Farmakokinetik Farmasi UNPAD_ADME.pdf PDF

Title Farmakokinetik Farmasi UNPAD_ADME.pdf
Author Iman Firmansyah
Pages 45
File Size 2.9 MB
File Type PDF
Total Downloads 17
Total Views 94

Summary

FISIOLOGI ABSORPSI, DISTRIBUSI, METABOLISME, DAN EKSKRESI (Disusun Untuk memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmakokinetik ) Disusun oleh: IMAN FIRMANSYAH 260110130044 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016 1. Absorpsi Absorbsi secara klasik didefinisikan sebagai suatu fenomena ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Farmakokinetik Farmasi UNPAD_ADME.pdf Iman Firmansyah

Related papers T OKSIKOLOGI UMUM FA 324620 Rest ia Dora

Buku-Ajar-Toksikologi-Umum Muhammad Zulfikar ADME dian krist ina

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

FISIOLOGI ABSORPSI, DISTRIBUSI, METABOLISME, DAN EKSKRESI

(Disusun Untuk memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmakokinetik )

Disusun oleh: IMAN FIRMANSYAH 260110130044

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016

1. Absorpsi Absorbsi

secara

klasik

didefinisikan

sebagai

suatu

fenomena

yang

memungkinkan suatu zat aktif melalui jalur pemberian obat melalui sistem peredaran darah, dan penyerapan obat terjadi secara langsung dengan mekanis me perlintasan membran. Fenomena ini bukan satu-satunya faktor penentu masuknya zat aktif kedalam tubuh, pentingnya juga memperhatikan bentuk sediaan, perlunya zat aktif yang berada dalam bentuk yang sesuai agar dapat menembus membran dan pentingnya kelarutan atau keterlarutan zat aktif padat. Jadi kelarutan merupakan faktor yang dapat mengubah pH ditempat penyerapan serta konsentrasi zat aktif juga merupakan faktor penentu laju penyerapan ( Leon Sharger dan Andew B, 2005). a. Rute Pemberian Obat Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, enteral dan parenteral. Beberapa rute pemberian obat lain selain parenteral dan ental ialah inhalas i, transdermal (perkutan) atau intranasal untuk absorpsi sistemik. Ketersediaan sistemik dan mula kerja obat dipengaruhi oleh aliran darah ke site pemakaian, karakteristik fisiko kimia obat dan produk obat, dan kondisi patofisiologi pada site absorpsi. Rute pemberian obat ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Beberapa obat tidak diberikan secara oral karena ketidakstabilan obat dalam saluran cerna atau peruraian obat oleh enzim pencernaan dalam usus. Absorpsi obat setelah injeksi subkutan lebih lambat dibanding injeksi intravena. Apabila suatu obat diberikan melalui rute pemberian ekstravaskuler seperti oral, topikal, intranasal, inhalasi dan rektal, maka obat pertama harus diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik dan kemudian berdifusi atau ditranspor ke site aksi sebelum menghasilkan aktivitas biologis atau teurapetik. Prinsip umum dan kinetika absorpsi dari site ekstravaskuler tersebut mengikuti prinsip yang sama seperti dosis oral, walau fisiologis site pemakaian berbeda (Shargel,2012).

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

1

b. Sifat Membran Sel Untuk absorpsi obat sistemik, obat harus melintasi epitel entestinal melalui atau antar sel epitel untuk mencapai sirkulasi sistemik. Permeabilitas suatu obat pada site absorpsi ke daam sirkulasi sistemik berkait dengan struktur molekul obat dan sifat fisik dan biokimia membran sel. Sekali obat dalam plasma, obat harus melintasi membran biologis untuk mencapai site aksi. Oleh karena itu, membran

