ANALISIS PUTUSAN HAKIM KASUS PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN PADA PUTUSAN NO. 236/Pid.B/2020/PN Plg DITINJAU DARI DIFFERENTIAL ASSOCIATION THEORIE PDF

Title ANALISIS PUTUSAN HAKIM KASUS PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN PADA PUTUSAN NO. 236/Pid.B/2020/PN Plg DITINJAU DARI DIFFERENTIAL ASSOCIATION THEORIE
Author K. Arifin
Pages 20
File Size 1.4 MB
File Type PDF
Total Downloads 64
Total Views 398

Summary

ANALISIS KASUS PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN PADA PUTUSAN NO. 236/Pid.B/2020/PN Plg DITINJAU DARI DIFFERENTIAL ASSOCIATION THEORIE Diajukan untuk Memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Kriminologi DISUSUN OLEH : NAMA : KHOFIFAH KARALITA ARIFIN NIM : 02011281823153 KRIMINOLOGI KELAS A DOSEN : 1. DR.H. R...


Description

Accelerat ing t he world's research.

ANALISIS PUTUSAN HAKIM KASUS PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN PADA PUTUSAN NO. 236/Pid.B/2020/PN Plg DITINJAU DARI ... Khofifah Karalita Arifin

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

SKRIPSI;T injauan Kriminologi t erhadap pengulangan t indak pidana "residivis" di Lembaga Pem… simson sarik Buku Pengant ar KRIMINOLOGI belicer purnama Keamanan Lingkungan Kost Fareza Sahisnu

ANALISIS KASUS PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN PADA PUTUSAN NO. 236/Pid.B/2020/PN Plg DITINJAU DARI DIFFERENTIAL ASSOCIATION THEORIE

Diajukan untuk Memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Kriminologi

DISUSUN OLEH : NAMA

: KHOFIFAH KARALITA ARIFIN

NIM

: 02011281823153

KRIMINOLOGI KELAS A DOSEN

:

1. DR.H. RUBEN ACHMAD, S.H., M.H 2. DR. HJ. NASHRIANA, S.H., M.HUM 3. DR. HENNY YUNINGSIH, S.H., M.H

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA KAMPUS INDRALAYA 2020

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat-Nyalah penulis akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Kasus Pencurian Dengan Pemberatan Pada Putusan No. 236/Pid.B/2020/Pn Plg Ditinjau dari Differential Association Theorie” ini dengan baik tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak penulis

ucapkan

kepada

rekan-rekan

mahasiswa

yang

telah

memberikan

kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga karya ilmiah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan. Meskipun penulis sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan makalah ini, namun penulis menyadari bahwa di dalam makalah yang telah penulis susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga penulis mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya makalah lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini bisa memberikan banyak manfaat kepada para pembaca.

Palembang, 25 Maret 2020

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................

i

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

ii

DAFTAR ISI .........................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................

1

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................

2

1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................

2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................

3

2.1 Differential Association Theori .................................................................

3

2.2 Analisis Kasus Pencurian dengan Pemberatan Pada Putusan No. 236/Pid.B/2020/PN Plg menggunakan Differential Association Theorie ......................................................................................................

9

BAB III PENUTUP ..............................................................................................

15

3.1 Kesimpulan .........................................................................................

15

3.2 Saran ....................................................................................................

15

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

16

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1

LATAR BELAKANG Kejahatan merupakan salah satu fenomena masyarakat yang memerlukan penanganan secara khusus. Hal tersebut dikarenakan kejahatan akan menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, selalu diusahakan berbagai upaya untuk menanggulangi kejahatan tersebut, meskipun dalam kenyataannya sangat sulit untuk memberantas kejahatan secara tuntas karena pada dasarnya kejahatan akan senantiasa berkembang pula seiring dengan perkembangan masyarakat. Perkembangan masyarakat yang begitu pesat dan meningkatnya kriminalitas, di dalam kehidupan bermasyarakat, berdampak kepada suatu kecenderuangan dari anggota masyarakat itu sendiri untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya, dalam interaksi ini sering terjadi sesuatu perbuatan yang melanggar hukum atau kaidah-kaidah yang telah ditentukan dalam masyarakat, untuk menciptakan rasa aman, tentram dan tertib, dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak semua anggota masyarakat mau untuk menaatinya, dan masih saja ada yang menyimpang yang pada umumnya perilaku tersebut kurang disukai oleh masyarakat. Semakin meningkatnya kriminalitas di Indonesia berakibat timbulnya berbagai macam modus operandi dalam terjadinya tindak pidana. Disamping itu, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum pidana menyebabkan seorang menjadi korban perbuatan pidana atau seorang pelaku pidana. Salah satu bentuk tindak pidana yang terjadi di dalam masyarakat adalah tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

1

1.2

RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana differential association theorie yang di kemukakan oleh Sutherland ? 2. Bagaimanakah analisis kasus pencurian dengan pemberatan pada Putusan No. 236/Pid.B/2020/PN Plg menggunakan differential association theorie?

