Energy Budget in Jambi Province Indonesia in 2009 (Neraca Energi Provinsi Jambi tahun 2009) PDF

Title Energy Budget in Jambi Province Indonesia in 2009 (Neraca Energi Provinsi Jambi tahun 2009)
Author Agung Dwijayanto
Pages 16
File Size 1.3 MB
File Type PDF
Total Downloads 425
Total Views 506

Summary

Estimasi Neraca Energi Menggunakan Citra Landsat 5 (Wilayah Kajian Provinsi Jambi, Tahun 2009) Kelompok 5 Agung Dwijayanto G24110038 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PENDAHULUAN Latar Belakang Energi mampu berpindah dari...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Energy Budget in Jambi Province Indonesia in 2009 (Neraca Energi Provinsi Jambi tahun 2009) agung dwijayanto

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Analisis perubahan albedo, suhu permukaan dan suhu udara sebagai dampak perubahan pen… Ryan Lut a Prat ama

Neraca Energi dan Suhu Udara Wilayah Ciampel, Karawang, Jawa Barat agung dwijayant o Pendugaan Kadar CO2 di Udara Akibat Kebakaran pada Tut upan Lahan Semak Belukar dan Pengaruhn… Nola Clara Diva

Estimasi Neraca Energi Menggunakan Citra Landsat 5 (Wilayah Kajian Provinsi Jambi, Tahun 2009) Kelompok 5 Agung Dwijayanto G24110038

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

PENDAHULUAN Latar Belakang Energi mampu berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan beberapa mekanisme. Perpindahan energy dapat melalui proses konveksi, konduksi, dan radiasi. Energi matahari sampai ke bumi melalui mekanisme radiasi. Sebelum sampai ke permukaan bumi, radiasi energy matahari akan melalui beberapa filter di atmosfer. Setelah sampai di permukaan bumi, energy radiasi matahari akan diserap oleh permukaan bumi. Akan tetapi, ada pula bagian dari energy matahari yang dipantulkan kembali ke atmosfer. Radiasi energy matahari yang sampai di bumi akan menimbulkan suatu kesetimbangan baru. Perhitungan kesetimbangan radiasi energy matahari yang sampai ke bumi menggunakan konsep neraca energy. Komponen-komponen yang diperhitungkan pada perhitungan neraca adalah fluks bahang terasa / sensible heat flux (H), fluks bahang tanah / soil heat flux (G), serta fluks bahang laten / energy yang terlibat pada evapotranspirasi ( E). Bentuk energy radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi dapat diindera dalam berbagai bentuk parameter. Salah satu bentuk parameter dari radiasi matahari yang dapat dengan mudah dirasakan adalah suhu. Bagian bumi yang paling banyak menerima radiasi matahari adalah bagian permukaan. Sehingga, salah satu parameter yang mudah terukur kaitannya dengan radiasi matahari adalah suhu permukaan bumi (Ts). Tujuan : 1. Menduga sebaran nilai radiasi netto (Rn) wilayah Jambi tahun 2009, beserta komponen-komponen radiasi netto yaitu, fluks bahang tanah (G), fluks bahang terasa (H), dan fluks penguapan air atau evapotrasnpirasi ( E). 2. Menduga nilai suhu permukaan (Ts) Provinsi Jambi. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Kajian Wilayah kajian yang akan dibahas pada tulisan ini adalah provinsi Jambi. Menurut Yardha et al. (2007), secara geografis, provinsi Jambi terletak pada koordinat 00 45’ sampai 20 45’ Lintang Selatan dan antara 1010 10’ sampai 1040 55’ Bujur Timur. Wilayah Jambi memiliki rata-rata suhu minimum 23.120C. Rata-rata suhu maksimum wilayah Jambi adalah 32.060C. Rata-rata kelembaban udara relatif (RH) wilayah Jambi adalah 83.64%. Curah hujan rata-rata wilayah Provinsi Jambi adalah 2067 sampai 2777 mm/tahun. Secara topografi, karakterisitik wilayah provinsi Jambi adalah pegunungan di sebelah barat, dan cenderung mendatar ke arah timur. Secara topografis Provinsi Jambi terdiri atas 3 (tiga) kelompok variasi ketinggian yaitu dataran rendah (0 – 100 m) sebesar 69,1 persen. Dataran sedang (100 – 500 m) sebesar 16,4 persen. Luas provinsi Jambi adalah 53.435 Km2. Ketinggian terrestrial Provinsi Jambi bervariasi dari 0-3.805 meter di atas permukaan laut. Rata-rata jumlah hari hujan di Provinsi Jambi adalah 141 hari.

