70 Tahun Prof. Soetandyo Wignjosoebroto H u k u m PDF

Title 70 Tahun Prof. Soetandyo Wignjosoebroto H u k u m
Author Ibrahim Yahya
Pages 316
File Size 1.2 MB
File Type PDF
Total Downloads 632
Total Views 1,040

Summary

70 Tahun Prof. Soetandyo Wignjosoebroto Hukum Paradigma, Metode dan Masalah Soetandyo Wignjosoebroto ELSAM dan HUMA @ Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan Masalah Tim Editor Ifdhal Kasim (Editor Utama) Winarno Yudho Sandra Moniaga Noer Fauzi Ricardo Simarmata Eddie Sius RL. Desain ...


Description

70 Tahun Prof. Soetandyo Wignjosoebroto

Hukum Paradigma, Metode dan Masalah

Soetandyo Wignjosoebroto

ELSAM dan HUMA

@ Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan Masalah

Tim Editor Ifdhal Kasim (Editor Utama) Winarno Yudho Sandra Moniaga Noer Fauzi Ricardo Simarmata Eddie Sius RL. Desain Sampul

Tata Letak

Cetakan Pertama, November 2002 Hak penerbitan ada pada ELSAM dan HUMA Penerbit 1. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jl. Siaga II No. 31, Pasar Minggu, Jakarta 12510 Tlp. (021) 797 2662, 7919 2564. Faks (021) 7919 2519 Email: [email protected], [email protected] Website: http://www.elsam.or.id 2. Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologi (HUMA)

DAFTAR ISI

Pengantar Penerbit Daftar Isi Pendahuluan Bagian Pertama Menyemai Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Mempelajari dan Memahami Hukum 1. Optik Sosiologi Hukum dalam Mempelajari Hukum 2. Para Perintis Sosiologi Hukum dari Masa Belahan Akhir Abad 19 dan Awal Abad 20: Dari Alam Pemikiran Eropa Barat ke Amerika Serikat A. Alam Pemikiran Eropa Barat B. Alam Pemikiran Amerika Serikat 3. Topik-Topik Terpilih Sosiologi Hukum: Suatu Tawaran untuk Perbincangan 4. Perkembangan Pemikiran dalam Sosiologi Hukum sebagai Respon atas Perkembangan Sosial-Politik

Bagian Kedua Paradigma, Ancangan Konsep, Teori dan Metodologi dalam Kajian Hukum 5. Perubahan Paradigma dalam Ilmu Hukum pada Masa Peralihan Milenium 6. Ilmu Hukum dan Ilmu Sosial tentang Hukum: Perbedaan Konsepsi dan Konsekuensi Metodenya 7. Penggunaan Metodologi Penelitian Menurut Tradisi Sains dalam Ilmu Hukum dan Ilmu-Ilmu Sosial: Perbincangan tentang Masalah Teknis-Operasionalnya

8. Mempelajari dan Memahami Hukum sebagai Realitas Sosial: Metode Penelitian 9. Konsep dan Teori yang Disebut “Hukum”: Pendekatan Makro (Struktural) dan Pendekatan Mikro (Simbolis-Interaksional) 10. Paradigma Penelitian Kualitatif dan Konsekuensinya dalam Strategi Pelaksanaannya (Sebagaimana Dicontohkan dalam Grounded Theory) 11. Hukum dan Pemaknaannya Menurut Pengalaman Kebahasaan Para Penggunanya: Pengantar ke Arah Kajian Hukum dengan Pendekatan Semiotika

Bagian Ketiga Hukum dan Perkembangannya yang Seiring dengan Dinamika Perkembangan Sosial-Politik 12. Transplantasi Hukum ke Negara-Negara Berkembang, Khususnya Indonesia

yang

Tengah

13. Pembangungan Hukum Nasional: Tantangan bagi Pemimpin Lokal 14. Perkembangan Hukum dan Perkembangan Bisnis 15. Masalah Pluralisme dalam Sistem Hukum Nasional 16. Perkembangan Profesi Hukum di Indonesia 17. Fungsi Paralegal dalam Tinjauan Sosio-Historis 18. Pembaruan Hukum untuk Menggalang Kehidupan Masyarakat Indonesia Baru yang Berperikemanusiaan dan Berkeadilan 19. Membangun Budaya Hukum dalam Pembangunan Hukum

