Catatan Kuliah Hukum Pidana Khusus sebelum UTS (Ujian Tengah Semester) PDF

Title Catatan Kuliah Hukum Pidana Khusus sebelum UTS (Ujian Tengah Semester)
Author Novitasari Amira
Pages 13
File Size 297.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 107
Total Views 281

Summary

Rabu, 19 Februari 2014 Prof. Marcus KUHP  keluaran 1915  tiruan WvS Belanda 1881 Keluaran 1915  buatan belan (type: S. 1915:732)  berlaku di Indonesia (UU No. 1 Tahun 1946 jo UU No. 73 Tahun 1958) Tiruan WvS Belanda 1881  Code Penal Perancis 1810  Code Penal Perancis 1791  abad 18. KUHP:  Su...


Description

Rabu, 19 Februari 2014 Prof. Marcus KUHP  keluaran 1915  tiruan WvS Belanda 1881 Keluaran 1915  buatan belan (type: S. 1915:732)  berlaku di Indonesia (UU No. 1 Tahun 1946 jo UU No. 73 Tahun 1958) Tiruan WvS Belanda 1881  Code Penal Perancis 1810  Code Penal Perancis 1791  abad 18. KUHP:  Sudah memasuki 2 abad  dihitung dari 1881.  Sudah memasuki 3 abad  dihitung dari 1881. (??) Kondisi Substansial KUHP KUHP:   Buku I Sarana (obat/senjata/remedium/kendaraan) kuno B U Buku II Pakaian tambal sulam dan cabik-cabik K U Buku III Rumah yang sudah sempit Kondisi KUHP  Rumah tua / kuno yang sempit.  Kebijakan perubahan bervariasi. 1) Ada yang dicabut / dinyatakan tidak berlaku lagi. 2) Ada yang diubah. 3) Ada yang ditambah ke dalam KUHP. 4) … Hukum Pidana Umum / KUHP Pasal 103  Perundang-undangan pidana yang sesuai  pelengkap KUHP.  Perundang-undangan pidana yang menyimpang  hukum pidana khusus. Kekhususan hukum pidana tidak hanya di bidang hukum pidana materiil saja, tetapi juga penyimpangan dalam hukum pidana formil. Pintu Masuk Pertumbungan Hukum Pidana Khusus Pasal 103  Sering diistilahkan sebagai pasal jembatan bagi peraturan / UU yang mengatur hukum pidana diluar KUHP. Pasal ini berada dalam buku I.  Aturan umum KUHP memuat istilah-istilah yang digunakan dalam hukum pidana.  Pasal ini menentukan segala istilah / pengertian … Hukum Pidana Umum  Ketentuan khusus / menyimpang disebut hukum pidana khusus.  Kekhususan di bidang hukum pidana materiil.  Kekhususan di bidang hukum pidana formil.  Tindak pidana korupsi  Tindak pidana pencucian uang  Tindak pidana HAM berat  Tindak pidana terorisme 1

     

Tindak pidana psikotropika Tindak pidana lingkungan hidup Tindak pidana perdagangan orang Tindak pidana anak Tindak pidana kehutanan Dan lain-lain.



Dalam KUHP, subyek delik hanya lah manusia, tetapi dalam UU korupsi, selain orang juga badan hukum (peraturan yang menyimpang). Dalam KUHP, stelsel pemidanaan pokok sifatnya alternatif (atau), bukan kumulatif (dan). Ketentuan minimal dalam KUHP secara umum  seluruh ancaman pidana dalam buku II dan III untuk perampasan kemerdekaan untuk pidana penjara dan kurungan adalah 1 hari. Tetapi dalam tindak pidana khusus memakai minimal khusus. Misal: untuk pasal 2 UU korupsi minimalnya 4 tahun, pasal 3 minimal 1 tahun.

 

Double track system: sanksi pidana disesuaikan kepada sesorang, disamping adanya sanksi pidana yang lain. Masing-masing sanksi tersebut berdiri sendiri. Namun ada juga sanksi administratif yang diintegrasikan ke dalam sanksi pidana. Ada juga dimana sanksi administratif menjadi alternatif sanksi pidana. Sanksi pidana untuk kompensasi hanya dimungkinkan dengan pidana denda. Kejahatan itu bisa saja dilakukan oleh suatu negara, tetapi dikendalikan oleh negara lain. Misal: narkotika. Quasi terorisme: terorisme yang dilakukan dengan motif untuk mendapatkan uang tebusan. Misal: pembajakan pesawat udara. Penjahat politik itu tidak boleh diekstradisi, karena ia mempunyai tujuan-tujuan yang sifatnya mulia / luhur. Dalam hukum pidana khusus, dimungkinkan pergerakannya bersifat elastis.

