Faktor Penghambat Demokrasi di Indonesia DOCX

Title Faktor Penghambat Demokrasi di Indonesia
Author Alfiyan N P Pikoli
Pages 1
File Size 24.6 KB
File Type DOCX
Total Downloads 61
Total Views 85

Summary

Faktor Penghambat Demokrasi di Indonesia 1. Tingkat pendidikan yang masih kurang dalam memahami kedisiplinan dalam bermasyarakat dan musyawarah. Masih kurangnya pendidikan umum yang cukup bermutu yang dapat menimbulkan pandangan yang lebih luas tentang kehidupan serta kesadaran tentang disiplin. Kar...


Description

Faktor Penghambat Demokrasi di Indonesia 1. Tingkat pendidikan yang masih kurang dalam memahami kedisiplinan dalam bermasyarakat dan musyawarah. Masih kurangnya pendidikan umum yang cukup bermutu yang dapat menimbulkan pandangan yang lebih luas tentang kehidupan serta kesadaran tentang disiplin. Karena pandangan kurang luas maka orang cenderung untuk memperhatikan dirinya dan kepentingannya sendiri dan kelompoknya. Hal ini mempersulit timbulnya sifat untuk menghargai perbedaan dan pendapat orang lain, terutama dari kelompok lain. Sedangkan masih lemahnya disiplin menyebabkan hukum kurang berjalan dalam masyarakat. Orang sadar akan keadilan, tetapi lebih diorientasikan kepada dirinya dan kelompoknya dan kurang kepada kepentingan umum. 2. Rendahnya tingkat kesadaran akan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kesadaran hukum di masyarakat terhadap pancasila, UUD 1945 dan perundang undangan masih belum merata dan menyeluruh, sehingga terdapat penyalahgunaan wewenang atau dapat di sebut main hakim sendiri. Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi Negara demokrasi seperti Indonesia yang mengedepankan Pancasila sebagai falsafah hidup warga Negara. Nilai dan tata hukum yang absurd dan abstrak mencederai arah pemahaman pada tataran masyarakat bawah. Masyarakat menjadi tumbal atas gagalnya sebuah demokrasi, tidak dapat dipungkiri peran kalangan elit pun patut dipertanyakan sebagai wadah penyalur aspirasi dan pemberi informasi. Proses penyampaian yang menjembatani kalangan elit dan rakyat bawah seakan rapuh akhirnya demokrasi menjadi raga tak bernyawa. Demikian pula di kalangan elit, bahasa yurisprudensi dalam partai politik seakan menjadi ocehan tabu dalam kertas-kertas partai. Konstitusi partai takluk pada kepentingan orang tertentu dalam internal partai. Konflik di internal partai politik belakangan adalah etalase yang mempertontonkan tentang tidak dipatuhinya mekanisme internal dalam bentuk AD/ART. Orang-orang partai terfragmentasi ke dalam berbagai kelompok yang hanya berorientasi kekuasaan. AD/ART sebagai konstitusi partai tak lebih hanya sebuah aksesori dan pajangan belaka. Bahkan, jika ditelusuri, turbulensi kepartaian banyak berawal dari rapuhnya manajemen kepartaian. Parpol sebagai institusi publik kerap tersandera kepentingan privat segelintir orang. Padahal jelas, parpol bukan bisnis perorangan, tapi public enterprise. Karena itu, manajemen kepartaian harus taat pada aturan main dan tak boleh dibiarkan takluk pada kepentingan orang perorang. Ketundukan semua pengurus partai pada aturan main dan pengukuhan partai sebagai lembaga publik adalah niscaya. 3. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang relatif rendah. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam arena pertarungan seperti Indonesia banyak yang saling beradu, berkompetisi mendapatkan apa yang diinginkan. Mereka yang lapar menjadi tameng akan prinsip kejayaan yang dicoba ditawarkan. Kalangan elit tentu saja...


Similar Free PDFs