Alasan Penghapus pidana PDF

Title Alasan Penghapus pidana
Author Raditya Hantoro
Pages 21
File Size 149.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 49
Total Views 102

Summary

ALASAN PENGHAPUS PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN DAN GUGURNYA MENJALANI PIDANA Marcus Priyo Gunarto Kitab Undang-undang Hukum Pidana selain menetapkan perbuatan yang diancam dengan pidana juga menetapkan beberapa perbuatan yang mengurangi pidana (Pasal 47 diubah berdasar Pasal 81 UU No. 11 Tahun...


Description

ALASAN PENGHAPUS PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN DAN GUGURNYA M ENJALANI PIDANA M arcus Priyo Gunarto

Kit ab Undang-undang Hukum Pidana selain menetapkan perbuatan yang diancam dengan pidana juga menetapkan beberapa perbuatan yang mengurangi pidana (Pasal 47 diubah berdasar Pasal 81 UU No. 11 Tahun 2012 t entang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 53 ayat (2) (3), pasal 57 ayat (1) (2 ); yang memberatkan pidana ( Pasal 52, 63-71 KUHP) dan yang mengecualikan dari ancaman pidana . Pada kesempatan ini yang akan dibicarakan adalah hal yang t erakhir, yait u menyangkut perbuatan yang mencocoki rumusan delik, tetapi tidak dipidana, meliput i alasan penghapus pidana, alasan penghapus penunt utan dan gugurnya menjalani pidana. I. ALASAN PENGHAPUS PIDANA (st rafuitsluit ingsgronden).

Selain ist ilah alasan penghapus pidana, didalam lit erat ur ada yang menyebut dengan ist ilah dasar-dasar penghapus pidana. Keadaan-keadaan yang menyebabkan suat u perbuatan pidana tidak dipidana ada yang t erletak:



di dalam Undang-Undang; dan



di luar Undang-Undang.

Keadaan yang mengakibat kan seseorang melakukan perbuatan pidana t idak dipidana yang t erletak di dalam Undang-Undang dapat dijelaskan melalui pendapat M emorie van Toelicht ing (M vT), Ilmu Pengetahuan, atau doktrin dalam hukum pidana.

A. Alasan Penghapus Pidana Yang Terletak Didalam Undang – Undang M emorie van Toelichting (M vT) at au risalah penjelasan KUHP Belanda mengenai alasan penghapus pidana, mengemukakan apa yang disebut "alasan-alasan t idak dapat di pertanggungawabkannya seseorang atau alasan-alasan t idak dapat dipidananya seseorang"di dasarkan pada dua hal yait u :





Alasan tidak dapat dipertanggung-jawabkannya seseorang yang terlet ak pada diri orang it u (inw endige oorzaken van ontoerekenbaarheid), dan Alasan tidak dapat dipertanggung-jawabkannya seseorang yang terletak di luar orang it u (uit w endige oorzaken van ont oerekenbaarheid ).

Termasuk alasan tidak dapat dipertanggung-jawabkannya seseorang yang t erletak pada diri orang ialah karena pertumbuhan jiwa yang t idak sempurna atau t erganggu karena sakit sebagaimana dimaksud pada Pasal 44, dan alasan karena umur yang masih muda, sedangkan alasan tidak dapat dipertanggung-jawabkannya seseorang yang t erletak di luar orang itu adalah keadaaan-keadaan yang dimuat pada Pasal 48 sampai dengan Pasal 51, yaitu daya paksa, pembelaan t erpaksa, melaksanakan perintah UU, dan melaksanakan perintah jabat an. Di negeri Belanda sejak t ahun 1905 t idak Iagi merupakan alasan penghapus pidana1. Alasan penghapus pidana berdasarkan ilmu pengetahuan hukum pidana dibedakan menjadi 2 (dua), yait u alasan penghapus pidana yang umum dan alasan penghapus pidana yang khusus. 1

Soedart o, Hukum Pidana I, Yayasan Soedarto, Semarang, hlm. 138.