Bagian Keempat

Aspek-Aspek Sosio-Legal Konstitusionalisme, Supremasi Hukum dan Hak Asasi Manusia 20. Konstitusi dan Konstitusionalisme 21. Hak-Hak Asasi Manusia Konstitusionalisme: Hubungan antara Masyarakat dan Negara 22. Hak-Hak Asasi Manusia dan Warga Negara

Persoalan Hak-Hak Kebebasan

23. Doktrin Supremasi Hukum: Sebuah Tinjauan Kritis dari Perspektif Historis Mengenai Perkembangan Hukum Barat 24. Hukum di Bawah “Kuasa” Paradigma Liberalisme 25. Doktrin Apakah Sesungguhnya yang Terkandung dalam Istilah Negara Hukum?

Bagian Kelima Masyarakat Warga, Kebangsaan, Penegasan Kembali Reformasi

Demokrasi

dan

26. Dari Masyarakat Kawula-Gusti dalam Old Society ke Masyarakat Warga dalam New State 27. Konsep Kewarganegaraan dalam Kehidupan Bernegara Bangsa: Sebuah Penjelasan Ringkas 28. Aspirasi Warga Masyarakat dalam Kehidupan Bernegara 29. Wawasan Kebangsaan dalam Kehidupan Bernegara: Sebuah Kerangka Pemikiran Teoretis 30. Demokrasi, Demokratisasi, dan Usaha Masyarakat di Hadapan Kekuasaan Negara

Memberdayakan

31. Perkembangan Demokrasi dalam Kehidupan Berbangsa di Tengah Perkembagan Kehidupan Global

32. Paham Kebangsaan dalam Suatu Masyarakat yang Majemuk dan Perannya sebagai Kekuatan Pengintegrasi 33. Dilema Nasionalisme pada Peralihan Milenium: Reaktualisasi Nilai-Nilai Budaya demi Integritas Bangsa, Kasus Indonesia 34. Reformasi Kehidupan Berbangsa demi Terselenggaranya Pembangungan yang Lebih Berwawasan Kerakyatan dan Kemanusiaan 35. Reformasi sebagai Proses Pemaknaan Ulang Konstitusi (DAri Fungsi Pelegitimasi Kekuasaan Negara ke Fungsi Pelegitimasi Hak-Hak Asasi Manusia Warga Negara)

