BAB IV NASIB OBAT DALAM TUBUH PDF

Title BAB IV NASIB OBAT DALAM TUBUH
Author Harum Puspa Elis
Pages 29
File Size 1.7 MB
File Type PDF
Total Downloads 256
Total Views 635

Summary

BAB IV NASIB OBAT DALAM TUBUH Nasib obat dalam tubuh merupakan peristiwa-peristiwa yang di alami obat dalam tubuh. Aksi beberapa obat membutuhkan suatu proses untuk mencapai konsentrasi yang cukup dalam jaringan sasarannya. Dua proses penting yang menentukan konsentrasi obat di dalam tubuh pada wakt...


Description

BAB IV NASIB OBAT DALAM TUBUH

Nasib obat dalam tubuh merupakan peristiwa-peristiwa yang di alami obat dalam tubuh. Aksi beberapa obat membutuhkan suatu proses untuk mencapai konsentrasi yang cukup dalam jaringan sasarannya. Dua proses penting yang menentukan konsentrasi obat di dalam tubuh pada waktu tertentu adalah : • Translokasi dari molekul obat • Transformasi senyawa obat Pada bab ini akan dibicarakan translokasi obat dan faktor yang menentukan proses absorpsi dan distribusi. Transformasi obat menerangkan proses metabolisme obat atau proses eliminasi lain yang terlibat dalam tubuh.

A. TRANSPORT OBAT Transport merupakan suatu peristiwa perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain disertai dengan penembusan membran seluler. Kecuali metabolisme, proses farmakokinetika melibatkan transport membran tersebut. Obat berpindah-pindah dalam tubuh melalui dua jalan yaitu transfer difusional misalnya molekul ke molekul, dengan jarak yang pendek, transfer beraliran misalnya dalam aliran darah. Dalam aliran darah (sistem kardiovaskuler), transfer beraliran tidak dipengaruhi oleh sifat kimiawi obat. Sedangkan pada transfer difusi dipengaruhi oleh ukuran molekul obat dan kelarutannya dalam lipid. Semakin kecil ukuran partikel suatu obat maka proses transport obat juga semakin besar dan semakin larut dalam lipid maka transfer pada barrier hidrofobik semakin besar pula.

Membran sel Barrier antara dua kompartemen dalam tubuh terdiri dari membran sel. Membran tersebut memisahkan antara kompartemen ekstraseluler dengan intraseluler. Yang dimaksud dengan membran sel adalah suatu organel yang memisahkan isi sel dari lingkungan sekitarnya. Komposisi dari membran sel dan fungsinya disajikan pada tabel V dan gambaran membran sel disajikan pada gambar 10.

Tabel V. Komposisi membran sel dan fungsinya Komposisi membran sel Fungsi

Ketebalan ( A )

Protein

lapisan hidrofilik

20-25

Trigliserida

lapisan lipofilik

25-35

Steroid (kolesterol)

barier bimoleuler

25-35

Fosfolipida (lesitin)

barier bimoleuler

25-35

Protein

lapisan hidrofilik

20-25

Gambar 10. Diagran skematik struktur membran (Ritschel, 1992)

Dari gambar 10 dan tabel V, mebran sel mempunyai gugus yang dapat membentuk ikatan ionik atau hidrogen dengan gugus yang sesuai dari suatu obat. Sehingga sifat dari suatu membran adalah semipermiabel, mempunyai tegangan permukaan yang rendah dan mempunyai tegangan listrik (potensial membran). Terdapat dua macam model membran sel yaitu model Davson Danielli dan Mosaik Cair. Pada model Davson Danielli, membran sel terdiri dari 2 lapis lipid yaitu gugus hidrofil pada permukaan mebran dan gugus hidrofob berada dalam membran sel. llustrasi membran ini seperti pada gambar 10, dimana kedua gugus tersebut diselubungi oleh protein. Bangunan membran pada model ini adalh statis. Di lain pihak, model mosaik cair terdiri dari matrik cair dengan dua lapis molekul lipid. Molekul protein terletak menyebar secara tidak merata. Protein membran ini dapat berfungsi sebagai pemerkuat membran, molekul pembawa, enzim, pori senyawa larut dalam air atau reseptor. Bangunan

membran bersifat dinamis (gambar 11).

