQadli Abu Muhammad al-Hasan bin Abd. Rahman al-Ramahurmudzi (wafat 360 H) menulis buku Al-Muhaddits al-Fashil Baina al-Rawi wa alWa‟i. Kemudian disusul al-Hakim al-Naisaburi (wafat 405 H) menulis Ma‟rifatu Ulum al-Hadits,al-Khathib Abu Bakar al-Baghdadi menulis kitab Al-Jami‟ li Adab al-Syaikh wa al-Sami‟, al-Kifayah fi Ilmi alRiwayat dan al-Jami‟ li Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami‟. C. Cabang-Cabang Ulumul Hadits Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah: a.

Ilmu Rijal al-Hadits Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini. Ada yang menyebut Ilmut

10

Tarikh, ada

yang

menyebut Tarikh

al-Ruwat, ada

juga

yang

menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat. b.

Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil Yaitu Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta`dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabatmartabat kata-kata itu. Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil,sehingga hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai suber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadis shahih.

c.

Ilmu Fannil Mubhamat Yaitu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam matan atau di dalam sanad. Misalnya perawi-perawi yang tidak tersebut namanya dalam shahih Bukhory diterangkan selengkapnya olehIbnu Hajar Al `Asqollany dalam Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.

d.

Ilmu Mukhtalif al-Hadis Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis secara lahiriah bertentangan, namun ada kemungkinan dapat diterima dengan syarat. Mungkin dengan cara membatasi kemutlakan atau keumumannya dan lainnya, yang bisa disebut sebagai ilmu Talfiq al-Hadits.

e.

Ilmu `Ilalil Hadits

11

Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if,...


Similar Free PDFs