ADAPTASI KONSEP LEAN MANAGEMENT UNTUK PENINGKATAN MUTU SEKOLAH PDF

Title ADAPTASI KONSEP LEAN MANAGEMENT UNTUK PENINGKATAN MUTU SEKOLAH
Author Fransiska Lina
Pages 19
File Size 462.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 12
Total Views 47

Summary

ADAPTASI KONSEP LEAN MANAGEMENT UNTUK PENINGKATAN MUTU SEKOLAH Lina Pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang Email: [email protected] Abstrak: Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisa pengaruh manajemen operasional harian (daily management) dalam mendukung upaya peni...


Description

ADAPTASI KONSEP LEAN MANAGEMENT UNTUK PENINGKATAN MUTU SEKOLAH Lina Pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang Email: [email protected] Abstrak: Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisa pengaruh manajemen operasional harian (daily management) dalam mendukung upaya peningkatan mutu sekolah. Konsep mutu yang berfokus pada ekspektasi (kebutuhan, keinginan, harapan) pelanggan melalui perbaikan terus menerus merupakan prinsip dalam manajemen mutu, salah satunya konsep lean. Konsep lean berfokus pada standarisasi, stabilitas, dan keterlibatan anggota organisasi sebagai pilar-pilar utama dalam penerapannya. Studi kasus berdasarkan hasil asesmen kebutuhan di KB-TK Pelita Kasih Lawang membuktikan hal tersebut. Masalah standarisasi dan keterlibatan dapat diperbaiki dengan perencanaan yang baik, salah satunya menggunakan siklus Deming (PDCA), sementara stabilitas dapat diperbaiki menggunakan manajemen visual. Kata kunci: perbaikan, manajemen visual, manajemen mutu, lean, siklus Deming Abstract: The Aim of this article is to analyze the impact of daily management to support the efforts of school quality improvement using a lean management perspective. The main concepts of lean concept as one of the total quality management are customer satisfaction (including needs, wants, and hopes) and continuous improvement. Standardization, stability, and involvement of human resources are the basic elements of lean implementation. Case study based on needs assessment results in Pelita Kasih Lawang Early Chilhood Education proved the significance of those basic elements. Standardization and involvement issues can be improved with a good planning using Deming Cycle (PDCA), while the stability issues can be improved by using visual management. Key words: improvement, visual management, quality management, lean, Deming cycle Memasuki tahun milenium, kualitas telah dan diperkirakan akan terus menjadi fokus strategis bagi keberhasilan bisnis di abad ke-21, karena kondisi pasar saat ini didorong oleh keinginan pasar dan pelanggan yang selalu berubah (Dombrowski, Ebentreich, & Krenkel, 2016; Gaspersz, 2001; Rauch, Dallasega, & Matt, 2017). Semenjak kemunculannya di Jepang pada 1950an dan popularitasnya di Amerika Serikat serta Eropa pada 1990an, konsep manajemen mutu (quality management) telah berkembang dengan pesat dan senantiasa diperbaharui. Fowley (dalam Andersson et al., 2006) menyatakan bahwa manajemen mutu dapat dianggap sebagai revolusi manajemen, filosofi revolusioner dalam manajemen, sudut pandang baru dalam manajemen organisasi, perubahan paradigma, cara komprehensif untuk meningkatkan kinerja organisasi secara terpadu, alternatif bagi manajemen untuk melakukan pengawasan, atau sebuah kerangka untuk manajemen yang kompetitif. Sesuai dengan filosofinya, yaitu perbaikan terus menerus (continuous improvement), konsep manajemen mutu juga mengalami perbaikan melalui evaluasi praktik secara nyata dalam dunia industri (barang maupun jasa). Namun, menurut peneliti dari seluruh konsep yang berkembang luas tersebut, 1