Gambar 11. membran menu rut model mozaik cair (Albert et a/., 1994). Mekanisme transport Mekanisme transport disajikan pada tabel dan gambar berikut ini:

Tabel VI. Mekanisme absorpsi (Ritschel, 1992) Mekanisme

Karakteristik

absorpsi Difusi pasif

ƒ ƒ

Contoh

Obat bergerak searah gradien

ƒ

Asam organik lemah

kadar – obat

ƒ

Basa organik lemah

Keadaan seimbang tercapat jika

ƒ

Alkohol, urea,

kadar obat kedua kompartemen sama ƒ

Kecepatan difusi tergantung pH medium

ƒ

Tergantung koefisien partisi, pKa senyawa, ketebalan membran dan luas area.

amidopirin ƒ

Glikosida jantung

Transport

ƒ

aktif

Obat bergerak melawan gradien

ƒ

kadar atau potensial eiektrokimia

Na+, K+, I-, heksosa, monosakarida,

ƒ

Mebutuhkan energi dan pembawa

ƒ

Proses dapat jenuh

organik kuat, basa

ƒ

Proses satu arah

organik kuat, fosfat

ƒ

Bersifat spesifik

organic

ƒ

Berbagai obat dapat Inhibitor

ƒ

Glikosida jantung

kompetitif

ƒ

Vit. B, testosteron,

ƒ

ƒ

Racun metabolisme (sianida,

asam amino, asam

estradiol, vit 812

dinitrofenol) menghambat transport Transport

ƒ

Obat terlarut dalam medium berair

konvektif

ƒ

Kecepatan tergantung pada koef.

maupun anorganik

Filtrasi dan terbalik dengan

(150 - 400 MW)

viskositas

ƒ

ƒ

Ion

organik

yang

ƒ

Diameter pori 7 A

bermuatan berbeda

ƒ

Tergantung ketebalan membran,

dg pori

jumlah pori, perbedaan tekanan

ƒ

hidrostatik

Transport

Elektrolit

ƒ

fasilitatif

Sulfonamid terisonisiasi

ƒ

VitB12

Komplek anion organik dari suatu

ƒ

Asam sulfonat

senyawa dengan kation dari

ƒ

Ammonium kuartener

Obat bergerak searah gradien kadar – obat

ƒ

Membutuhkan karier

ƒ

Bersifat spesifik

ƒ

Proses dapat jenuh

ƒ

Berbagai obat dapat inhibitor kompetitif

ƒ

Racun metabolisme (sianida, dinitrofenol) menghambat transport

Transport pasangan ion

ƒ

medium / membran

ƒ

Melalui difusi pasif

ƒ

Medium biasanya musin (seny. Endogen)

Pinositosis

ƒ

Pergerakan dengan bantuan vesikel dalam membran sel

ƒ

Lemal, gliserin, vit ADEK, partikel plastik, insulin

B. ABSORPSI Absoprsi menggambarkan kecepatan pada saat obat meninggalkan tempat / sisi pemberian. Obat agar dapat diabsorpsi harus dilepaskan dari bentuk sediaannya sebagai contoh apabila obat dalam bentuk tablet maka harus mengalami disintegrasi sediaan dan disolusi senyawa aktifnya. Pelepasan obat dari sediaannya tergantung dari faktor fisika kimiawi obat, bentuk sediaan, dan lingkungan dalam tubuh tempat obat diabsorpsi. Dalam hal ini, formulasi bentuk sediaan adalah faktor paling penting dalam pelepasan obat. Apabila molekul obat terikat pada permukaan kulit atau mukosa oleh ikatan ion, ikatan hidrogen atau van der Waal dinamakan adsorpsi. Sedangkan jika obat mencapai lapisan yang lebih dalam tapi tidak mencapai kapiler darah dinamakan peristiwa penetrasi. Kemudian, obat menembus melalui dinding kapiler dan menuju sirkulasi sistemik dinamakan absorpsi. Secara ringkas, Defmisi absorpsi adalah perpindahan obat dari tempat pemberian ke sirkulasi sistemik (peredaran darah). Obat harus berada dalam larutan air pada tempat absorpsi agar dapar dapat diabsorpsi. Absorpsi suatu obat dapat terjadi pada bagian bukal, sublingual (bawah lidah), gastrointestinal (saluran cerna), kulit (kutan), otot (muskular),

rongga perut (peritoneal), mata (okular), nasal (hidung), paru atau rektal. Mekanisme absorpsi bisa dengan cara difusi pastf, transport aktif, transport konvektif, difusi terfasilitasi, transport pasangan ion dan pinositosis. Obat dapat diabsorpsi dengan beberapa jalur mekanisme.

