BAB III HIDROLISA PATI PDF

Title BAB III HIDROLISA PATI
Author Adi Sintoyo
Pages 17
File Size 530.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 358
Total Views 499

Summary

BAB III HIDROLISA PATI 3.1. Tujuan Percobaan - Memahami reaksi hidrolisa asam pati menjadi gula reduksi - Memahami reaksi hidrolisa enzim pati menjadi gula reduksi - Mengetahui kadar gula hasil reduksi hasil hidrolisa kemudian membandingkan metode hidrolisa 3.2. Tinjauan Pustaka Karbohidrat terdapat...


Description

BAB III HIDROLISA PATI

3.1. Tujuan Percobaan - Memahami reaksi hidrolisa asam pati menjadi gula reduksi - Memahami reaksi hidrolisa enzim pati menjadi gula reduksi - Mengetahui kadar gula hasil reduksi hasil hidrolisa kemudian membandingkan metode hidrolisa 3.2. Tinjauan Pustaka Karbohidrat terdapat dalam semua tumbuhan dan hewan dan penting bagi kehidupan. Lewat fotosintesis, tumbuhan mengonversi karbon dioksida atmosfer menjadi karbohidrat, terutama selulosa, pati, dan gula. Selulosa adalah blok pembangun pada dinding sel yang kaku dan jaringan kayu dalam tumbuhan, sedangkan pati ialah bentuk cadangan utama dari karbohidrat untuk nantinya digunakan sebagai sumber makanan atau energi. Karbohidrat biasanya digolongkan menurut strukturnya sebagai monosakarida, oligosakarida, atau polisakarida. Istilah sakarida berasal dari kata latin (sakarum, gula) dan merujuk pada rasa manis dari beberapa karbohidrat sederhana. Monosakarida (atau yang kadang-kadang disebut gula sederhana) ialah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi. Polisakarida mengandung banyak unit monosakarida, adakalanya ratusan atau bahkan ribuan. Dua dari polisakarida yang paling penting adalah pati dan selulosa, mengandung unit-unit yang berhubungan dari monosakarida yang sama, yaitu glukosa. Olisakarida (dari kata yunani oligos, beberapa) mengandung sekurang-kurangnya dua dan biasanya tidak lebih dari beberapa unit monosakarida yang bertautan (Hart, dkk, 2003).

25

26

Pati merupakan polisakarida paling melimpah kedua, pati dapat dipisahkan menjadi dua fraksi utama berdasarkan kelarutan bila dibubur (triturasi) dengan air panas sekitar 20% pati adalah amilosa (larut) dan 80% sisanya adalah amilopektin (tidak larut) (Fessenden 1982).

Gambar 3.1. Pati (amilum)

Mekanisme reaksi hidrolisis pati menjadi glukosa adalah proses substitusi ion hydrogen (H+) dan ion hidroksil (OH-) hasil peruraian molekul air ke dalam senyawa amilosa maupun amilopectin, sehingga memutuskan ikatan glukosida dan membebaskan glukosa-glukosa yang terikat di dalam senyawa amilosa. Reaksi yang terjadi (C6H10O5)n amilum (pati)

+ n H2O

C2H12O6 glukosa

Gambar 3.2 Mekanisme hidrolisis pati (Perwitasari, 2008)

Amilosa sifat amilosa dapat larut dalam air. Amilosa mempunyai struktur rantai yang lurus. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat, dan cenderung meresap air lebih banyak (higriskopis). Pada hidrolisism amilosa menghasilkan maltosa disamping glukosa dan oligosakarida lainnya. Amilopektin sifat amilopektin tidak larut dalam air. Amilopektin mempunyai struktur rantai molekul yang bercabang. Pada amilopektin sebagian dari molekulmolekul glukosa di dalam rantai percabangannya saling berkaitan melalui gugus α-1,6.