Komponen Radiasi Netto Radiasi neto merupakan selisih antara radiasi datang dengan radiasi yang keluar dari suatu sistem. Sistem yang dimaksud dalam hal ini adalah bumi, sedangkan radiasi masuk berupa radiasi gelombang pendek dari matahari dan radiasi balik dari bumi berupa gelombang pajang (Siegel Robert. 2002). Menurut Khomarudin (2005), konsep neraca energy dapat dirumuskan dengan persamaan berikut, Rn = H + G + E + ΔF Dimana Rn adalah radiasi netto (MJ m-2 hari-1), H adalah perpindahan panas terasa (sensible heat flux) (MJ m-2 hari-1), G adalah perpindahan panas tanah (soil heat flux)(MJ m-2 hari-1), E adalah energi evapotranspirasi (MJ m-2 hari-1), ΔF adalah simpanan energi (storage) (Wm-2). H (sensible heat flux) merupakan besarnya energy yang dibutuhkan untuk memanaskan udara . G (soil heat flux) merupakan jumlah energy yang dibutuhkan untuk memanaskan permukaan bumi. Komponen G ini sangat berkaitan dengan konsep suhu permukaan. Jenis tutupan lahan sangat mempengaruhi nilai G. E merupakan energy yang terlibat dalam proses penguapan air. Penguapan tersebut merupakan akumulasi dari penguapan air di permukaan (evaporasi) dan pernguapan dari vegetasi (transpirasi). ΔF merupakan energy yang dipakai pada proses fotosintesis tumbuhan. Keempat komponen radiasi netto dapat bernilai negatif, bergantung pada proses yang berlangsung. H dapat bernilai negatif apabila proses yang terjadi adalah pendinginan udara. G bernilai negatif apabila proses yang berlangsung adalah pendinginan permukaan bumi. E akan bernilai negatif apabila proses yang berlangsung adalah proses pengembunan. Sedangkan ΔF akan bernilai negatif bila proses yang dominan adalah respirasi. Biasanya, nilai radiasi netto akan positif ketika siang hari. Nilai radiasi netto akan negatif ketika malam hari (Bisht et al. 2006). Komponen pertama dari neraca energy adalah fluks bahang terasa atau sensible heat flux (H). Fluks bahang terasa adalah energi panas (bahang) yang berkaitan dengan kenaikan atau penurunan temperatur tanpa perubahan fase. Menurut Siegel Robert (2002) nilai H dapat dihitung dengan persmaan di mana β adalah Bowen ratio, Di bidang meteorology dan hidrologi, isitilah Bowen rasio digunakan untuk mendeskripsikan tipe-tipe transfer bahang di badan air. Bowen rasio adalah perbandingan antara jumlah panas panas terasa dengan panas yang hilang oleh permukaan ke atmosfer bumi melalui proses konduksi panas dan turbulensi atmosfer (Gilmanov et al. 2003). Perpindahan panas tanah atau soil heat flux (G) merupakan komponen kedua dari konsep neraca energy. Soil Heat Flux (G) merupakan sejumlah energi matahari yang sampai pada permukaan tanah dan digunakan untuk berbagai proses fisik dan biologi tanah. Bentuk aliran energi pada fluks panas udara berupa konduksi di mana sebagian energi kinetik molekul benda/medium yang bersuhu lebih tinggi dipindahkan ke molekul benda yang lebih rendah melalui tumbukan molekul-molekul tersebut (Santanello, Joseph A., Mark A. Friedl. 2003). Nilai G dapat diduga menggunakan persamaan

