Demi Keadilan Kualitas Pendidikan PDF

Title Demi Keadilan Kualitas Pendidikan
Author Fatih Irsan
Pages 7
File Size 807.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 191
Total Views 956

Summary

DRAFT PUBLIKASI PJS KEMENTRIAN ADVOKASI KABINET KM ITB 2015 BATAS 5 TAHUN e pat sa pai li a tahu u tuk progra diplo a e pat da program sarjana - Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 49 tahun 2014 Demi Keadilan Kualitas Pendidikan Pembukaan Undang-Undang 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Demi Keadilan Kualitas Pendidikan fatih irsan

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Usul Pembukaan Program St udi Perguruan T inggi Negeri UNIVERSITAS T RUNOJOYO MADURA rexa aank

Analisis Krit is Dampak Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tent ang Pendidikan T inggi Terhadap M… muhammad vicky Kajian RUU Pendidikan T inggi Maslam Danuri

DRAFT PUBLIKASI PJS KEMENTRIAN ADVOKASI KABINET KM ITB 2015 BATAS 5 TAHUN e pat sa pai

li a tahu u tuk progra

diplo a e pat da program sarjana

- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 49 tahun 2014

Demi Keadilan Kualitas Pendidikan Pembukaan Undang-Undang 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental (Staatsfundamentalnorm) memiliki unsur mutlak tujuan negara dalam paragraf keempatnya, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini kemudian dijabarkan dalam pasal 31 UUD 1945 pasal 1 dan 2 yang secara berturut-turut berbunyi 1 Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pe didika dasar da pe eri tah waji e iayai ya . Pa asila se agai dasar egara e egaska ada ya pendidikan ya g adil agi seluruh rakyat I do esia dala sila keli a ya ya g er u yi Keadila sosial agi seluruh rakyat I do esia . Salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menjamin keadilan kualitas pendidikan perguruan tinggi di Indonesia adalah dengan cara menetapkan standar mutu pendidikan di Indonesia melalui penetapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). Tujuan adanya peraturan tersebut adalah menjelaskan Pasal 52 ayat (3) dan Pasal 54 ayat (1) tentang penentuan Standar Pendidikan Tinggi oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tujuan Pendidikan Tinggi yang tertuang dalam UU No. 12 Tahun 2012 adalah berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa; dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa; dihasilkannya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis penalaran dan karya Penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pangkas Pasal 17 ayat (3) butir dari Permendikbud tersebut berbunyi Masa studi terpakai bagi mahasiswa adalah 4 (empat) sampai 5 (lima) tahun untuk program diploma empat dan progra sarja a . Berdasarkan peraturan tersebut, masa kuliah maksimal seorang sarjana adalah 5 tahun dan bila lebih dari itu maka akan diberhentikan sebagai mahasiswa dari PT tempatnya berkuliah. Masa studi 5 tahun ini didefinisikan oleh Bapak Djoko Santoso selaku Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud sebagai masa kuliah total (termasuk total kurikulum dan tenggang waktu masa studi) (jpnn.com, 2014).