2

Kamis, 20 Februari 2014 Prof. Marcus

PerUUan Pidana yang Khusus Menyimpang  UU No. 8 Tahun 2010  UU No. 35 Tahun 2009  UU No. 5 Tahun 1997  UU No. 20 Tahun 2001  UU No. 30 Tahun 2002  Perpu No. 1 Tahun 2002  UU No. 15 Tahun 2003  UU No. 26 Tahun 2000  UU No. 7 Drt 1955 Banyak perundang-undangan pidana yang memuat sanksi pidana di luar KUHP.  

Mala in se: suatu perbuatan yang memang dirasa tidak adil. Contoh: korupsi. Hampir semua kejahatan itu tergolong dalam mala in se. Mala prohibita: suatu perbuatan yang dinyatakan tidak adil, yang diatur dalam UU. Contoh: hampir semua pelanggaran itu termasuk mala prohibita.

Obyek yang diatur:  Narkotika  Prekursor narkotika  Psikoaktif melalui pengaruh selektif … Narkotika bermanfaat bbagi pengobatan dan pengembangan iptek, namun dapat menciptakan ketergantungan dan potensi penyalahgunaan  perlu diatur peredaran narkotika dan prekursornya  pencegahan dan pemberantasan:  Melibatkan BNN, Polisi, dan PPNS.  Benda / harta kekayaan hasil tindak pidana narkotika / prekursor dirampas negara untuk biaya penanggulangan.  Perluasan teknik penyidikan, teknik pembelian terselubung, teknik penyerahan yang diawasi.  Untuk atasi jaringan transnasional bilateral, regional, dan internasional. Penggolongan Narkotika - Narkotika golongan I: narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan penyimpangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi dalam mengakibatkan ketergantungan. - Narkotika golongan II: narkotika berkhasiat pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. - Narkotika golongan III: narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. - Penggolongan untuk pertama kali ditetapkan melalui UU ini, perubahan penggolongan narkotika selanjutnya diatur dengan peraturan menteri. Raffi Ahmad mengonsumsi jenis baru: cathinone. BNN menyangka dengan pasal 111 ayat (1) jo 127, 132, 133 UU Narkotika

3

Pasal 54 Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial  hakim lebih banyak menjatuhkan pidana kepada pecandu dan korban penyalahgunaan berdasarkan pasal 127 ayat (1) sesuai dengan tuntutan jaksa. Perubahan Golongan Perubahan penggolongan … Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika  Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan precursor narkotika, dengan UU ini dibentuk BNN.  BNN dipimipn oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa deputi yang membidangi urusan: a. Bidang pencegahan b. Bidang pemberantasan c. Bidang rehabilitasi d. Bidang hukum dan kerja sama e. Bidang pemberdayaan masyarakat Struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur dengan peraturan presiden.   

Legal substance Legal culture: pikiran-pikiran masyarakat maupun penegak hukum  bagaimana masyarakat memaknai tujuan hukum. Legal structure: pengorganisasian dari para penegak hukum  untuk bekerjanya sebuah sistem hukum.