secara umum ada tiga hal yang menjadi dasar penerapan manajemen mutu, yaitu pelanggan, produk, dan mutu. Selain itu, tujuan dari berbagai konsep manajemen kualitas juga tetap sama, yaitu untuk meminimalkan pemborosan (waste) dan sumber daya melalui perbaikan-perbaikan (improvements) yang berdampak pada meningkatnya kepuasan pelanggan serta keuntungan finansial lembaga (Andersson et al., 2006). Menurut Gaspersz (2001), pelanggan adalah semua orang yang menuntut pihak lain untuk memenuhi standar kualitas tertentu, sehingga memberikan pengaruh pada kinerja pihak tersebut. Pelanggan terdiri atas: (1) pelanggan internal, yaitu orang yang berada di dalam lingkungan organisasi dan memiliki pengaruh pada kinerja organisasi maupun anggota organisasi lainnya; (2) pelanggan eksternal, yaitu pembeli atau pemakai akhir produk (Gaspersz, 2001; Sallis, 2015). Ekspektasi pelanggan, yang mencakup kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan, dapat diidentifikasi melalui: (1) karakteristik produk yang diinginkan pelanggan; (2) tingkat kinerja (performance level) untuk memenuhi kebutuhan pelanggan; (3) urutan prioritas dari setiap karakteristik produk; (4) kepuasan pelanggan dengan tingkat kinerja produk yang ada sekarang (Gaspersz, 2001). Secara sederhana, apabila seluruh ekspektasi pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi maka pelanggan akan cenderung puas. Kepuasan pelanggan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kebutuhan atau keinginan pribadi pelanggan; pengalaman masa lalu; pengalaman dari orang lain; strategi pemasaran (Gaspersz, 2001). Produk merupakan hasil dari suatu aktivitas atau proses dan dapat berbentuk (tangible), tak berbentuk (intangible), dan kombinasi keduanya. Oleh karena itu, produk dapat berupa barang, perangkat lunak (software), maupun jasa (Gaspersz, 2001; Sallis, 2015). Mutu telah menjadi perhatian yang penting bagi setiap organisasi (Andersson et al., 2006), sejak sebelum dan sesudah revolusi industri. Perhatian mengenai mutu mengalami sejumlah evolusi, mulai dari sekedar inspeksi, pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality assurance), hingga manajemen mutu terpadu (total quality management) (Sallis, 2015). Secara konvensional, mutu biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti estetika dan spesifikasi produk. Secara strategis, mutu mencakup segala sesuatu yang memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (Gaspersz, 2001). Oleh karena itu, menurut Sallis (2015), mutu suatu produk dapat diukur berdasarkan dua hal yaitu terpenuhinya standar pembuatan produk atau terpenuhinya kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Lean Di antara beberapa konsep manajemen kualitas yang berkembang, konsep lean merupakan salah satu konsep yang berhasil dan dikenal luas. Konsep lean dikenal juga sebagai lean management, 2

lean manufacturing, atau lean production (Andersson et al., 2006). Konsep lean bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia industri produksi barang, tetapi merupakan hal yang baru dalam dunia layanan jasa (Kadarova & Demecko, 2016). Secara garis besar, lean memiliki konsep yang hampir sama dengan manajemen pada umumnya, yaitu melakukan lebih dalam mencapai tujuan yang ditentukan dengan memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efisien. Singkatnya, lean merupakan sebuah manajemen mutu sistematis yang berfokus pada identifikasi dan penghilangan pemborosan (waste) melalui perbaikan terus menerus (continuous improvement) (Andersson et al., 2006; Dennis, 2007; Kadarova & Demecko, 2016; Rauch, Damian, Holzner, & Matt, 2016; Rochman, Suryana, & Rahayu, 2013). Lean menggunakan alat-alat (tools) yang bersifat analitis dibanding dengan metode-metode manajemen mutu lainnya seperti six-sigma yang menggunakan statistika (Andersson et al., 2006). Alat Analisa tersebut digunakan untuk mengidentifikasi masalah, mencari penyebab atau akar masalah hingga menemukan solusi (Groys, 2016). Organisasi yang mengadopsi lean harus menjadikan keinginan dan nilai-nilai yang dianut oleh pelanggan sebagai tolok ukur terhadap segala aktivitas produksi organisasi, sehingga apa yang tidak memiliki nilai atau berharga bagi pelanggan, tidak boleh diproduksi oleh organisasi (Andersson et al., 2006; Andrés-López, González-Requena, & Sanz-Lobera, 2015; Dennis, 2007; Kadarova & Demecko, 2016; Minh & Ha, 2016). Hal ini dengan sendirinya akan membuat organisasi untuk menganalisa dan menghilangkan pemborosan (waste) serta melakukan perbaikan terus menerus untuk memenuhi dan memuaskan keinginan pelanggan (Rauch et al., 2016). Berikut ini adalah gambaran dasar mengenai konsep lean yang disebut The House of Lean Production atau Basic Image of Lean Production.

