UPAYA MENINGKATKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU DI INDONESIA PDF

Title UPAYA MENINGKATKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU DI INDONESIA
Author Siti F I T R I A H Musadad
Pages 16
File Size 110 KB
File Type PDF
Total Downloads 104
Total Views 821

Summary

UPAYA MENINGKATKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU DI INDONESIA Siti Fitriah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [email protected] Abstrak Berprofesi sebagai guru bukanlah akhir dari proses belajar. Sebaliknya, profesi guru menuntut para guru untuk terus mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya sup...


Description

UPAYA MENINGKATKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU DI INDONESIA Siti Fitriah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [email protected]

Abstrak Berprofesi sebagai guru bukanlah akhir dari proses belajar. Sebaliknya, profesi guru menuntut para guru untuk terus mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya supaya terciptalah proses belajar mengajar efektif yang dibuktikan dengan kualitas hasil belajar siswa. Pemerintah hingga saat ini telah membuat kebijakan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut melalui program sertifikasi dan komunitas belajar kelompok seperti Kelompok Kerja Guru (KK) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Selain itu, Uji Kompetensi Guru (UKG) dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi guru dan memetakan kebutuhan pengembangan kompetensi guru. Pada faktanya, dengan segala kekurangan dan kelebihan pada masing-masing program, guru di Indonesia masih menunjukkan kualitas rendah. Motivasi merupakan salah satu faktor utama penyebad rendahnya kualitas tersebut. Oleh sebab itu, memberikan dorongan motivasi bagi para guru untuk mengembangkan diri merupakan hal penting. Jika motivasi pada guru telah tumbuh, pengembangan kompetensi guru dapat dilakukan secara mandiri. Kata kunci: pengembangan profesi guru

A. Pendahuluan Profesi guru memiliki peranan penting dalam pendidikan. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 16 tahun 2007 memaparkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi bagi guru. Kualifikasi akademik yaitu ijazah pendidikan yang diperoleh guru sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan formal dimana ia menempuhnya. Guru harus memenuhi kualifikasi akademik minimal Sarjana (S1) dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan guru di tingkat universitas. Selain itu, guru juga disyaratkan untuk memiliki 1

beberapa kompetensi tertentu. Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, kemampuan dan perilaku yang dimiliki, dipahami, dan dikuasai oleh guru guna melaksanakan tanggung jawab profesinya. Kompetensi guru terdiri dari empat aspek: kompetensi pedagogik, kompetensi profesi, kompetensi personal dan kompetensi sosial. Setiap kompetensi mencakup kemampuan tertentu pada guru (Jalal, Samani, Chang, Stevenson, Ragatz, & Negara, 2009). Kompetensi pedagogik meliputi kemampuan guru untuk memahami siswa, merencanakan dan melaksanakan metode pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, mengembangkan profesi. Kompetensi personal merupakan kekuatan kepribadian guru sebagai sosok dewasa dan hebat yang memberikan contoh supaya ditiru oleh para siswa. Kompetensi profesi mencakup penguasaan komprehensif materi yang diajarkan kepada siswa dengan menggunakan metode instruksional dan strategi belajar. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian kelompok sosial untuk berkomunikasi dengan efektif dan efisien dengan siswa, teman sesama guru, wali murid dan masyarakat sekitar. Berprofesi sebagai seorang guru bukan berarti akhir dari proses belajar. Justru sebaliknya, seorang guru dituntut untuk terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guna menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Terlebih lagi, pada saat ini para guru dihadapkan dengan perkembangan media dan teknologi cukup pesat yang dapat mempengaruhi implementasi

pembelajaran

di

ruang

kelas.

Guru

bertanggung

jawab

untuk

mengembangkan kompetensi dan profesionalisme. Untuk itu, dilaksanakanlah program sertifikasi oleh pemerintah dimana guru mendapatkan gaji dua kali lipat atau uang tunjangan guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan upaya memberikan kesejahteraan bagi para guru ini, diharapkan para guru dapat terus mengembangkan diri dan meningkatkan hasil belajar siswa sebagai tujuan dalam pengajaran. Hal ini sesuai dengan kerangka konsep kualitas pendidikan di Indonesia meliputi rekrutment, pendidikan calon