1

 

Alasan penghapus pidana yang umum merupakan alasan penghapus pidana yang berlaku untuk t iap-t iap delik pada umumnya sebagaimana disebut dalam pasal 44, 48 s/ d 51 KUHP; sedangkan Alasan penghapus pidana yang khusus, merupakan alasan yang hanya berlaku untuk delik- delik t ertent u saja, sepert i misalnya pasal 166 KUHP, Pasal 221 ayat 2 dan Pasal Pasal 310 ayat (3). Pasal 166 KUHP menentukan bahw a " Ketentuan-ketentuan pasal 164 dan 165 KUHP t idak berlaku pada orang yang karena pemberitahuan it u mendapat bahaya untuk dit untut sendiri dst ...........................berarti pasal ini mengecualikan keadaan sebagaimana ditent ukan Pasal 164 (mengetahui ada permufakatan jahat) dan Pasal 165 (mengetahui ada niat melakukan perbuatan 104, 106-108, dst). Demikian pula ket entuan Pasal 221 ayat 2, yaitu perbuatan “ menyimpan orang melakukan kejahatan ………………….” Disini tidak dit unt ut jika ia hendak menghindarkan penuntutan terhadap ist ri, suami, dan orang-orang yang masih mempunyai hubungan darah. Pasal 310 ayat (3) yang menent ukan bahwa tidak merupakan pencemaran atau pencemaran t ert ulis, bila perbuatan it u dilakukan demi kepent ingan umum atau karena t erpaksa untuk membela diri.

Selain pembedaan menurut M vT dan Ilmu pengetahuan, berdasarkan dokt rin juga dibedakan alasan penghapus pidana menurut sifat nya, yait u karena adanya alasan pembenar (rechtvaardigingsgronden ) dan karena alasan pemaaf (schulduit sluit ingsgronden ). M enurut Sudart o pembedaan ini sejalan dengan pembedaan antara dapat dipidananya perbuat an dan dapat dipidananya pembuat 2. Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuat an, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik. Oleh karena sifat melawan hukumnya perbuatan dihapuskan, maka si pembuat t idak dapat dipidana. Kalau t idak ada unsure melawan hukum maka t idak mungkin ada pemidanaan. Alasan pembenar yang t erdapat dalam K.U.H,P. ialah pasal 49 ayat 1 (pembelaan terpaksa), pasal 50 (melaksanakan peraturan undang-undang dan pasal 51 ayat 1 (melaksanakan perintah jabatan). Alasan pemaaf menyangkut pribadi si-pembuat , dalam arti si-pembuat tidak dapat dicela, dengan perkat aan lain si-pembuat tidak dapat dipersalahkan, at au t idak dapat dipertanggung jawabkan, meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Dengan demikian di sini ada alasan yang menghapuskan kesalahan si-pembuat , sehingga tidak mungkin ada pemidanaan. Alasan pemaaf yang t erdapat dalam KU.H.P ialah pasal 44 (t idak mampu bertanggung-jawab), pasal 49 ayat 2 (noodw eer exces), pasal 51 ayat 2 (dengan ikt ikad baik melaksanakan perint ah jabatan yang tidak sah). Adapun mengenai pasal 48 (daya paksa) ada dua kemungkinan, dapat merupakan alasan pembenar dan dapat pula merupakan alasan pemaaf. Alasan penghapus pidana menurut Van Hamel dibedakan antara alasan yang menghapus sifat melawan hukum (recht vaardigingsgronden ) dan alasan yang menghapus sifat dapat dipidana (st rafw aardigheiduit sluit en ), namun pembagian it u tidak banyak dianut 3. Para 2 3

Ibid, hlm. 139. Bambang Purnomo , azas-azas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 193.

2

penulis hukum pidana lebih banyak mengikut i pendapat VOS yang membedakan kedalam alasan pembenar (recht vaardigingsgronden ) dan alasan pemaaf (schulduit sluit ingsgronden ). Bert urut -t urut dalam sub bab alasan penghapus pidana ini akan dibicarakan pasal 44, 48, 49, 50 dan 51 KUHP. a.

Tidak M ampu Bertanggung Jawab (Pasal 44).

