BAHASA BAGONGAN PDF

Title BAHASA BAGONGAN
Author Tirto Suwondo
Pages 125
File Size 13.4 MB
File Type PDF
Total Downloads 418
Total Views 463

Summary

Bahasa Bagongan Soepomo Poedjosoedarmo Laginem KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA BALAI BAHASA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 i Bahasa Bagongan BAHASA BAGONGAN Penyusun Soepomo Poedjosoedarmo Laginem Penyunting Wiwin Erni Siti Nurlina Diterbitkan...


Description

Accelerat ing t he world's research.

BAHASA BAGONGAN Tirto Suwondo Balai Bahasa DIY

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

T INGKAT T UT UR BAHASA JAWA T irt o Suwondo

T ingkat an bahasa Jepang dan Undak-usuk bahasa Jawa Teguh Sant oso Kerat on Ngayogyakart a Hadiningrat Toko Kit a15

Bahasa Bagongan

Soepomo Poedjosoedarmo Laginem

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA BALAI BAHASA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014

i

Bahasa Bagongan

BAHASA BAGONGAN Penyusun Soepomo Poedjosoedarmo Laginem Penyunting Wiwin Erni Siti Nurlina Diterbitkan pertama kali oleh: KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA BALAI BAHASA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Jalan I Dewa Nyoman Oka 34, Yogyakarta 55224 Telepon (0274) 562070, Faksimile (0274) 580667 Cetakan Pertama: November 2014 Katalog Dalam Terbitan (KDT) BAHASA BAGONGAN, Soepomo Poedjosoedarmo, dkk., Yogyakarta: Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014 (viii, 114hlm,; 14,5x21cm) ISBN: 978-602-1048-10-8

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Sanksi Pelanggaran Pasal 72, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak m elakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii

Bahasa Bagongan

PENGANTAR KEPALA BALAI BAHASA PROVINSI DIY

Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2014 dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra (Indonesia dan daerah) agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam rangka memenuhi kewajiban itulah, Balai Bahasa Provinsi DIY pada tahun 2014 ini melakukan serangkaian kegiatan, di antaranya, ialah penerbitan buku kebahasaan dan kesastraan. Kegiatan penerbitan buku ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari kegiatan pengembangan dengan tujuan agar apa yang telah dihasilkan dapat diketahui dan/atau dimanfaatkan oleh khalayak. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Permendikbud No. 21 Tahun 2012 bahwa Balai Bahasa memiliki kewajiban memasyarakatkan hasil-hasil pengembangan (pengkajian, penelitian, dan kodifikasi) kepada masyarakat. Diharapkan penerbitan hasilhasil pengembangan kebahasaan dan kesastraan ini dapat menjadi sarana bagi peningkatan keterampilan dan kemampuan masyarakat dalam berbahasa dan bersastra. Buku berjudul Bahasa Bagongan karangan Soepomo Poedjosoedarmo dan Laginem ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1984. Pengamatan dan pembahasan bahasa Bagongan ini belum pernah dilakukan. Padahal, bahasa

iii

Bahasa Bagongan

tersebut merupakan bahasa yang sangat spesifik penggunaannya, yaitu khusus di lingkungan keraton Yogyakarta. Buku Bahasa Bagongan ini berisi tentang bentuk dan pemakaian bahasa Bagongan. Di samping itu, diuraikan juga pemerolehan bahasa Bagongan dan perkembangannya. Sebagai salah satu budaya, bahasa Bagongan perlu dilakukan inventarisasi sebelum terjadi kepunahan karena penuturnya semakin menyusut. Untuk itu, penerbitan buku ini dilakukan. Dengan membaca buku ini masyarakat dapat mengetahui perihal bahasa Bagongan secara lebih lengkap. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh tim kerja, baik penulis, penilai, penyunting, maupun panitia penerbitan sehingga buku ini layak dibaca oleh khalayak (masyarakat). Kami yakin bahwa tak ada satu pun kerja yang sempurna, dan oleh karenanya, kehadiran buku ini terbuka bagi kritik dan saran. Kami hanya ingin buku ini membuka cakrawala hidup dan pikiran kita. Yogyakarta, November 2014 Drs. Tirto Suwondo, M. Hum.