guru, induksi, mentoring dan masa percobaan, sertifikasi,

pengembangan profesi terus-menerus, penghargaan guru dan perkembangan karir dan pada akhirnya mencapai profesi guru berkualitas tinggi (The World Bank, 2014). Jumlah guru dengan kualifikasi akademik tingkat Sarjana telah meningkat barubaru ini sebagai akibat dari dicantumkannya kualifikasi akademik minimal S1 dalam 2

kriteria sertifikasi (The World Bank, 2012). Pada faktanya, guru sekolah dasar menunjukkan kemampuan yang rendah dalam tes. Hal ini memberikan kesan bahwa setidaknya bagi guru sekolah dasar, kualifikasi akademik S1 bukanlah kriteria efektif dalam memilih guru berkualitas tinggi untuk program sertifikasi. Selain itu, World Bank (2012) menduga bahwa terdapat kemungkinan lemahnya hubungan antara kualifikasi akademik dan keahlian mata pelajaran pada guru. Dengan demikian proses peningkatan akademik di Indonesia saat ini hanya memberikan dampak yang sedikit pada hasil belajar siswa. Dalam situasi ini, guru membutuhkan adannya pendidikan untuk mengembangkan profesi guru. Pentingnya pengembangann profesi guru pun diakui di beberapa Negara seperti Jepang, Korea dan Australia, guna meningkatkan kualitas pendidikan dan aktifitas belajar mengajar (Mizuno, 2010). Terdapat perbedaan yang jelas antara guru baru (novice teacher) dan guru ahli (expert teacher) dalam mengasosiasikan metode atau teknik mengajar ke dalam situasi kontekstual. Biasanya guru ahli dapat mengidentifikasi aktifitas kelas beserta kesulitannya selama proses belajar mengajar dan bagaimana menanganinya (Burns and Richards, 2009). Berbeda dengan Indonesia, di New York profesionalisme guru terdiri dari beberapa tahap: diploma, magang (internship) dan lisensi (Burns and Richards, 2009). Kualifikasi diploma diperoleh setelah menyelesaikan pendidikan tingkat Sarjana. Kemudian lulusan Sarjana tersebut diharuskan untuk mengikuti internship selama empat tahun. Lisensi mengajar permanen diberikan setelah menyelesaikan pendidikan tingkat Magister (S2). Upaya pemerintah dengan melaksanakan berbagai program tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia dengan menciptakan guru guru yang baik dan profesional sebagai pihak yang terjun di lapangan (executor) berhadapan langsung dengan siswa. Menurut Craig, Kraft, and Du Plessis (The World Bank, 2014), beberapa ciri guru yang baik adalah mengetahui bidang studinya, menggunakan pedagogi yang tepat dalam konten bidang studi, menggunakan bahasa instruksi yang tepat dan menguasai bahasa tersebut, menciptakan dan melestarikan lingkungan belajar yang efektif, menemukan dan menanggapi kebutuhan serta ketertarikan siswa dan masyarakat, merefleksikan pengajaran dan tanggapan siswa serta perubahan lingkungan belajar sesuai kebutuhan, memiliki nilai etik yang kuat, berkomitmen untuk mengajar dan peduli 3

terhadap siswa. Untuk membantu para guru mencapai beberapa kriteria tersebut, perlu ditetapkannya standar sistem (Tanang &Abu, 2014). Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, makalah ini bertujuan untuk mengkaji beberapa upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia melalui berbagai program seperti seperti sertifikasi, UKG (Uji Kompetensi Guru)), dan KKG (Kelompok Kerja Guru)/ MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Selain itu, bagian akhir makalah ini memberikan saran berupaya upaya mendasar yang perlu dilakukan oleh para guru dalam peningkatan kualitas pendidikan. B. Pembahasan Program sertifikasi Pada tahun 2005, undang-undang tentang guru dan dosen bertujuan untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan Indonesia dengan mengatasi kelemahan kompetensi guru, rendahnya motivasi guru dan jumlah gaji guru yang rendah. Para guru diseleksi untuk masuk dalam program sertifikasi berdasarkan kualifikasi akademik, senioritas atau pengalaman mengajar, dan kedudukan dalam layanan masyarakat. Ketiga hal tersebut dianggap mencerminkan empat kompetensi guru yang dinyatakan oleh undang-undang, yaitu: kompetensi pedagogis, personal, sosial dan profesi. Sertifikasi guru diharapkan untuk meningkatkan standar pengajaran guru melalui pengenalan insentif dan sangsi guna memastikan bahwa guru memiliki tingkat kompetensi minimum. Sayangnya, tujuan sertifikasi tidak dapat tercapai karena pada kenyataannya masih terdapat kekuranan pada metode yang digunakan (Triyanto, 2012). Berdasarkan data World Bank (2012), bahwa sejak tahun 2005 terdapat kurang lebih satu juta guru yang telah disertifikasi dan satu pertiga diantaranya mendapatkan sertifikasi melalui penilaian portfolio pengalaman dan pelatihan sebelumnya. Dua pertiga lainnya mendapatkan sertifikasi setelah melewati pelatihan selama 90 jam (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Di sisi lain, ternyata implikasi keuangan pada program sertifikasi sangatlah besar. Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia melakukan proses evaluasi dampak program sertifikasi guru tersebut. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sertifikasi memberikan dampak positif pada perilaku guru, akan tetapi perubahan ini tidak terdapat pada peningkatan belajar siswa (The World Bank, 2012). Ringkasan temuan tersebut berdasarkan dua rangkaian pengumpulan data yang dilakukan oleh Bank Dunia 4