4

Rabu, 26 Februari 2014 Niken

Tindak Pidana di Bidang Ekonomi (TPBE) Referensi:  Muladi, Barda Nawawi. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni.  Pengantar Tindak Pidana Ekonomi. Eriono. TPBE Dalam arti sempit: pengaturan tindak pidana hanya dalam satu UU, yaitu UU Drt No. 7 Tahun 1955 / UUTPB  masih berlaku, namun kurang efektif sehingga seringkali disebut sebagai UU yang mandul. Dalam UUTPB pemberlakuan sanksi administratif dapat dikenakan kepada siapa saja. Sedangkan dalam UU perbankan menyatakan bahwa korporasi dapat dijadikan pelaku. Dalam arti luas, dalam perbuatan pidana adalah tindak pidana kejahatan dalam lingkup ekonomi. Dampak dari perbuatan ini: sektor ekonomi yang terkena. Misal: tindak pidana perdagangan, tindak pidana perbankan, tindak pidana penyelundupan. Kerugian yang diderita  dari segi ekonomi. Dalam perkembangannya, tindak pidana ini pada tahun 1980, PBB menyebutkan bahwa dampaknya bukan hanya di sektor ekonomi, tetapi juga dari segi sosial  tindak pidana sosio-ekonomi. Contoh: narkotika  mempengaruhi dampak sosial yang lebih besar dibanding dampak ekonomi. Kerugian pada kesehatan. Tindak pidana lingkungan hidup, tindak pidana illegal logging, tindak pidana perdagangan manusia. Economic crime Ciri-ciri:  Termasuk white collar crime.  Kedudukan sosial pelaku tinggi.  Pekerjaan / jabatan tertentu dan terhormat. Sifat:  Kejahatan di lingkungan bisnis.  Fungsi pemidanaan tidak hanya pendekatan tradisional.  Melanggar kepentingan umum dan individu.  Stelsel dan jenis pidana lebih berat. Faktor pendorong:  Mobilitas masyarakat tinggi.  Regulasi kompleks dan demokrasi.  Kemakmuran meningkat.  Distribusi barang banyak.  disebut tindak pidana konvensional (tradisional) dan merupakan tindak pidana jenis baru.  oleh seorang kriminolog saterland, dikatakan bahwa pelaku kejahatan tidak dilakukan oleh orangorang yang berpendidikan rendah. Dalam tindak pidana khusus, untuk pidana tambahan selain dari apa yang dibahas di KUHP, terdapat ancaman sanksi administratif terhadap korporasi (tidak terbatas pada individu). 5

Penentuan ancaman sanksi pidana dan penjatuhan sanksi oleh hakim dilakukan secara kumulatif. Dalam tindak pidana umum menggunakan ketentuan KUHP dilakukan secara alternatif / tunggal. Untuk tindak pidana khusus  menggunakan modal kumulatif.   

Dengan rumusan kumulatif-alternatif, hakim bisa menjatuhkan putusan dengan dua pilihan tersebut. Penentuan batasan minimal dan maksimal. Diharapkan agar para hakim dapat menjatuhkan putusan di antara minimal dan maksimal tersebut. Penjatuhan pidana pokok: keharusan penjatuhan pidana alternatif / pilihan.

Penanggulangan kejahatan ekonomi:  Preventif (prevention without punishment)  Represif: secara penal. Upaya lain:  Evaluasi kriminalisasi  Peningkatan pengetahuan penegakan hukum  Pembentukan badan khusus  Meningkatkan kerjasama internasional  Meningkatkan efektivitas penuntutan  Pemidanaan terhadap korporasi  Tujuan pemidanaan adalah moral and determinant effect.

6

Kamis, 20 Maret 2014

Buku Acuan  Tedung Mulya Lubis. 1982. HAM. Jakarta. Sinar Harapan.  Rozali, Abdullah Syamsir. 2005. HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia.  Krist L. Kleden. Peradilan Pidana sebagai Pendidikan Hukum. Komnas. 11 September 2000.  Muladi. Pengadilan Pidana bagi Pelanggar HAM Berat di Era Demokrasi. 2000. Jurnal Demokrasi dan HAM. Pelanggaran HAM  Agresi  Perang  Kejahatan terhadap kemanusiaan  Genosida Sumber Hukum Pidana  Tertulis (KUHP)  Tidak tertulis Jenis kejahatan internasional yang bersumber dari kebiasaan internasional  Piracy (pembajakan)  kapal Jenis kejahatan internasional yang bersumber dari konvensi internasional  Pemalsuan / pengedaran uang palsau Peraturan perundang-undangan terkait  UUD 1945  UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM  UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM Transnational crime: penerapan, perencanaan, dan perbuatan kejahatan yang dilakukan di tempat yang berbeda. Pengertian HAM Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan hakikat dan martabat manusia. Pelanggaran HAM Setiap perbuatan seseorang / kelompok orang, termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja, atau kelalian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau mencabut HAM seseorang / kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pelanggaran HAM yang Berat  Merupakan extraordinary crime.  Berdampak secara luas, baik pada tingkat nasional maupun internasional.  Bukan merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP.  Menimbulkan kerugian, baik materiil maupun immaterial. 7

  

Mengakibatkan perasaan tidak aman, baik terhadap perseorangan maupun masyarakat. Perlu segera dipulihkan dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban, ketenteraman, keadilan, dan kesejahteraan. Pelanggaran HAM yang berat, bukan pelanggaran berat HAM.