iv

Bahasa Bagongan

KATA PENGANTAR

Penelitian tentang bahasa Bagongan ini ternyata telah membukakan pengetahuan kita kepada dimensi fungsi kebahasaan yang boleh dikatakan baru. Bahasa Bagongan di kalangan kerajaan Jawa tidak sekadar dipakai sebagai alat komunikasi, melainkan ada fungsi lain yang dibebankan padanya. Bahasa Bagongan dipakai dalam kehidupan kerajaan sebagai simbol kebesaran kerajaan. Pengetahuan semacam ini terlihat sepele, tetapi betul-betul telah menjadikan kita bertambah pengetahuan. Maka dari itu, kami para anggota tim peneliti sangat berterima kasih kepada Saudara Pemimpin Proyek Penelitian Balai Penelitian Bahasa dan Sastra, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Yogyakarta yang telah berkenan memberi tugas kepada kami para anggota tim peneliti untuk meneliti persoalan bahasa Bagongan ini. Bermula tim ini beranggotaan Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo, Dra. Laginem, dan Dr. Gloria Soepomo. Tim ini juga diperkuat oleh R.M. Suyamto yang dalam kegiatan ini bertindak sebagai pembantu peneliti. R.M. Suyamto telah berhasil mengumpulkan data yang kami perlukan, baik yang berupa data percakapan maupun yang berupa data tertulis. Pencaharian data juga telah mendapat bantuan dari Daru Winarti dan Endang Kurniati. Akan tetapi, karena kesibukannya, Dr. Gloria Soepomo kemudian tidak dapat mengikuti penelitian ini sampai selesai.

v

Bahasa Bagongan

Walaupun begitu, kami sungguh merasa berterima kasih atas bantuan serta tambahan gagasan yang beliau berikan kepada kami untuk terselesaikannya tugas penelitian ini. Kami juga menyampaikan banyak terima kasih atas nasihat dan saran yang diberikan kepada kami oleh Prof. Drs. M. Ramlan, yang dalam kegiatan penelitian ini telah bertindak sebagai konsultan kami. Penelitian laporan ini dilaksanakan oleh Sabarisman dan oleh Suharso. Untuk itu, para anggota tim peneliti juga menyampaikan banyak terima kasih. Ketua Tim Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo

vi

Bahasa Bagongan

DAFTAR ISI

PENGANTAR KEPALA BALAI BAHASA PROVINSI DIY... iii KATA PENGANTAR .................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian ............................................. 1 1.2 Masalah Penelitian dan Ruang Lingkup ..................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 5 1.4 Kerangka Teori ............................................................... 5 1.5 Metodologi ...................................................................... 6 1.6 Populasi dan Sampel ...................................................... 7 BAB II BENTUK BAHASA BAGONGAN ............................................. 9 2.0 Pendahuluan .................................................................... 9 2.1 Hakekat Bahasa Bagongan ........................................... 9 2.2 Dialek Bahasa Bagongan ............................................. 12 2.3 Undha Usuk Bahasa Bagongan ................................... 16 2.4 Ragam Bahasa Bagongan ............................................ 19 2.5 Kekhususan Bahasa Bagongan ................................... 20 2.6 Contoh Pemakaian ....................................................... 23 BAB III PEMAKAIAN BAHASA BAGONGAN .................................. 43 3.0 Pendahuluan .................................................................. 43 3.1 Kekhasan Pemakaian Bahasa Bagongan .................. 43

vii

Bahasa Bagongan

3.2 3.3 3.4 3.5 3.6. 3.7

Situasi Pemakaian Bahasa Bagongan ........................ 45 Pemakaian Bahasa Bagongan ..................................... 48 Pemakaian Bahasa Kedaton di Surakarta ................ 49 Pokok Pembicaraan ...................................................... 50 Tujuan Pemakaian Bahasa Bagongan ........................ 50 Keadaan Pemakaian Bahasa Bagongan Dewasa Ini54