DRAFT PUBLIKASI PJS KEMENTRIAN ADVOKASI KABINET KM ITB 2015 Alasan utama yang disebutkan beliau adalah mencegah agar adanya mahasiswa yang mengalami perkuliahan dengan masa kuliah di kurikulum yang baru tidak lebih dari satu tahun setelah adanya perubahan kurikulum, dengan masa kurikulum selama empat tahun. Dari pernyataan beliau diatas dapat disimpulkan bahwa beliau meninjau dari mahasiswa yang masuk pada tahun mulai diberlakukannya kurikulum. Lalu bagaimana bila kita meninjau dari mahasiswa yang sudah memasukki tahun kedua? Mahasiswa tersebut akan mengalami dua tahun masa kurikulum lama dan dua tahun atau lebih masa kurikulum baru. Hal ini akan bertentangan dengan pendapat dari Dirjen Dikti. Di lain pihak, kita juga harus melihat adanya sisi positif dari Permendikbud tersebut. Seperti disampaikan oleh Djoko Santoso, diantaranya adalah mahasiswa lebih serius belajar selama kuliah, menghemat biaya kuliah yang menjadi beban mahasiswa atau keluarga, dan meningkatkan akses pendidikan tinggi karena berkurangnya antrean masuk perguruan tinggi yang diakibatkan oleh banyaknya mahasiswa tingkat akhir yang belum lulus. Otonomi Penyelenggara Akademik? Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 bagian kelima dari Pasal 62 dan 63 Perguruan Tinggi memiliki otonomi dalam bidang akademik dan nonakademik untuk mengelola sendiri lembaganya sesuai dengan dasar dan tujuan serta kemampuan Perguruan Tinggi yang dievaluasi secara mandiri oleh perguruan tinggi. Otonomi pengelolaan PTN ini dijelaskan dalam UU No. 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi di bidang akademik meliputi persyaratan akademik mahasiswa yang akan diterima, kurikulum Program Studi, proses Pembelajaran, penilaian hasil belajar, persyaratan kelulusan, dan wisuda. KEMAHASISWAAN DALAM 5 TAHUN Prolog Sudah menjadi catatan umum tiap mahasiswa yang mengerti berkemahasiswaan bahwa Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah suatu set nilai yang sakral dan harus dimaknai di kampus manapun. Tiga poin mulia yang dahulu digaungkan oleh Mohammad Hatta selalu menjadi pengingat mahasiswa, bahwa perkuliahan tidak melulu tentang mengerti apa yang disampaikan dosen di dalam kelas, namun juga mengerti apa yang terjadi di sekitarnya dengan harapan untuk bisa berbaur, berfikir, dan mengembangkan dirinya yang kesemuanya ini dituangkan menjadi hal yang nyata sebagai kontribusi terbaik untuk sekitarnya, masyarakat. Hal inilah yang oleh kami, mahasiswa, lebih akrab disebut dengan kemahasiswaan. Kemahasiswaan adalah hal yang harus dijaga kini dan juga nanti oleh kampus ITB. Penghormatan terbesar ITB e ghargai setiap ahasis a sebagai i di idu dala kehidupa masyarakat kampus. Mahasiswa sebagai warga kampus selayaknya saling menghormati satu sama lain, saling menjaga hak dan kewajiban individu, serta menjunju g ti ggi Hak Asasi Ma usia. - Pembukaan Bab 1 Lampiran SK Rektor No. 297/SK/K01/PP/2009 tentang Peraturan Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung

DRAFT PUBLIKASI PJS KEMENTRIAN ADVOKASI KABINET KM ITB 2015 Kemahasiswaan di ITB merupakan komponen yang tak terpisahkan dari keseluruhan kegiatan perkuliahan di kampus ini. Mahasiswa sebagai subjek utama kemahasiswaan tentu memiliki kepentingan yang berbaur selaras dengan seluruh stakeholder kampus dan bersama-sama membangun cita-cita kampus yang mulia. ITB sebagai kampus yang memiliki visi menjadi pilot perubahan demi tercapainya kesejahteraan bangsa Indonesia tentu memiliki harapan yang besar pada bibit-bibit mahasiswanya. Dan salah satu penghormatan terbesar antar individu kampus adalah penghormatan mahasiswa terhadap tujuan kampus secara utuh yang kemudian mengimplementasikannya secara mandiri sesuai hak dan kewajiban mahasiswa itu sendiri. Lantas bagaimana bentuk implementasi yang dimaksud? Harapan dan implementasi Mahasiswa ITB diharapkan menjadi ilmuwan yang cendekia yang akan menjadi panutan di tengah masyarakat dan memberi sumbangan yang berarti dalam mewujudkan cita-cita masyarakat, yaitu kehidupan yang sejahtera dan bermartabat dan memahami arti penting nilai-nilai. Oleh karena itu mahasiswa ITB diharapkan mampu memandu dirinya menggunakan nilai-nilai ilmiah, nilai ekonomis, nilai ekologis, nilai etis, nilai estetis, nilai legal dan nilai keadilan seperti tercantum dalam Surat keputusan Senat Akademik ITB No. 32/SK/K01-SA/2002. - Pasal I.2 ayat 3 Lampiran SK Rektor No. 297/SK/K01/PP/2009 tentang Peraturan Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung

Filosofi pendidikan dengan sangat baik menjelaskan bahwa pendidikan bukanlah suatu disiplin teori yang sempit. Pendidikan dimengerti bukan hanya sekedar disiplin akademis, lebih dari itu, pendidikan adalah teori edukasional yang normatif. Sehingga pendidikan harus menyatukan pedagogi, kurikulum, dan teori-teori terkait yang kemudia diaplikasikan kedalam norma-norma kehidupan demi tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Sejalan dengan hal ini, kampus ITB sudah menggariskan nilai-nilai yang harus ditanam oleh setiap mahasiswa ITB dalam suatu harapan yang besar. Impelementasi ini akan dibuktikan ketika mahasiswa pada akhirnya diluluskan menjadi sarjana dan berperan langsung untuk masyarakat. Namun untuk sampai titik ini harus ada bentuk penjaminan agar mahasiswa mampu mengisi gap dalam dirinya terkait nilai-nilai yang harus digenggam. Secara mandiri mahasiswa berusaha memenuhi hal ini dengan berbagai kegiatan yang mampu mereka lakukan. Inilah yang kemudian kami, mahasiswa, definisikan sebagai kemahasiswaan. ITB e gusahaka Layanan Kemahasiswaan dengan tujuan untuk mendukung proses pendidikan menuju terwujudnya visi dan misi pendidikan di ITB. - Pasal 2.1 Lampiran SK Rektor No. 297/SK/K01/PP/2009 tentang Peraturan Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung

Mencapai keselarasan tidak pernah mampu diusahakan oleh satu pihak. Dalam hal ini pemangku kebijakan kampus, rektorat, juga memberikan lampu hijau terkait kegiatan kemahasiswaan. Menariknya, hal tersebut secara nyata tertulis dalam peraturan kemahasiswaan yang juga disertai alasannya : menuju terwujudnya visi dan misi pendidikan kampus ini. Bahkan lebih jauh, kemahasiswaan dapat dinilai sebagai akselerator dan penentu terwujudnya visi dan misi kampus ITB. Hal ini menegaskan bahwa kemahasiswaan secara mutlak harus dijaga oleh kedua pihak secara bersamaan, mahasiswa dan rektorat. Pangkas durasi, kemahasiswaan tidak mati Pada akhir tahun 2014, pemerintah melalui Direktorat Jendral Peguruan Tinggi mengeluarkan peraturan baru yang didalamnya menarik perhatian mahasiswa di seluruh kampus Indonesia, termasuk kampus ITB.