Area permukaan absorpsi Absorpsi topikal adalah terbatas karena struktur anatomi dari kulit yang menyebabkan

obat

tidak

optimal

diabsorpsi.

Kulit

kurang

permeabel

dibandingkan mukosa (mulut, gastrointestinal, rektal dan paru). Bahkan area kulit hanya 1,73 m2, sedangkan area permukaan absorpsi paru adalah 70 m2. Luas area permukaan absorpsi gastrointestinal adalah paling luas 120 m2 karena terdapat makrovili dan mikrovili pada usus halus. Dengan pertimbangan tersebut, banyak obat yang diberikan secara oral dengan harapan tempat absorpsinya terjadi

pada

traktus

gastrointestinal.

Gambaran

absorpsi

pada

traktus

gastrointestinal disajikan pada gambar 15.

Gambar 15. Anatomi absorpsi di intestinal (usus) (Ritschel, 1992) Bioavailibilitas Bioavailibilitas atau ketersediaan hayati merupakan parameter keefektifan suatu obat diabsorpsi. Bioavailibilitas merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan kandungan obat dimana obat dapat mencapai tempat aksinya. Sebagai contoh obat yang diabsorpsi dari lambung dan usus (intestin)

harus pertama kali melalui hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Apabila obat dimetabolisme di hati dan diekskresi pada empedu, beberapa obat aktif akan diinaktivasi sebelum mencapai tempat aksinya. Dan apabila kapasrtas metabolisme atau ekskresi hati terhadap obat adalah besar maka bioavailibilitas akan berkurang dan peristiwa ini disebut efek lintas pertama (first-pass effect). Bioavailibilitas merupakan fungsi dari dua hal yaitu kecepatan obat terabsorpsi dan jumlah obat yang diabsorpsi. Dua faktor tersebut dapat diukur dengan cara in vitro (metode kantong usus atau usus terbalik), in situ (metode Doluisio) dan in vivo (mengukur kadar obat baik dalam darah maupun urin pada waktu-waktu tertentu).

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat Proses awal farmakokinetika adalah absorpsi obat apabila obat diberikan secara ekstravaskuler. Pada proses absorpsi obat melibatkan transport melewati membran sel sebelum obat mencapai jaringan atau organ. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat antara lain : 1.

Kecepatan disolusi obat Kecepatan disolusi obat merupakan syarat utama bagi obat-obat dalam bentuk padatan misalnya tablet dan kecepatan disolusi ini dipengaruhi oleh luas permukaan obat yang melarut.

2.

Ukuran partikel Untuk obat yang sukar larut dalam air, ukuran partikel sangat mmpengaruhi. Obat-obat dengan ukuran partikel kecil relatif mudah larut dalam cairan dibandingkan partikel dengan ukuran yang besar.

3.

Kelarutan dalam lipid atau air Absorpsi obat juga dipengaruhi oleh koefisien partisi. Telah disampaikan bahwa medium absorpsi sebagian besar berupa air sedangkan membran sel lebih bersifat lipofilik. Oleh karena itu, suatu obat harus dapat larut dalam air maupun lipid.

4.

lonisasi Sebagian besar obat merupakan suatu elektrolit lemah sehingga ionisasinya dipengaruhi oleh pH medium. Dalam mediumnya obat tersebut dalam dua bentuk yaitu bentuk terion yang lebih mudah larut dalam air dan bentuk tak terionkan yang mudah larut dalam lipid dan lebih mudah diabsorpsi.

5.

Aliran darah pada tempat absorpsi Aliran darah pada tempat absorpsi adalah penting karena membantu proses absorpsi yaitu mengambil obat menuju sirkulasi sistemik. Semakin besar aliran darah maka absorpsi juga semakin besar.

6.

Kecepatan pengosongan lambung Lambung merupakan bagian dari sistem absorpsi suatu obat. Obat yang diabsorpsi di usus akan meningkat proses absorpsinya jika kecepatan pengosongan lambung besar dan sebaliknya.

7.

Motilitas usus Motilitias usus yang besar misalnya pada saat diare dapat mengurangi absorpsi obat karena waktu kontak antara obat dengan absorpsinya adalah pendek.

8.