Tidak mampu bertanggung jawab datur pada Pasal 44. Disitu dit entukan bahw a t idak dapat dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjaw abkan kepadanya karena kurang sempurna akal/ jiw anya atau t erganggu karena sakit. M v.T sebagaimana telah disebut di muka menyebutkan “ t ak dapat dipertanggung-jawabkan karena sebab yang terlet ak di dalam diri si-pembuat” . Ap a yan g d iat u r d alam p asal t er seb u t ju ga m er u pakan sikap d ar i KU HP t er h ad ap m am pu b er t an ggun gjaw ab , akan t et ap i KUHP t id ak m en yat akan d en gan t egas apa yan g d im aksu d kan d en gan m am p u b er t an ggun gj aw ab . Dalam p asal t er sebu t KUHP han ya m enyat akan secar a n egat if , kapan seseo r an g t id ak d apat d ip er t an ggu n gjaw ab kan t er h ad ap p e r b u at an n ja. Pasal 4 4 sam a sekal i t id ak m e m b er ikan p en ger t ian kem am p uan b er t an ggu n gj aw ab . Pasal 4 4 t er seb u t m em p un yai syar at b ah w a har u s ad a hu b u n gan kau sal an t ar a p er b u at an yan g d i laku kan d en gan cacat p er t u m b u han / p en yak it j iw a yan g d id er i t a o leh p em b u at . Samp ai saat in i h u b u n gan kau sal d en gan p en yaki t j iw a in i m en im b u l kan p er so a lan kar en a ad a b er b agai p en yaki t j iw a d an sif at -sif at n ya d alam i lm u p sikiat r i 4. Seh u b un gan d en gan j en is-j en i s p en yakit j iw a it u d id alam p r ak t ek ada b eb er ap a j en i s p en yak it j iw a yan g p en d er it an ya h an ya d ap at d ip er t an ggu n gj aw ab seb agian , sep e r t i p en d er it a p en yak it k lep t o m an ie, p yr o m an ia, clau st o p h o b i e, m an i d ep r essi d an lain seb again ya. Ter h adap p er b u at an -p er b u at an yan g d ilaku kan kar en a d o r o n gan j i w an ya yan g saki t , yan g b er san gku t an t id ak d ap at d ip er t an ggun gj aw ab kan , sed an gkan p er b u at an lain yan g t id ak kar en a p en yaki t j iw a yan g d id er i t an ya t et ap d ip er t an ggu n gj aw ab kan . Un t u k m en en t u kan se seo r an g t id ak d ap at d ip er t an ggu n gj aw ab kan t er h ad ap p er b u at an n ya it u , dikenal adanya tiga met ode, yaitu:

  

M et ode biologis; M et ode psikologis; dan M et ode campuran (met ode biologis-psikologis)5; M et ode yang pertama psikiat er akan menyatakan t erdakwa sakit jiw a atau tidak. Apabila psikiat er menyatakan terdakw a sakit jiw a, maka terdakw a t idak dapat dipidana. M etode kedua menunjukkan hubungan antara keadaan jiw a yang abnormal dengan perbuatannya. M etode ini mement ingkan akibat jiw a terhadap perbuatannya sehingga dapat dikatakan t idak mampu bertanggungjawab dan t idak dapat dipidana, sedangkan metode yang ket iga di samping memperhat ikan keadaan jiw anya, kemudian keadaan jiw a ini dipernilai dengan perbuatannya untuk dinyatakan t idak mampu bert anggung jaw ab. KUHP menganut metode gabungan (biologis-psikologis) dan dalam penetapan pidana menggunakan sistim deskript if normat if, artinya ahli akan mendiskripsikan keadaan jiwanya,

4 5

Bambang Poernomo, ibid, hlm 203. Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, Balai lektur mahasiwa, halm. 248-249

3

sedangkan untuk menent ukan apakah pelaku pat ut dipidana atau t idak menjadi kew enangan hakim.6 Tidak adanya kemampuan bertanggung-jawab menghapuskan kesalahan, t et api perbuatannya tetap bersifat melawan hukum sehingga dapat dikatakan alasan penghapus kesalahan berdasarkan alasan pemaaf.

b. Daya Paksa (Overmacht) (pasal 48).