biologis

bertindak

sebagai

sawar

untuk

pelepasan

obat

(Shargel,2012). Absorpsi transeluler merupakan suatu proses pergerakan obat melinta s i suatu sel. Beberapa molekul obat yang tidak mampu melintasi membran sel, tetapi bisa melewati celah antarsel dikenal dengan absorpsi obat paraseluler. Beberapa obat kemungkinan diabsorbsi melalui mekanisme campuran yang melibatkan suatu atau lebih proses (Shargel,2012). Membran merupakan struktur utama dalam sel, mengelilingi keseluruha n sel dan bertindak sebagai pembatas antara sel dan cairan interstisial. Secara fungsional, membran sel merupakan partisi semipermeabel yang bertindak sebagai sawar selektif untuk lintasan molekul. Pergerakan transmembran obat dipengaruhi oleh komposisi dan struktur membran plasma. Membran sel terutama tersusun dari fosfolipid dalam bentuk dua lapis yang terpisahkan dengan gugus karbohidrat dan protein. Ada teori yang menjelaskan bahwa obat larut lemak cenderung lebih mudah untuk penetrasi ke membran daripada molekul polar (Shargel,2012). c. Perjalanan Obat Melintasi Membran Sel Perjalanan obat dalam melewati membran sel memiliki bebrapa cara di antaranya ada difusi pasif, transport yang dipelantarai pembawa yang terdiri dari transport aktif, difusi yang terfasilitasi dan transpor intestinal yang diperantarai pembawa yang di uraikan dalam tahapan berikut.

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

2

 Difusi Pasif Secara teoritis, obat lipofilik dapat melintasi sel atau mengelilinginya. Jika obat memiliki berat molekul rendah dan lipofilik, lipid membran sel bukan merupakan sawar untuk difusi dan absorpsi obat. Difusi pasif merupakan proses dimana molekul berdifusi secara spontan dari suatu daerah konsentrasi tinggi ke suatu daerah konsentrasi rendah. Disebut pasif karena tidak ada energi eksternal yang dikeluarkan (Shargel,2012). Difusi pasif merupakan proses absorpsi utama untuk sebagian obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah konsentrasi obat yang lebih tinggi pada sisi mukosa dibandingkan dalam darah. Menurut hukum Fick, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju difusi pasif obat seperti derajat kelarutan obat dalam lemak, koefisien partisi, K, dimana obat yang lebih larut lemak akan memiliki nilai K yang lebih besar. Luas permukaan membran juga mempengaruhi laju absorpsi obat (Shargel,2012). Disamping berdifusi ke dalam sel, obat juga berdifusi ke dalam ruang sekitar sel sebagai suatu mekanisme absorpsi. Pada difusi paraseluler, molekul obar dengan BM lebih kecil dari 500 berdifusi ke dalam penghubung yang ketat atau ruang antar sel epitelial usus (Shargel,2012).  Transport yang Diperantarai Pembawa Suatu obat lipofilik dapat melintasi sel dan ke sekitarnya. Jika obat mempunyai berat molekul rendah dan lipofilik, membran sel lipid bukan merupakan penghalang difusi dan absorpsi. Dalam usus, obat dan molekul lain dapat melintasi sel epitel usus dengan mekanisme difusi atay diperantarai pembawa. Sejumlah sistem transpor yang diperantarai pembawa khusus adadi dalam tuuh, terutama dalam usus untuk absorpsi ion dan nutrien yang diperlukan tubuh (Shargel,2012).

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

3



Transpor Aktif Transpor aktif merupakan proses transmembran yang diperantarai oleh pembawa yang memainkan peran penting dalam sekresi ginjal dan bilier dari berbagai obat dan metabolit. Beberapa obat yang tidak larut lemak yang menyerupai metabolit fisiologi alami diabsorpsi dari saluran cerna dari proses ini. transpor aktif ditandai dengan transpor obat melawan perbedaan konsentrasi dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Oleh karena itu, sistem ini merupakan suatu sistem yang memerlukan energi. Transpor aktif merupakan proses khusus yang memerlukan pembawa yang mengikat obat membentuk kompleks obat-pembawa yang membawa obat lewat membran dan kemudian melepaskan obat disisi lain dari membran. Obat yang diabsorpsi yang diperantarai pembawa, laju absorbsi obat meningkat dengan konsentrasi obat sampai molekul pembawa menjadi jenuh sempurna. Pada konsentrasi obat yang lebih tinggi, laju absorbsi obat konstran atau orde nol (Shargel,2012).



