Rangkuman Hukum ADAT Sebelum UTS PDF

Title Rangkuman Hukum ADAT Sebelum UTS
Course Asas-asas Hukum Adat
Institution Universitas Indonesia
Pages 19
File Size 307.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 201
Total Views 1,004

Summary

Satria Afif Dominique Virgil Anonymous RANGKUMAN HUKUM ADAT PENGERTIAN HUKUM ADAT Dahulu, dalam bahasa kita, tidak ada hukum adat. Kata Hukum dan Adat itupun sendiri berasal dari bahasa Arab. Maka dalam masyarakat kita, kata Adat itu mencakup norma susila, kesopanan dan sesuatu yang memiliki sanksi ...


Description

Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

RANGKUMAN HUKUM ADAT PENGERTIAN HUKUM ADAT Dahulu, dalam bahasa kita, tidak ada hukum adat. Kata Hukum dan Adat itupun sendiri berasal dari bahasa Arab. Maka dalam masyarakat kita, kata Adat itu mencakup norma susila, kesopanan dan sesuatu yang memiliki sanksi didalamnya. Dan sejak diperkenalkan kata-kata Hukum Adat, maka itu merujuk pada hukum asli dari Pribumi. Kata adat berasal dari Adatrecht. Saat Belanda pertama kali masuk, Belanda melihat bahwa masyarakat Indonesia itu teratur. Kalau teratur, pasti ada hukumnya. Dan saat itu, Snouck Hungornge memakai nama Adatrecht sebagai hukum asli pribumi. Adat sebagai terminologi kebiasaan dan recht sebagai norma atau hukum. Kemudian, Snouck Hurgronje membahas mengenai masyarakat Aceh dalam bukunya "Orang Orang Aceh". Bahwa orang Aceh dan orang Indonesia lainnya dapat hidup secara teratur dan mereka mematuhi suatu pedoman dalam segala sendi kehidupan mereka, sehingga ada aturan atau norma yang dimana norma ini tidak ada bukunya atau tidak dikodifikasi. Dia menyebutnya Adat Recht (Recht: Bahasa Belanda; Adat: Bahasa Arab) yang kemudian diterjemahkan kedalam istilah Indonesia, yaitu "Hukum Adat". Hukum adat adalah norma-norma hukum yang terbentuk dari adat istiadat/kebiasaan yang hidup dalam masyarakat asli Indonesia. Apa yang dimaksud dengan kebiasaan? Kebiasaan (dari sudut pandang sosiologi) adalah perbuatan yang dilakukan secara berulangulang untuk jangka waktu yang lama dalam menghadapi peristiwa yang sama, maka orangorang akan berbuat yang sama. Hukum adat bersumber dari kebiasaan, tetapi tidak semua kebiasaan adalah norma hukum. Kebiasaan mana yang hukum dan mana yang bukan dilihat dari sanksi. Kalau kebiasaan itu mengandung sanksi yang memaksa, maka itu adalah hukum. Kalau kebiasaan itu tidak mengandung sanksi yang memaksa, maka kebiasaan itu bukan hukum. Apa itu hukum adat? Terminologi: menurut istilahnya hukum adat itu terdiri dari dua kata, hukum dan adat. a. Hukum: Ada banyak pengertian tentang hukum, tidak ada satu pengertian yang sama. Contoh: Hukum sebagai petugas dalam hal ini adalah polisi, atau hukum adalah simbol, atau hukum adalah undang-undang atau hukum adalah seperangkat kaedah yang mengatur tingkah laku manusia yang terhadap penyimpangannya dapat dikenakan sanksi yang memaksa. Sanksi sendiri adalah padahan/imbalan/akibat dari suatu perbuatan, maka dari itu sanksi tidak selalu berbentuk hukuman, sanksi dapat saja berebentuk penghargaan atau suatu yang positif. Perbuatan itu sendiri tidak harus selalu aktif, tidak melakukan sesuatupun ialah sebuah perbuatan, “tidak memilih/pembiaran juga merupakan sebuah perbuatan”. b. Adat: i. Arab: Snouck Hurgronje seorang orientalis dan ahli budaya islam dari Belanda yang menyamar untuk mengalahkan aceh mengatakan bahawa Adat itu diambil dari bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Kebiasaan adalah suatu perbuatan yang diulang-ulang USAHA + DOA = HASIL. (Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)

Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

dan dilakukan dalam waktu yang panjang dan dalam bentuk yang sama. Perbuatan ini diulang-ulang karena dianggap baik, benar, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dengan ini, maka kebiasaan itu tidak ajeg dan bisa berubah sesuai perkembangan. Jika dilihat bahwa Adat itu adalah sebuah kebiasaan, maka Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, tidak dibuat oleh lembaga yang berwenang dan tidak dikodifikasikan. Ada kebiasaan yang memiliki nilai etis, dimana jika tidak dijalani akan memiliki sanksi. Seperti contohnya tidak sopan kepada dosen yang sedang memberi perkuliahan, tidak mengembalikan barang pinjaman, membangkang dengan orangtua, dan lain sebagainya. ii. Sansekerta: Tapi ada yang mengatakan bahwa Adat berasal dari bahasa Sansekarta, dan memiliki dua penggalan, yaitu: A yang berarti Tidak, dan Dato yang berarti Kekayaan atau Kebendaan. Tapi sebenarnya tidak hanya tentang kebendaan, tapi juga menyangkut spiritualitas dan kepercayaan. Karena biasanya, didalam benda terdapat nilai-nilai magis didalamnya, dan nilai-nilai magis itu memiliki pembenaran yang irasional. Namun mereka mempercayai itu, dan jika Adat dilanggar, akan mendapatkan sanksi sesuai Adatnya masing-masing. Pandangan Para Sarjana/Doktrin: a. Ter Haar: Hukum Adat itu adalah semua aturan yang menjelma di dalam masyarakat. Dia berangkat dari Teori Keputusan/Beschlissingleer, Ter Haar adalah orang barat yang memiliki kepercayaan akan budaya hukum tertulis, legisme dan asas legalitas. Ter Haar bingung banyaknya adat-adat di Indonesia yang memiliki cara dan sanksi yang berbedabeda. Sehingga dia percaya bahwa Hukum Adat tidak memiliki kepastian. Sehingga dia membedakan Hukum Adat dan Adat Istiadat dalam teori Keputusan, yaitu: i. Hukum Adat: adalah seluruh peraturan masyarakat yang menjelma dalam sebuah keputusan. Suatu kebiasaan akan berubah menjadi norma hukum jika melalui keputusan pejabat. Keputusan pejabat itu adalah yang dikehendaki oleh masyarakat. Memiliki sanksi bila dilanggar. Contoh: Orang Batak yang tidak pernah kenal satu sama lain, dan tinggal ditempat yang berbeda, namun memiliki marga yang sama, maka mereka dilarang untuk menikah karena mereka adalah Saudara, jika terjadi maka pernikahan tidak akan sah. ii. Adat Istiadat: adalah peraturan yang tidak memiliki dan menjelma dalam sebuah keputusan. Walaupun dilanggarpun tidak menjadi masalah dan tidak memiliki sanksi hukum. Contoh: Di Jawa, upacara pernikahan injak telur hanyalah sebuah ritual, jika tidak diikuti pun, masyarakat akan meyakini perkawinan itu adalah sah. b. Kusumadi K.: Mengatakan bahwa Teori Ter Haar ini tidak benar, katanya, Adat adalah sebuah hukum yang telah diadakan dan sedang dijalankan, dan didalamnya sudah memiliki sanksi hukum. Dari yang paling ringan yaitu cemooh sampai paling berat yaitu hukuman dan pengusiran. Dan Adat tidak perlu sebuah keputusan untuk menjadi Hukum Adat, karena masyarakat sudah tahu bahwa Adat itu termasuk norma kesopanan dan norma hukum. Hukuman atau keputusan itu hanya bersifat formalitas saja, tanpa inipun, Adat sudah memiliki sanksi hukum. c. Prof. Hazairin: mengatakan bahwa, hukum itu berasal dari kaedah kesusilaan, apapun hukum itu barat, islam ataupun adat. Antara hukum dan kesusilaan tidak bisa dipisahkan USAHA + DOA = HASIL. (Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)

Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

secara tegas. Karena sebenarnya apa-apa yang dilarang kaedah kesusilaan adalah apa yang dilarang kaedah hukum, begitu pula apa yang dianjurkan. Menurut Hazairin, semua kebiasaan dan norma hukum adat berasal dari kesusilaan. Sanksinya bersifat pribadi, dan bersifat tidak memaksa, baik tidaknya sesuatu ditentukan pribadi itu  Cerita kepada orang lain pengalamannya  masyarakat mengetahui perbuatan itu baik atau tidak baik  Masyarakat akhirnya akan menilai perbuatan itu dan apabila itu menyimpang, masyarakat akan memberi sanksi  anjuran: perbuatan tersebut dianjurkan untuk dilakukan atau tidak dilakukan, dan sanksinya masih tidak memaksa karena masih berupa anjuran  karena perbuatan tersebut dinilai sangat baik, maka pada akhirnya masyarakat akan mengatakan bahwa perbuatan itu harus dilakukan, dan bagi yang tidak baik akan dikatakan tidak boleh dilakukan  sanksi memaksa  menjadi norma hukum. Contoh: tidak boleh mengambil barang orang lain. d. Van Hollenhoven: Seperangkat kaedah atau aturan yang tidak tertulis. Karena tidak tertulis, disebut adat. Tapi, bagi pelanggarnya memiliki sanksi yang tegas, karena ada sanksi yang tegas, maka adat disebut juga hukum. e. Soepomo: Hukum adat adalah norma hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat Indonesia asli. Walaupun aturan-aturan hukum yang hidup berbeda antar masyarakat, sumber hukum adat tersebut adalah sama, yaitu pola pikir masyarakat Indonesia. Pola yang sama ini dikatakan sebagai CORAK HUKUM ADAT. Hanya pengembangannya saja yang berbeda. HUKUM ADAT DARI SEGI SOSIOLOGIS Hukum adat bersumber dari kebiasaan, dimana pengertian dari kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang untuk jangka waktu yang lama dalam menghadapi peristiwa yang sama, maka orang-orang akan berbuat yang sama.  Proses terbentuknya kebiasaan Teori terbentuknya kebiasaan dalam kehidupan masyarakat (dari sesuatu yang belum ada menjadi ada). Hal ini ada dalam buku Soerjono Soekanto. Menurut Soerjono, manusia itu didalam memenuhi kebutuhan hidupnya harus berinteraksi, berhubungan dengan manusia lain, dan berhubungan dengan alam. Jadi ada dua hal kepada siapa setiap orang bisa berinteraksi; kepada manusia lain dan kepada alam. Dalam melakukan sesuatu, baik dalam berinteraksi, tentu ada akibat yang ditimbulkannya. Apa yang seseorang peroleh itulah yang disebut dengan pengalaman. Apapun yang dilakukan, memerlukan pengalaman. Disetiap aksi, interaksi pasti membutuhkan pengalaman, dari pengalaman, maka didapatkan sesuatu yang baik maupun yang tidak baik. Dari situlah didapatkan pengetahuan mengenai baik atau buruknya sesuatu. Sehingga, seseorang mengetahui apa yang sebaiknya atau tidak seharusnya dilakukan. Secara teoritis sosiologis, apa yang baik dan apa yang tidak baik itu disebut sistem nilai. Sistem nilai merupakan pandangan sesaat mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, atau apa yang sebaiknya dilakukan dalam berinteraksi. Jadi, dari pengalaman menghasilkan sistem nilai. Jika bicara dari kacamata hukum, maka kuncinya ada pada nilai (apa yang baik, yang tidak baik, yang sebaiknya dilakukan, apa yang harus dilakukan, yang tidak boleh dilakukan, atau apa yang bisa dilakukan > peraturan). Peraturan merupakan bentuk dari sistem nilai. Kalau sudah tau apa yang baik dan apa yang tidak baik dalam melakukan USAHA + DOA = HASIL. (Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)

Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

interaksi, Soerjono mengatakan, timbullah yang disebut pola berpikir. Setelah berpikir, maka manusia akan membuat keputusan, ya atau tidak. Keputusan tersebut dinamakan sikap. Setelah berpikir, maka orang pasti akan mengambil sikap. Sikap adalah berbuat atau tidak berbuat, melakukan atau tidak melakukan. Jika sikap ini diwujudkan/dilaksanakan, maka dinamakan perilaku. Perilaku yang diulang ulang, itulah yang dinamakan kebiasaan. Jika kebiasaan itu hanya dilakukan oleh pribadi pribadi saja, dan tidak diikuti orang lain, maka disebut dengan kebiasaan pribadi. Jika kemudian, kebiasaan pribadi itu diikuti orang lain, masyarakat, karena memang sangat menguntungkan, maka jadilah kebiasaan antar pribadi. Hukum adat itu adalah kebiasaan antar pribadi. Yang menjadi norma hukum adalah yang memiliki sanksi memaksa, kalau tidak memaksa, itu hanya kebiasaan. Kalau tinjauannya sosiologis, maka sistem nilai dulu baru pola berpikir. Kalau tinjauannya yuridis, maka pola berpikir membentuk sistem nilai. Jika seseorang mengatakan suatu masyarakat berubah, yang berubah dan berkembang adalah pola berpikir. Kalau pola berpikir berubah, maka nilai juga berubah. Kalau nilai berubah, maka sikap berubah. Kalau sikap berubah, perilaku berubah. Kalau perilaku berubah, kebiasaan berubah. Kalau kebiasaan berubah, maka hukumnya (bisa) berubah. HUKUM ADAT DARI SEGI YURIDIS Norma adalah seperangkat pedoman yang harus diikuti oleh orang-orang didalam menjalani kehidupan. Norma terbagi 2, yaitu norma pribadi dan norma antar pribadi. 1. Norma pribadi ada dua, yaitu kepercayaan dan kesusilaan Kesusilaan: Jika suatu perilaku atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, buruk atau baiknya perbuatan itu dia sendiri yang menentukan. 2. Norma antar pribadi ada kesopanan dan hukum Kesopanan: Jika, perbuatan/norma itu sudah menjadi aturan yang diikuti oleh masyarakat dan kalau dilanggar, sanksinya diberikan oleh masyarakat tetapi belum memaksa. Hukum: Jika kebiasaan itu memasyarakat (diikuti orang banyak) dan kalau dilanggar sanksinya memaksa Jika kita bicara yuridis, maka kita bicara sanksi. Jika suatu peraturan memiliki sanksi yang memaksa, maka kebiasaan itulah yang dimaksud hukum adat. Oleh karena itu, jika dilihat proses bagaimana suatu kebiasaan menjadi hukum, maka dapat dilihat bahwa nilai bisa berubah kalau pengalaman berubah. Nilai bisa berubah jika pola berpikir berubah (yuridis). Jika nilai pola berpikir berubah > nilai berubah > perilaku berubah, maka kebiasaan juga berubah. Norma yang awalnya kesopanan, bisa jadi norma hukum dan vice versa. Kebiasaan akan selalu berubah, sesuai dengan perubahan yang terjadi didalam masyarakat. Salah satu ciri dari hukum adat adalah hukum adat bersifat dinamis. Artinya norma-norma hukum adat akan selalu berubah, akan selalu berkembang, mengikuti perkembangan masyarakat dimana hukum adat berlaku. Mengapa dinamis? Karena proses terbentuknya yang membuatnya demikian dan juga hukum adat bersumber dari kebiasaan, dimana kebiasaan bisa kapan saja berubah. Contoh: Orang Minang, secara tradisional matrilineal, suami/ayah tidak bertanggungjawab secara materi terhadap kehidupan istri dan anaknya. Hal ini karena seorang USAHA + DOA = HASIL. (Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)

Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

suami fungsinya adalah sebagai tamu di rumah istrinya. Perannya hanyalah sebagai pembangkit keturunan. Dengan berubahnya pola berpikir, maka kebiasaan juga berubah. Yang awalnya suami tidak bertanggungjawab atas istri dan anaknya, sekarang suami bertanggungjawab dan anak juga merupakan ahli waris. Dengan merubah pola pergaulan dan pola berpikir, maka dapat merubah hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal itulah mengapa hukum adat bersifat dinamis. Hukum tertulis adalah aturan-aturan hukum yang dibuat melalui suatu proses yang sudah ditentukan oleh UU oleh badan-badan dan lembaga-lembaga yang diberikan kewenangan untuk membuat UU. Hukum adat tidak melalui proses seperti itu, karena berawal atau bersumber dari kebiasaan, dan prosesnya berada di dalam masyarakat. Jadi hukum adat adalah aturan hukum yang tidak dibuat oleh badan-badan yang berwenang. Karena itu dinamakan hukum tidak tertulis. Kalau ditanya mengenai kenapa hukum adat tidak tertulis dan mengapa hukum adat dinamis, maka jawabnya dengan proses pembentukannya. Hukum adat walaupun ada yang bentuknya tertulis, tapi tetap dianggap sebagai hukum tidak tertulis, karena bukan dilihat dari bentuknya, tapi dilihat dari proses terbentuknya aturan hukum adat itu. Contoh: putusan hakim; setiap putusan hakim harus menyebutkan dasar putusannya. Hakim A memutus menghukum seseorang 10 tahun berdasarkan KUHP. Hakim B memutus bahwa si X didenda 10 ekor kerbau karena telah melanggar adat istiadat berdasarkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. - Putusan hakim itu tertulis - Jika dasar putusannya mengatakan berdasarkan hukum adat, maka dia termasuk hukum tidak tertulis walaupun putusannya tertulis.

UNSUR-UNSUR PEMBENTUK HUKUM ADAT Hukum adat dari sudut istilah, terbentuk dari kebiasaan, karena arti adat adalah kebiasaan. Sehingga jika bicara mengenai hukum adat, sama dengan hukum kebiasaan. Pengertian hukum adat itu sendiri adalah norma-norma, aturan-aturan, pedoman-pedoman yang terbentuk dari kebiasaan. Dengan demikian, sampai saat ini hukum adat pembentuknya adalah kebiasaan. Hukum adat lahir dan tumbuh sejak adanya manusia di Indonesia. Kemudian, masuklah agama ke bangsa Indonesia. Sampai sejauh mana agama mempengaruhi terbentuknya hukum adat? Apakah agama merubah norma hukum adat? Jika ya, maka agama setara dengan pembentuk hukum adat. Sehingga, unsur pembentuk dari hukum adat itu tidak hanya kebiasaan tetapi juga agama. Ada 3 pendapat para ahli mengenai unsur pembentuk hukum adat: 1. Van den Berg Menurutnya, hukum adat dengan datangnya agama adalah keseluruhan dari agama, kecuali jika bisa dibuktikan sebaliknya. Misalnya, hukum adat Minangkabau berasal dari agama islam. Teori yang dikemukakan oleh Van den Berg ini dinamakan Teori Receptio in Complexu. Teori ini secara umum mengatakan bahwa penerimaan secara utuh hukum dari suatu bangsa yang lain oleh suatu bangsa. Menurutnya, hukum adat yang dianut oleh orang USAHA + DOA = HASIL. (Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)

Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

Indonesia sepenuhnya berasal dari agama masing masing, kecuali jika bisa dibuktikan sebaliknya. Hal ini supaya lebih gampang menundukkan orang Indonesia. Teori Receptie (Snouck Hurgonje), menepatkan hukum agama dibawah hukum adat. Sehingga pada toeri ini dianggap masyarakat adat dapat menggunakan hukum atau unsur agama sesuai dengan pilihannya. Hukum agama berlaku jika ada penerimaan di masyarakat. Pendapat ini kemudian ditentang oleh Van Vollenhoven. 2. Van Vollenhoven Sepanjang menyangkut bidang hukum publik, itu adalah asli dari kebiasaan hukum orang Indonesia asli. Yang dipengaruhi oleh agama adalah bidang hukum privat/perdata. Dan pendapat itu ditentang oleh Ter Haar. 3. Ter Haar Menurutnya, memang bidang publik asli Indonesia tapi tidak semua bidang private dari agama. Menurut Ter Haar yang dipengaruhi oleh agama adalah hukum perkawinan. Hukum perkawinan pun hanya segi formal dari perkawinan. Tapi segala akibat hukum dari perkawinan itu adalah asli dari kebiasaan. Sehingga hanya sebagian kecil dari hukum adat yang terbentuk dari agama, dan sebagian besarnya tetap berasal dari kebiasaan. Sepanjang mengangkut sahnya perkawinan, syarat-syarat perkawinan, larangan-larangan perkawinan, dan segi formal dari perkawinan berasal dari agama. Segi materiil dari perkawinan seperti akibat hukum dari perkawinan adalah kebiasaan. Contoh: Orang minangkabau. Adat minangkabau bersendi pada al-Quran. Tetapi, tidak semua adat minangkabau sejalan dengan Al-Qur'an, contohnya adalah anak tidak mendapat warisan dari ayahnya. Hal ini sangat bertentangan dengan al-quran. Bagaimana kalau terjadi pertentangan antara adat dengan agama? Pada waktu pemerintahan hindia belanda, berlaku suatu asas, yaitu hukum agama baru bisa berlaku bila sudah diterima sebagai hukum adat. Teori inilah yang dikenal sebagai Teori Receptie. Jadi selama hukum agama belum diterima oleh masyarakat sebagai hukum adat, maka agama tidak berlaku. Kalau terjadi pertentangan antara agama dan adat, maka yang berlaku adalah hukum adat. Ada pengecualian yaitu pada masyarakat Bali. Di Bali, agama dan adat tidak dapat dipisahkan. Hukum adat Bali adalah hukum agamanya. PROSES TERBENTUKNYA HUKUM ADAT Menurut Soerjono Soekanto: Sosiologis: Gregariousness: Manusia tidak bisa hidup sendiri dan akan selalu berada dalam masyarakat. Manusia sejak lahir pasti akan melakukan sebuah interaksi. Dari interaksi akan muncul pengalaman, baik positif maupun negatif. Dari pengalaman lahirlah nilai, sesuatu yang dianggap baik atau tidak baik, adil atau tidak adil, dan seterusnya. Nilai ini ditentukan dari baik buruknya pengalaman. Dari nilai ini, akan lahir sebuah sikap, yaitu kecerendungan untuk berbuat. Jika sikap ini dilakukan, maka muncul perilaku, sebuah bentuk konkret dari sikap. Jika perilaku ini diulang secara terus menerus, akan melahirkan kebiasaan. Kenapa diulang? Karena disukai. Kenapa disukai? Karena dianggap adil dan benar. Lama kelamaan kebiasaan ini akan menjadi norma. Norma adalah abstraksi dari perilaku yang diulang-ulang. Dan norma ini akan menjadi hal yang membatasi perilaku. Hukum USAHA + DOA = HASIL. (Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)

Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

Gregariousness  Interaksi  Pengalaman (+/-) Nilai  Sikap  Perilaku Kebiasaan  Norma  Hukum Adat. Semua ini adalah satu kesatuan dimana jika ada satu elemen yang berubah, maka akan berubah pula seterusnya. Yuridis: Aspek yuridis diambil dari perilaku. Perilaku ini memiliki tingkatan, yaitu: 1. Cara/Usage: memiliki sanksi yang lemah. 2. Kebiasaan/Folksway: karena sudah disukai, memiliki sanksi yang lebih berat. 3. Standar Tata Kelakuan/Mores: menjadi acuan akan personaliti dalam sebuah masyarakat. Menjadi tolak ukur identifikasi masyarakat apa. Lebih dari kebiasaan. Jika dilanggar, sanksinya sudah mulai bersifat hukuman. 4. Adat/Custom: inilah adat. Sudah menjadi hukum yang memiliki sanksi keras didalamnya. Yang khas dari hukum adat adalah kita...


Similar Free PDFs