Analisis Desain Geometrik Jalan Pada Lengkung Horizontal (Tikungan) Dengan Metode Bina Marga dan AASHTO PDF

Title Analisis Desain Geometrik Jalan Pada Lengkung Horizontal (Tikungan) Dengan Metode Bina Marga dan AASHTO
Author Dedi Imanuel Pau
Pages 7
File Size 555.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 150
Total Views 586

Summary

JURNAL SIARTEK ISSN : 2442 - 8299 ANALISIS DESAIN GEOMETRIK JALAN PADA LENGKUNG HORIZONTAL (TIKUNGAN) DENGAN METODE BINA MARGA DAN AASHTO (Studi Kasus Ruas Jalan Km 180–Waerunu Sta. 207+500 s/d Sta. 207+700) Dedi Imanuel Pau 1), Siprianus Aron 2) 1 Fakultas Teknik, Universitas Nusa Nipa email: dedi_...


Description

JURNAL SIARTEK ISSN : 2442 - 8299

ANALISIS DESAIN GEOMETRIK JALAN PADA LENGKUNG HORIZONTAL (TIKUNGAN) DENGAN METODE BINA MARGA DAN AASHTO (Studi Kasus Ruas Jalan Km 180–Waerunu Sta. 207+500 s/d Sta. 207+700) Dedi Imanuel Pau 1), Siprianus Aron 2) Fakultas Teknik, Universitas Nusa Nipa email: [email protected] 2 Fakultas Teknik, Universitas Nusa Nipa email: [email protected] 1

ABSTRAK Pembangunan jalan merupakan salah satu tujuan dari pemerintah daerah untuk membuka akses jalan dari kawasan terisolir menjadi kawasan terbuka dengan demikian akan semakin banyak pembangunan lainnya yang mendukung dengan pemerintah daerah bertujuan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Hal ini mendukung sekali dengan terciptanya perekonomian yang lebih baik. Secara spesifik, Perencanaan Geometrik Jalan tersebut antara lain pada Alinyemen Horizontal meliputi : gaya sentrifugal, jari- jari tikungan, lengkung peralihan, superelevasi, bentuk lengkung Horizontal, jarak pandangan dan pelebaran tikungan. sedangkan untuk Alinyemen Vertikal, meliputi : kelandaian Alinyemen Vertikal, Lengkung Vertikal Cembung dan Cekung. Kecendrungan tikungan dan tanjakan serta penurunan jalan yang ada saat ini di jalan Trans Maumere-Larantuka pada ruas jalan Km 180-Waerunu, Sta.207+500 s/d Sta. 207+700 tidak sesuai standar Perencanaan Geometrik Jalan, oleh karena itu harus di rencanakan ulang. Kata kunci: Geometrik, Full Circle, Spiral-Circle-Spiral, Spiral-Spiral

1. PENDAHULUAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (PP No. 34 Tahun 2006). Jalan raya adalah jalur-jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh manusia dengan bentuk, ukuran-ukuran dan jenis-jenis konstruksinya sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan, dan kendaraan yang mengangkat barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat (Oglesby, C. H.,1999). Laju pertumbuhan lalu lintas jalan raya sering kali tidak sesuai dengan pertumbuhan pemakai jalan raya yang direncanakan. Hal ini menimbulkan berbagai macam masalah serius jika tidak ditangani dan direncanakan sejak dini. Masalah geometrik tikungan misalnya, perencanaan tikungan yang tidak sejalan dengan pertumbuhan kendaraan, bisa menimbulkan masalah baru. Banyak geometrik tikungan yang sering kali menyebabkan terjadinya banyak kecelakaan, dikarenakan jarak pandang, radius tikungan, kelandaian jalan yang tidak sesuai dengan pedoman dari jasa marga dan lain Jurnal Teknik Sipil & Arsitektur UNIPA