Pasal 48 KUHP menentukan " Tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang didorong oleh daya paksa". Apa yang diart ikan dengan daya paksa ini t idak dapat dijumpai dalam KUHP. Penafsiran bisa dilakukan dengan melihat M vT atau risalah penjelasan yang diberikan oleh pemerint ah ket ika Kitab Undang-undang (Belanda) itu dibuat . Dalam M .v.T. dilukiskan sebagai : " setiap kekuatan, setiap paksaan at au t ekanan yang tak dapat dit ahan“ . Hal t erakhir ini, yait u " yang tak dapat di tahan “ , memberi sifat kepada t ekanan atau paksaan itu. Paksaan di sini bukan paksaan yang mut lak, bukan paksaan yang t idak memberi kesempatan kepada si-pembuat menentukan kehendaknya. Pengertian "t idak dapat ditahan" menunjukkan, bahw a menurut akal sehat t ak dapat diharapkan dari sipembuat unt uk mengadakan perlawanan. Sehubungan dengan adanya paksaan yang mut lak dan paksaan yang tidak mut lak, maka daya paksa (overmacht) dapat dibedakan dalam dua hal yait u vis absoluta (paksaan yang absolut ) dan vis compulsiva (paksaan yang relat if). Daya paksa yang absolut (vis absolut a) dapat disebabkan oleh kekuatan manusia atau karena disebabkan alam. Dalam vis absoluta paksaan sama sekali tak dapat di t ahan. Contoh :





Tangan seseorang dipegang oleh orang lain dan serta merta dipukulkan pada kaca, sehingga kaca pecah. Apabila yang t erjadi demikian, maka orang yang dipegang tangannya tadi tak dapat dikatakan t elah melakukan pengrusakan benda berdasarkan pasal 406 KUHP. Seseorang yang berada di bawah pengaruh hipnot is melakukan pembunuhan, maka orang yang berada dibawah hipnotis t adi t ak dapat di katakan telah melakukan perbuat an yang disebut pada Pasal 388 KUHP. Perbuatan yang dilakukan di luar kehendak si-pembuat . Namun hakim harus tetap memperhat ikan keadaan si-pembuat yang sebenarnya. , Dalam hal hypnose ini harus dilihat bagaimana keadaan sebenarnya dari si pembuat it u. Kalau ia hanya dalam pengaruh yang kuat belaka, maka t ak ada vis absoluta tetapi vis compulsiva. Jadi harus dilihat sampai berapajauh pengaruh hypnose it u pada orang yang bersangkutan.

Pengert ian vis absoluta seperti contoh-contoh di atas tidak t ermasuk dalam pengertian daya paksa dari pasal 48 KUHP. Daya paksa Pasal 48 ialah daya paksa relat if (vis compulsiva), Istilah " didorong " (gedrongen) menunjukkan bahwa paksaan it u sebenarnya dapat ditahan tetapi dari orang yang di dalam paksaan it u tak dapat diharapkan bahwa ia akan dapat mengadakan perlaw anan. (Prof. M uljat no hanya menyebut " karena pengaruh daya paksa"). 6

Soedart o, ibid, hlm. 95

4

Contoh : seorang kasir Bank t iba-t iba dit odong oleh seseorang dengan menempelkan pisau didada agar kasir bank menyerahkan uang yang ada di Brankas. Kasir bank masih ada kesempatan berpikir apakah ia akan memenuhi kew ajibannya atau akan menyerahkan uangnya. Disini ada paksaan, tetapi tidak absolut e. Perlawanan terhadap paksaan it u tak boleh disert ai syarat-syarat yang tinggi sehingga harus menyerahkan nyawa misalnya, melainkan apa yang dapat diharapkan dari seseorang secara wajar, masuk akal dan sesuai dengan keadaan. Antara sifat dari paksaan di satu pihak dan kepent ingan hukum yang dilanggar oleh si-pembuat di lain pihak harus ada keseimbangan. Pada daya paksa (overmacht ) orang ada dalam keadaan dw angposit ie (posisi t erjepit). Ia ada di t engah-t engah dua hal yang sulit yang sama-sama buruknya. Keadaan ini harus ditinjau secara obyekt if. Sifat dari daya paksa ialah bahw a ia datang dari luar diri si-pembuat dan lebih kuat dari padanya. Jadi harus ada kekuatan (daya) yang mendesak dia kepada suatu perbuatan yang dalam keadaan lain tak akan ia lakukan, dan jalan lain juga tidak ada.

c.