Pengantar Penerbit Serva ordinem et ordo servabit te. Ini adalah pepatah Latin kuno yang secara harfiah berarti “layanilah peraturan maka peraturan pun akan melayanimu”. Itu berarti ada internalisasi nilai-nilai yang termaktub dalam peraturan dalam berbagai bentuknya. Persoalannya, dari manakah asalnya nilai-nilai itu? Dari alam ide atau dari realitas empiris? Yang mana yang diakui sebagai benar, yang berasal dari dunia ide entah berentah ataukah yang berasal dari dunia real-empiris? Mengapa sebuah nilai diakui sebagai norma yang “mengikat” dan mengapa yang lain tidak? Itulah beberapa di antara berbagai masalah yang menggelisahkan ilmu hukum yang anehnya tak bisa dicarikan jawabannya oleh ilmu hukum itu sendiri. Ia membutuhkan ilmu dan perspektif lain untuk mendapatkan jawabannya, semisal sosiologi dan filsafat bahkan logika dan psikologi yang kemudian melahirkan ilmu-ilmu baru semisal sosiologi hukum, filsafat hukum dan psikologi hukum. Kecenderungan ini kemudian melahirkan kegelisahan bagi ilmuwan hukum yang “mapan” alias positivis serta penganut paham legisme dan formalisme. Profesor Soetandyo Wignjosoebroto adalah satu di antara sedikit ilmuwan hukum beraliran kritis dan non-positivis di Indonesia. Pemikiran-pemikirannya di satu sisi sangat menantang dan mencerahkan, tetapi di sisi lain sangat sulit didapatkan karena profesor yang satu ini jarang menuliskan pemikirannya dalam bentuk sebuah buku utuh; pemikiran-pemikiran briliannya tersebar dalam bentuk hand out kuliah, esai untuk bahan seminar, training, lokakarya pertemuan para pakar, dsb. Beruntung bagi yang memiliki akses langsung pada beliau. Bagi yang tidak, sangat susah mendapatkan beberapa tulisannya. Perlulah kiranya kami mengetengahkan sebuah kisah tentang hal itu. Ketika kami sedang berupaya memilah-milah naskah beliau yang jumlahnya ratusan untuk diterbitkan, seorang kandidat doktor dari Universitas Indonesia menghubungi kami untuk meminta beberapa tulisan beliau yang menurut kandidat doktor tadi dianjurkan promotornya sebagai “pustaka utama”. Bayangkan! Selama ini kata “pustaka utama” melekat dalam pikiran kita sebagai buku utuh yang sudah menjadi pegangan resmi dan bacaan wajib para pakar dan mahasiswa. Ini tidak! “Pustaka utama”-nya adalah sekumpulan naskah lepas yang barangkali akan segera dilupakan. Sungguh kisah ini menjadi energy drink bagi kami yang memang sedang dalam proses menggarap buku ini. Kekaguman yang bertambah ini mempertegas motivasi awal kami menerbitkan buku ini. Memang, rencana menerbitkan buku ini sebagai sebentuk “kado ulang tahun untuk Bapak” sudah sejak lama direncanakan oleh teman-teman ELSAM terutama dari bagian Program Hukum dan Masyarakat (yang sekarang kemudian menjadi lembaga tersendiri dengan nama HuMa). Waktu itu, motivasinya barangkali murni kado diimbuhi sedikit ambisi untuk mendiseminasikan berbagai gagasan segar dan pemikiran tajam dari profesor kita ini. Seiring perjalan waktu, terutama selama proses penggarapannya, terbersit dan terlontar decak atas daya intelektualitas beliau serta penyesalan tak kunjung

habis yang mungkin muncul jika berbagai pemikiran beliau ini tidak dipublikasikan untuk kalangan yang lebih luas dari daya jangkaunya selama ini yang hanya terbatas pada lingkungan akademis tertentu, kesempatan olah-intelektual tertentu, dan lingkungan pemikir-pemikir kritis muda yang kebanyakan tersebar di lembaga-lembaga ornop dan kampus tertentu. Jadilah, kerja menjadikan beberapa di antara begitu banyak tuangan pemikiran beliau sebagai sebuah buku penuh dengan kegembiraan dan letupanletupan nikmat intelektual terutama karena kedahagaan kami akan karya intelektual yang berbobot – yang sayangnya masih sangat minim di negeri ini. Nah, berbagai kumpulan tulisan dalam buku ini – yang kemudian terkesan bukan lagi sebuah antologi, karena dijalin dengan begitu apik oleh tim editor termasuk penulisnya sendiri – mencoba menawarkan bukan jawaban final atas berbagai permasalahan hukum dan masyarakat di mana dan untuk apa hukum itu ada, melainkan terutama sebuah cara menjawab. Kita toh mengerti betul – mengikuti Plato yang mementingkan cara bertanya yang baik dan benar untuk melahirkan pengetahuan yang sejati – bahwa cara menjawab yang salah dengan sendirinya akan melahirkan jawaban yang salah pula. Artinya, di sini yang berperan adalah soal perspektif, metode, paradigma, dan logikanya. Sebagai seorang intelektual “kritis” tanpa harus “kiri”, Profesor Soetandyo Wignjosoebroto mengajak Anda untuk “bertamasya” ke alam rasio yang serius tetapi mengasyikkan karena dari sana Anda bisa menyaksikan “dunia” dengan lebih cerah dan penuh optimis. Lectori salutem!