Volume 4 No.2

sebagainya, maka dari itu penulis melakukan peninjauan kembali geometrik jalan dengan tikungan-tikungan yang ekstrim pada ruas jalan Km 180 – Waerunu (Sta. 207+500 s/d 207+700). 2. KAJIAN LITERATUR A. Klasifikasi Jalan Raya Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 4 klasifikasi yaitu: klasifikasi menurut fungsi jalan, klasifkasi menurut kelas jalan, klasifikasi menurut medan jalan dan klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan (Bina Marga, 1997). Kecepatan Rencana (VR) Sesuai Fungsi dan Medan Jalan seperti terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1 Kec.Rencana (VR) Sesuai Fungsi dan Medan Jalan Fungsi Arteri Kolektor Lokal

Kecepatan Rencana, VR (Km/Jam) Datar Bukit Pegunungan 70 – 120 60 – 80 40 – 70 60 – 90 50 – 60 30 – 50 40 - 70 30 - 50 20 - 30

B. Geometrik Jalan Raya Geometrik jalan didefinisikan sebagai suatu bangun jalan raya yang menggambarkan tentang bentuk atau ukuran jalan raya baik yang menyangkut penampang melintang, memanjang, maupun aspek lain yang terkait dengan bentuk fisik jalan. Dengan kata lain, geometrik merupakan membangun badan jalan raya diatas hal - 29

ANALISIS DESAIN GEOMETRIK JALAN PADA LENGKUNG HORIZONTAL (TIKUNGAN) DENGAN METODE BINA MARGA DAN AASHTO ISSN : 2442 - 8299 permukaan tanah baik secara vertikal maupun horizontal dengan asumsi bahwa badan atau bentuk permukan bumi adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan hubungan baik antara waktu dan ruang menurut kebutuhan kendaraan yang bersangkutan, menghasilkan bagian-bagian jalan yang memenuhi persyaratan kenyamanan, keamanan, serta nilai efisiensi yang optimal. Dalam membangun jalan raya, suatu ruas jalan dipengaruhi oleh topografi, sosial, ekonomi dan masyarakatnya. C. Elemen Geometrik Jalan Raya Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan secara melintang tegak lurus sumbu jalan (Sukirman, S., 1999). Bagian-bagian penampang melintang jalan ini dan kedudukannya pada penampang melintang terlihat seperti pada Gambar 1

Gambar 1 Penampang Melintang Jalan

D. Segmen/Ruas Jalan a. Jarak Pandang Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat menguasai kendaraan dan melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut dengan aman (Bina Marga, 1997). Jarak pandang ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd). Menurut Bina Marga, 1997 : 𝑉𝑉

2

𝑅𝑅 � �3,6 𝑉𝑉𝑅𝑅 𝑇𝑇 + (1) 𝐽𝐽ℎ = 2𝑔𝑔𝑔𝑔 3,6 dengan VR = kecepatan rencana (km/jam), T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik, g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2, f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, Bina Marga, 1997 menetapkan f = 0,35 - 0, 55 (f semakin kecil jika VR semakin tinggi, dan sebaliknya). Menurut AASHTO, 2001 :

Jurnal Teknik Sipil & Arsitektur UNIPA

Volume 4 No.2

𝑉𝑉

2

𝑅𝑅 � �3,6

𝑉𝑉𝑅𝑅 𝑇𝑇 + (2) 2𝑔𝑔𝑔𝑔 3,6 dengan VR = kecepatan rencana (km/jam), T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik, g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2, f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, Bina Marga, 1997 menetapkan f = 0,28 - 0, 45 (f semakin kecil jika VR semakin tinggi, dan sebaliknya). Jd, dalam satuan meter dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: 𝑎𝑎. 𝑇𝑇1 � (3) 𝑑𝑑1 = 0,278𝑇𝑇1 �𝑉𝑉𝑅𝑅 − 𝑚𝑚 + 2 𝑑𝑑2 = 0,278𝑉𝑉𝑅𝑅 𝑇𝑇2 (4) 𝑑𝑑3 = 45,185 𝑚𝑚 (5) (6) 𝑑𝑑4 = 2�3 𝑑𝑑2 (7) 𝑎𝑎 = 2,052 + 0,0036𝑉𝑉𝑅𝑅 𝑇𝑇1 = 2,12 + 0,026𝑉𝑉𝑅𝑅 (8) 𝑇𝑇2 = 6,56 + 0,048𝑉𝑉𝑅𝑅 (9) Dari persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi : 𝐽𝐽𝑑𝑑 = 𝑑𝑑1 + 𝑑𝑑2 + 𝑑𝑑3 + 𝑑𝑑4 (10) dengan d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m), d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m), d3 = jarak kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m), d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan (m), T1 = waktu (detik), T2 = waktu kendaraan berada pada lajur kanan (detik), a = percepatan rata-rata (km/jam/detik), m = perbedaan kecepatan antara kendaran yang menyiap dan kendaraan yang disiap = (10 – 15 km/jam). 𝐽𝐽ℎ =