pada November 2009 dan April 2011. Dampak program sertifikasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga alur atau channel: behavioral channel, upgrading channel, dan attraction channel (The World Bank, 2012). Ketika seorang guru telah mendapatkan sertifikasi, maka guru tersebut memenuhi syarat untuk menerima uang tambahan sebesar gaji pokoknya. Kenaikan gaji yang besar ini dapat meningkatkan motivasi dan penghargaan diri bagi guru yang menyenangkan menurut siswa sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa (behavioral channel). Faktanya, sebuah penelitian mengemukakan bahwa gaji dua kali lipat guru tidak membuat kinerja para guru lebih baik berdasarkan pengukuran hasil belajar siswa, meskipun pada hakekatnya gaji dua kali lipat meningkatkan kesejahteraan guru (World Bank, 2015). Sebelum adanya sertifikasi, para guru dihadapkan dengan persoalan keuangan sehingga berakibat pada potensi kinerja yang kurang baik. Ternyata, adanya peningkatan kesejahteraan guru melalui sertifikasi tidak membuat para guru melakukan investasi lebih dalam keberhasilan strategi pengajaran. Padahal sebuah experiement membuktikan bahwa para guru di Negara berkembang (dalam hal ini India) dapat bekerja lebih baik jika mereka cukup termotivasi secara keuangan untuk melakukannya (Maralidharan & Sundararaman dalam World Bank, 2015). Guru yang belum memenuhi syarat sertifikasi dapat memilih untuk mendapatkan pendidikan tingkat S1 untuk memenuhi persyaratan sertifikasi. Tunjangan profesi diberikan sebagai insentif keuangan bagi guru tersebut untuk melakukan peningkatan akademik yang dibutuhkan (upgrading channel). Perihal ini didasarkan pada penilaian bahwa tingginya tingkat pendidikan lebih baik untuk mengajar dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Guru yang sedang berupaya meningkatkan kualifikasi akademiknya diharapkan pula untuk meningkatkan kapasitas profesinya selama proses ini berlangsung. Peningkatan kualifikasi akademik guru dengan cara ini juga diharapkan untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan belajar siswa. Meski demikian, tingkat pendidikan S1 tidaklah cukup untuk meningkatkan pendidikan yang dibutuhkan dalam mengejar perkembangan Negara- Negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. Terdapat beberapa indikasi yang jelas bahwa profesi mengajar benar-benar dengan harapan gaji lebih tinggi telah menjadi lebih populer di kalangan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) (attraction channel). Akan tetapi hal ini masih dalam pertanyaan 5

apakah fenomena ini mengarahkan kualitas pendidikan siswa untuk meningkat secara umum.