Jakarta, 19 November 2002

PENGANTAR: CATATAN PEMBUKA DARI PENYUNTING

Sebuah Awalan

PENGGALAN kisah yang disadur oleh Prof. Soetandyo Wignjosoebroto dari novel terkenal Les Moserables yang ditulis pengarang terkenal di masanya, Victor Hugo, yang disajikan di bawah ini, barangkali bisa menjadi semacam pengantar untuk memahami untaian pemikiran Prof. Soetandyo yang terhimpun di dalam buku ini. Marilah kita ikuti sejenak kisahnya: Alkisah ada seorang ayah, seorang pengangguran korban PHK yang malang dan melarat, yang -karena mendengar tangis anak bayinya semalam suntuk- tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak pergi keluar dengan niat untuk mencuri roti. Anak bayi itu sungguh lapar karena air susu ibunya sudah tidak bisa keluar lagi. Betapa tidak? Si ibu itu sendiri sudah tiga hari ini tidak makan. Tidak ada kecuali rotipun -remah-remahnya saja juga tidakyang tersisa di rumah. Ayah yang nekat itu menuju ke sebuah toko roti di pojok jalan. Terlihat beberapa bongkah roti teronggok di belakang kaca estalase. Dipecahnya kaca itu, dan diambil sebongkah roti, dan segera saja ia larikan pulang. Untuk isteri! Ya, demi anak! Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Bunyi kaca estalase yang pecah mengundang dengan segera datang seorang polisi ke tempat kejadian. Segera saja polisi itu mengejar si ayah yang tengah melarikan roti itu. Roti memang sempat diterima si ibu. Akan tetapi belum sempat si ibu itu memasukkan roti ke mulutnya yang telah terlanjur menganga, keburu datanglah polisi itu. Polisi merenggut dan merebut roti itu dari tangan si ibu. Sekalipun si ibu dan si ayah itu mengiba-iba, dan jerit tangis si anak tidak ada kunjung redanya, polisi itu tetap saja dengan tegar “mengamankan” roti itu sebagai barang bukti telah terjadinya pencurian, dengan si ayah itu sebagai terdakwanya. Bukankah hukum itu harus ditegakkan, sekalipun langit akan runtuh? Lagi pula, bukankah pernah ada perintah Allah 'janganlah kamu mencuri'? Arkian, polisi meneruskan tugas kewajibannya untuk memproses perkara pencurian itu, dan menyeret sang ayah ke meja hijau. Hakim pun secara konsekuen menjatuhkan pidana sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Pidana yang berlaku, yang berbunyi “barang siapa mengambil barang milik orang lain, akan dipidana penjara dengan kerja paksa karena suatu perbuatan pencurian, setinggi-tingginya enam tahun. Apabila barang yang diambil itu merupakan barang produksi atau barang dagangan, maka pidana penjara itu akan diperberat dengan tambahan sepertiganya”. Maka si ayah pun terpisah dengan paksa dari anak-istrinya, karena harus menjalani hukum selama delapan tahun lamanya. Dibaca sekilas memang tidak ada yang istimewa dari penggalan kisah di atas: bukankah sudah seharusnya seorang pencuri ditangkap dan diajukan ke meja hijau? Lalu mengapa begitu istimewa bagi Prof. Soetandyo? Hal inilah yang ingin diungkapkannya melalui tulisan-tulisannya yang sudah mulai dikenal oleh komunitas akademis di Indonesia pada tahun 1970-an, yaitu