Komponen ketiga dalam konsep neraca energy adalah proses evapotranspirasi. Pengertian evapotranspirasi adalah proses yang melibatkan dua proses terpisah yang berlangsung simultan yatu berupa hilangnya air dari permukaan tanah melalui evaporasi dan hilangnya air dari tanaman melalui transpirasi (Katerji dan Rana. 2011). Suhu Permukaan Salah satu besaran fisik di bidang meteorology adalah suhu. Dalam bahasa sehari-hari, suhu diartikan sebagai ukuran mengenai panas atau dinginnya sebuah benda. Mengacu pada ilmu fisika, definisi suhu adalah ukuran energi kinetic translasi rata-rata dari molekul. Makin tinggi temperatur, menurut teori kinetik, makin cepat molekul bergerak rata-rata (Giancoli 2001). Di bidang meteorology, pengamatan terhadap suhu menjadi beragam. Salah satu yang menjadi variable amatan adala suhu permukaan. Suhu permukaan dapat didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan yang digambarkan dalam satuan piksel dengan berbagai tipe permukaan. Besarnya suhu permukaan dipengaruhi oleh panjang gelombang (Voogt dan Oke. 2003). Prinsip kerja pengukuran suhu permukaan dengan citra satelit adalah memanfaatkan konsep emisi gelombang elektro magnetik benda yang memiliki keunikan berdasarkan suhu permukaan benda tersebut. . Benda dengan suhu berbeda akan mengemisikan gelombang elektro magnetik maksimum pada kisaran panjang gelombang yang berbeda-beda. Beberapa parameter fisik berperan penting dalam pengukuran suhu permukaan dengan sateli. Parameter-parameter fisik tersebut adalah spectral radiace, bright temperature, emisivitas, dan konduktivitas termal. Spectral radiance merupakan radiansi per unit interval panjang gelombang ketika panjang gelombang sama dengan . Menurut Gueymard C A (2004), Spectral radiance ] dapat dirumuskan dengan persamaan [ Satuan dari spectral radiance adalah Wm-2. Paremeter kedua yaitu bright temperature atau temperature brightness, yaitu perhitungan dari intensitas radiasi termal yang diemisikan oleh suatu objek. Menurut Gueymard C A (2004), nilai brightness temperature didapat dari hasil konversi spectral radiance menggunakan persamaan Planck sebagai berikut, dimana TB= suhu kecerahan (K), K_1= 666.09 Wm-2 sr-1 m-1 (

)

(LANDSAT ETM+), K_1= 607.76 Wm-2 sr-1 m-1 (LANDSAT TM), K_2 = 1282.71 K (LANDSAT ETM+), K_2 = 1260.56 K (LANDSAT TM), L = (17.04/255) W m-2 sr-1 m-1. Landsat 5 Metode yang dilakukan untuk menduga radiasi netto di wilayah Jambi adalah dengan menggunakan data penginderaan jauh dari satelit Landsat 5 TM. Satelit ini termasuk dalam serangkaian misi yang disebut Landsat Program. Landsat merupakan hasil kerja sama antara NASA (National Aeronautics and Space Administration) dengan USGS (U.S. Geological Survey). Data yang

dihasilkan oleh Landsat 5, dikelola oleh suatu lembaga yang bernama USGS's Center for Earth Resources Observation and Science (EROS). Menurut USGS (2013), satelit Landsat 5 diluncurkan pada 1 Maret 1984 dari California. Satelit Landsat 5 dilengkapi dengan 2 instrumen utama yaitu MSS (Multi-Spectral Scanner) dan TM (Thematic Mapper). Kanal (band) yang disediakan pada MSS ada 4, yaitu  Band 4 Visible green (0.5 to 0.6 µm)  Band 5 Visible red (0.6 to 0.7 µm)  Band 6 Near-Infrared (0.7 to 0.8 µm)  Band 7 Near-Infrared (0.8 to 1.1 µm), dengan resolusi spasial 57 x 59 meter. Instrumen TM dilengkapi dengan 7 band, yaitu  Band 1 Visible (0.45 - 0.52 µm)  Band 2 Visible (0.52 - 0.60 µm)  Band 3 Visible (0.63 - 0.69 µm)  Band 4 Near-Infrared (0.76 - 0.90 µm)  Band 5 Near-Infrared (1.55 - 1.75 µm)  Band 6 Thermal (10.40 - 12.50 µm)  Band 7 Mid-Infrared (2.08 - 2.35 µm), dengan resolusi spasial 30 x 30 meter per piksel, dan 120 x 120 meter khusus pada kanal thermal. Landsat 5 berada pada ketinggian 705.3 Km, dengan waktu pengulangan perekaman setiap 16 hari. METODELOGI Alat dan Bahan Alat :