DRAFT PUBLIKASI PJS KEMENTRIAN ADVOKASI KABINET KM ITB 2015 Pembatasan masa studi diterapkan untuk program sarjana selama maksimal lima tahun. Dengan penjelasan terkait penerapan pemerintah ini dalam kepentingan akademis kampus ITB di bagian tulisan sebelumnya, kebingungan lain terkait eksistensi kemahasiswaan muncul di banyak kalangan mahasiswa. Kebijakan tersebut disinyalir dapat mengganggu keseluruhan kegiatan kemahasiswaan. Dengan dipangkasnya durasi perkuliahan dikhawatirkan durasi kegiatan kemahasiswaan harus terpotong pula. Kegiatan kemahasiswaan berbeda dengan aktivitas akademis yang terstruktur secara pasti, kemahasiswaan digerakkan oleh mahasiswa tanpa kurikulum yang pasti, melainkan hanya dengan konsensus mahasiswa yang pada akhirnya membudaya. Padahal, keadaan sekitar mahasiswa seringkali dinamis dan membutuhkan perlakuan khusus sehingga membutuhkan waktu dan fokus yang yang cukup fleksibel. Tentu, idealnya hal ini harus diantisipasi dibawah pemenuhan aktivitas akademisnya. Namun jika ada fluktuasi dalam keberlangsungan kegiatan akademisnya, siapa yang mampu menjamin kondisi ideal tetap tercipta? Dalam hal ini, jika durasi perkuliahan dipangkas, siapa yang mampu menjamin ketenangan untuk berkemahasiswaan tetap tercipta selagi mahasiswa tersebut sibuk mengejar tanggung jawab akademisnya yang semakin urgent? Dalam bagian ini hadir beberapa pandangan mahasiswa terkait problematika diatas. Ketua Himpunan Mahasiswa Mesi HMM , Agil Gozal, e a da g ke ijaka i i e a g aka sedikit e eri da pak dala ruang-ruang kemahasiswaan. Sumber Daya Manusia dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, utamanya HMJ sebagai basis massa terbesar KM ITB, akan berkurang. Berkurangnya SDM HMJ dikhawatirkan keberlanjutan regenerasi organisasi. Berkurangnya SDM didasarkan atas opini Agil yang melihat dalam konteks psikologis, mahasiswa dalam kebijakan ini akan semakin ambisius dalam mengerjakan studinya. Adapun menurutnya langkah yang dapat diambil untuk mengantisipasi resiko ini. Pertama, perombakan sistem kemahasiswaan ITB karena dinilai ITB memiliki budaya yang berbeda dengan kampus lain terkait budaya kemahasiswaan, untuk hal ini manifestinya dalam perjenjangan kader-kader KM-ITB. Hal ini dikarenakan sistem yang berbeda akan membentuk budaya yang berbeda pula. Budaya yang berbeda dibutuhkan untuk mengakomodasi fluktuasi yang terjadi diatas. Kedua, rektorat diharuskan memberikan penjelasan terkait kebijakan lima tahun kepada massa HMJ. Terakhir, peningkatan pendidikan karakter diperlukan dan jika dimungkinkan penghapusan sistem TPB, tahapan dimana mahasiswa tingkat satu masih dalam fakultas, dalam kurikulum dapat dilakukan. “eda gka ketua hi pu a ahasiswa “ekolah Bis is da Ma aje e “BM KM“BM , Yudha, menyoroti sisi yang lain terkait kebijakan kuliah lima tahun. Menurutnya, mahasiswa ITB pada umumnya bisa saja tetap dan mungkin akan semakin terpacu untuk berkemahasiswaan asalkan diiringi sosialisasi Surat Keterangan Pengantar Ijazah (SKPI). SKPI memberikan stimulus keberaktivitasan mahasiswa dalam kemahasiswaan karena segala pengalaman kemahasiswaan dapat direkam dan tervalidasi menjadi suatu berkas yang dapat digunakan mahasiswa untuk berbagai keperluan. Sehingga, baik durasi kuliah menggunakan kebijakan lama (6 tahun) ataupun kebijakan lima tahun, tidak akan terlalu berdampak. Yudha memberikan pandangan lain terkait hal khusus yang dirasakan kemahasiswaan KMSBM. Menurutnya, kemahasiswaan mahasiswa SBM sudah mengadaptasi kebijakan baru ini sejak lama. Pasalnya, durasi perkuliahan memang relative lebih singkat dibandingkan mahasiswa jurusan lain dalam ITB, sekitar tiga tahun. Karena dirasa studinya tetap akan berjalan seperti biasa ditambah kebanyakan mahasiswanya lulus dengan cepat sehingga penerapan kebijakan baru tidak mengganggu kemahasiswaan yang selama ini dijalankan. Tidak lupa, Yudha menyampaikan langkah yang dapat diambil untuk mengatasi resiko kemahasiswaan yang akan terjadi, mirip dengan tawaran langkah dari Agil : yaitu dengan penghapusan sistem TPB, sosialisasi SKPI, usaha rektorat dalam pencegahan DO, dan