memperkenalkan pendekatan ilmu-ilmu sosial (sosiologi) dalam mempelajari dan memahami hukum. Kisah tentang pencuri dalam novel Les Moserables di atas, apabila dilihat dari kacamata Jurisprudence (ilmu hukum) semata, terutama mazhab yang lebih menitikberatkan pada seni menemukan dan menerapkan aturan-aturan dalam suatu kasus (in concreto) -yang dikenal dengan mazhab positivisme, si ayah jelas bersalah telah melakukan pencurian walaupun dilakukannya secara terpaksa demi menyelamatkan hidup anak-istrinya. Tetapi bila dilihat dari kacamata sosiologi hukum, maka kisah tersebut bisa bermakna lain. Sosiologi hukum tidak berurusan dengan law as what ought to be, tetapi berurusan dengan pertanyaan law as what it is (functioning) in society. Kisah Les Moserables itu sekaligus dapat menggambarkan pula orientasi intelektual Prof. Soetandyo. Seperti diketahui, dalam karir akademisnya ia tidak hanya sibuk bekerja di “menara gading” universitasnya, tetapi juga berusaha terlibat dengan persoalan-persoalan riel masyarakatnya. Disinilah terlihat concern-nya yang besar pada kaum marginal yang terpinggirkan itu. Apakah itu kaum miskin kota, kaum buruh, atau bahkan masyarakat adat yang terpencil di pelosok-pelosok nusantara. Ketika ia menjadi anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), keprihatinannya terhadap masalah-masalah yang dihadapi kaum marginal tersebut menjadi lebih mudah disuarakannya. Begitu pula dengan keterlibatannya di dalam berbagai kegiatan seminar atau lokakarya yang diadakan oleh berbagai Organisasi Nonpemerintah (Ornop). Sensitivitas terhadap keadilan kaum marginal itu pula yang ingin ia kembangkan kepada caloncalon akademisi atau peneliti. Makanya ia menganjurkan kepada mereka untuk lebih menitikberatkan pada penelitian-penelitian nondoktrinal-kualitatif, ketimbang penelitianpenelitian doktrinal. Tujuannya adalah agar kaum akademisi dapat merespon terpenuhinya rasa keadilan massa awam. Dikatakannya: “dalam alam kehidupan yang kian demokratik dan people centered dewasa ini, yang amat mengharapkan terwujudnya signifikansi sosial setiap produk perundang-undangan, kiranya kajian-kajian yang kualitatif tentang berbagai permasalahan dan kebijakan sosial di dalam kehidupan manusia --agar dapat lebih merespon setiap kebutuhan hukum dan terpenuhinya rasa keadilan massa awam-- pantaslah kalau lebih banyak dianjurkan dan lebih banyak dicoba. Penelitian-penelitian nondoktrinal-kualitatif dengan ancangan paradigmatiknya yang mikro dan bertendensi pro populus itu dapat kiranya banyak memberikan sumbangan yang berarti.”

Isu Pokok Buku Ini Seperti sudah disinggung di muka, buku ini memang ingin menyajikan kajian-kajian ilmu sosial tentang hukum (social science on law), khususnya sosiologi hukum (sociology of law). Bukannya hendak menyajikan kajian-kajian hukum dari sudut Jurisprudence atau Rechtsleer -yang mempelajari hukum sebagai perangkat norma atau sejumlah kaidah (“rules and logic”). Tetapi ingin menyajikan kajian-kajian tentang hukum sebagai fakta sosial yang empirik, dan ihwalnya sebagaimana terwujud sebagai bagian dari pengalaman sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat dengan menggunakan metode yang lazim dikenal dalam ilmu-ilmu sosial. Inilah yang menjadi isu pokok buku ini. Sementara dari sisi yang lain, melalui buku ini kita sekaligus