1.3

TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui differential association theorie yang di kemukakan oleh Sutherland. 2. Untuk mengetahui analisis kasus pencurian dengan pemberatan pada Putusan No. 236/Pid.B/2020/PN Plg menggunakan differential association theorie.

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1

Differential Association Theorie Pada hakikatnya, teori Differential Association lahir, tumbuh dan berkembang dari kondisi sosial (social heritage) tahun 1920 dan 1930 dimana FBI (Federal Bureau Investigation-Amerika Serikat) memulai prosedur pelaporan tahunan kejahatan kepada polisi. Kemudian, sejak diperhatikannya data ekologi mazhab Chicago (Chicago School) dan data statistik, dipandang bahwa kejahatan merupakan bagian bidang sosiologi, selain bidang biologi atau psikologi. Berikutnya, dalam masyarakat AS terjadi depresi sehingga kejahatan timbul dari “product of situation, opportunity and of comes values” (produk dari situasi, kesempatan dan nilai). Untuk pertama kalinya, seorang ahli sosiologi AS bernama Edwin H. Sutherland, tahun 1934, dalam bukunya Principles of Criminology mengemukakan teori Differential Association. Bila dirinci lebih detail, sebenarnya asumsi dasar teori ini banyak dipengaruhi oleh William I. Thomas, pengaruh aliran Symbolic Interactionism dari George Mead, Park dan Burgess dan aliran ekologi dari Clifford R. Shaw dan Henry D. McKay serta Culture Conflict dari Thorsten Sellin.1

Konkritnya, teori

Differential Association berlandaskan kepada : “Ecological and Cultural Transmission Theory, Symbolic Interactionism dan Culture Conflict Theory” Teori Differential Association terbagi dua versi. Dimana versi pertama dikemukakan tahun 1939, versi kedua tahun 1947. 2 Edwin

H.

Sutherland

(1934)

dalam

bukunya,

Principle

of

Criminology, mengenalkan teori kriminologi yang ia namakan dengan istilah “teori asosiasi diferensial” di kalangan kriminologi Amerika Serikat, dan ia orang pertama kali yang memperkenalkan teori ini . Dalam teorinya tersebut, Sutherland berpendapat bahwa perilaku kriminal merupakan perilaku yang 1

Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. “Kajian Kritis Dan Analitis Terhadap Dimensi Teori-Teori Kriminologi

Dalam

Perspektif

Ilmu

Pengetahuan

Hukum

Pidana

Modern”,

Diakses

Dari

Http://Ptjambi.Go.Id/Uploads/Others/Kajian_Kritis_Dan_Analitis_Terhadap_Dimensi_Teori__Teori_K riminologi_Dalam_Perspektif_Ilmu_Pengetahuan_Hukum_Pidana_Modern.Pdf Maret 2020 Pukul 12.53 WIB. 2

Ibid.

3

Pada

Tanggal

26

dipelajari di dalam lingkungan sosial, artinya semua tingkah laku dapat dipelajari dengan berbagai cara.3 Versi pertama ini menegaskan aspek-aspek berikut : a.

4

First any person can be trained to adopt and follow any pattern of behavior which he is able to execute. (Pertama, setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat dilaksanakan).

b.

Second, failure to follow a prescribed pattern of behavior is due to the inconsistencies and lack of harmony in the influences which direct the individual. (Kedua, kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistensi dan ketidakharmonisan).

c.

Third, the conflict of cultures is therefore the fundamental principle in the explanation of crime. (Ketiga, konflik budaya merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan). Selanjutnya,

Edwin

H.