Pengaruh makanan atau obat lainnya. Beberapa makanan atau obat dapat mempengaruhi proses absorpsi suatu obat lainnya. Pemberian makanan atau obat dapat mempengaruhi variabel di atas sehingga mempengaruhi keefektivan absorpsi obat.

9.

Cara pemberian Cara pemberian obat dapat dilakukan dengan jalur enteral dan parenteral. Pemberian enteral adalah pemberian obat melalui saluran cerna atau dari rongga mulut sampai poros usus contohnya adalah peroral, sublingual, bukal dan rektal, sedangkan pemberian parenteral adalah pemberian obat di luar saluran cerna misalnya topikal, suntikan dan inhalasi. Selain itu, pemberian obat dibedakan berdasarkan sistem vaskuler atau pembuluh darah menjadi pemberian intravaskuler dan ekstravaskuler. Pemberian intravaskuler adalah pemberian obat melalui sirkulasi sistemik (pembuluh darah) misalnya intravena, intraarteri dan intrakardial, sedangkan pemberian ekstravaskuler adalah pemberian obat diluar sirkulasi sistemik misalnya subkutan, peroral dan intramuskular.

C. DISTRIBUSI Cairan tubuh didistibusikan ke empat kompartemen utama seperti disajikan pada gambar 16. Cairan tubuh total dalam prosentase berat badan adalah bervariasi 50 hingga 70 %. Pada wanrta lebih rendah dibandingkan pada pria.

Gambar 16. Kompartemen cairan tubuh utama (daiam prosentase berat badan) (Rang eta/., 1999)

Distribusi merupakan perpindahan obat dari sirkulasi sistemik menuju ke suatu tempat di dalam tubuh (cairan dan jaringan). Tempat distribusi adalah cairan pada berbagai jaringan yaitu protein plasma, hati, ginjal, tulang, lemak, barrier darah otak, barter plasenta. Tempat distribusi tersebut merupakan parameter kualitatif distribusi. Sedangkan mekanisme distribusi dapat melalui transport konvektif, pinosrtosis atau difusi pasif. Komposisi cairan tubuh meliputi caitan ekstraseluler dan intraseluler. Cairan ekstraseluler mengandung plasma darah (berkisar 4,5 % berat badan), cairan interstitial (16 %) dan getah bening (1,2 %). Cairan intraseluler (30-40 %) merupakan penjumlahan kandungan cairan dari seluruh sel tubuh. Cairan transeluler (2,5 %) meliputi cairan synovial, pleura!, peritoneal, intraokular, serebrospinal dan sekresi digestif. Supaya dapat masuk ke kompartemen transeluler dari kompartemen ekstraseluler, obat harus dapat menembus barter seluler.

Barter darah-otak Barter mengandung beberapa lapisan sel endotelial yang digabungkan oleh tight junction. Otak sulit ditembus oleh beberapa obat misalnya beberapa obat antikanker dan antibiotik misalnya aminoglikosida karena barter tersebut bersifat lipid solubel. Pada kondisi inflamasi misalnya meningitis, dapat menggangu integritas barter sehingga beberapa obat dapat menembusnya.

Penisilin diberikan pada meningitis karena pada kondisi penyakit tersebut dapat menembus barter otak. Beberapa peptida seperti bradikinin dan enkefalin dapat meningkatkan permeabilitas barter darah otak dengan meningkatkan proses pinosttosis. Hal ini dijadikan suatu pendekatan dalam strategi kemoterapi pada tumor otak.

Volume distribusi Volume distribusi adalah volume cairan tubuh tempat suatu obat pada akhirnya terdistribusikan, dinotasikan Vd. Volume distribusi menggambarkan luas distribusi obat dalam tubuh. Volume distribusi merupakan parameter kuantitatif distribusi. Q Vd

= ——— Cp

Dimana Q adalah jumlah obat total dan Cp adalah konsentrasi obat dalam darah. Volume distribusi dari beberapa obat disajikan pada tabel VII. Volume plasma berkisar 0,05 L/kg BB. Beberapa obat misalnya heparin yang hanya didistribusikan pada kompartemen plasma karena molekulnya terlalu besar untuk menembus dinding kapiler. Di samping itu juga disebabkan karena ikatan yang kuat dengan protein plasma. Volume ekstraseluler berkisar 0,2 L/kg dan tepat untuk obat-obat yang bersifat polar misalnya vekuronium, gentamisin dan karbesilin. Obat tersebut sulit menembus sel karena kelarutan lipid-nya rendah sehingga tidak dapat menembus barier darah-otak dan plasenta. Cairan total tubuh berkisar 0,55 L/kg dan volume distribusi dicapai oleh obat yang larut dalam lipid misalnya fenitoin. Ikatan obat diluar kompartemen plasma seperti pada lemak tubuh akan meningkatkan volume distribusi.

