BUKU PENGANTAR LABORATORIUM Teori Ketidakpastian Pengukuran PDF

Title BUKU PENGANTAR LABORATORIUM Teori Ketidakpastian Pengukuran
Author Muh. Said L
Pages 20
File Size 954.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 604
Total Views 963

Summary

Teori Ketidakpastian Pengukuran Bab 4 Teori Ketidakpastian Pengukuran Pada bab ini mahasiswa diharapkan mampu: Pada bab ini mahasiswa Mahasiswa memahami harus mampu: difinisi ketidakpastian/ralat dalam pengukuran 1. besaran Memahami jenis-jenis alat ukur berdasarkan sifat dan bentuknya Fisika 2. Mah...


Description

Teori Ketidakpastian Pengukuran

Bab

4

Teori Ketidakpastian Pengukuran

Pada bab ini mahasiswa diharapkan mampu: Pada bab ini mahasiswa harus mampu: Mahasiswa memahami difinisi ketidakpastian/ralat dalam pengukuran 1. besaran Memahami jenis-jenis alat ukur berdasarkan sifat dan bentuknya Fisika 2. Mahasiswa Menjelaskanmemahami istilah-istilahketidakpastian yang digunakanditinjau dalam kalibrasi alat ukur dari cara melakukan 3. pengukuran Mengidentifikasi dan menjelaskan macam-macam alat ukur yang termasuk besaran panjang, massa, waktu, suhu, dan listrik. Mahasiswa memahami sumber-sumber ketidakpastian/ralat

dalam

4. pengukuran Menjelaskanbesaran fungsiFisika masing-masing alat ukur yang termasuk besaran panjang, massa, waktu, suhu, dan listrik. Mahasiswa memahami pengklasifikasian

ketidakpastian/ralat

dalam

5. pengukuran Memahami besaran prinsip kerja Fisikasuatu alat ukur besaran panjang, massa, waktu, suhu, dan listrik Mahasiswa memahami dan mengerti pencocokan data (datta fitting) dalam mengolah data hasil pengukuran besaran Fisika

1.1 KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN Ketidakpastian sering juga disebut istilah ralat yaitu suatu perbedaan antara harga yang terukur dengan harga sesungguhnya (yang benar) atau selisih harga antara harga terukur dengan nilai rata-rata sekelompok hasil pengukuran. Berdasarkan dari jenisnya, istilah ralat terdiri atas tiga macam yaitu: a. Ralat alat, yaitu kemampuan alat dalam melakukan pengukuran secara baik dan benar. Ralat alat merupakan batas terbesar atau terkecil dari nilai rentang pengukuran alat. b. Ralat ukur, yaitu ralat yang terbawa sebagai akibat pengukuran langsung dan perlakuannya secara berulang pada benda yang sama dan menggunakan alat ukur yang sama pula. c. Ralat hasil ukur, yaitu ralat yang disertakan pada hasil ukur. 1.2 JENIS-JENIS KETIDAKPASTIAN (RALAT) Oleh karena ketidakpastian (ralat) merupakan penyimpangan nilai ukur dari nilai benar, maka secara umum sumber-sumber ketidakpastian (ralat) terdiri atas enam yaitu: Pengantar Laboratorium Fisika