b. Daerah Bebas Samping di Tikungan Pada saat mengemudikan kendaraan pada kecepatan tertentu, ketersediaan jarak pandang yang baik sangat dibutuhkan apalagi sewaktu kendaraan menikung atau berbelok. Keadaan ini seringkali terganggu oleh gedung-gedung (perumahan penduduk), pepohonan, hutan-hutan kayu maupun perkebunan, tebing galian dan lain sebagainya. Oleh karena itu perlu adanya daerah bebas samping di tikungan untuk menjaga keamanan pemakai jalan (Khisty, C. J., 2003). Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang di tikungan sehingga jarak pandangan henti (Jh) dipenuhi. Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan

hal - 30

JURNAL SIARTEK ISSN : 2442 - 8299 dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E (m) diukur dari garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh dipenuhi ( Bina Marga, 1997). E. Alinemen Horizontal Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinemen horizontal dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”, yang terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan saja atau busur lingkaran saja (Sukirman, S.,1999). Alinemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga tikungan). Perencanaan geometrik pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan (VR).

dengan e = Superelevasi, f = Faktor gesekan samping, V = Kecepatan rencana (km/jam), R = Jari-jari tikungan (m) Superelevasi maksimum sesuai rekomendasi AASHTO, 2001 harga e maksimum 0,10. Bila ada kemungkinan terjadi hujan es dan salju, harga e maksimum ini berkurang menjadi 0,08. Pada daerah perkotaan, harga e maksimumnya hanya 0,06 atau bahkan 0,04. AASHTO, 2001 memberikan rumusan untuk batasan basar jari-jari minimum tersebut yaitu : 𝑉𝑉𝑅𝑅2 𝑅𝑅𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = (12) 127(𝑒𝑒𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 × 𝑔𝑔) dengan Rmin = Jari-jari tikungan minimum (m), VR = Kecepatan Rencana (km/jam), emax : Super Elevasi Maksimum (%), f = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f = 0,14-0,24. Panjang Jari-jari Minimum Dibulatkan seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.

c. Ketentuan Panjang Bagian Lurus Pada elemen geometrik berupa Alinemen horizontal, bilamana topogfrafi berupa daerah datar, dapat terjadi bagian lurus atau tangent menjadi sangat panjang. Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,50 menit sesuai dengan (VR) atau kecepatan rencana. Pada Tabel 2 dicantumkan Panjang maksimum bagian lurus pada Alinemen horizontal.

Tabel 3 Panjang Jari-jari Minimum Dibulatkan

Tabel 2 Panjang Bagian Lurus Maksimum Fungsi Arteri Kolektor

Panjang Bagian Lurus Maximum Datar Perbukitan Pegunungan 3,000 2,500 2,000 2,000 1,750 1,500

d. Ketentuan Komponen Tikungan Bila kendaraan melintasi suatu tikungan, dengan suatu kecepatan tertentu kendaraan tersebut akan menerima gaya sentrifugal, yang akan mengurangi kenyamanan pengendara. Gaya sentrifugal ini dapat diimbangi dengan menyediakan suatu kemiringan melintang jalan atau superelevasi, yang bertujuan untuk memperoleh komponen gaya berat yang dapat meminimalisir gaya sentrifugal tersebut. Menurut Bina Marga, 1997 rumus dasar dari kendaraan yang melintasai tikungan adalah sbb : 𝑉𝑉 2 (11) 𝑒𝑒 + 𝑔𝑔 = 127𝑅𝑅 Jurnal Teknik Sipil & Arsitektur UNIPA