BAB IV PEMEROLEHAN BAHASA BAGONGAN ........................... 69 4.1 Cara Belajar ................................................................... 69 4.2 Pelajar ............................................................................. 72 4.3 Macam Kesalahan ......................................................... 73 4.4 Penyebab Kesalahan .................................................... 83 BAB V PERKEMBANGAN BAHASA BAGONGAN ....................... 87 5.1 Petunjuk dari Dokumen Tertulis ............................... 87 5.2 Dari Mana Asal Nama Bahasa Bagongan ................ 88 5.3 Bahasa Bagongan Yogyakarta vs. Bahasa Kedaton Surakarta ........................................................................ 90 5.4 Kemungkinan Bentuk Bahasa Kedaton Zaman Mataram ......................................................................... 94 5.5 Kesimpulan .................................................................. 101 BAB VI KESIMPULAN ............................................................................ 103 DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 107 LAMPIRAN ................................................................................. 109

viii

Bahasa Bagongan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam sistem sopan-santun bahasa Jawa terdapat apa yang disebut bahasa Bagongan. Istilah ini dipakai di Yogyakarta. Di daerah Surakarta, dan barangkali di daerah Jawa lainnya, istilah bahasa Kedaton lah yang sering dipakai. Bahasa Bagongan memiliki kekhasan sendiri apabila dibandingkan dengan variasi tutur yang lain. Berbeda dengan dialek, yang pemakaiannya dilatarbelakangi oleh asal usul si penutur, bahasa Bagongan tidak dipakai kata asal atau latar belakang si penuturnya. Memang betul bahwa bahasa Bagongan ini hanya dipakai oleh orang-orang yang memiliki latar belakang “profesi” tertentu, tetapi bukan itu saja yang menentukan pemakaiannya. Bahasa Bagongan di segi lain juga mirip-mirip dengan undhausuk, yang pemakaiannya ditentukan oleh sikap si penutur dengan orang yang diajak berbicara. Namun, seperti di atas telah dikatakan bahwa bukan sikap santun dan tidaknya si penutur itu saja yang menentukan pemakaiannya. Agak mirip dengan ragam tutur, bahasa Bagongan juga ditentukan dengan suasana tutur. Akan tetapi, pemakaian bahasa Bagongan ini rasanya juga ditentukan oleh hal lain di samping suasana tutur itu. Lalu, apakah yang menjadi faktor penentu dipakainya bahasa Bagongan itu? Hal ini perlu diteliti. Namun, karena banyak orang belum mengetahui tentang seluk beluk bahasa Bagongan ini, bentuk dari bahasa Bagongan itu sendiri perlu dilukiskan terlebih

1

Bahasa Bagongan

dahulu. Bagaimanakah sebetulnya bentuk bahasa Bagongan? Adakah ia menyerupai bahasa Jawa yang biasanya dipakai di dalam kehidupan sehari-hari? Ataukah bahasa Bagongan itu berbentuk sama sekali lain daripada bentuk bahasa Jawa yang biasanya? Penelitian tentang bahasa Bagongan ini penting, artinya paling tidak dari sudut kepentingan inventarisasi kebahasaan. Karena kelangsungan hidup dan kelangsungan pemakaian bahasa Bagongan itu sangat erat hubungannya dengan kelangsungan tradisi kerajaan Jawa, sedangkan kelangsungan tradisi kerajaan Jawa tampaknya tidak tampak cerah di dalam sejarah kehidupan di Indonesia, sebaiknyalah penelitian ini segera dilakukan. Dengan demikian, segala sesuatu tentang bahasa Bagongan ini dapat dicatat dengan baik. Di kemudian hari, apabila bahasa Bagongan ini tidak dipakai lagi, segala sesuatunya telah dapat kita ketahui dengan baik, dan intisarinya yang dapat kita manfaatkan telah dapat kita kuasai dengan baik. Selanjutnya, hal yang juga menarik untuk diketahui ialah faktor yang kiranya telah menyebabkan timbulnya bahasa Bagongan ini. Kalau kita mengatakan bahwa bahasa Bagongan timbul dalam alam kerajaan, mengapa kerajaan-kerajaan lainnya di dunia ini tidak banyak yang menimbulkan variasi bahasa seperti bahasa Bagongan ini? Di dalam sejarah kerajaan Inggris, Belanda, Jerman, dan kerajaan lain di Eropa rasanya belum pernah timbul suatu variasi kebahasaan seperti bahasa Bagongan ini. Barangkali di beberapa kerajaan besar di daerah Asia ada yang pernah memakai suatu variasi kebahasaan seperti bahasa Bagongan ini, tetapi kalau memang begitu, lalu apakah maknanya dengan timbulnya bahasa Bagongan ini? Adakah gejala yang timbul dengan dipakainya bahasa Bagongan di dalam suatu sistem keistanaan ini merupakan hal sehat atau yang tidak sehat bagi perkembangan kehidupan keistanaan itu? Adakah hal itu harus kita coba untuk kita cegah perkembangannya atau kita usahakan hidup subur? Pertanyaan seperti