73

Teori Ketidakpastian Pengukuran a. Pengukur (pengamat). b. Alat ukur sendiri. c. Faktor lingkungan dan sekitarnya. d. Benda (obyek) yang ukur. e. Kondisi pengukur (pengamat). f. Model teoritis (konsep). Sumber ralat di atas dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pengukuran. Dalam pengukuran besaran fisika menggunakan alat ukur atau instrumen, hasilnya tidak mungkin memperoleh nilai yang benar. Namun, selalu mempunyai ketidakpastian yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dalam pengukuran. Kesalahan dalam pengukuran dapat digolongkan menjadi kesalahan umum, kesalahan acak dan kesalahan sistematis. Beberapa jenis kesalahan pengukuran yaitu: a. Kesalahan umum atau keteledoran (grass error). Kesalahan ini kebanyakan disebabkan oleh manusia dalam hal ini sebagai pengukur atau pengamat karena faktor kurang terampil dalam menggunakan alat ukur yang dipakai. Selama manusia terlibat dalam pengukuran baik langsung maupun tidak langsung, kesalahan jenis ini tidak dapat dihindari, namun jenis kesalahan ini tidak mungkin dihilangkan begitu saja secara kesuluruhan dan harus ada usaha untuk mencegah dan memperbaikinya. Beberapa contoh yang termasuk kesalahan umum antara lain: 1) kekeliruan dalam penaksiran dan pencatatan skala. 2) kekurangan keterampilan menggunakan alat 3) kalibrasi tidak tepat. 4) kesalahan dalam membaca skala. 5) posisi mata saat membaca skala yang tidak benar. 6) kesalahan dalam penyetelan yang tidak tepat. 7) pemakaian dan penguasaan instrumen yang tidak sesuai. 8) kurang tajamnya mata membaca skala yang halus. 9) pengaturan atau pengesetan alat ukur yang kurang tepat 10) metode yang salah dan sebagainya. Kesalahan umum yang fatal dan sering terjadi adalah bagi pemula pengamat/pengukur yang baru menggunakan instrumen sehingga dalam memakai instrumen tersebut menjadi tidak sesuai dan bahkan rusak karena faktor penggunaan yang salah total. Pada umumnya instrumen-instrumen yang menggunakan jarum penunjuk berubah kondisi sampai batas tertentu setelah digunakan dalam mengukur sebuah rangkaian yang lengkap dan kompleks, sehingga akibatnya besaran yang diukur akan berubah pula. Kebanyakan instrumen sekarang ini yang masuk dalam

Pengantar Laboratorium Fisika

74

Teori Ketidakpastian Pengukuran laboratorium sains berbasis teknologi tinggi serta memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang luas. Sebagai contoh penggunaan alat spektroskop pada gambar 4.1.

Gambar 4.1: Penggunaan alat spektroskop Pengukuran dengan menggunakan alat di atas memerlukan keterampilan yang sangat tinggi, sebab banyak hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan alat ini antara lain, alat tersebut peletakannya di tempat yang gelap dalam pengamatan dan harus berada di meja mendatar, cara membaca skala termasuk noniusnya harus dikuasai, teknik memutar dan menggerakkan teleskop, meja prisma, okuler dan sebagainya harus diketahui, teknik pemasangan kisi antara celah harus jelas, fungsi dan bagian-bagian alat perlu dijelaskan dan sebagainya. b. Kesalahan acak/rambang (random error), yaitu kesalahan yang tidak disengaja dan tidak dapat dikendalikan atau diatasi semuanya sekaligus dalam pengukuran karena adanya sedikit fluktuasi gangguan kecil (naik turun) pada kondisi-kondisi pengukuran. Ini merupakan faktor yang dapat mengubah dalam waktu yang sangat cepat sehingga pengontrolannya di luar kemampuan pengamat. Selain kesalahan pengamat di atas, kondisi lingkungan yang tidak menentu bisa menyebabkan kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran yang disebabkan oleh kondisi lingkungan disebut kesalahan acak. Yang termasuk kesalahan acak antara lain: 1) terjadinya fluktuasi tegangan listrik, misalnya sumber tegangan dari PLN atau generator AC dan bahkan aki (baterai), hal ini dapat mengalami fluktuasi akibat perubahan kecil yang tidak teratur dan berlalu sangat cepat. 2) terjadi bising elektronik (noice), berupa fluktuasi pada tegangan dalam alat yang sangat cepat karena komponen alat yang bergantung pada suhu. 3) gerak brown molekul udara (N2, O2, CO2 dan lain-lain), gerak ini sifatnya rambang karena sewaktu-waktu tidak dapat ditentukan dan tidak teratur kapan terjadinya fluktuasi misal pada kondisi penunjukan jarum pada galvanometer yang sangat halus terganggu akibat tumbukan molekul udara, fluktuasi-fluktuasi kecil pada saat pengukuran nisbah e/m (perbandingan muatan dan massa elektron), dan sebagainya.