Yurisdiksi  Yurisdiksi dari pengadilan HAM adalah untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida. (Lihat pasal 7)  Pengadilan HAM yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan tentang kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi kepada para korban pelanggaran HAM yang berat. Genosida berasal dari kata Geno (Yunani) yang berarti ras, suku, bangsa, dan kata Cide (Latin), yaitu pemusnahan / pembunuhan. Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide Genosida Setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan / memusnahkan seluruh / sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, atau pun agama dengan cara:  Membunuh anggota kelompok.  Mengakibatkan penderitaan fisik / mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.  Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh / sebagiannya.  Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.  Memindahkan secara paksa anak-anak dan kelompok tertentu ke kelompok lain. Dolus (kesengajaan) merupakan elemen dalam genosida. Kejahatan terhadap Kemanusiaan  Penyiksaan  Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan, atau sterilisasi secara paksa, atau bentuk kekerasan seksual lain yang setara.  Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu / perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.  Penghilangan orang secara paksa.  Kejahatan apartheid. Pengertian Kejahatan terhadap Kemanusiaan Salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas / sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:  Pembunuhan  Pemusnahan  Perbudakan  Pengusiran / pemindahan penduduk secara paksa  Perampasan kemerdekaan / kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum internasional.

8

Kamis, 27 Maret 2014 Hery Firmansyah Kejahatan antar suku termasuk dalam … Pengadilan HAM Indonesia  Terbentuk di Indonesia setelah pasca orde baru jatuh pada tahun 1998.  Dimulai ketika terjadi indikasi kekerasan setelah jajak pendapat di Timor Timur pada tahun 1999 yang kemudian mendorong keluarnya Resolusi PBB No. 1264 Tahun 1999 yang mendesak agar peristiwa itu diusut dan pelakunya diadili. Proses Terjadinya Pengadilan HAM  Penyelidikan  melihat apakah ada perbuatan pidana atau tidak.  Penyidikan  mencari dan mengumpulkan alat bukti.  Penuntutan  Persidangan  Putusan hakim Penyelidikan  Lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan adalah Komnas HAM. Ini diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2000.  Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas anggota komnas dan unsur masyarakat.  Kewenangan penyelidikan yang diatur dalam pasal 89 ayat (3) huruf b UU No. 39 Tahun 1999 adalah penyelidikan dalam rangka pemantauan. Penyidikan  Kewenangan penyidikan ada pada Jaksa Agung.  Dalam upaya penyidikan ini, Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc dan unsur masyarakat dan pemerintah. Penuntutan  Pasal 23 menyatakan penuntutan mengenai pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung, dan dalam melakukan penuntutan, Jaksa Agung dapat mengangkat Jaksa Penuntut Umum dan ad hoc.  Pasal 24 mengatur tentang jangka waktu penuntutan, yaitu selama 70 hari terhitung sejak tanggal hasil penyidikan diterima.  Komnas HAM dapat meminta keterangan secara tertulis dari Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan. Pengadilan HAM  Majelis hakim pengadilan HAM berjumlah 5 orang yang terdiri atas 2 orang dari pengadilan HAM bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc.  Masa penahanan untuk kepentingan penyidikan 240 hari, sedangkan untuk kepentingan penuntutan 70 hari.  Jangka waktu penahanan dan perpanjangan penahanan terdakwa selama …