Difusi yang Terfasilitasi Merupakan sistem transpor yang diperantarai pembawa, berbeda dengan transpor aktif, obat bergerak oleh karena perbedaan konsentrasi yaitu bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Sistem ini tidak memerlukan energi, namun karena diperantarai pembawa, maka sistem dapat jenuh dan secara struktur selektif bagi obat tertentu dan memperlihatkan kinetika persaingan bagi obat-obat dengan struktur serupa (Shargel,2012).



Transpor Intestinal yang Diperantarai Pembawa Beberapa obat di absorpsi melalui pembawa ini karena kesamaan struktur dengan substrat alami menurut Shargel, 2012:

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

4

1. Transpor Vesikuler Merupakan proses pencaplokan partikel atau bahan terlarut oleh sel. Pinositosis dan fagositosis merupakan bentuk transpor vesikule r yang berbeda dari tipe materi yang dicerna. Transpor vesikuler ini merupakan proses yang diusulkan untuk absorpsi daru vaksin sabin polio yang diberikan secara peroral dan berbagai molekul protein yang besar. 2. Transpor Lewat Pori (Konvektif) Molekul yang sangat kecil dapat melintasi membran secara cepat, jika membran mempunyai celah atau pori. Walau pori tersebut tidak teramati secara langsung dengan mikroskop, model permeasi obat melalui pori yang bersifat aqueous digunakan untuk menjelaska n eksresi obat lewat ginjal dan pengambilan obat ke dalam hati. Molekul-molekul kecil bergerak melewati kanal dengan difusi yang lebih cepat dibandingkan pada bagian membran. 3. Pembentukan Pasangan Ion Obat elektrolit kuat merupakan molekul terion dan bermuatan. Obat elektrolit kuat mempertahankan muatannyapada semua nilai pH fisiologis

dan penembusan

membran

rendah. Bila obat terion

dihubungkan dengan suatu ion dengan muatan berlawanan, terbentuk pasangan ion dengan keseluruhan muatan pasangan adalah netral. Komplek netral ini berdifusi dengan lebih mudah lewat membran.

d. Absorpsi Obat Oral Rute absorpsi obat secara oral merupakan rute paling lazim dan populer dari pendosisan obat. Karena obat dapat absorbsi dengan mudah bila dilakukan secara oral. Ada beberapa faktor penunjangp pada bentuk pembuatan obat oral salah satunya bentuk sediaan obat harus di rancang untuk mempertimbangka n rentang pH yang ekstrem, ada atau tidak adanya makanan, degradasi enzim,

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

5

perbedaan permeabilitas obat dalam darah yang berbeda dalam usus, dan motilitas saluran cerna.  Pertimbangan Anatomis dan Fisiologis Proses fisiologis pada saluran cerna dapat dipengaruhi oleh diet, kandungan saluran cerna, hormon, sistem saraf viseral, penyakit dan obat-obat. Proses fisiologi utama yang terjadi dalam sistem GI adalah sekresi, pencernaan dan absorpsi. Proses absorpsi adalah masukan unsur dari lumen ke usus ke dalam tubuh (Shargel,2012). Obat-obat yang diberikan secara oral melintasi berbagai bagian saluran enteral yang meliputi rongga mulut, esofagus, lambung, duodenum, jejunum, ileum, kolon dan akhirnya keluar dari tubuh melalui anus. Total waktu transit yang meliputi pengosongan lambung, transit usus halus dan transit kolonik yaitu 0,4 sampai 5 hari (Kirwan dan Smith, 1974). Bagian terpenting dalam absorpsi adalah usus halus. Waktu transit dalam usus halus untuk sebagian besar subjek sehat berentang dari 3 sampai 4 jam (Shargel,2012).  Absorbsi Obat dalam Saluran Cerna Obat kemungkinan diabsorbsi melalui difusi pasif dari semua bagian saluran cerna meliputi absorpsi sublingual, bukal, GI dan rektal. Untuk sebagian besar obat, site optimul untuk absorbsi obat setelah pemakaian oral adalah bagian atas usus halus atau daerah duodenum. Anatomi duodenum yang khas memberi luas permukaan yang besar dari duodenum disebabkan adanya lipatan-lipatan pada membran mukosa yang merupakan tonjolan-tonjolan kecil yang dikenal dengan vili. Selanjutnya bagian duodenum mengalami perfusi tinggi dengan jaringan kapiler, yang membantu mempertahankan suatu perbedaan konsentrasi dari lumen usus dan sirkulasi plasma (Shargel,2012).