Pengantar Laboratorium Fisika

75

Teori Ketidakpastian Pengukuran 4) radiasi latar-belakang, misal radiasi gelombang elektromagnetik handphone, sinar X, kamera digital, radiasi kosmos dari luar angkasa, radiasi gelombag radio, radiasi dari sebuah antena dan sebagainya. Beberapa radiasi ini dapat menggangu pengukuran dengan menggunakan alat pencacah karena akan terhitung sewaktu kita mengukurnya. 5) Getaran landasan, misal pada alat pengukur gempa (seismograf). Alat ini sangat peka dan dapat terganggu apabila landasan telah bergetar. c. Kesalahan yang disebabkan pada alat ukur sendiri, atau sering disebut kesalahan sistematis (systematic error). Kesalahan sistematis dapat menyebabkan hasil pengukuran menyimpang dari hasil sebenarnya dan simpangan tersebut mempunyai arah tertentu. Beberapa contoh kesalahan sistematis antara lain: 1) kesalahan titik nol, artinya kesalahan yang terjadi karena titik nol skala tidak berimpit dengan titik nol jarum penunjuk, atau jarum penunjuk pada alat ukur tidak kembali tepat pada angka nol. Bila sudah diatur maksimal tetapi tidak tepat pada skala nol, maka untuk mengatasinya harus diperhitungkan selisih kesalahan tersebut setiap kali melakukan pembacaan skala (lihat persamaan (3.5) sampai dengan (3.8). 2) adanya penafsiran nilai skala terkecil (least count) yang ditimbulkan oleh keterbatasan alat ukur tersebut. 3) adanya ketidak teraturan obyek ukur menyebabkan kesalahan hasil pengukuran. 4) kesalahan kalibrasi (faktor alat), kesalahan ini terjadi pada saat pembuatan produk dimana cara memberi nilai skala alat tidak sesuai sehingga berakibat setiap kali alat digunakan. Hal ini dapat diketahui dengan cara membandingkan alat yang tidak sesuai skalanya dengan alat standar yang baku. 5) kelelahan alat, dikarenakan alat sering dipakai terus menerus sehingga tidak akurat lagi hasilnya dan bahkan tidak berfungsi kembali dengan baik. Contohnya pegas yang mulai mengendur dan melembek pada percobaan konstanta pegas, jarum penunjuk pada voltmeter bergesekan dengan garis skala, penggunaan baterai sebagai sumber tegangan pada multimeter digital yang kalah dan haus, melemahnya pegas yang digunakan pada neraca pegas sehingga dapat memengaruhi gerak jarum penunjuk dan sebagainya. 6) kondisi saat mengukur dan mengamati atau sering disebut kesalahan karena lingkungan (environmental errors). Penggunaan alat ukur pada saat keadaan yang berbeda dengan keadaan pada waktu alat dikalibrasi (misal efek perubahan suhu, kelembaman udara, tekanan udara luar, ruang yang berbeda, medan elektromagnetik) akan menyebabkan terjadinya kesalahan. Kesalahan karena lingkungan (environmental errors) yakni jenis kesalahan akibat dari keadaan luar yang berpengaruh terhadap instrumen seperti contoh tersebut.

Pengantar Laboratorium Fisika

76

Teori Ketidakpastian Pengukuran 7) kesalahan paralaks (arah pandang), pada saat membaca nilai skala, pengamat berpindah tempat/tidak tepat melihatnya/obyek yang dilihat berbeda dengan obyek pertama yang diamati sehingga menyebabkan hasil pengukurannya berbeda dari keadaan awal. 0