2

Bahasa Bagongan

ini kiranya akan dapat terjawab apabila bahasa Bagongan ini diteliti dengan baik. Pertanyaan yang berhubungan erat dengan usaha pembinaan dan pengembangan bahasa ini akan dapat terjawab apabila segala sesuatunya tentang bahasa Bagongan ini sudah diteliti dengan seksama. Dari sudut ilmu linguistik, pengetahuan tentang bahasa Bagongan ini terang akan memberi tambahan yang menggembirakan, mengingat bahwa gejala seperti bahasa Bagongan ini tidak banyak terdapat di tempat lain. Sebetulnya, perihal bahasa Bagongan ini pernah juga ditulis oleh beberapa sarjana lain. Astuti Hendrarto melaporkan adanya bahasa Bagongan ini dihadapan peserta seminar bahasa–bahasa Austronesia ke I di Honolulu. (Astuti Hendrarto, 1974). Jauh sebelum itu pernah juga ditulis secara singkat oleh seorang sarjana Belanda di suatu majalah ilmiah terbitan negeri Belanda (Djawa?). Astuti Hendrarto dalam makalahnya telah menyajikan analisis yang cukup jelas tentang bentuk bahasa Bagongan beserta beberapa contoh pemakaiannya. Berdasarkan analisis Astuti Hendrarto itu, laporan yang sekarang disajikan ini diusahakan kelengkapannya. Datanya ditambah dan segi penglihatannya pun dibuat lebih komprehensif daripada apa yang telah pernah disajikan. Permasalahan yang ditampilkan dalam penelitian kali ini mencakup hal-hal yang diusahakan lebih luas dari penelitian yang dulu pernah diadakan. Tujuan penelitian kali ini walaupun mirip dengan apa yang telah pernah ada dibuat lebih luas jangkauannya. Adapun pernyataan tentang tujuan dan rumusan tentang permasalahan itu disajikan dalam bagian berikut. 1.2 Masalah Penelitian dan Ruang Lingkup Sejalan dengan yang disebutkan di atas, hal yang sangat menarik untuk diteliti ialah bentuk bahasa Bagongan itu, pemakaiannya dalam kehidupan sehari-hari, dan sejarah timbulnya di kalangan kehidupan istana.

3

Bahasa Bagongan

Tentang hal bentuk, hal yang menarik perhatian ialah persamaan dan perbedaan bahasa Bagongan itu dengan bentuk variasi tutur bahasa Jawa lainnya, seperti tingkat tutur ngoko, madya, atau krama. Dilihat juga persamaan dan perbedaannya dengan ragam tutur informal, formal, dan barangkali dengan ragam sastra, persamaan dan perbedaannya dengan dialek bahasa Jawa standar Yogyakarta–Surakarta atau dialek bahasa Jawa yang lain. Ada kekhasan apakah pada sistem bunyinya, sistem morfosintaksisnya, dan juga dalam perbendaharaan katanya. Tentang hal pemakaiannya, hal yang menarik perhatian ialah luasnya jangkauan pemakaian bahasa Bagongan itu dalam kehidupan sehari-hari yaitu dari sudut (a) komponen tuturnya, (b) situasi tutur yang dapat terjadi dengan bahasa Bagongan, (c) tempat pemakaian, (d) suasana peristiwa, (e) peserta pemakaian (penutur, orang yang diajak bicara, dan orang yang kebetulan hadir), (f) tujuannya, dan (g) topik pembicaraan yang dikomunikasikan. Adakah Bahasa Bagongan ini dipakai dalam segala situasi, oleh setiap orang Jawa, untuk menyampaikan segala maksud pembicaraan, dan topik pembicaraan seperti lazimnya disampaikan oleh Bahasa Jawa? Ataukah bahasa Bagongan itu hanya digunakan oleh orang-orang tertentu kepada orang-orang tertentu pula, dalam menyampaikan topik pembicaraan yang terbatas, dalam tempat atau waktu peristiwa yang terbatas saja? (Hymes, dan Soepomo, 1979). Perihal sejarah timbulnya ini sebetulnya sangat menarik untuk diperhatikan. Apabila kita dapat mengenali bagaimana sejarah timbulnya, di masa yang akan datang kita dapat mengusahakan arah perkembangan bahasa kita pada umumnya dengan lebih baik. Sejarah timbulnya bahasa Bagongan ini dapat memberi pengetahuan kepada kita akan beberapa kecenderungan perkembangan suatu bahasa apabila bahasa itu berada di dalam konteks situasi yang tertentu. Pengetahuan semacam ini tentu sangat berguna dalam bidang perencanaan bahasa. Dalam hal ini yang perlu kita pertanyakan ialah faktor apa yang telah mendorong lahir-