Sutherland

mengartikan

Differential

Association sebagai “the contens of the patterns presented in association”. Ini tidak berarti bahwa hanya pergaulan dengan penjahat yang akan menyebabkan perilaku kriminal, akan tetapi yang terpenting adalah isi dari proses komunikasi dari orang lain. 5 Kemudian, pada tahun 1947 Edwin H. Sutherland menyajikan versi kedua dari teori Differential Association yang menekankan bahwa semua tingkah laku itu dipelajari, tidak ada yang diturunkan berdasarkan pewarisan orang tua. Tegasnya, pola perilaku jahat tidak diwariskan tapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab. Menurut Edwind H, Sutherland, penyimpangan bersumber dari pergaulan yang berbeda. Penyimpangan itu terjadi melalui proses alih budaya, dan dari proses mempelajari budaya yang menyimpang. Konsep Perilaku Menyimpang Dalam mendefinisikan perilaku menyimpang sesungguhnya bukan merupakan sesuatu yang mudah, hal ini dikarenakan penyimpangan perilaku sifatnya relatif, tergantung dari siapa yang mendefenisikan, dalam situasi atau konteks yang seperti apa dan di dalam komunitas atau kelompok apa penyimpangan itu terjadi. Ada empat

Topo Santoso, dan Eva Achjani Zulfa . 2004 “Kriminologi”, Jakarta, Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Hal.74 4 Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. Op. Cit. 5 Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. Ibid. 3

4

macam definisi perilaku menyimpang berdasarkan sudut pandang atau perspektif masing-masing, keempat definisi itu adalah : 6 1.

Definisi penyimpangan secara statisikal,

2.

definisi penyimpangan secara Absolutis (Mutlak),

3.

Definisi penyimpangan menurut kaum Reaktivis, dan

4.

Definisi penyimpangan secara Normatif. Kesimpulan yang dapat diambil dari Teori differential association dari

penjelasan diatas sebagai berikut : 7 1. Perbedaan

Kelompok

dapat

mempengaruhi

perbedaan

atau

membentuk perbedaan Kepribadian manusia, 2. Tumbuhnya seseorang dalam pergaulan kelompok yang melakukan pelanggaran-pelanggaran bersangkutan

hukum

adalah

karena

pola

perilaku

yang

menyetujui

individu salah

yang

daripada

menyetujui perilaku yang normal. Jadi Teori differential association menjelaskan bahwa penyebab terjadinya perilaku criminal dapat dipelajari dari lingkungan sekitar. Teori yang dikemukakan oleh Edwin Sutherland ini pada dasarnya melandaskan diri pada proses belajar, ini tidak berarti bahwa hanya pergaulan dengan penjahat yang akan menyebabkan perilaku kriminal, akan tetapi yang terpenting adalah isi dari proses komunikasi dari orang lain. 8 Differential Association didasarkan pada sembilan preposisi (dalil) yaitu :9 1. Criminal behaviour is learned (tingkah laku kriminal dipelajari). 2. Criminal behaviour is learned in interaction with other persons in a process of communication. (Tingkah laku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam proses komunikasi). Seseorang tidak begitu saja menjadi kriminal hanya karena hidup dalam suatu lingkungan yang kriminal. Kejahatan dipelajari dengan partisipasi bersama orang lain baik dalam komunikasi verbal maupun nonverbal. 6

Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. Ibid. Topo Santoso, dan Eva Achjani Zulfa . Op.Cit. 8 Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hal.20 9 Syarifuddin Pettanase, “Mengenal Kriminologi”, (Palembang: Penerbit Unsri, 2011), hlm. 135

7

5

3. The principal part of the learning of criminal behaviour occurs within intimate personal groups. (Bagian yang terpenting dalam proses mempelajari perilaku kejahatan ini terjadi dalam kelompok yang intim/dekat). Keluarga dan kawan – kawan dekat mempunyai pengaruh paling besar dalam mempelajari tingkah laku menyimpang. Komunikasi – komunikasi mereka jauh lebih banyak daripada media massa, seperti film, televisi, dan surat kabar. 4. When criminal behaviour is learned, the learning includes (a) techniques of committing the crime, which are sometimes very complicated, sometimes very simple. (b) the specific direction of motives, drives, rationalizations and attitudes. (ketika tingkah laku kejahatan dipelajari, pembelajaran itu termasuk (a) teknik-teknik melakukan kejahatan, yang kadang sangat sulit , kadang sangat mudah, (b) arah khusus dari motifmotif, dorongan-dorongan, rasionalisasi-rasionalisasi dan sikap-sikap). Delinquent muda bukan saja belajar bagaimana mencuri di toko, membongkar kotak, membongkar kunci, dan sebagainya, tapi juga belajar bagaimana merasionalisasi dan membela tindakan – tindakan mereka. Seorang pencuri akan ditemani pencuri lain selama waktu tertentu sebelum dia melakukan sendiri. Dengan kata lain, para penjahat juga belajar keterampilan dan memperoleh pengalaman. 5. The specific direction of motives and drives is learned from definitions of the legal codes as favorable on unfavorable. (Arah khusus dari motif dan dorongan-dorongan itu dipelajari melalui definisi-definisi dari peraturan hukum apakah ia menguntungkan atau tidak). Di beberapa masyarakat seorang individu dikelilingi oleh orang – orang yang definisi – definisinya menguntungkan untuk melanggar aturan hukum. Tidak setiap orang dalam masyarakat kita setuju bahwa hukum harus ditaati. Beberapa orang menfinisikan hukum sebagai tidak penting. 6.