27

Ikatan α-1,6 sangat sukar diputuskan, lebih-lebih dihidrolisis dengan katalisator asam (Risnoyatiningsih, 2011). Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa (Rahmayanti, 2010). Hidrolisa pati dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu : a. Hidrolisa Asam Hidrolisa asam juga dapat dikenal hidrolisa secara non enzimatik. Hidrolisa ini menggunakan asam sebagai katalisnya, biasana yang di pakai adalah asam kuat, misalnya HCI. Pada hidrolisa pati dengan asam, diperlukan suhu tinggi yaitu 140°C- 160°C. Pada pembuatan glukosa, hidrolisa asam menghasilkan konversi yang cukup rendah jika dibandingkan dengan hidrolisa enzim. Di samping itu metode ini juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain diperlukan peralatan yang tahan korosi, menghasilkan sakarida dengan spektra-spektra tertentu saja karena kuatalis asam menghidrolisa secara acak. Kelemahan yang lain, hidrolisa asam juga dapat menyebabkan terjadinya degradasi karbohidrat maupun rekombinasi produk degradasi yang dapat mempengaruhi warna, rasa, bahkan menimbulkan masalah teknis. b. Hidrolisa Enzim Hidrolisa enzim dilakukan menggunakan bantuan enzim α-amilase dan enzim glukoamilase (amiloglukosidase). Enzim α-amilase digunakan pada proses likuifikasi,

sedangkan

glukoamilase

digunakan

pada

proses

sakarifikasi.

Hidrolisa enzim lebih banyak memberikan keuntungan dibandingkan dengan hidrolisa asam. Hidrolisa enzim menghasilkan konversi yang lebih besar jika dibandingkan dengan hidrolisa asam. Hidrolisa enzim juga dapat mencegah adanya reaksi efek samping karena sifat katalis enzim sangat spesifik, sehingga dapat mempertahankan flavor dan aroma bahan dasar (Risnoyatiningsih, 2011).

28

Keunggulan hidrolisa enzimatis bisa di lihat dari perbandingan tabel di bawah ini: Tabel 3.1 Perbandingan hidrolisis asam dan enzimatis (Chafid, dkk, 2010). Variabel Perbandingan

Hidrolisa Asam

Hirolisa Enzim

Kondisi hidrolisis yang ‘lunak’

Tidak

Ya

Hasil hidrolisisi yang tinggi

Tidak

Ya

Penghambatan produk selama hidrolisis

Tidak

Ya

Ya

Tidak

Katalis yang murah

Ya

Tidak

Waktu hidrolisisi yang murah

Ya

Tidak

Pembentukan

produk

samping

yang

menghambat

Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dengan hidrolisis secara asam. Hidrolisis secara asam memutus rantai pati secara acak, sedangkan hidrolisis secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis secara enzimatis lebih menguntungkan dibandingkan hidrolisis asam, karena prosesnya lebih spesifik, kondisi prosesnya dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih murah, dan kerusakan warna dapat diminimalkan (Rahmayanti, 2010). Adapun macam reaksi hidrolisis adalah sebagai berikut: - Hidrolisis Murni

: bahan bereaksi hanya dengan air

- Hidrolisis Asam

: bahan bereaksi dengan asam (encer/pekat)

- Hidrolisis Alkali

: bahan bereaksi dengan alkali (encer/pekat)

-

Hidrolisis Alkali Fusion : bahan bereaks dengan alkali disertai penambahan sedikit air atau tanpa air dilakukan dengan suhu tinggi

-

Hidrolisis Enzim

: bahan bereaksi dengan air disertai dengan penambahan

enzim sebagai katalis (Perwitasari, 2008) Proses hirolisi terdiri dari dua tahapan yaitu likuifikasi dan sakarafikasi. - Likuifikasi merupakan proses pencairan gel pati yang memiliki viskositas tinggi ke viskositas yang lebih rendah dengan menghidrolisis pati menjadi molekul-molekul yang lebih kecil dari oligosakarida atau dextrin dengan menggunakan enzim αamilase. Dalam proses tersebut granula pati yang semula tidak larut, dipanaskan sampai mengembang dan rusak, sehingga dapat tersebar kedalam larutan dan proses tersebut dikatakan baik bila viskositas larutan yang dihasilkan makin kecil.

29

-

Sakarifikasi merupakan proses dimana dekstrin sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut menjadi glukosa oleh enzim tunggal maupun enzim campuran. Sakarafikasi dilakukan pada temperatur 55-66 ºC, pH 4-4,5, untuk 24-72 jam kemudian untuk pemurnian dilakukan langkah-langkan tembahan terdiri dari filtrasi atau sentrifugasi, penukar ion, isomerisasi, perawatan dengan penguapan dan karbon aktif untuk mendapatkan suatu produk yang stabil bila disimpan (Rochmawatin, 2010).