Gambar 1. The House of Lean Production atau Basic Image of Lean

Peningkatan mutu menggunakan konsep lean sebagai salah satu manajemen mutu, menunjukkan bahwa perlu adanya stabilitas dan standarisasi sebagai dasar penerapan manajemen mutu. Penerapan diperkuat dengan dua pilar, yaitu distribusi produk tepat waktu (just-in-time) dan 3

pencarian akar masalah (build-in-quality) sebagai solusi pemecahan masalah. Keseluruhan proses perningkatan mutu menggunakan konsep lean dinaungi oleh satu fokus tujuan, yaitu mengirimkan produk pada pelanggan dengan kualitas terbaik dan harga yang rendah dalam waktu (lead time) yang cepat. Terakhir, pusat dari keseluruhan konsep lean terletak pada keterlibatan anggota organisasi yang senantiasa termotivasi dan fleksibel secara terus-menerus, terutama dalam mencari cara-cara terbaik melakukan pekerjaan mereka (Asnan, Nordin, & Othman, 2015; Dennis, 2007; Minh & Ha, 2016; Rauch et al., 2017). Penting diperhatikan bahwa konsep lean meletakkan keterlibatan sumber daya manusia sebagai inti dari keseluruhan konsep (Asnan et al., 2015; Dennis, 2007; Minh & Ha, 2016). Hal ini menegaskan bahwa perbaikan terus-menerus yang dicita-citakan tidak akan dapat berjalan tanpa adanya partisipasi aktif dari anggota organisasi, terutama mereka yang berhadapan langsung dengan pelanggan maupun yang melakukan produksi. Sumber daya manusia disadari sebagai faktor yang paling berharga dalam industri serta menjadi modal bagi organisasi manapun (Saremi, 2015). Sejalan dengan pendapat ini, Gaspersz (2001) menyatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan organisasi salah satunya dipengaruhi oleh sumber daya manusia serta bagaimana pemberdayaan terhadap sumber daya manusia tersebut difokuskan untuk memenuhi tujuan-tujuan organisasi. Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan manajemen mutu membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten dan mau berperan aktif. Menurut Gaspersz (2001), beberapa kegagalan manajemen mutu yang disebabkan oleh sumber daya manusia antara lain dalam hal: distribusi data dan informasi; koordinasi, yaitu adanya koordinasi kerja yang tidak jelas dan tidak terintegrasi di antara kelompok; serta kegagalan dalam mendefinisikan sasaran dan ekspektasi yang berkaitan dengan hasil yang diharapkan serta tujuan perbaikan. Penelitian dalam artikel ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan peneliti bersama dengan satu orang rekan lainnya pada mata kuliah Asesmen Kebutuhan dan Perencanaan. Penelitian tersebut (selanjutnya disebut penelitian awal) dilakukan sebagai bagian dari Rencana Pengembangan Peningkatan Motivasi Guru KB-TK Pelita Kasih Lawang. Rencana pengembangan tersebut merupakan salah satu upaya sekolah dan yayasan dalam meningkatkan mutu pembelajaran (secara khusus) dan sekolah KB-TK (secara umum). Upaya peningkatan mutu ini diawali dengan mencari penyebab utama terjadinya kesenjangan antara ekspektasi (harapan, keinginan, dan kebutuhan) pihak yayasan dan orang tua terhadap kinerja guru. Kesenjangan ini diwujudkan dalam anggapan bahwa guru KB-TK Pelita Kasih Lawang dianggap kurang termotivasi untuk mau berbuat lebih dalam rangka mencapai kinerja yang maksimal, sementara pihak guru merasa telah memberikan kinerja yang maksimal. 4