1

2

A

B

C

Gambar 4.2: Posisi A dan C menimbulkan kesalahan paralaks, posisi B yang benar 8) Gesekan pada bagian-bagian alat yang bergerak. 9) Waktu respon yang tidak tepat, artinya waktu pengukuran (pengambilan data) tidak bersamaan dengan saat munculnya data yang seharusnya diukur, sehingga data yang diperoleh bukan data yang sebenarnya. Misalnya, kita ingin mengukur periode getar suatu beban yang digantungkan pada pegas dengan menggunakan stopwatch. Selang waktu yang diukur sering tidak tepat karena terlalu cepat atau terlambat menekan tombol stopwatch saat kejadian berlangsung. 10) Kondisi yang tidak sesuai, Dari beberapa sumber kesalahan baik kesalahan dari pengamat, alat ukur maupun kondisi lingkungan, semuanya harus diketahui terlebih dahulu sebelum melakukan percobaan dan harus dicegah. Namun mengelakkanya sama sekali jelas tidak mungkin karena ini diluar kemampuan manusia yang terbatas. Sehingga kenyataan ini akan berpengaruh bahwa tidak ada hasil pengukuran yang benar-benar 100%, tidak ada yang pasti dan sempurna, melainkan pasti memiliki sifat keterbatasan. Inilah alasan kita sebagai pengamat (pengukur), mengapa pengukuran itu selalu dihinggapi ketidakpastian. 4.3 PENGUKURAN TUNGGAL DAN BERGANDA Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dilakukan hanya satu kali saja, apapun alasannya. Jika mengukur panjang meja dengan sebuah penggaris, mungkin akan mengukurnya satu kali saja. Pengukuran yang dilakukan ini disebut pengukuran tunggal. Dalam pengukuran tunggal, pengganti nilai benar (x0) adalah nilai pengukuran itu sendiri. Apabila kalian perhatikan, setiap alat ukur atau instrumen mempunyai skala yang berdekatan yang disebut skala terkecil. Nilai ketidakpastian (Δx) pada pengukuran tunggal diperhitungkan dari skala terkecil alat ukur yang dipakai. Nilai dari ketidakpastian pada pengukuran tunggal adalah setengah dari skala terkecil pada alat ukur.

Pengantar Laboratorium Fisika

77

Teori Ketidakpastian Pengukuran Dalam praktikum fisika, terkadang pengukuran besaran tidak cukup jika hanya dilakukan satu kali. Ada kalanya kita mengukur besaran secara berulang kali (2 atau 3 kali saja) dan pengulangan yang cukup sering yaitu 10 kali atau lebih . Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai terbaik dari pengukuran tersebut. Dengan demikian, pengukuran berulang adalah pengukuran yang dilakukan beberapa kali atau berulang-ulang (2 atau 3 kali dan bahkan 10 kali atau lebih dari itu). Dalam pengukuran berulang, pengganti nilai benar adalah nilai rata-rata dari hasil pengukuran. Jika suatu besaran fisis diukur sebanyak N kali, maka nilai rata-rata dari pengukuran tersebut dihitung. 4.4 KETIDAKPASTIAN MUTLAK DAN PRESISI PENGUKURAN Presisi pengukuran merupakan hal yang sangat penting dalam ilmu fisika untuk mendapatkan hasil kebenaran. Besaran fisika tidak dapat diukur secara pasti dengan setiap alat ukur. Hasil pengukuran selalu mempunyai derajat ketidakpastian, dalam hal ini tidak ada pengukuran yang mutlak kebenarannya dan tepat. Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran menyebabkan hasil pengukuran tidak bisa dipastikan sempurna. Dengan kata lain, terdapat suatu ketidakpastian dalam pengukuran. Oleh karena itu kesalahan itu pasti mutlak dalam pengukuran. Ketidakpastian mutlak (KM) adalah kesalahan terbesar yang mungkin timbul dalam pengukuran. Dalam melaporkan hasil pengukuran dituliskan sebagai berikut: Untuk pengukuran tunggal berlaku: X = (x  x) [X]

(4.1a)

Sedangkan pengukuran berganda berlaku: X = ( x  x) [X]

(4.1b)

Keterangan: X = simbol besaran yang diukur (hasil pelaporan fisika) (x  x) = hasil pengukuran tunggal dan ketidakpastian mutlak ( x  x) = hasil pengukuran nilai rata (pengukuran berganda) dan ketidakpastian mutlak [X] = satuan besaran x (dalam satuan SI) Untuk pengukuran tunggal (yang dilakukan satu kali), maka ketidakpastian mutlak berlaku: x = ½ dari nilai skala terkecil suatu alat