Angka lembaga pelatihan guru pun berkembang, terutama untuk memenuhi

kenaikan permintaan lapangan pekerjaan guru. Sayangnya, tidak ada kejelasan apakah berkembangnya angka lembaga pelatihan guru berpengaruh pada kualitas rata-rata para siswa yang mendaftarkan diri sebagai calon guru. Jika jumlah lembaga pelatihan guru menyesuaikan angka permintaan lapangan pekerjaan, maka sistem akan gagal untuk memangkas lulusan SMA bermutu rendah. Situasi ini mengkhawatirkan. Sayangnya Indonesia tidak memanfaatkan popularitas profesi guru saat ini dengan memilih lulusan SMA yang paling menjanjikan dari seluruh total pendaftar calon guru (The World Bank, 2015). Pemerintah perlu hendaknya membatasi kenaikan jumlah guru dan memastikan bahwa sistem tidak menghasilkan terlalu banyak guru baru. Di Singapura, hanya terdapat 20% dari 100 calon mahasiswa yang diterima pada institusi pendidikan guru dan kemudian 90% dari angka tersebut akan lulus dan masuk dalam lapangan kerja mengajar. Proses seleksi yang ketat ini berdampak baik terhadap citra mengajar sebagai profesi yang bergengsi dan mendorong program pelatihan guru untuk mencapai standar tersebut. Gaji dua kali lipat menunjukkan penghargaan terhadap kerja guru dan mengurangi tekanan guru untuk bekerja tambahan guna mencukupi kebutuhan rumah tangga dan mengurangi laporan masalah keuangan. Sayangnya proses sertifikasi ternyata belum mengarahkan pada peningkatan pengetahuan mata pelajaran guru sehingga alhasil tidak hasil belajar siswa meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa para guru tidak mampu untuk mewujudkan tingginya motivasi dalam hal keuangan menjadi peningkatan kinerja di dalam kelas pada saat kompetensi konten mereka rendah (World Bank, 2012). Terlebih lagi ialah, ketika program sertifikasi menarik ratusan dari ribuan guru mulai kuliah untuk mendapatkan kualifikasi akademik S1, tidak terdapat kesuksekan peningkatan

pada

kualitas pendidikan. (World Bank, 2015). Uji Kompetensi Guru (UKG) Akhir-akhir ini para guru di Indonesia ramai membicarakan tentang UKG. Dalam mengikuti UKG, guru diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan. UKG ditujukan untuk seluru guru di berbagai penjuru di Indonesia. UKG merupakan awal yang baik untuk pengembangan profesi guru lebih lanjut. Tujuan dilaksanakannya UKG adalah untuk memetakan kompetensi guru khususnya kompetensi pedagogi dan profesi 6

berdasarkan standar yang dibutuhkan, menentukan jenis pendidikan dan pelatihan yang harus diikuti oleh para guru sebagai pengembangan profesi berkelanjutan berdasarkan pemetaan kompetensi, dan untuk menilai kinerja guru guna menjalankan penghargaan bagi para guru. UKG merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendapatkan guru yang tepat karena tidak adanya proses seleksi bagi lulusan pendidikan guru dalam memasuki pekerjaan sebagai (The World Bank, 2011). Hasil UKG akan diintegrasikan dengan penilaian kerja guru dan pengembangan profesi berkelanjutan sebagaimana tercantum pada Permen PAN dan RB (Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) nomor 16 tahun 2009 sebagai persyaratan promosi dan posisi fungsional guru. Pengembangan profesi berkelanjutan dikoordinasikan dengan PPPPTK (Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan). Selain untuk menilai kemampuan para guru itu sendiri, hasil UKG juga digunakan sebagai informasi permulaan untuk menganalisa institusi pendidikan guru. Oleh karena itu, validitas dan reliabilitas UKG sebagai alat ukur haruslah terjamin. Implementasi UKG pun hendaknya diperbaiki dan dikembangkan secara terus menerus sebagai pengembangan pendidikan untuk meningkatkan sumber daya para guru. UKG mengukur kompetensi dasar tentang bidang studi

(subject matter) dan

pedagogik dalam domain konten. Hal ini berdasarkan pada penilaian bahwa tingkat pengetahuan bidang studi pada guru yang dapat diamati jauh lebih baik dalam memprediksi hasil belajar siswa daripada kualifikasi akademik (The World Bank, 2015). Kompetensi bidang studi yang diujikan sesuai dengan bidang studi sertifikasi (bagi guru yang sudah bersertifikat pendidik) dan sesuai dengan kualifikasi akademik guru (bagi guru yang belum bersertifikat pendidik). Kompetensi pedagogik yang diujikan adalah integrasi konsep pedagogik ke dalam proses pembelajaran bidang studi guru dalam kelas. Dengan demikoan, UKG menguji dua kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik dan kompetensi profesi, dari empat kriteria kompetensi (pedagogik, profesional, personal dan sosial). Akibatnya tes kedua kompetensi tersebut dinilai tidak mewakili kompetensi guru secara menyeluruh. Perlu dilakukan evaluasi melalui observasi maupun wawancara untuk mengetahui kompetensi personal dan sosial guru. Selain itu, hingga saat ini status UKG masih dalam ketidakjelasan apakah sebagai 7