Keadaan Darurat (Noodtoestand)

Noodtoest and atau keadaan darurat t idak diatur dengan t egas di dalam Pasal 48 KUHP, namun soal ini oleh dokt rin juga dimasukkan dalam pengert ian overmacht. Dalam Vis compulsiva (daya paksa relat if) ada yang membedakan menjadi daya paksa dalam arti sempit (atau paksaan psychis) dan keadaan darurat . Daya paksa dalam arti sempit dit imbulkan oleh orang, sedang pada keadaan darurat , paksaan itu datang dari hal di luar perbuatan orang. K.U.H.P. kit a tidak mengadakan pembedaan t ersebut . Adapun yang dimaksud dengan noodt oest and atau keadaan darurat it u adalah keadaan, dimana suat u kepent ingan hukum dalam keadaan bahaya, dan untuk menghindarkan bahaya itu t erpaksa dilanggar kepent ingan hukum yang lain. Keadaan itu dapat t erjadi dalam bentuk: 1. Perbenturan antara dua kepentingan hokum ; Contoh klasiknya adalah kasus "Papan dari Carneades" . Ada dua orang yang karena kapalnya karam hendak menyelamat kan diri dengan berpegangan pada sebuah papan, padahal papan itu tak dapat menahan dua orang sekaligus. Kalau kedua-duanya tetap berpengangan pada papan it u, maka kedua-duanya akan t enggelam. M aka untuk menyelamat kan diri, seorang di ant aranya mendorong t emannya sehingga yang didorong it u mat i t enggelam dan yang mendorong t erhindar dari maut. (Cerit a ini berasal dari CICERO dalam bukunya De Republic et de officio )7.

Orang yang mendorong tersebut t idak dapat dipidana, karena ada dalam keadaan darurat. M ungkin ada orang yang memandang perbuatan it u tidak susila, namun menurut hukum perbuatan it u dapat difahami, karena adalah naluri set iap orang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dibeberapa negara (Rusia dan Inggris) orang yang mendorong t emannya it u t et ap dipidana, meskipun pidananya diringankan.

7

Schaffmeister, Nico Keizer, PH Sutorus., 1995, Hukum Pidana, penerjemah YE Sahetapy, libert y, Yogyakarta, hlm. 153.

5

2. Perbenturan antara kepentingan hukum dan kew ajiban hukum .

Contoh klasiknya adalah Arrest opt ician. Seorang pemilik toko kaca mata yang menjual kaca mata kepada seorang yang kehilangan kaca matanya. Padahal pada saat it u menurut Peraturan Daerah, sudah saat nya jam penut upan took, sehingga pemilik toko dilarang melakukan penjualan. Namun karena si pembeli it u ternyata tanpa kaca mata t ak dapat melihat , sehingga betul-betul dalam keadaan sangat memerlukan pertolongan, maka penjual kaca mata dapat dikat akan bert indak dalam kedaan memaksa dan khususnya dalam keadaan darurat . Permintaan kasasi oleh jaksa t erhadap putusan hakim yang menyatakan bahw a t erdakwa (opt icien) tak dapat dipidana dan melepas t erdakwa dari segala t untutan, t ak dapat dit erima oleh H.R. (putusan t gl. 15 Okt ober 1923). Terdakw a ada dalam keadaan darurat. Ia merasa dalam keadaan seperti it u mempunyai kewajiban untuk menolong sesama.