Volume 4 No.2

VR (km/jam) Jari-jari Minimum, Rmin (m)

120

100

80

60

50

30

20

600

370

210

110

80

30

15

3. METODE PENELITIAN Dalam proses perencanaan alternatif perlu dilakukan analisa yang teliti, semakin rumit permasalahan yang dihadapi semakin kompleks pula analisa yang akan dilakukan. Untuk dapat melakukan analisa yang baik memerlukan datadata/informasi yang lengkap dan akurat disertai dengan teori/konsep dasar yang relevan. Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap ini dilakukan penyusunan rencana yang kiranya perlu dilakukan agar diperoleh efisiensi dan efektifitas waktu dan pekerjaan. Pada tahap ini juga dilakukan pengamatan pendahuluan agar didapat gambaran umum dalam mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang ada di lapangan. Tahap Survey Pengambilan Data berupa Data primer adalah data yang melalui pengamatan langsung di lapangan. Pengumpulan data primer meliputi kegiatan, survey geometrik jalan dan fasilitas lalu lintas, Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak pemerintah daerah, beberapa buku, kumpulan jurnal, dan instansi terkait.

hal - 31

ANALISIS DESAIN GEOMETRIK JALAN PADA LENGKUNG HORIZONTAL (TIKUNGAN) DENGAN METODE BINA MARGA DAN AASHTO ISSN : 2442 - 8299 Tahap Analisis data pada penelitian ini digunakan untuk menyederhanakan data dan mendapatkan data yang akan dianalisis untuk dibandingkan dengan standar persyaratan yang ada. Selengkapnya tahapn penelitian seperi terlihat dalam Gambar 2.

Dari tabel 4.2. diperoleh jari-jari yang digunakan pada data perencanaan milik Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah IV Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pejabat Pembuat Komitmen Km 180-Waerunu, Tidak Sesuai dengan Rmin yang ditentukan : Tabel 6 Besar R minimum dan D maksimum

Dari kolom diatas dapat dilihat, dengan kecepatan rencana V = 40 km/jam sehingga otomatis e maks yang digunakan pada Tabel. 6. e maks : 10% = 0,10, f maks = 0,166 sehingga seharusnya Rmin Perhitungan : Rmin = 47,363 Rmin Desain = 47 m dan D maks 30,48°. Panjang Lengkung Peralihan Jalan Trans Maumere-Larantuka Sta 0+048,822– Sta 0+142,407 seperti ditunjukkan dalam Tabel 7. Tabel 7 Panjang Lengkung Peralihan Jalan Trans Maumere-Larantuka

Gambar 2 Bagan Alir Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN F. Data Geometrik Jalan Alinemen Horizontal Jalan Trans MaumereLarantuka Sta 0+048,822– Sta 0+142,407 seperti ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4 Alinemen Horizontal Jalan Trans MaumereLarantuka

Jari-Jari Tikungan Jalan Trans MaumereLarantuka Sta 0+048,822– Sta 0+142,407 seperti ditunjukkan dalam Tabel 5. Tabel 5 Jari-Jari Tikungan Jalan Trans MaumereLarantuka

Jurnal Teknik Sipil & Arsitektur UNIPA

Volume 4 No.2

Dilihat pada Tabel 7. panjang lengkung peralihan jalan Trans Maumere-Larantuka pada Sta 0+048,822–Sta 0+142,407 dinyatakan tidak sesuai dengan metode perencanaan geometrik jalan Bina Marga dan AASHTO, karena Ls atau panjang lengkung peralihan lebih kecil dari pada panjang minimum lengkung peralihan atau Ls min, sehingga bisa di asumsikan bahwa jalan pada ruas ini tidak aman. G. Rekomendasi Perencanaan Desain Geometrik Jalan Dari hasil analisa diatas, maka penulis merencanakan desain geometrik secara teoritis dengan menggunakan parameter-parameter perencanaan geometrik jalan Bina Marga dan AASHTO sebagai acuan, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada : 1. Tipe tikungan 2. Jari–jari tikungan 3. Superelevasi maksimum, serta 4. Kecepatan rencana. Rekomendasi Alinemen Horizontal Jalan Trans Maumere-Larantuka Sta 0+048,822 – Sta 0+142,407 seperti ditunjukkan dalam Tabel 8.