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

6



Motilitas Gastrointestinal Motilitas GI cenderung memindahkan obat sepanjang jalur cerna, sehingga obat tidak tinggal pada site absorpsi. Waktu transit obat dalam saluran cerna bergantung pada sifat fisikokimia dan farmakologis obat, tipe bentuk sediaan, dan berbagai faktor fisiologis (Shargel,2012).



Waktu Pengosongan Lambung Secara anatomis, obat yang ditelan akan mencapai lambung secara cepat. Selanjutnya lambung mengosongkan isinya ke dalam usus halus. Oleh karena itu duodenum mempunyai kapasitas terbesar untuk absorpsi obat dari saluran cerna. Suatu penundaan dalam proses pengosongan lambung akan memperlambat proses absorpsi obat dan memperpanja ng waktu mulai kerja obat.

Beberapa faktor yang menunda pengosongan lambung meliputi konsumsi makanan tinggi lemak, minuman dingin dan obat antikolinergik (Burks dkk., 1985). 

Motilitas Intestinal Pergerakan peristaltik normal mencampur kandungan duodenum, membawa partikel obat kontak dengan sel mukosa usus. Obat haru memiliki cukup waktu tinggal pada site absorbsi untuk proses absorbsi optimum. Jika motilitas tinggi pada saluran intestinal seperti saat diare, obat mempunya waktu tinggal yang sangat singkat dan sedikit kesempatan untuk absorbsi yang memadai (Shargel,2012).



Perfusi Saluran Cerna Aliran darah ke saluran cerna merupakan hal penting untuk membawa obat ke sirkulasi sistemik dan kemusia ke tempat kerja. Segera setelah obat di absorpsi dari usus halus, obat masuk melalui pembuluh mesenterika

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

7

menuju vena prota hepatika dan liver sebelum mencapai sirkulasi sistemik (Shargel,2012). 

Pengaruh Makanan pada Absorpsi Obat dari Saluran Cerna Adanya

makanan

bioavailabilitas

dalam

saluran

cerna

dapat mempengar uhi

obat dari suatu produk obat oral. Makanan yang

mengandung asam amino, asam lemak dan berbagai nutrien kemungkina n mempengaruhi pH usus dan kelarutan obat. Beberapa pengaruh makanan pada bioavailabilitas suatu obat dari produk obat meluputi : 1) Penundaan pengosongan lambung 2) Perangsangan aliran empedu 3) Perubahan pH saluran cerna 4) Peningkatan aliran darah 5) Perubahan metabolisme luminan dari senyawa obat 6) Interaksi fisika atau kimia makanan dengan produk obat atau senyawa obat. Waktu pemberian obat berkait dengan makan sangat penting, karena makanan berlemak dapat menunda waktu pengosongan lambbung diatas 2 jam. Produk yang digunakan utnuk mengendalikan asam lambung biasanya digunakan sebelum makan, untuk mengantisipasi rangsangan sekresi asam lambung oleh makanan (Shargel,2012). 

Fenomena Dua Puncak Fenomena dua puncak berhubungan dengan perbedaan dalam pengosongan lambung dan laju alir intestinal selama proses absorpsi setelah dosis tunggal. Integritas obat juga merupakan faktor dalam fenomena dua puncak.

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

8

e. Pengaruh Penyakit pada Absorpsi Obat Absorpsi

obat dapat

dipengaruhi

oleh

beberapa

penyakit

yang

menyebabkan perubahan pada alirah darah intestinal, waktu pengosongan lambung, motilitas saluran cerna dan perubahan pada hal lainnya. Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi absorbsi yaitu : 1) Pasien akhloridria

tidak mempunyai

produksi asam lambung

yang

memadai. Kekurangan produksi asam lambung menyebabkan obat bersifat basa lemah tidak dapat membentuk garam larut dan tetap di dalam lamb ung dan tidak di absorpsi. 2) Pasien dengan penyakit parkinson mengalami kesulitan menelan dan sangan menurunkan motilitas pencernaan. 3) Pasien dengan antidepresan trisiklik penurunan motilitas

dan obat antipsikotik

megalami

saluran cerna atau bahkan obstruksi intestina l.