Berikut ini beberapa faktor yang sangat mempengaruhi reaksi hidrolisis : - Suhu Suhu mempengaruhi jalanya reaksi hidrolisis, terutama pada kecepatan reaksinya. Hidrolisis dari pati mengikuti persamaan reaksi orde satu dengan kecepatan reaksi yang berbeda-beda untuk setiap jenis pati. Untuk kisaran suhu 90º-100ºC, kecepatan reaksi meningkat dua kali lebih cepat setiap kenaikan suhu 5ºC. Sedangkan secara keseluruhan, pada umumnya kecepatan reaksi hidrolisis akan meningkat dua kali lebih cepat setiap kenaikan suhu 10ºC. Dengan penggunaan suhu yang lebih tinggi, maka waktu reaksi dapat di minimalkan. Penggunaan suhu tinggi juga dapat meminimalkan penggunaan katalisator sehingga biaya operasional lebih ekonomis. - Katalisator Penggunaan katalisator pada reaksi hidrolisis dilakukan pertama kali oleh Braconnot pada 1819. Beliau menghidrolisis linen (selulosa) menjadi gula fermentasi dengan menggunakan

asam

sulfat

pekat. Setelah itu ditemukan bahwa asam dapat

digunakan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi hidrolisis. Katalisator yang biasa di gunakan berupa asam, yaitu asam klorida, asam sulfat, asam sulfit, asam nitrat, atau yang lainnya. Makin banyak asam yang di pakai sebagai katalisator, makin cepat jalannya reaksi hidrolisa. Penggunaan katalisator dengan konsentrasi kecil (larutan encer) lebih disukai karena akan memudahkan pencampuran sehingga reaksi dapat berjalan merata dan efektif. Penggunaan konsentrasi katalisator yang kecil dapat mengurangi kecepatan reaksi. Namun hal ini dapat diatasi dengan menaikkan suhu reaksi.

30

- Waktu Waktu reaksi mempengaruhi konversi yang dihasilkan. Semakin lama waktu reaksi, maka semakin tinggi pula konversi yang di hasilkan. Hal ini disebabkan oleh kesempatan zat reaktan untuk saling bertumbukan dan bereaksi semakin besar, sehingga konversi yang di hasilkan semakin tinggi (Perwitasari & Cahyo, 2009). - pH Sebagian besar aktivitas enzim dipengaruhi derajat keasaman media tempat enzim tersebut melakukan kegiatan katalitiknya. Derajat keasaman optimal yang ditunjukan oleh enzim tertentu tidak selalu konstan. Masih ada berbagai faktor lain yang memberikan pengaruh atas aktivitas enzim tersebut. - Kadar Suspensi Pati Pada penggunaan kadar rendah, keseimbangan akan bergeser kekanan dengan baik. Pada kadar suspensi tinggi mengakibatkan kekentalan campuran semakin meningkat, sehingga jumlah kandungan partikel pati tidak larut semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan proses hidrolisa tidak dapat berjalan dengan baik atau sempurna. Semakin banyak kadar suspensi pati yang dihidrolisa, maka waktu proses yang diperlukan untuk menghidrolisa pati tersebut akan semakin lama. Jumlah enzim yang dibutuhkan juga semakin banyak. - Jumlah Penambahan Enzim Semakin banyak jumlah enzim yang ditambahkan pada pati, akan menghasilkan kadar glukosa yang semakin banyak pula. Keadaan ini juga semakin mempercepat reaksi hidrolisa, untuk enzim α- amilase digunakan perbandingan 2 kg enzim untuk setiap ton pati, sedangkan untuk enzim glukomaliase digunakan sebanyak 0,5-1,1 lt utnuk setiap ton pati (Risnoyatiningsih, 2011). Enzim merupakan katalis yang lebih efisein daripada kebanyakan katalis laboratorium atau industri (seperti Pd dalam suatu reaksi hidrogenasi). Reaksi biologis pada tubuh manusia berlangsung pada 37ºC dan dalam medium berair. Temperatur tinggi, tekanan tinggi, atau reagensia yang dapat reaktif (seperti NaOH atau LiAlH 4) tidak tersedia bagi suatu organisme. Enzim juga memungkinkan suatu selektivitas pereaksi-pereaksi dan suatu pengendalian laju reaksi yang tidak dimungkinkan oleh kelas katalis lain (Fessenden, 1982).