A person becomes delinquent because of an excess of definitions favorable to violation of law definitions unfavorable to violation of law. (Seseorang menjadi

delinkuen karena

definisi



definisi

yang

menguntungkan untuk melanggar hukum lebih dari definisi-definisi yang tidak menguntungkan untuk melanggar hukum). Ini merupakan prinsip kunci dari differential association, arah utama dari teori ini. Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku kriminal bukanlah semata-mata persoalan

6

hubungan dengan teman/kawan yang buruk. Tetapi mempelajari tingkah kriminal tergantung pada berapa banyak definisi yang kita pelajari yang menguntungkan untuk pelanggaran hukum sebagai lawan dari definisi yang tidak menguntungkan untuk pelanggaran hukum. 7.

Differential association may vary in frequency, duration, priority and intensity. (Differensial association bervariasi dalam hal frekuensi, jangka waktu,

prioritas

serta

intensitasnya).

Tingkat

dari

asosiasi-

asosiasi/definisi-definisi seseorang yang akan mengakibatkan kriminalitas berkaitan dengan kekerapan kontak, berapa lamanya, dan arti dari asosiasi/definisi kepada si individu. 8.

The process of learning criminal behaviour by association with criminal and anti-criminal patterns involves all of the mechanisms that are involved in any other learning. (Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui asosiasi dengan pola-pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua semua mekanisme yang ada di setiap pembelajaran lain). Mempelajari pola-pola tingkah laku kriminal adalah mirip sekali dengan mempelajari pola-pola tingkah laku konvensional dan tidak sekedar suatu persoalan pengamatan dan peniruan.

9.

While criminal behaviour is an expression of general needs and values, it is not explained by those general needs and values since non-criminal behaviour is an expression of the same needs and values (walaupun tingkah laku kriminal merupakan ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum, tingkah laku kriminal itu tidak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum, karena tingkah laku kriminal juga ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama). Pencuri toko mencuri untuk mendapat apa saja yang mereka inginkan. Orang-orang lain bekerja untuk memperoleh apa yang ia inginkan. Motifmotif frustasi-frustasi, nafsu untuk mengumpulkan harta serta status sosial, konsep diri yang rendah, dan semacamnya menjelaskan baik tingkah laku kriminal maupun nonkriminal. Dengan

diajukannya

teori

ini,

Sutherland

ingin

menjadikan

pandangannya sebagai teori yang dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan. Dalam rangka usaha tersebut, Edwin H. Sutherland kemudian melakukan studi tentang kejahatan White-Collar agar teorinya dapat menjelaskan sebab-sebab kejahatan, baik kejahatan konvensial maupun

7

kejahatan White-Collar. Terlepas dari aspek tersebut, apabila dikaji dari dimensi sekarang, ternyata teori Differential Association mempunyai kekuatan dan kelemahan tersendiri. Adapun kekuatan teori Differential Association bertumpu pada aspek-aspek. a) Teori ini relatif mampu untuk menjelaskan sebab-sebab timbulnya kejahatan akibat penyakit sosial ; b) Teori

ini

mampu

menjelaskan

bagaimana

seseorang

karena

adanya/melalui proses belajar menjadi jahat ; dan c) Ternyata teori ini berlandaskan kepada fakta dan bersifat rasional. Sedangkan kelemahan mendasar teori ini terletak pada aspek : 10 a) Bahwa tidak semua orang atau setiap orang yang berhubungan dengan kejahatan akan meniru/memilih pola-pola kriminal. Aspek ini terbukti untuk beberapa golongan orang, seperti petugas polisi, petugas pemasyarakatan/penjara atau kriminolog yang telah berhubungan dengan tingkah laku kriminal secara ekstensif, nyatanya tidak menjadi penjahat. b) Bahwa teori ini belum membahas, menjelaskan dan tidak peduli pada karakter orang-orang yang terlibat dalam proses belajar tersebut. c) Bahwa teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa seseorang suka melanggar daripada menaati undang-undang dan belum mampu menjelaskan causa kejahatan yang lahir karena spontanitas. d) Bahwa apabila ditinjau dari aspek operasionalnya ternyata teori ini agak sulit untuk diteliti, bukan hanya karena teoritik tetapi juga harus menentukan intensitas, durasi, frekuensi dan prioritasn...


Similar Free PDFs