Penundaan absorpsi obat terjadi terutama pada produk lepas-lambat. 4) Pasien dengan gagal jantung kongestif mengalami penurunan aliran darah dan mengalami edema pada dinding perut. Selain itu motilitas intestina l lambat. Penurunan aliran darah ke usus dan penurunan motilitas intestina l mengakibatkan penurunan absorbsi obat (Shargel,2012). 2. Distribusi Distribusi obat adalah proses-proses yang berhubungan dengan transfer senyawa obat dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam tubuh. Setelah melalui proses absorpsi, senyawa obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulas i darah. Molekul obat dibawa oleh darah ke satu target (reseptor) untuk aksi obat dan ke jaringan lain (non-reseptor), di mana dapat terjadi efek samping yang merugika n. Cairan tubuh total berkisar antara 50-70% dari berat badan. Cairan tubuh dapat dibagi menjadi: 1. Cairan ekstraseluler, yang terdiri atas plasma darah (4,5% dari berat badan), cairan interstisial (16%) dan limfe (1-2%).

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

9

2. Cairan intraseluler (30-40% dari berat badan), yang merupakan jumlah cairan dalam seluruh sel-sel tubuh. 3. Cairan transeluler (2,5%), yang meliputi cairan serebrospinalis, intraokule r, peritoneal, pleura, sinovial dan sekresi alat cerna. Pada umumnya molekul obat berdifusi secara cepat melalui jaringan kapiler halus ke ruang jaringan yang terisi cairan interstisial. Cairan interstisial plus cairan plasma disebut cairan ekstraseluler (berada di luar sel). Selanjutnya dari cairan interstinal, molekul obat berdifusi melintasi membran sel ke dalam sitoplas ma (Shargel et al., 2012). Membran sel tersusun atas protein dan dua lapis fosfolipid, yang bertindak sebagai sawar lemak untuk ambilan obat. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam sel, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas, terutama di cairan ekstra sel. Obat yang tidak larut dalam lemak tersebut bersifat polar sehingga akan terikat pada protein plasma (albumin) dan membentuk kompleks obat-protein yang terlalu besar untuk berdifusi melintasi membran sel (Katzung, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh adalah: 1.

Perfusi darah melalui jaringan Obat dibawa ke seluruh jaringan tubuh oleh aliran darah sehingga semakin cepat obat mencapai jaringan, semakin cepat pula obat terdistribusi ke dalam jaringan. Kadar obat dalam jaringan akan meningkat sampai akhirnya terjadi keadaan yang disebut keadaan mantap (steady state). Kecepatan distribusi obat masuk ke jaringan sama dengan kecepatan distribusi obat keluar dari jaringan tersebut. Pada keadaan ini, perbandingan kadar obat dalam jaringan dengan kadar obat dalam darah menjadi konstan dan keadaan ini disebut keseimbanga n distribusi. Oleh karena itu, pada jaringan tubuh yang mendapat suplai darah relatif paling banyak dibandingkan ukurannya akan menyebabkan terjadinya

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

10

keseimbangan distribusi yang paling

cepat (Staf Pengajar Departemen

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008). Tabel 1. Besarnya aliran darah ke berbagai jaringan tubuh pada seseorang dengan berat badan 70 kg (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008). Jaringan/organ

Aliran darah (perfussion rate)

tubuh

(mL/menit/mL jaringan)

Paru-paru

10 (mewakili seluruh curah jantung)

Ginjal

4

Hati

0,8

Jantung

0,6

Otak

0,5

Lemak

0,03

Otot (istirahat)

0,025

Tulang

0,02

Distribusi obat dibedakan atas dua fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh, yaitu: a. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak (waktu distribusi kurang dari 2 menit). b. Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot,

FARMAKOKINETIK FARMASI UNPAD

11

visera, kulit dan jaringan lemak (waktu distribusi 2-4 jam) (Shargel et al.,2012). Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi yang tinggi adalah yang terjadi pada daerah paru-paru, hati, ginjal, jantung, otak dan daerah yang perfusinya rendah adalah lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada otot dan kulit merupakan perfusi sedang. Perubahan dalam ali...


Similar Free PDFs