Tabel

VII

Volume

distribusi

beberapa

obat

dibandingkan

volume

kompartemen cairan tubuh (Ritschel, 1992) Volume (L/kg BB) Kompartemen

Vd (L/kg BB)

Obat

0,05

0,05-0,1

Heparin, Insulin

0,1 -0,2

Warfarin, Sulfametoksasol,

Plasma

Glibenklamid, Atenolol 0,2

0,55

Cairan

0,2 - 0,4

Tubokurarin

ekstraseluler

0,4 - 0,7

Teofilin

Cairan total

10

Nortriptilm, Imipramin

Ikatan obat pada material biologi Plasma darah mengandung 93 % air dan 7 % terdiri berbagai senyawa terlarit terutama protein. Fraksi protein utama adalah albumin (5 % dari total plasma). Protein tidak hanya ditemukan pada plasma namun juga pada jaringan. Obat biasanya terikat pada albumin meskipun beberapa obat terikat pada protein lainnya. Ikatan obat dengan albumin bersifat reversibel dan ikatan yang terlibat biasanya adalah lemah dan spesifik. Albumin serum manusia mempunyai BM sebesar 67.500 dan tersusun oleh 20 asam amino yang berbeda. Jenis asam amino dan posisinya dalam molekul protein menentukan ikatannya dengan obat. Kelompok basa misalnya arginin, histidin dan lisin bertanggung jawab mengikat obat asam, sedangkan kelompok asam amino basa misanya asam aspartat, asam glutamat dan tirosin mengikat obat basa. Pada pH 7,4 darah, kelompok karbonil asam terprotonasi menjadi ion positif dan membentuk muatan positif maupun negatif pada permukaannnya. Sehingga dapat menarik ion yang bermuatan ion beriawanan dengan kekuatan elektrostatik. Obat dapat terikat albumin melalui ikatan hidrogen, van der Waals dan hidrofobik. Obat asam terikat kuat pada albumin

sedangkan obat basa terikat lemah pada albumin. Ikatan tersebut bersifat reversibel dan tidak spesifik.

Gambar 17. Distribusi dan ikatan obat terhadap plasma dan protein jaringan (Ritschel, 1992) D = obat bebas; D-P = obat terikat protein plasma; D-T = obat terikat protein jaringan; D-R obat terikat reseptor biofase; [ ] = konsentrasi; seimbang,

↔ = rasio konstan distribusi dalam keadaan jenuh

↔=

kondisi

Faktor-faktoryang mempengaruhi distribusi Telah disampaikan bahwa efektivitas distribusi berkaitan langsung dengan derajat pengikatan pada protein plasma. Derajat pengikatan obat pada protein tergantung pada afinitas obat terhadap protein, jumlah tempat pengikatan, kadar protein dan kadar obat. Keempat faktor tersebut dipengaruhi oleh kondisi penyakit dan pendesakan. Penyakit seperti pada organ hati, ginjal, atau luka bakar dan trauma dapat mengakibatkan kondisi yang dinamakan hipoalbuminemia (kadar albumin mengalami penurunan di dalam plasma). Oleh sebab itu, kadar obat dalam bentuk bebas akan meningkat sehingga akan meningkatkan efek farmakologi obat bersangkutan. Pendesakan dapat terjadi manakala terdapat obat lain yang mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein plasma sehingga mengakibatkan kadar obat bebas meningkat dan pada akhirnya efek obat juga meningkat. Pendesakan akan bermakna klinik manakala

ikatan obat dan protein sebesar lebih dari 80-90 % dan volume distribusinya kecil ( < 0,15 mL/g). Sebagai contoh warfarin dapat didesak oleh klofibrat atau asam mefenamat sehingga meningkatkan efek antikoagulasi warfarin sehingga penderita dapat mengalami pendarahan.

D. METABOLISME ATAU BIOTRANSFORMASI Metabolisme mempunyai tiga tujuan utama yaitu (1) menyediakan energi bagi fungsi tubuh dan pemelih...


Similar Free PDFs