Untuk mengetahui aspek kesenjangan yang menjadi sorotan, maka peneliti melakukan diskusi bersama dengan kepala sekolah dan koordinator sekolah. Berdasarkan diskusi ini didapatkan ekspektasi yang menjadi idealisme pihak yayasan sebagai pelanggan internal sekaligus evaluasi terhadap kepuasan kinerja guru. Sementara itu, untuk sudut pandang pelanggan eksternal, yaitu orang tua siswa, disebarkan kuisioner kepada empat perwakilan orang tua di masing-masing KB dan TK. Kuisioner berisikan sejumlah indikator yang merujuk pada empat kompetensi guru PAUD berdasarkan Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Permendiknas 16/2007), dimana setiap orang tua diminta untuk mengisikan harapan dan aktual yang dialami dari setiap indikator tersebut. Untuk mengetahui perspektif guru, peneliti menyebarkan kuisioner kepada para guru yang dibagi ke dalam tiga kelompok penilaian, yaitu kinerja, kepemimpinan, dan motivasi. Setiap item pertanyaan dengan tingkat variasi jawaban yang sangat berbeda dari keenam guru tersebut, mengindikasikan adanya masalah yang perlu diekplorasi lebih lanjut. Kuisioner guru ini digunakan sebagai alat validasi fakta yang diungkapkan oleh koordinator sekolah dan orang tua terhadap kepuasan kinerja guru. Kesenjangan yang menjadi sorotan kemudian dikelompokkan ke dalam empat kompetensi guru berdasarkan Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Permendiknas 16/2007). Kemudian kesenjangan ini didiskusikan dalam sebuah diskusi grup antara peneliti bersama kepala sekolah dan keenam guru KB-TK Pelita Kasih menggunakan teknik 5whys dari metode analisa akar masalah (Root cause analysis). Pemilihan teknik 5whys dikarenakan tujuan dari penelitian adalah untuk mencari tahu kendala pada guru yang menjadi penyebab timbulnya kesenjangan tersebut. Root cause analysis merupakan metode pencarian akar atau penyebab utama dari suatu masalah untuk mendapatkan solusi atas masalah tersebut. Metode ini dapat digunakan hampir pada setiap masalah dengan tingkat kerumitan sederhana hingga medium, baik itu tentang proses, produk, sistem, organisasi, atau sumber daya manusia. Teknik 5whys mengharuskan adanya pertanyaan penyebab dari penyebab suatu masalah. Pada saat menghadapi suatu masalah, pertanyaan why digunakan untuk mencari sumber penyebabnya. Kemudian pertanyaan why diajukan kembali pada jawaban pertama tersebut, demikian seterusnya hingga penyebab lainnya tidak dapat diidentifikasi, yaitu sampai menemukan sumber pokok masalahnya. Selanjutnya, menggunakan hasil diskusi grup dan analisa data dengan teknik 5whys tersebut, disusunlah empat mekanisme dan rancangan program pengembangan. Dikarenakan keterbatasan tujuan dan ruang lingkup penelitian pada saat itu, maka peneliti tidak dapat mendalami lebih lanjut beberapa aspek dari hasil penelitian untuk mencapai perbaikan KB-TK Pelita Kasih Lawang yang maksimal. Oleh karena itu, penelitian dalam artikel kali ini akan mendalami secara terfokus hasil penelitian awal Rencana Pengembangan Peningkatan Motivasi Guru KB-TK Pelita Kasih Lawang 5

yang menjadi salah satu mekanisme dan rancangan usulan program pengembangan, yaitu manajemen operasional sehari-hari (daily management) yang lebih terstruktur dan sistematis. Menggunakan konsep lean, peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan penelitian Rencana Pengembangan Peningkatan Motivasi Guru KB-TK Pelita Kasih Lawang serta menganalisa keakuratan salah satu mekanisme dan rancangan usulan program pengembangan, yaitu manajemen operasional sehari-hari (daily management), dari sudut pandang manajemen mutu. METODE Penelitian dalam artikel ini merupakan penelitian studi kasus yang berfokus pada Rencana Pengembangan Peningkatan Motivasi Guru KB-TK Pelita Kasih Lawang (penelitian awal) dalam peningkatan mutu pembelajaran dan sekolah di KB-TK Pelita Kasih Lawang. Penelitian studi kasus memberikan penjelasan rinci mengenai suatu kejadian, subjek, dokumen atau keadaan tertentu (Bogdan & Biklen, 2003; Johnson & Christensen, 2004). Hasil penelitian studi kasus dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang bersifat deskriptif, penyelidikan, dan menjelaskan karena melalui penelitian studi kasus, peneliti mendapat pemahaman mendalam mengenai seseorang, kelompok, atau situasi tertentu (Johnson & Christensen, 2004; Lodico, Spaulding, & Voegtle, 2006). Penelitian dalam artikel ini merupakan lanjutan dari penelitian awal. Teknik yang digunakan dalam penelitian lanjutan ini adalah (1) studi dokumentasi terhadap data-data dari penelitian awal yang berupa hasil kuisioner, wawancara, diskusi grup, serta analisa 5whys; (2) pengalaman peneliti ketika melakukan penelitian awal; (3) studi literatur yang relevan. Data-data kemudian dibahas secara deskriptif pada bagian hasil dan pembahasan dengan didasarkan pada konsep lean sebagai konsep manajemen mutu. HASIL Pelanggan, Produk dan Mutu Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator dan kepala sekolah, diketahui bahwa Rencana Pengembangan Peningkatan Motivasi Guru KB-TK Pelita Kasih Lawang merupakan salah satu upaya meningkatkan mutu pembelajaran dan sekolah KB-TK melalui perbaikan kinerja guru. Oleh karena itu, penelitian awal dan penelitian lanjutan dalam artikel ini akan berfokus pada guru. Inti dari konsep manajemen mutu adalah pelanggan dan ekspektasinya, maka sebelum menganalisa lebih lanjut, penting mengetahui siapa saja pelanggan serta produk dan mutu dari guru KB-TK Pelita Kasih Lawang. Dalam dunia pendidikan, pelanggan internal adalah siswa dan seluruh pendidik serta tenaga kependidikan; sedangkan pelanggan eksternal adalah siswa, masyarakat, serta institusi lainnya tempat siswa melanjutkan karir pendidikannya (Dahlgaard et al., 1995). Pada kasus ini, dikarenakan fokus 6