hal - 32

JURNAL SIARTEK ISSN : 2442 - 8299 Tabel 8 Rekomendasi Alinemen Horizontal Jalan Trans Maumere-Larantuka Metode Bina Marga NO PI STA V (km /jam) 1 PI NO. 1 50 - STA 0+ 048,822 2 PI NO. 2 50 - STA 0+ 094,007 3 PI NO. 3 50 - STA 0+ 142,407 Metode AASHTO 1 PI NO. 1 50 - STA 0+ 048,822 2 PI NO. 2 50 - STA 0+ 094,007 3 PI NO. 3 50 - STA 0+ 142,407

Δ (°)

Θs (°)

R (m)

67

8,11

78

Ts / Tc (m) 398,31

L (m)

e (%)

Ls (m)

Lc (m)

p (m)

k (m)

159

Es / Ec (m) 249,28

230,84

7,4

45

140,84

0,53

22,48

Jenis Tiku ngan SCS

9.92

130

498,44

637,17

221,89

8,3

45

131,89

0,66

22,47

SCS

09

4,05

318

1,31

50,0

99,84

4,3

49,92

-

0,329

24,95

SS

67

9,01

159

249,61

401,10

235,85

7,4

50

135,85

0,66

24,97

SCS

78

11,02

130

499,16

640,37

226,90

8,3

50

126,90

0,81

24,96

SCS

09

2,7

318

1,31

50

99,84

4,3

49,92

-

0,329

25,95

SS

H. Analisa Perhitungan Jarak Pandang e. Perhitungan Jarak Pandang Henti − Klasifikasi Fungsi Jalan : Arteri − Klasifikasi Medan : Pegunungan − VR = 50 km/jam (Tabel.1.) − Kemiringan melintang jalan normal = 2% − Lebar Jalan, B = 6 meter atau 2 x 3 m (tanpa median) Metode Bina Marga, 1997 𝑉𝑉

2

𝑅𝑅 � �3,6 𝑉𝑉𝑅𝑅 𝐽𝐽ℎ = 𝑇𝑇 + 3,6 2𝑔𝑔𝑔𝑔

50 2

�3,6�

50 2,5 + = 54,405 𝑚𝑚 2 × 9,8 × 0,5 3,6 Jh yang digunakan adalah Jh minimum yaitu : 54,405 m Metode AASHTO, 2001 𝐽𝐽ℎ =

𝑉𝑉

2

𝑅𝑅 � �3,6 𝑉𝑉𝑅𝑅 𝑇𝑇 + 𝐽𝐽ℎ = 2𝑔𝑔𝑔𝑔 3,6

50 2

�3,6� 50 𝐽𝐽ℎ = 2,5 + = 62,84 𝑚𝑚 2 × 9,8 × 0,35 3,6 Jurnal Teknik Sipil & Arsitektur UNIPA

Volume 4 No.2

Jh yang digunakan adalah Jh minimum yaitu : 62,84 m f. Perhitungan Jarak Pandang Mendahului 𝐽𝐽𝑑𝑑 = 𝑑𝑑1 + 𝑑𝑑2 + 𝑑𝑑3 + 𝑑𝑑4 2,232 × 3,42 𝑑𝑑1 = 0,278 × 3,42 �50 − 10 + � 2 𝑑𝑑1 = 37,95 𝑚𝑚 𝑑𝑑2 = 0,278 × 50 × 8,96 𝑑𝑑2 = 124,544 𝑚𝑚 𝑑𝑑3 = 45,185 𝑚𝑚 𝑑𝑑4 = 2�3 × 124,544 𝑑𝑑4 = 83,029 𝑚𝑚 𝑎𝑎 = 2,052 + 0,0036 × 50 = 2,232 𝑑𝑑𝑒𝑒𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑇𝑇1 = 2,12 + 0,026 × 50 = 3,42 𝑑𝑑𝑒𝑒𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑇𝑇2 = 6,56 + 0,048 × 50 = 8,96 𝑑𝑑𝑒𝑒𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐽𝐽𝑑𝑑 = 37,95 + 124,544 + 45,185 + 83,029 𝐽𝐽𝑑𝑑 = 290,678 𝑚𝑚 Jd yang digunakan adalah Jd minimum yaitu : 290,678 m 5. KESIMPULAN Setelah melakukan evaluasi dan perhitungan dari data geometrik jalan Trans Maumere-Larantuka diantara STA 207+500 – STA 207+700, didapat kesimpulan sebagai berikut : hal - 33