Orang yang sedang menghadapi bahaya kebakaran rumahnya, lalu masuk atau melewat i rumah orang lain guna menyelamatkan barang- barangnya. Disini ada perbenturan ant ara kepentingan hukum untuk menyelamat kan barang-barang miliknya dengan kewajiban hukum menghormati hak orang lain. 3.

Perbenturan antara kew ajiban hukum dan kew ajiban hukum :

Contoh klasiknya adalah put usan dokt er t ent ara. Seorang perw ira kesehatan (dokter angkatan laut) diperintahkan oleh atasannya untuk memeriksa dan melaporkan apakah para perw ira-perw ira laut yang bebas tugas dan berkunjung ke darat (kot a pelabuhan) kejangkitan penyakit kelamin. Dokt er tersebut t ak mau melaporkan pada atasan, sebab dengan memberi laporan pada at asannya ia berart i melanggar sumpah jabatan sebagai dokter yang harus merahasiakan semua penyakit dari para pasiennya. Di sini dihadapkan pada dua kewajiban hukum : a) melaksanakan perint ah dari atasannya (sebagai tent ara). b) memegang teguh rahasia jabat an sebagai dokter.

Dokt er tersebut tidak melaporkan kepada atasannya dan memilih tetap merahasiakan penyakit pasiennya. Dokt er t ersebut memilih patuh pada sumpah dokt er. Oleh Pengadilan Tentara ia dikenakan hukuman 1 (satu) hari, tetapi dokt er t adi naik banding, dan M ahkamah Tentara Tinggi membebaskannya karena ia ada di dalam keadaan darurat (put usan t gl. 26 Nopember 1916).

Dalam satu hari yang sama seseorang dipanggil menjadi saksi di dua tempat saling berjauhan. Dalam hal ini yang bersangkut an t idak mungkin menghadiri 6

persidangan di dua t empat dalam w akt u yang bersamaan. Disini t erdapat perbenturan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hokum.

M enurut VAN HATTUM , daya paksa (overmacht) dengan keadaan darurat (noodtoestand) t erdapat perbedaan. Pada daya paksa dalam arti sempit si-pembuat berbuat atau t idak berbuat dikarenakan sat u t ekanan psychis oleh orang lain atau keadaan. Bagi si-pembuat tak ada penentuan kehendak secara bebas. Ia didorong oleh paksaan psychis dari luar yang sedemikian kuatnya, sehingga ia melakukan perbuatan yang sebenarnya tak ingin ia lakukan. Pada keadaan darurat si-pembuat ada dalam suatu keadaan yang berbahaya yang memaksa atau mendorong dia untuk melakukan suat u pelanggaran terhadap Undang-undang.

Sehubungan daya paksa, di antara para penulis tidak ada kesatuan pendapat apakah daya paksa pada Pasal 48 ini merupakan alasan pembenar atau alasan pemaaf 8. M OELJATNO, yang diikut i oleh muridnya (M r.Ruslan Saleh) daya paksa dipandang sebagai alasan pemaaf. JONKERS : Setelah mengemukakan daya memaksa yang ada pada optician (penjual kacamata), dengan mensitir apa yang dimuat dalam arrest itu, suatu kewajiban yang mendorong terdakwa sedemikian hebatnya sehingga menghapuskan patut dipidananya pelanggaran menjadi akibat nya, maka Jonkers menganggap pasal 48 it u sebagai alasan pembenar. UTRECHT Sepert i halnya pendirian H.R. t ahun 1923 dalam arrestnya mengenai penjual kacamata, UTRECHT mengikuti pendapat VOS. Daya memaksa dalam arti yang sempit (psychische dwang) adalah alasan pemaaf, sedang keadaan darurat dapat merupakan alasan pemaaf atau alasan pembenar. Penentuan mengenai apakah keadaan darurat itu merupakan alasan pemaaf atau alasan pembenar harus diadakan secara kasuist is. Dalam halaman 365 ia menyatakan "apabila kit a hendak menentukan apakah keadaan darurat it u suatu alasan pemaaf atau alasan pembenar, maka selalu terlebih dahulu kita harus menentukan apakah perbuatan yang dilakukan itu bukan suat u perbuat an yang tidak d...


Similar Free PDFs