Bahan :

1. Perangkat lunak ER Mapper 7.1 2. Perangkat lunak Arcis 10 1. Citra Landsat 5 TM path/row 125/61 tahun 2009. 2. Citra Landsat 5 TM path/row 125/62 tahun 2009. 3. Citra Landsat 5 TM path/row 126/61 tahun 2009. 4. Citra Landsat 5 TM path/row 126/62 tahun 2009.

Diagram Alir Landsat 5 TM

Gabung band 321

Gabung band 542

Band 6 (Thermal )

Mozaik 4 scene

Mozaik 4 scene

Spectral Radiance

Cropping wilayah Jambi

Cropping wilayah Jambi

Tb

Reclass

Ts

Spectral

Rs Out

Rl Out

Albedo

Rs In Rs Netto

Rn

G

H E

HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen-komponen radiasi matahahari yang menjadi perhatian di bidang meteorology diantaranya adalah fluks bahang tanah (G), fluks bahang terasa (H), dan fluks energy yang terlibat pada proses evapotranspirasi ( E). E sering disebut juga sebagai fluks bahang laten. Wilayah provinsi Jambi pada tulisan ini diklasifikasikan menjadi 3 jenis tutupan lahan, yaitu badan air, kawasan bervegetasi, dan lahan terbangun. 

Fluks Bahang Tanah (G) Komponen pertama dari radiasi netto adalah fluks bahang tanah atau soil heat flux (H). Berikut adalah sebaran nilai fluks bahang tanah (G) di Provinsi Jambi, tahun 2009.

Gambar 1. Sebaran nilai G wilayah Jambi tahun 2009 Berdasarkan gambar 1, sebaran nilai G bervariasi dari 23 Wm-2sampai 104 Wm-2. Daerah berwarna hijau merupakan wilayah yang didominasi oleh badan air dan cagar alam. Rentang nilai G pada kawasan badan air dan cagar alam adalah dari 23 Wm-2 sampai 64 Wm-2. Berdasarkan peta penggunaan lahan yang dikeluarkan oleh Dinas PU Provinsi Jambi (terlampir), daerah berwarna kuning merupakan kawasan yang didominasi vegetasi, beberapa kawasan budidaya lahan kering, serta beberapa kawasan terbangun. Rentang nilai G pada daerah berwarna kuning adalah dari 64 Wm-2 sampai 77 Wm-2. Daerah dengan warna merah merupakan kawasan yang didominasi budidaya lahan kering dan kawasan

terbangun. Rentang nilai G pada daerah berwarna merah adalah dari 77 Wm2 sampai 104 Wm-2. Rentang nilai G tertinggi ada pada jenis tutupan lahan yang berupa lahan kering dan kawasan terbangun. Sedangkan kawasan badan air dan cagar alam memiliki rentang nilai G yang paling rendah dibandingkan dengan jenis tutupan lahan lain. Artinya, kawasan yang tidak tertutupi oleh vegetasi, cenderung memiliki nilai G yang lebih tinggi. Nilai G dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah nilai albedo. Daerah terbangun memiliki nilai albedo yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah bervegetasi. Sedangkan daerah bervegetasi (hutan) memiliki nilai albedo yang lebih rendah dari daerah dengan vegetasi yang minim (lahan kering). Artinya, terdapat kecendurungan dimana semakin tinggi nilai albedo, maka nilai G juga akan tinggi, karena terjadi banyak transfer energy pantulan dari permukaan. 

Fluks Bahang Terasa (H) Komponen kedua dari radiasi netto adalah fluks bahang terasa atau sensible heat flux (H). Berikut adalah sebaran nilai fluks bahang terasa (H) di Provinsi Jambi, tahun 2009.