4

Bahasa Bagongan

nya bahasa Bagongan itu. Kemudian yang juga kita pertanyakan ialah proses perkembangan bahasa Bagongan itu dalam pemakaiannya sehari-hari. Jadi, secara singkat dapat dirumuskan bahwa ruang lingkup penelitian ini telah meliputi hal-hal berikut. a. Bagaimanakah bentuk bahasa Bagongan itu? b. Bagaimanakah pemakaiannya sehari-hari? c. Bagaimanakah sejarah dan proses kehidupannya? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian bahasa Bagongan ini bertujuan memperoleh (a) perian tentang bentuk, (b) pemakaiannya sehari-hari, serta (c) latar belakang keberadaannya. 1.4 Kerangka Teori Tujuan yang sifatnya bermacam-macam ini menuntut adanya pendekatan yang bermacam-macam pula. Tujuan pertama yaitu untuk memperoleh perian tentang bentuk bahasa Bagongan, kerangka kerja seperti yang lazimnya dipakai untuk menghasilkan tata bahasa deskriptif telah diterapkan. Di dalam praktek, bahasa Bagongan dikumpulkan kemudian dianalisis dari berbagai segi kebahasaan, tatabunyi, morfosintaksis, dan perbendaharaan katanya. Dengan kata lain, kerangka kerja seperti yang biasanya dipakai oleh para sarjana linguistik struktural telah ditetapkan. Untuk memperoleh gambaran tentang pemakaiannya di dalam kehidupan sehari-hari, cara kerja dengan pengamatan secara langsung telah ditetapkan. Akan tetapi, pencatatan dengan kaset recorder secara sembunyi ternyata amat sulit dikerjakan. Dalam prakteknya, pemakaian bahasa Bagongan secara wajar dalam percakapan sehari-hari amat sulit ditemukan. Kenyataannya sekarang ini, apa yang menurut aturan seharusnya dijalankan dengan memakai bahasa Bagongan ternyata banyak dijalankan dengan bahasa Jawa biasa. Hasil rekaman yang berhasil diperoleh

5

Bahasa Bagongan

oleh anggota tim dan disajikan di dalam laporan ini sebagai contoh pada umumnya dibuat dengan diketahui oleh peserta percakapan. Bahkan sebetulnya, percakapan itu dibuat karena permintaan anggota tim. Dengan demikian cara kerja seperti yang biasanya dikerjakan oleh para sosiolinguis di dalam penelitiannya dengan teknik pengumpulan data secara “menyadap” percakapan orang tidak berhasil dikerjakan. Cara seperti yang ditempuh oleh Wolf dan Poedjosoedarmo tidak dapat diterapkan secara penuh. Namun demikian, cara analisis tetap dijalankan dengan memperhatikan “komponen tutur” seperti dikerjakan oleh Wolf dan Poedjosoedarmo itu (1981 a) dan juga oleh Poedjosoedarmo, dkk. (1981 b). Selanjutnya, untuk memperoleh gambaran tentang latar belakang timbulnya bahasa Bagongan, tentang proses perkembangannya telah diterapkan cara penelitian yang agak lain. Dalam hal ini pemeriksaan kepada beberapa dokumen tertulis kuno telah dijalankan, walaupun dengan sangat menyesal perlu dilaporkan bahwa hasilnya sama sekali tidak memuaskan. Wawancara dengan orang-orang yang dianggap tahu mengenai perkembangan bahasa Bagongan ...


Similar Free PDFs