9

Skema Alur Pengadilan Ad Hoc

1 Komnas HAM Penyelidikan

Surat ke DPR 3

2 Jaksa Agung Penyidikan

Penuntutan 6 Pengadilan HAM Ad Hoc

Presiden

DPR 4 Rekomendasi / Usulan

5 Keppres Penyidikan HAM Ad Hoc

Delik Tanggung Jawab Komandan dan Atasan Polisi & Sipil  Diatur dalam pasal 42 UU No. 26 Tahun 2000 yang membagi dalam 2 kategori pihak, yaitu unsur militer dalam ayat (1) dan unsur atasan polisi / sipil dalam ayat (2). Ketentuan ini mengadopsi perumusan pasal 28 Statuta Roma 1998 dimana tanggung jawab ini adalah dalam kerangka individual criminal responsibility.  Konsep tentang tanggung jawab komandan ini, seperti halnya konsep tentang kejahatan terhadap kemanusiaan yang mengalami distorsi dalam perumusan di UU No. 26 Tahun 2000 ini. Pengertian tanggung jawab komando dalam pasal 42 ayat (1) menyatakan: “Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di …” Perlindungan korban dan saksi  pasal 34 Pengadilan HAM. Kompensasi: ganti kerugian yang diberikan oleh negara. Restitusi: ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku. Jenis Pengadilan HAM Internasional  Pengadilan Ad Hoc / Direct Enforcement System  Mahkamah Nuremberg  Mahkamah Tokyo  Mahkamah Rwanda  Mahkamah Yugoslavia  Pengadilan Campuran / Hybrid Model  Mahkamah Kamboja  Pengadilan Permanen  International Criminal Court (Statuta Roma 1998)

10

Rabu, 2 April 2014 Fathahillah Akbar

Pembalakan Liar  Definisi pembalakan liar  Dasar pembentukan UU No. 18 Tahun 2013  Outline (Ruang Lingkup) UU No. 18 Tahun 2013  Beberapa tipe perbuatan pidana dalam UU No. 18 Tahun 2013  Delik pembalakan liar  Kekhususan pembalakan liar  Lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan Definisi Illegal Logging (Pembalakan Liar)  Illegal: forbidden by law / unlawful  Log: batang kayu / gelondongan  logging: menebang kayu  untuk diproses.  Inpres No. 5 Tahun 2001  illegal logging = penebangan kayu secara tidak sah.  UU No. 18 Tahun 2013: pencegahan dalam pemberantasan perusakan hutan.  Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan …  Pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi.  Penggunaan kawasan hutan secara tidak sah  kegiatan terorganisasi untuk pertambangan / perkebunan. Klasifikasi Hutan Hutan negara  hutan adat Hutan Hutan hak

Fungsi

Konservasi Lindung Produksi

Suaka alam Pelestarian alam Taman buru

Semua hutan adalah hutan negara, kecuali hutan yang sudah dilekati hak  hutan hak. Hutan adat itu termasuk hutan negara, namun menurut … Latar Belakang  Pasal 28H ayat (1) UUD 1945  personifikasi alam.  Perusakan hutan menjadi sebuah kejahatan luar biasa yang merusak multi dimensi kehidupan (konsideran d). Modus juga luar biasa (konsideran e).  Aturan saat ini belum efektif (konsideran f).  Salah satu hutan tropis terluas di dunia  kerusakan hutan Indonesia  dampak internasional. Politik Hukum Perusakan Hutan  Pasal 50 dan pasal 78 UU No. 41 Tahun 1999  dicabut oleh UU Pembalakan Liar.  Merubah hukum pidana khusus yang bersifat ekstra (administrative penal law) menjadi pidana khusus yang bersifat intra.  Menyediakan pidana materiil dan formil yang lebih komprehensif dan diharapkan bisa lebih fokus melakukan pemberantasan. Ruang Lingkup UU Perusakan Hutan  Pencegahan 11

      

Pemberantasan Kelembagaan Peran serta masyarakat Kerja sama internasional Perlindungan sanksi, pelapor, dan informan Pembiayaan Sanksi  menambahkan unsur delik

Pemberantasan: Hukum Materiil  Pasal 11: general outline.  Pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang dilakukan secara terorganisasi oleh kelompok terstruktur (dua orang / lebih, bersama-sama, tujuan perusakan hutan).  Tidak termasuk masyarakat dalam / sekitar yang melakukan aktivitas di luar hutan konservasi / lindung untuk keperluan pribadi non-komersial (izin). Penggunaan kawasan hutan secara tidak sah Perusakan hutan Pembalakan liar 

delik terkait

Pasal 12 (mengambil dari pasal 50 tersebut). a. Penebangan tidak sesuai izin b. Penebangan hutan tidak sah c. Memuat, membongkar, mengeluarkan, mengang...


Similar Free PDFs