Gambar 2. Sebaran nilai H wilayah Jambi tahun 2009 Berdasarkan gambar 2, nilai H tahun 2009 di provinsi Jambi menyebar dari 13.56 Wm-2 sampai 487 Wm-2. Daerah berwarna hijau memiliki interval nilai terendah, yaitu dari 13.56 Wm-2 sampai 173 Wm-2. Daerah-daerah tersebut merupakan wilayah dengan kadar air yang tinggi yaitu cagar alam dan kawasan hutan. Secara umum, daerah berwarna hijau merupakan kawasan bervegetasi lebat. Daerah berwarna kuning merupakan kawasan dengan interval nilai H dari 173 Wm-2 sampai 266 Wm-2 . Daerah-daerah berwarna kuning terdiri dari lahan

kering, kawasan terbangun, serta beberapa wilayah bervegetasi. Akan tetapi, proporsi wilayah berwarna kuning hampir merata antara lahan kering, vegetasi, dan kawasan terbangun. Artinya, perbedaan nilai H antara vegetasi, lahan kering, dan kawasan terbangun pada wilayah yang berwarna kuning tidak terlalu jauh. Karakteristik masing-masing tutupan lahan menentukan kisaran nilai H. terdapat vegetasi yang memiliki nilai H yang rendah, namun ada pula kawasan bervegetasi yang memiliki nilai H cukup tinggi. Artinya, jenis vegetasi memiliki dampak terhadap nilai H. Menurut Khomarudin (2005), nilai H pada penggunaan sawah bera dan pemukiman lebih tinggi dibandingkan dengan nilai H di kawasan sawah saat gase vegetatif. Daerah dengan warna merah memiliki interval nilai H yang paling tinggi dibandingkan daerah lain. Interval nilai H pada daerah berwarna merah adalah 266 Wm-2 sampai 487 Wm-2 . Kawasan berwarna merah didominasi oleh kawasan terbangun. 

Energy evapotranspirasi (λE)

Komponen ketiga dari radiasi netto adalah fluks evapotranspirasi, atau biasa debut juga sebagai fluks bahang laten dan dilambangkan dengan E. Berikut adalah sebaran nilai fluks evapotranspirasi ( E) di Provinsi Jambi, tahun 2009.

Gambar 3. Sebaran nilai E wilayah Jambi tahun 200λ Nilai E di provinsi Jambi pada tahun 200λ berada pada interval 2λ Wm-2 sampai 918 Wm-2. Daerah berwarna hijau merupakan area dengan nilai E

terendah, yaitu dari 29 Wm-2 sampai 474 Wm-2. Area berwarna hijau didominasi oleh kawasan terbangun, serta lahan kering. Kawasan dengan warna kuning memiliki variasi nilai E dari 474 Wm-2 sampai 661 Wm-2. Berdasarkan peta penggunaan lahan dari Dinas PU Jambi (terlampir), penggunaan lahan di kawasan tersebut didominasi oleh hutan lindung dan hutan produksi. Secara umum, kawasan berwarna kuning didominasi oleh jenis tutupan lahan berupa vegetasi, walaupun terdapat pula beberapa bagian yang berupa lahan kering dan sedikit kawasan terbangun. Daerah berwarna merah merupakan wilayah dengan nilai E tertinggi, yaitu dari rentang 661 Wm-2 sampai 918 Wm-2. Daerah berwarna merah didominasi oleh wilayah cagar alam dan badan air. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa nilai E terbesar berada di kawasan badan air. Hal ini berkaitan dengan proses evaporasi yang terjadi di kawasan badan air. Fluks panas laten ( E) adalah energi panas yang menyertai proses perubahan fase. Fluks panas laten mempengaruhi proses penguapan air (evaporasi) serta transpirasi pada vegetasi, sehingga panas laten juga disebut energi evapotranspirasi (Heitman J L et al. 2010). Nilai E yang dihasilkan pada kawasan berwarna merah (cagar alam dan badan air) mengalami over estimasi, terutama pada nilai maksimalnya. Nilai 918 Wm-2 terlalu besar. Menurut Santanello, Joseph A., Mark A. Friedl. (2003), nilai radiasi netto hanya berada pada kisaran 480.3±61.8 Wm-2. Artinya, terjadi kesalahan over estimasi dari hasil pengolahan data citra. Apabila nilai radiasi netto 480.3±61.8 Wm-2 , maka nilai E harusnya lebih kecil dari nilai tersebut. Kesalahan ini dapat terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya adalah kesalahan pada saat koreksi radiometric.