(4.2)

Sedangkan untuk pengukuran berulang (sebanyak tiga kali pengukuran) berlaku dengan cara menghitung nilai rata-rata dari hasil pengukuran misal x1, x2, dan x3. Secara perhitungan dapat ditentukan dengan: δ x1  x1  x

(4.3a)

δx2  x2  x

(4.3b)

δ x3  x3  x

(4.3c)

Pengantar Laboratorium Fisika

78

Teori Ketidakpastian Pengukuran dengan x 

x1  x 2  x 3 , jadi x yang dipilih adalah: 3

x = maks

(4.3d)

x = maks berlaku untuk pengukuran sebanyak 3 kali, dan dapat diambil deviasi maksimum. Deviasi adalah selisih antara tiap hasil pengukuran dari nilai rata-ratanya. Sedangkan untuk pengukuran sebanyak 10 kali atau lebih, dapat dihitung dengan menggunakan rumus standar deviasi (simpangan baku Sx) yaitu: 1 sx  N

N  x i2   x i 

2

(4.4)

N 1

N adalah jumlah data pengukuran. Contoh: Hasil Pengukuran (HP)

Nilai Skala Terkecil (NST)

Ketidakpastian Mutlak (KM)

112,00 cm

1 cm

0,5 cm

20,60 cm

0,1 cm

0,05 cm

4,52 cm

0,01 cm

0,005 cm

0,15 cm

0,001 cm

0,0005 cm

Ketidakpastian mutlak sangat berkaitan dengan presisi (ketepatan) pengukuran yaitu semakin kecil ketidakpastian mutlak, makin tepat pengukuran tersebut. Sebagai contoh: a. pengukuran waktu dengan alat stopwatch menghasilkan t = (6,50  0,10) s adalah hasil pengukuran yang ketepatannya lebih tinggi daripada t = (6,5  0,2) s b. pengukuran tegangan dengan alat voltmeter menghasilkan V = (5,42  0,20) V adalah hasil pengukuran yang ketepatannya lebih tinggi daripada V= (5,4  0,5) V x disebut ketidakpastian mutlak pada nilai hasil pengukuran dan dapat digambarkan pada kualitas alat ukur baik atau tidak yang digunakan. Artinya semakin kecil ketidakpastian mutlak pengukuran yang dihasilkan maka kualitas alat ukur semakin baik. 4.5 KETIDAKPASTIAN RELATIF DAN AKURASI PENGUKURAN Untuk menyatakan ketidakpastian suatu besaran digunakan metode lain yaitu dengan menggunakan ketidakpastian relatif. Ketidakpastian relatif (KR) adalah ketidakpastian mutlak pengukuran dibandingkan dengan hasil pengukuran dalam persen. Ketidakpastian relatif dihitung dengan persamaan berikut. Untuk pengukuran tunggal: KR 

Δx × 100% x

Pengantar Laboratorium Fisika

(4.5a)

79

Teori Ketidakpastian Pengukuran Untuk pengukuran berganda: KR 

Δx × 100% x

(4.5a)

Ketidakpastian relatif berkaitan dengan akurasi (ketelitian) pengukuran artinya semakin kecil ketidakpastian relatif maka hasil ketelitian pengukuran semakin tinggi. Misalnya, dengan menggunakan alat ukur termometer untuk mengukur dua suhu yang berbeda. Hasil pengukuran dilaporkan sebagai T1 = (29,0  0,5) 0C dan T2 = (32,0  0,5) 0C, maka dari dua pengukuran tersebut yang lebih teliti adalah diperoleh: Ketidakpastian relatif untuk T1: KR 