ANALISIS DESAIN GEOMETRIK JALAN PADA LENGKUNG HORIZONTAL (TIKUNGAN) DENGAN METODE BINA MARGA DAN AASHTO ISSN : 2442 - 8299 A. Jarak Pandang Hasil inspeksi keselamatan jalan pada aspek geometrik sepanjang 200 meter dengan 3 tikungan, diperoleh jarak pandang henti (Jh) = 62,84 m, jarak pandang mendahului (Jd) = 290,678 m belum memenuhi sesuai dengan peraturan Bina Marga dan AASHTO, sehingga menunjukan bahwa terdapat potensi daerah rawan kecelakaan yang disebabkan oleh faktor jalan. B. Alinemen Horizontal g. Jari – jari kelengkungan Jari – jari kelengkungan pada jalan jalan Trans Maumere-Larantuka STA 207+500 – STA 207+700 tidak memenuhi persyaratan dari Bina Marga dan AASHTO dengan syarat R > Rmin yaitu PI NO. 1 STA 0+048,822 dimana R = 20 dan Rmin = 47,363 (Tidak Ok), PI NO. 2 STA 0+094,007 dimana R = 15 dan Rmin = 47,363 Tidak Ok dan PI NO. 3 STA 0+142,407 dimana R = 250 dan Rmin = 47,363 (Ok). Sehingga menurut syarat desain geometrik secara teoritis yang dianjurkan oleh Bina Marga dan AASHTO, jalan ini kurang aman (no safety) untuk dilewati. h. Panjang lengkung peralihan Panjang lengkung peralihan ada jalan jalan Trans Maumere-Larantuka STA 207+500 – STA 207+700 didapatkan dari hasil perhitungan PI NO. 1 STA 0+048,822 dimana Ls = 20 dan Ls min = 28,32 Tidak Ok (syarat : Ls > Lsmin), PI NO. 2 STA 0+094,007 dimana Ls = 15 dan Ls min = 30,6 Tidak Ok (syarat : Ls > Lsmin) dan PI NO. 3 STA 0+142,407 dimana Ls = 20 dan Ls min = 18,6 Ok (syarat : Ls > Lsmin), sehingga menurut syarat desain geometrik secara teoritis yang dianjurkan oleh Bina Marga dan AASHTO, panjang lengkung peralihan pada tikungan ini kurang aman untuk pengguna jalan. i. Landai relatif Landai relatif pada jalan jalan Trans MaumereLarantuka STA 207+500 –STA 207+700 tidak memenuhi standar menurut persyaratan dari Bina Marga dan AASHTO yaitu 1/m ≤ 1/mmaks. Dari hasil perhitungan PI NO. 1STA 0+048,822 dimana 1/m = 0,028 dan 1/mmaks = 0,01 (Tidak Ok), PI NO.2 STA 0+094,007 dimana 1/m = 0,04 dan 1/mmaks = 0,01 (Tidak Ok) dan PINO. 3 STA 0+142,407 dimana 1/m = 0,018 dan 1/mmaks = 0,01 (Tidak Ok) sehingga jalan ini kurang aman.

Jurnal Teknik Sipil & Arsitektur UNIPA

Volume 4 No.2

C. Rekomendasi a. Jenis Tikungan Rekomendasi perubahan pada Jenis Tikungan, sebagai berikut : Spiral – Circle – Spiral digunakan pada : - Sta 20...


Similar Free PDFs