DRAFT PUBLIKASI PJS KEMENTRIAN ADVOKASI KABINET KM ITB 2015 advokasi KM ITB dalam mengantisipasi transfer kampus karena DO. Terkait penghapusan TPB, hal ini dapat dilakukan karena dirasa matrikulasi ilmu dapat dipegang pihak prodi jurusan. Dalam cakupan lebih mendalam, pandangan alumni perlu disertakan. Sumbranang Ida Bagus, alumni Teknik Metalurgi tahun 2010, memandang baik kebijakan kuliah lima tahun ini diterapkan ataupun tidak (menggunakan kebijakan lama), kemahasiswaan tidak akan pernah mati. Hanya saja, secara psikologis durasi perkuliahan lima tahun akan membuat mahasiswa enggan mengambil resiko untuk melakukan kegiatan di luar akademik. Namun hal itu tidak melumpuhkan kemahasiswaan seutuhnya melainkan hanya melemahkan kemahasiswaan tersebut. Kemahasiswaan didefinisikan secara spesifik sebagai metode yang dipilih untuk melengkapi diri sendiri dengan kompetensi yang dibutuhkan mahasiswa sebelum lulus (selain kompetensi kognitif di dalam kelas). Kemahasiswaan seperti ini dari dahulu sampai saat ini dijalankan oleh mahasiswa pada umumnya. Namun ada beberapa mahasiswa yang secara khusus menjadi penggerak dan menggunakan waktu lebih lama untuk menggerakkan kemahasiswaan. Segmen inilah yang terkena dampak terkait kebijakan durasi perkuliahan lima tahun, sedangkan mahasiswa pada umumnya masih melakukan kemahasiswaan sehingga kemahasiswaan akan tetap ada walaupun relatif stagnan. Jika diasumsikan segmen penggerak adalah beberapa mahasiswa yang tergabung dalam cabinet KM-ITB dan dikhawatirkan hilangnya segmen ini dalam cabinet ITB, dapat dilakukan berbagai konfigurasi sistem periodisasi kabinet yang mampu menjadi solusi. Sumbranang juga menyampaikan kesemua resiko ini juga kembali tergantung atas inputan mahasiswa ITB itu sendiri. Beberapa mahasiswa mampu menangani focus akademisnya dalam waktu yang relatif singkat untuk menyisakan waktu yang luang bagi kemahasiswaan dan beberapa mahasiswa lainnya membutuhkan waktu yang relative lebih lama untuk mengatur fokus akademiknya jika terganggu kegiatan kemahasiswaannya. Dengan kata lain, kesadaran akan kemampuan diri mahasiswa itu sendiri menjadi faktor penentu yang membentuk kemahasiswaan secara kolektif. Berkemahasiswaan dengan merdeka Realibiltas kesimpulan yang akan kami buat belumlah sepenuhnya utuh dari satu kesatuan civitas academica ITB meningat belum lengkapnya gambaran permasalahan yang ditinjau dari sudut pandang penentu kebijakan (kejelasan sikap Wakil Rektor bagian Akademik dan Kemahasiswaan), pelaksana kegiatan akademik (Perwakilan Ketua Program Studi), dan pelaksana kegiatan ekstrakurikuler (perwakilan unit) di Institut Teknologi Bandung. Hal ini menyisakan pertanyaan besar yang baik untuk kita renungi bersama-sama sebagai satu kesatuan civitas academica ITB. Apakah permendikbud sesuai dengan kondisi ril Institut Teknologi Bandung ditinjau dari standar kualitas pendidikan berdasarkan tujuan dan dasar institut yang dibuat secara otonom dan kebutuhan waktu kemahasiswaan? Jika ya, maka kita memiliki tanggungjawab besar untuk membuat waktu yang terpangkas itu sebagai masa yang efektif untuk mengembangkan potensi diri mencapai seorang mahasiswa yang sebenarnya, mahasiswa yang berkemahasiswaan. Apa yang telah tertuliskan diatas adalah bentuk-bentuk penyadaran kita sebagai mahasiswa. Kemahasiswaan dalam kampus ITB tidak boleh dipertaruhkan oleh hal apapun, sekalipun itu waktu. Kemahasiswaan harus merdeka dari segala bentuk belenggu. Pertanyaan dan pernyataan terkait gangguan kemahasiswaan diatas adalah dampak dari fenomena yang lebih besar. Selalu ada antitesis dari setiap tesis yang lahir. Sehingga tidak heran bila ada bermacam-macam gangguan yang menyentuh penegakan kemahasiswaan dalam menuju kampus yang ideal, yang selalu mendekati visi-misinya. Berbanggalah bila kita masih mempertanyakan ini dimana selalu terselip harapan untuk menemukan jawaban dari apa yang dipertanyakan. Boleh saja, akhirakhir ini kampus mengalami krisis kemahasiswaan. Memang begitu, semua bisa sakit, dan sebagai antitesisnya

DRAFT PUBLIKASI PJS KEMENTRIAN ADVOKASI KABINET KM ITB 2015 semua bisa sembuh kembali. Begitupun dalam hal ini, seperti opini yang dilemparkan beberapa mahasiswa diatas, sistem tak ubahnya suatu karya manusia, selalu bisa dikonfigurasi kembali. Pertanyaannya adalah, jika semua sudah terjawab akankah kita kembali merapatkan barisan dan bersungguh-sungguh bergerak menuju kemahasiswaan yang matang? Jika tidak, jadilah kita manusia yang hipokrit. Padahal, berkemahasiswaan tidak sebercanda ini.***...


Similar Free PDFs