0,5 × 100% = 1,72% 29,0

Ketidakpastian relatif untuk T2: KR 

0,5 × 100% = 1,56% 32,0

Oleh karena ketidakpastian relatif pada T2 lebih kecil daripada T1, maka sangat jelas bahwa pengukuran T2 lebih teliti daripada pengukuran T1. Akan tetapi, jika diperhatikan kedua pengukuran tersebut ketepatannya sama karena ketidakpastian mutlaknya sama yaitu 0,5 0C. 4.6 TINGKAT KEPERCAYAAN SUATU PENGUKURAN Tingkat kepercayaan suatu pengukuran adalah selisih antara nilai harga seratus persen (100%) atau harga ideal dengan hasil ketidakpastian relatif dalam persen, atau dituliskan sebagai berikut: Tingkat kepercayaan = 100% - KR (%)

(4.6)

Berdasarkan hasil pengukuran dengan termometer di atas, diperoleh tingkat kepercayaan yaitu: Tingkat kepercayaan untuk pengukuran T1: TK = 100% - KR = 100% - 1,72% = 98,28% Ketidakpastian relatif untuk pengukuran T2: TK = 100% - KR = 100% - 1,56% = 98,44% Jadi jelas dari dua hasil tingkat kepercayaan di atas ternyata yang lebih mendekati kebenaran hasil pengukuran adalah pengukuran pada T2. Artinya semakin tinggi suatu tingkat kepercayaan maka semakin mendekati hasil kebenaran suatu pengukuran. 4.7 ANGKA BERARTI Jumlah angka berarti ditentukan oleh ketidakpastian relatifnya. Angka yang dapat dilaporkan dalam suatu pengukuran berulang dapat mengikuti aturan berikut: Pengantar Laboratorium Fisika

80

Teori Ketidakpastian Pengukuran Δx ) sekitar 0,1% berlaku atas 4 AB (4.7a) x Δx Ketidakpastian relatitf dalam % ( ) sekitar 1% berlaku atas 3 AB (4.7b) x Δx Ketidakpastian relatitf dalam % ( ) sekitar 10% berlaku atas 2 AB (4.7c) x Jumlah ini harus sesuai ketepatannya yang dicapai dalam pengukuran agar pembaca yang

Ketidakpastian relatitf dalam % (

membaca hasil laporan itu tidak keliru pada tingkat ketelitian pengukuran tersebut. Secara persamaan dituliskan sebagai berikut: Angka Berarti (AB) = 1  log

Δx x

(4.8)

Contoh: Ketidakpastian relatif pada pengukuran T0 adalah : KR 

5 × 100% = 12,50%, menggunakan 2 angka berarti. 40,0

Ketidakpastian relatif pada pengukuran T1 adalah : KR 

0,5 x 100% = 1,72%, menggunakan 3 angka berarti. 29,0

Ketidakpastian relatif untuk pengukuran T2: KR 

0,5 x 100% = 0,55%, menggunakan 4 angka berarti. 90,0

4.8 TEORI RAMBAT RALAT (RALAT) Rambat ralat adalah ralat yang diperoleh dari ralat besaran turunan yang diukur tidak langsung. Sebab ralat rambat terdiri atas relasi penjumlahan, relasi pengurangan, relasi perkalian, relasi pembagian dan relasi perpangkatan. Di atas telah dijelaskan tentang bagaimana cara menentukan dan menuliskan hasil pengukuran langsung baik untuk pengukuran tunggal maupun untuk pengukuran berulang. Namun demikian, ada sesuatu hasil pengukuran yang diperoleh dengan melalui suatu perhitungan. Sebagai contoh sebuah benda bepindah sejauh 10,00 meter diukur dengan mistar, menempuh waktu perpindahan sebesar 5,00 sekon menggunakan stopwatch. Hasil pengukuran sebagai berikut: Perpindahan(s) = 10,00 m Waktu tempuh = 5,00 s Maka besar kecepatan yang ditempuh adalah: v

s 10,00 m   2,00 m/s t 5,00 s

Hasil pengukuran diatas dapat dilaporkan v = [v v]. Untuk menentukan ketidakpastian v, maka ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan ½ × NST (seperti pengukuran tunggal), karena Pengantar Laboratorium Fisi...


Similar Free PDFs