dapat menyaksikan rentang pergumulan pemikiran Prof. Soetandyo selama karir akademisnya di bidang pengkajian sosiologi hukum, yang telah dimulainya sejak tahun 1970-an. Kajian-kajian ilmu sosial tentang hukum tersebut -yang melihat hukum sebagai fakta empirik, berbeda dengan kajian mazhab Sociological Jurisprudence yang tumbuh di dalam lingkungan kajian-kajian ilmu hukum (Jurisprudence). Mazhab Sociological Jurisprudence yang diprakarsai oleh Roscoe Pound pada tahun 1930-an di Amerika Serikat, yang muncul sebagai bentuk pembangkangan terhadap kajian ilmu hukum murni yang posivistis, sebenarnya hanyalah menggambil pendekatan sosiologis ke dalam kajian-kajian ilmu hukum. Karena itu aliran Sociological Jurisprudence tersebut tetaplah berada dalam ranah Jurisprudence, bukan berada dalam ranah kajian-kajian ilmu sosial tentang hukum, khususnya sociology of law. Kajian yang terakhir ini tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan kajian ilmu-ilmu sosial. Perbedaan yang tipis ini seringkali mengaburkan, sehingga orang seringkali pula menyamakan keduanya. Karena itu pula orang tidak membedakan kajian-kajian sosiologi hukumnya Prof. Satjipto Rahardjo, guru besar sosiologi hukum dari Universitas Diponegoro, Semarang, dengan kajiankajian hukum yang diprakarsai oleh Prof. Soetandyo. Untuk menampilkan secara koheren dan sistematik apa yang ditandaskan di atas, kami (para penyunting buku ini) menyeleksi dengan sungguh-sungguh seluruh karya tulis Prof. Soetandyo yang berhasil kami kumpulkan -yang jumlahnya hampir mencapai 200 tulisan. Akhirnya kami menyeleksi tulisan-tulisan yang kini terhimpun di dalam buku ini, yang kami anggap tepat menggambarkan tema pokok yang ingin kami tampilkan. Dan, untuk memudahkan pembaca mengikuti buku ini, kami memilah-milah tulisan tersebut ke dalam lima bagian. Kelima bagian itu masing-masing kami beri sub-judul, sebagai berikut: pertama “Menyemai Pendekatan IlmuIlmu Sosial dalam Mempelajari Hukum”; kedua “Paradigma, Ancangan Konsep, Teori dan Metodologi dalam Kajian Ilmu Sosial tentang Hukum”; ketiga “Hukum dan Perkembangannya Seiring dengan Dinamika Perkembangan Sosial Politik”; keempat “Aspek-aspek Socio-Legal Konstitusionalisme, Supremasi Hukum dan Hak Asasi Manusia”; dan terakhir kami beri judul “Masyarakat Warga, Kebangsaan, Demokrasi dan Penegasan Kembali Reformasi”. Pembahasan mengenai sosiologi hukum ditempatkan pada bagian pertama, karena dari perspektif inilah penulisnya menganalisis berbagai aspek hukum, konstitusionalisme, hak asasi manusia, dan demokrasi sebagaimana yang berkembang di Indonesia. Pembahasan pada bagian pertama ini dengan demikian lebih merupakan uraian deskritif tentang apa itu sosiologi hukum, tokohtokoh pemikirnya baik yang datang dari Eropa Barat maupun yang berasal dari Amerika Serikat, topik-topik yang penting dikaji dalam sosiologi hukum, dan perkembangan pemikiran kontemporer yang terjadi di lingkungan sosiologi hukum itu sendiri. Secara singkat diuraikan disini tentang kemunculan Critical Legal Studies --sebuah aliran pemikiran post-realist. Selain itu, penulisnya juga berusaha menunjukkan perbedaan antara sosiologi hukum dengan aliran Sociological Jurisprudence yang berkembang dalam kajian-kajian ilmu hukum (jurisprudence) di Amerika Serikat pada tahun 1930-an, yang di sini seringkali dicampur-baurkan sebagai sesuatu yang sama. Pada bagian yang kedua masuk ke isu-isu yang lebih spesifik, yaitu menyangkut soal paradigma, ancangan konsep, teori dan metodologi. Disini penulisnya membahas mengenai perubahanperubahan paradigma di dalam ilmu hukum, dimulai dari paradigma positivisme, pasca

positivisme sampai kepada paradigma hermeneutik. Perubahan-perubahan paradigma tersebut sangat terkait erat dengan perubahan-perubahan di dalam masyarakat karena kemajuan-kemajuan di bidang pasar, tehnologi, dan sebagainya. Dari masalah perubahan paradigma itu, penulisnya kemudian masuk ke isu yang lebih spesifik lagi, yaitu menyangkut peralatan analisa dalam memahami hukum sebagai fakta empirik. Disinilah kita bicara mengenai metodologi. Disini penulis memperkenalkan metodologi ilmu sosial dalam mempelajari hukum yang disebutnya dengan “metode non-doktrinal”. Sehubungan dengan metode ini pula, ia kemudian menganjurkan digunakannya pendekatan mikro dan metode kualitatif atau grounded dalam mempelajari realitas hukum yang hidup dalam masyarakat. Isu-isu ini memang isu yang langka dibahas oleh kalangan hukum, khususnya di kalangan academic jurists-nya. Inilah sumbangan terpenting Prof. Soetandyo terhadap jurisprudence di Indonesia. Kalau pada bagian pertama dan kedua isu-isu yang dibahas lebih terfokus pada perspektif teoritik dari kajian sosiologi hukum dan metodologinya, maka pada bagian-bagian selanjutnya ini akan ditampilkan pembaha...


Similar Free PDFs