31

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : - Suhu Pada umumnya semakin tinggi suhu, semakin naik laju reaksi kimia, baik yang tidak dikatalis maupun yang dikatalis oleh enzim. Tetapi perlu diingat bahwa enzim adalah protein, jadi semakin tinggi suhu proses inaktifasi enzim juga meningkat. Keduanya mempengaruhi laju reaksi enzimatik secara keseluruhan. Pengaruh suhu terhadap enzim ternyata agak kompleks, misalnya suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusakkan enzim, sebaliknya semakin tinggi suhu (dalam batas tertentu) semakin aktif enzim tersebut. Bila suhu masih naik terus, laju kerusakkan enzim akan melampaui reaksi katalis enzim. Pada suhu rendah, laju inaktifasi enzim begitu lambat atau sangat kecil sehingga boleh diabaikan. Sebaliknya pada suhu tinggi, laju inaktifasi enzim cepat sekali, sehingga reaksi enzimatik praktis berhenti sama sekali. - pH Pada umumnya enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun pada gugus

basanya. Enzim menunjukkan

aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5 sampai 8,0. Suatu enzim tertentu mempunyai pH optimum yang sangat sempit. Disekitar pH optimum enzim mempunyai stabilitas yang tinggi. Perlu diketahui pada enzim yang sama sering pH optimumnya berbeda, tergantung asal enzim tersebut. Pengendalian pH mempengaruhi aktivitas enzim yang sangat diperlukan dalam praktek teknologi pangan. Pengaturan pH harus bertujuan untuk mendapatkan keaktifan enzim yang maksimal. - Kadar Air pada Substrat Kadar air dari bahan sangat mempengaruhi laju reaksi enzimatik. Pada kadar air bebas yang rendah terjadi halangan dan rintangan sehingga baik difusi enzim atau substrat terhambat. Akibatnya hidrolisis hanya terjadi pada bagian substrat yang langsung berhubungan dengan enzim (Risnoyatiningsih, 2011). Berikut ini adalah enzim-enzim yang dipakai dalam percobaan hidrolisa pati : - Enzim α- Amilase Enzim α- amilase adalah enzim ekstraseluler. Aktivitas enzimatiknya tergantung pada suhu dan pH eksternal. Menurut Reed (1991) temperatur optimum untuk enzim

32

α- amylase berkisar 70º-90º C. Selain itu enzim α- amylase aktif pada kisaran pH 5,2-5,6. Enzim α- amilase bekerja dengan memutus ikatan α- 1,4 glikosidik pada rantai lurus amilum sehingga menghasilkan glukosa dalam konfigurasi alpha, maltosa, dan dekstrin (Jayanti, 2011). -

β- Glukoamilase Glukoamilase

adalah

salah

satu enzim kelas

proses sakarifikasi pati (sejenis karbohidrat). Serupa

15

yang

dengan

berperan

dalam

enzim beta-amilase,

glukoamilase dapat memecah struktur pati yang merupakan polisakarida kompleks berukuran besar menjadi molekul yang berukuran kecil. Pada umumnya, enzim ini bekerja pada suhu 45-60 °C dengan kisaran pH 4,5-5,0 (Wikipedia, 2014). Enzim glukoamilase bekerja dengan menghidrolisis ikatan α- 1,4 dan

α- 1,6

glikosidik dari gugus non pereduksi sehingga menghasilkan D-glukosa (Jayanti, 2011). Untuk pengujian kualitatif glukosa dengan fehling digunakan fehling A dan fehling B, dimana Fehling A adalah larutan yang mengandung Cu2SO4, sedangkan Fehling B merupakan campuran garam saitgnette (C4H4KNaO6.4H2O) dan NaOH. Gula reduksi dengan larutan Fehling B akan membentuk enediol, yang kemudian enediol ini akan bereaksi dengan ion kupri (Fehling A) akan membentuk ion kupro dan campuran asam-asam. Selanjutnya ion kupro dalam suasana basa akan membentuk kupro oksida yang dalam keadaan panas mendidih akan mengenndap menjadi endapan kupro oksida (Cu2O). Terbentuknya endapan berwarna merah yaitu kupro oksida (Cu2O) akibat adanya reaksi reduksi oksidasi (redoks), gugus aldehid pada glukosa akan mereduksi ion tembaga(II) menjadi tembaga(I) oksida. Karena larutan bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya teroksidasi menjadi sebuah garam dari asam karboksilat yang sesuai. Dalam proses uji kualitatif menggunakan larutan Fehling A dan Fehling B dilakukan pemanasan setelah penambahan larutan Fehling, hal ini dilakukan karena bertujuan untuk mempercepat proses pengendapan kupro oksida (Cu2O). Persamaan setengah reaksi untuk larutan Fehling dapat digambarkan sebagai berikut: 2Cu2+ + 2OH- + 2e-