rencana pengembangan adalah untuk guru KB-TK, maka (1) siswa sebagai pelanggan internal dan eksternal yang masih tergolong usia dini akan diwakilkan oleh orang tua dan termasuk dalam kategori pelanggan eksternal; (2) pihak yayasan merupakan pelanggan internal guru karena kinerja guru berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab yayasan yang pengawasannya diwakilkan oleh Koordinator SKPK (Gambar 2); (3) kepala sekolah merupakan fasilitator atau penghubung antara guru dan kedua pelanggan. Secara garis besar, hubungan antara guru dan kedua pelanggan diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 2. Struktur Organisasi KB-TK Pelita Kasih Lawang

Gambar 3. Hubungan Antara Guru KB-TK Pelita Kasih Lawang Dengan Pelanggan

Kedua ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh guru akan berdampak pada pelanggan internal dan eksternal (panah bewarna orange pada Gambar 3) dan dipengaruhi oleh masukan dari kedua pelanggan (panah bewarna biru pada Gambar 3). Sementara itu, hubungan antara

7

sesama pelanggan tampak dari masukan yang langsung dapat diberikan oleh orang tua kepada pihak yayasan. Selanjutnya, perlu diketahui ekspektasi dari kedua pelanggan yang mencakup kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator sekolah dan kuisioner kepada perwakilan orang tua siswa, maka ekspektasi ini diidentifikasi melalui tiga hal. Pertama, karakteristik produk yang diinginkan pelanggan. Baik pelanggan internal maupun ekternal sama-sama menginginkan agar guru menguasai kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian dalam praktik mengajar. Kedua, tingkat kinerja (performance level) yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut adalah kreativitas, motivasi, dan komitmen yang tinggi dari guru. Ketiga, urutan prioritas dari setiap tuntutan penguasaan kompetensi memiliki prioritas yang sama karena keempat kompetensi tersebut digunakan secara bersamaan pada saat melakukan praktik mengajar. Keempat, kepuasan pelanggan dengan tingkat kinerja produk yang ada sekarang secara garis besar berada pada kategori rendah. Hal ini dibuktikan dengan beberapa pola kejadian dimana guru: (1) bersungut-sungut dalam mengikuti semua program wajib yang diselenggarakan oleh Yayasan; (2) tidak mau mengikuti program kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan; (3) menyelesaikan administrasi kelas dengan asal-asalan, padahal sudah jelas menjadi tanggung jawab guru; (4) kurang kreatif dan memotivasi diri untuk memberikan yang terbaik bagi peserta didik; (5) kurang peka terhadap lingkungan sekitar, seperti dalam hal kebersihan sekitar kelas serta pemeliharaan sarana-prasarana; (6) kurang mau terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan di luar sekolah; (7) tidak mau meluangkan waktu mengikuti kegiatan pengembangan profesi di luar jam dan hari kerja resmi. Produk yang dihasilkan oleh Guru KB-TK Pelita Kasih Lawang termasuk dalam kategori jasa dan dapat dilihat melalui kinerja yang dihasilkan guru. Oleh karena itu, dalam hal ini mutu yang dihasilkan oleh guru diukur melalui kepuasan atau terpenuhinya kebutuhan pelanggan. Perubahan, Konflik, dan Perilaku Hasil diskusi grup dan analisa 5whys menunjukkan bahwa penyebab terjadinya kesenjangan antara ekspektasi pelanggan dan guru KB-TK Pelita Kasih Lawang adalah adanya ketidakpuasan dari guru pada aspek manajemen penilaian kinerja dan kepemimpinan. Ketidakpuasan itu sendiri muncul karena adanya perubahan organisasi yang signifikan dan berulang dalam periode waktu yang singkat, sehingga memunculkan konflik pribadi dan kelompok. Perubahan dan konflik tersebut tidak dikelola dengan ...


Similar Free PDFs