penilaian formatif (untuk meningkatkan kinerja dan praktek para guru) atau sebagai penilaian sumatif (untuk menentukan kinerja pada waktu tertentu tanpa adanya perbaikan). Kenyataannya, tidak ada program tindak lanjut setelah diadakannya UKG pada tahun 2015 lalu. Kekecewaan ini pun mengakibatkan para guru menganggap bahwa UKG tidak diimplementasikan dengan serius oleh pemerintah. Dalam pelaksanaan UKG, sebuah analisa menemukan bahwa banyak guru Sekolah Dasar (SD) yang memiliki kesulitan besar, bahkan pada soal Matematika paling sederhana (The World Bank, 2015). Hal ini menimbulkan keraguan apakah guru dengan berkompetensi dibawah standar tersebut dapat menjadi guru yang efektif (setidaknya sebagai guru Matematika). Fenomena ini dapat membingungkan siswa dan bahkan mungkin mengecilkan hati siswa yang cerdas karena tidak percaya diri untuk memberikan koreksi terhadap kesalahan guru. Tidak dimeragukan lagi bahwa penetahuan bidang studi membutuhkan kerja keras seluruh guru dan dukungan dari pemerintah daerah maupun nasional. Rendahnya hail kompetensi guru pada UKG mungkin karena butir tes yang terlalu sulit atau tidak valid secara keseluruhan. Meskipun demikian, UKG merupakan sebuah langkah menuju tujuan yang tepat dan merupakan permulaan untuk menyusun sebuah sistem dimana kompetensi guru diukur dan dinilai (The World Bank, 2015). UKG dapat diperkuat dan diperluas sebagai gambaran seluruh populasi guru dan digunakan sebagai komponen penting dalam proses seleksi guru untuk pengembangan karir dan sertifikasi profesi. Oleh sebab itu, validitas dan reliabilitas UKG harus terjamin dan didukung secara luas oleh semua pihak yang berkepentingan, termasuk guru. Penentuan nilai kelulusan pun haruslah masuk akal. Pentingnya kompetensi pengetahuan bidang studi pada guru dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan praktek dalam Kelompok Kerja Guru (KKG)/ Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) (The World Bank, 2016) seperti yang akan dipaparkan pada bagian selanjutnya. KKG and MGMP untuk pengembangan profesi guru Pendidikan profesi guru dapat dibagi menjadi dua: pelatihan dan pengembangan (Craft, 2000). Pelatihan berfokus pada pendidikan dalam jangka pendek dan untuk tujuan sementara tertentu sedangkan pengembangan berfokus pada perkembangan pengajaran secara umum dan dalam jangka panjang. Lebih lanjut Craft (2000) memberikan 8

penjelasan mengenai konsep belajar guru dari beberapa sudut pandang. Pertama, guru dapat mengembangkan penguasaan kemampuan dan kompetensi. Kedua, guru memikirkan lebih lanjut terkait kepercayaan dan bagaimana kepercayaan tersebut berpengaruh pada proses belajar mengajar. Ketiga, guru belajar dengan secara aktif membangun dan meninternalisasi pengetahuan, tidak sekedar mendapatkan input. Keempat, guru dapat merefleksikan pengalaman mengajar untuk mendapatkan pembelajaran sehingga mereka memiliki pemahaman yang lebih baik. Sayangnya, dalam mengembangkan kompetensi ini, para guru memiliki berbagai permasalahan seperti terbatasnya waktu, ketidaksetaraan kesempatan untuk mengikuti forum keilmuan, dan juga keterbatasan fasilitas teknologi untuk pengembangan diri (Rismawati, 2012). KKG dan MGMP dillaksanakan untuk mengembangkan profesionalisme guru guna meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Sebuah penelitian menemukan bahwa bahwa Pusat Kegiatan Guru (PKG), tempat dimana KKG dilaksanan, mempunyai peranan yang cukup penting dalam peningkatan profesionalisme guru (Suwarno, 2009). KKG merupakan forum kegiatan profesional bagi para guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah di tingkat gugus atau kecamatan yang terdiri dari beberapa guru dari beberapa sekolah. Sedangkan MGMP adalah forum kegiatan profes...


Similar Free PDFs