Radiasi Netto (Rn) Radiasi netto merupakan fungsi penjumlahan dari G, H, dan E. Berikut adalah peta sebaran nilai Rn di provinsi Jambi pada tahun 2009.

Gambar 4. Sebaran nilai Rn wilayah Jambi tahun 2009 Sebaran nilai Rn di provinsi Jambi pada tahun 2009 adalah dari 84 Wm-2 sampai 919 Wm-2. Wilayah dengan warna hijau merupakan wilayah dengan rentang nilai Rn paling rendah, yaitu dari 84 Wm-2 sampai 458 Wm-2. Kawasan tersebut didominasi oleh daerah terbangun. Daerah berwarna kuning memiliki nilai Rn pada kisaran dari 458 Wm-2 sampai 817 Wm-2. Penggunaan lahan di daerah berwarna kuning didominas oleh hutan lindung dan hutan produksi. Terdapat pula beberapa bagian yang merupakan kawasan pemukiman. Area berwarna merah memiliki rentang nilai Rn tertinggi, yaitu dari 817 Wm-2 sampai 919 Wm-2. Area dengan warna merah merupakan kawasan cagar alam dan badan air, serta sebagian hutan lindung. Berdasarkan gambar 4, pola yang terbentuk adalah kawasan terbangun memiliki nilai Rn yang paling rendah. Sedangkan kawasan cagar alam dan badan air memiliki nilai Rn tertinggi. Wilayah bervegetasi memiliki nilai Rn diantara kawasan terbangun dan badan air. Menurut Siallagan (2011), nilai Rn dipengaruhi oleh emisivitas dari masing-masing tutupan lahan. Pola yang umum terbentuk biasanya adalah semakin tinggi albedo dan suhu permukaan, maka nilai Rn akan semakin rendah (Khomarudin 2005). Menurut Akbari (2008), Nilai albedo untuk

vegetasi berdaun lebar adalah 0.15 sampai 0. 18. Nilai albedo rumput adalah 0.25, sedangkan daerah terbangun memiliki albedo 0.55. Sedangkan nilai albedo air bernilai dibawah 0.1 (Ahrens 2006). Lahan terbangun dengan nilai albedo tertinggi, memiliki nilai Rn terendah dibandingkan dengan jenis tutupan lahan lain. sedangkan air dengan nilai albedo terendah, memiliki nilai Rn tertinggi. 

Suhu permukaan (Ts)

Salah satu bentuk representasi dari radiasi matahari yang dapat langsung dirasakan oleh manusia adalah suhu. Pada tulisan ini, konteks suhu yang dimaksud adalah suhu permukaan. Berikut adalah sebaran suhu permukaan (Ts) di Provinsi Jambi, tahun 2009.

Gambar 5. Sebaran nilai Rn wilayah Jambi tahun 2009 Berdasarkan gambar 5, nilai suhu permukaan di provinsi Jambi pada tahun 2009 berkisar dari 10.810C sampai 42.870C. Daerah berwarna hijau merupakan daerah dengan Ts terendah, yaitu berkisan antara 10.810C sampai 20.810C. Daerah tersebut didominasi oleh hutan lindung dan sempedan sungai. Daerah berwarna kuning memiliki kisaran Ts dari 20.810C sampai 30.810C. Daerah berwarna kuning didominasi oleh lahan kering, namun terdapat pula hutan dan cagar alam, serta beberapa wilayah terbangun. Kisaran Ts tertinggi ada di area dengan warna merah. Kisaran nilai Ts pada wilayah berwarna merah adalah dari 30.810C sampai 42.870C. Wilayah ini didominasi oleh kawasan terbangun.

Nilai Ts dipengaruhi oleh e...


Similar Free PDFs