Cu2O + H2O

33

Menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan setengah reaksi untuk oksidasi aldehid dalam kondisi asam yakni. RCHO + 2OH-

RCOOH + H2O + 2e-

Akan menghasilkan persamaan lengkap: RCOH + 2Cu2+ + 4OH-

RCOOH + Cu2O + 2H2O

Berdasarkan terbentuknya reaksi oksidasi-reduksi dan terbentuknya kompleks Tembaga-tartrat (terbentuknya kupro oksida) ini yang digunakan untuk penentuan banyak sedikitnya dextrose (glukosa) yang terkandung dalam pati hasil hidrolisisi (Rochmawatin, 2010). 3.3. Tinjauan Bahan A. Amilum (Pati) -

Rumus struktur

: (C6H10O5)n

-

Bentuk

: Padat

-

Warna

: Putih

B. Aquadest -

Rumus strukstur

: H2 O

-

Berat molekul

: 18,02 g/mol

-

Bentuk

: Cair

-

Warna

: Tidak berwarna

-

pH

:7

-

Titik didih

: 100 oC (212 oF)

C. Asam sulfat -

Rumus struktur

: H2SO4

-

Berat molekul

: 98,08 g/mol

-

Bentuk

: Cair

-

Warna

: Tidak berwarna

-

pH

: Asam (1-7)

-

Titik didih

: 270 °C (518 °F)

-

Titik leleh

: -35°C (-31°F)

D. Enzim α- amilase E. Enzim β- glukoamilase

34

3.4. Alat dan Bahan A. Alat-alat yang digunakan:

B. Bahan-bahan yang digunakan:

- Batang Pengaduk

- Aquadest (H2O)

- Beakerglass

- Asam Sulfat (H2SO4)

- Botol Aquadest

- Enzim α- amilase

- Corong

- Enzim β- glukoamilase

- Erlenmeyer

- Pati

- Gelas Arloji - Gelas Ukur - Labu Ukur - Pipet Volume - Timbangan - Waterbath 3.5. Prosedur Percobaan A. Preparasi larutan - Membuat larutan asam sulfat 2% sebanyak 100 ml. B. Hidrolisa Asam - Menimbang 5 gram pati dan larutkan dalam 50 ml larutan asam sulfat 2% - Memanaskan pada suhu 100 oC di waterbath dengan pendingin balik - Menyaring larutan dan melakukan analisa secara kualitatif dengan larutan Fehling A dan Fehling B C. Hidrolisa Enzim - Menimbang 5 gram pati dan melarutkan dalam 50 ml air. Mengatur pH sampai 5 dengan penambahan asam sulfat - Menambahkan 1 tetes enzim alfa-amilase - Mendiamkan pada suhu 30 oC selama 12 jam - Mengambil 1 ml larutan dan masukkan ke dalam tabung reaksi - Menambahkan 1 ml larutan Fehling A dan B serta mengamati perubahan yang terjadi - Masukkan ke dalam waterbath selama 25 menit - Mengulangi percobaan dengan menggunakan enzim β- glukoamilase.

35

3.6. Data Pengamatan No.

Perlakuan Hidrolisa Asam Pati + lar H2SO4

Lar 1

Lar 2

Pengamatan

lar 1

Lar 2

disaring

Larutan berwarna putih keruh terdapat endapan Larutan putih keruh tedapat endapan - Residu : endapan putih nasi - Filtrat : larutan berwarna bening

Lar 3

1. Lar 3 + Lar Fehling (A+B) Lar 4

Larutan bening berubah warna menjadi biru terang

Lar 4

Larutan berwarna biru kehijauan terdapat endapan merah bata

Lar 5

Hidrolisa enzim α- amilase Pati + H2O Lar 1

Lar 1 + H2SO4(encer)

Lar 2

2. Lar 2 + α- amilase

Kesimpulan

Lar 3

Larutan 3 diinkubasi selama 12 jam pada suhu 30º C

Larutan berwarna putih keruh agak kental Larutan berwarna putih keruh agak kental pH 5 Larutan berwarna putih keruh agak kental Larutan putih keruh agak kental

Dari hasil percobaan hidrolisa asam dengan katalis H2SO4 didapatkan glukosa

36

Lar 3

disaring

- Residu : endapan putih - Filtrat : larutan berwarna bening berbau nasi basi

Lar 4

Lar 5 + Lar Fehling (A+B) Lar 6

Larutan berwarna bening

Lar 4

...


Similar Free PDFs