Gender & Budaya Patriarki.pdf PDF

Title Gender & Budaya Patriarki.pdf
Author Lusi Agustianti
Pages 15
File Size 227.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 217
Total Views 452

Summary

Untuk referensi lainnya, kunjungi https://sgd.academia.edu/lusiagustianti MAKALAH GENDER DAN BUDAYA Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Sosiologi Budaya Dosen Pengampu: Kustana. M,Si. Disusun oleh: Sosiologi C Lusi Agustianti NIM. 1168030111 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SO...


Description

Untuk referensi lainnya, kunjungi https://sgd.academia.edu/lusiagustianti

MAKALAH GENDER DAN BUDAYA Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Sosiologi Budaya Dosen Pengampu: Kustana. M,Si.

Disusun oleh: Sosiologi C Lusi Agustianti NIM. 1168030111

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2018

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Dengan menyebut nama Allah Subhanahu wata’ala yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Makalah Mata Kuliah Sosiologi Budaya dengan judul “Gender dan Budaya”. Tak lupa serta sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam beserta keluarganya, sahabatnya dan sampai kepada kita selaku umatnya. Makalah ini telah penulis susun dengan bantuan dari berbagai pihak dan berbagai sumber bacaan. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan para pembaca. Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu sangat diperlukan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah-makalah selanjutnya.

Bandung,

Mei 2018

Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1 A. Latar Belakang............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................2 A. Konsep Gender.............................................................................................................2 B. Definisi Kebudayaan.................................................................................................... 4 C. Budaya Mewariskan Ketidakadilan Gender.................................................................5 D. Budaya Patriarki...........................................................................................................7 E. Masalah Sosial Budaya Patriarki..................................................................................8

BAB III PENUTUP..........................................................................................................11 A. Kesimpulan.................................................................................................................. 11 B. Saran.............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 12

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam hidup bermasyarakat, kita diatur secara langsung atau tidak langsung oleh nilai-nilai dan norma-norma yang ada dan berlaku dimasyarakat. Untuk dapat bersatu dengan masyarakat dan lingkungannya, kita perlu memperhatikan aspek-aspek penting yang dianggap berarti bagi mereka, sehingga kita dapat melakukan adapatasi dengan baik. Namun, terkadang beberapa masyarakat tidak melakukan penyesuaian dengan lingkungan barunya, sehingga tidak jarang seseorang menemukan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan harapannya. Adaptasi dengan lingkungan biasanya disesuaikan dengan aspek budayanya. Hal ini karena akan berbeda antara budaya satu dengan budaya lainnya. Selain itu juga akan berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Didaerah atau budaya lain, mungkin kita akan menganggap suatu hal atau fenomena adalah lazim atau biasa, tetapi bisa jadi berbeda dengan daerah atau budaya lainnya yang menganggap beberapa hal sebagai sesuatu yang tidak biasa. Salah satu contoh tersebut kebudayaan patriarki. Dijaman yang modern seperti ini, kebebasan dan hak perempuan terjun kedalam ranah ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya adalah hal yang sudah biasa dan banyak dilakukan banyak perempuan. Namun berbeda dengan masyarakat yang masih tradisional. Perempuan dalam budaya patriarki biasanya tidak dijinkan untuk meiliki akses pada bidang-bidang tersebut. Hal ini karena pandangan budaya yang men-setting mereka untuk hanya bekerja pada ranah domestik saja atau urusan rumah tangga. Namun biasanya budaya konservatif seperti itu selalu memiliki dampak berupa masalah sosial, terutama bagi kaum perempuan. Berangkat dari masalah tersebut, maka dalam makalah ini akan dijelaskan

bagaimana

kebudayaan

dapat

masyarakat.

1

mempengaruhi

gender

dalam

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Gender a.

Definisi Gender Gender merupakan bangunan sosial dan kultural yang pada akhirnya

membedakan antara karakteristik masukulin dan feminim.1 Sedangkan dalam pengertian lain, gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa.2 Definisi

lain

mengatakan

bahwa

gender

adalah

hasil

dari

perbedaan-perbedaan peran yang dimainkan oleh pria dan wanita didalam berbagai keadaan institusional. Yang dilihat sebagai faktor penentu perbedaan ialah pembagian pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang mengaitkan wanita dengan fungsi-fungsi istri, ibu dan pekerja rumah tangga; dengan lingkungan privat dirumah dan keluarga; dan dengan demikian serangkaian peristiwa dan pengalaman seumur hidup yang sangat berbeda dengan pria.3 Masukulin dan feminim sebenarnya bersifat relatif, tergantung pada konteks sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Ciri-ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya, ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ketempat lain maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas lain.4 1

Partini, Bias Gender dalam Birokrasi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), h. 17. Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajat, 2013), h. 8. 3 George Ritzer, Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), h. 790. 4 Mansour Fakih, Op. Cit., h. 9. 2

2

Ideologi gender merupakan ideologi yang mengotak-ngotak peran dan posisi ideal perempuan didalam rumah tangga dan masyarakat. Peran ideal inilah yang akhirnya menjadi sesuatu yang baku dan stereotipe. Ideologi gender sering kali memojokan kaum perempuan kedalam sifat feminim, yaitu karakteristik kepantasan yang dianggap sesuai dengan keperempuanannya. Karakteristik kepantasan yang berlaku didalam masyarakat, dan yang semakin baku ini berkaitan erat dengan kebudayaan setiap daerah, karena gender yang berlaku didalam suatu masyarakat ditentukan oleh pandangan masyarakat yang bersangkutan.5

b. Proses Perbedaan Gender Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadai dalam proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial dan kultural, melalui ajaran keagamaan ataupu negara. Melalui proses yang panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan, seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi. Sehingga perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan. Proses sosialisasi berlangsung secara mapan dan lama. Seorang ahli Indonesia, Budiman, membahas hubungan antara faktor-faktor biologis dan sosio-kultural dalam proses pembentukan perbedaan seksual laki-laki dan perempuan, yang mengakibatkan terjadinya pembagian kerja secara seksual. Dalam pejelasannya, Budiman menunjukan bahwa dalam masyarakat masa kini, seperti halnya masyarakat Indonesia, kehidupan perempuan berputar disekitar rumah tangga. Tujuan perempuan seakan-akan hanyalah untuk menikah dan membentuk keluarga. Sesudah menikah, hampir seluruh hidupnya dilewatkan dalam rumah tangga. Dalam keadaan seperti ini, perempuan tergantung pada laki-laki secara ekonomis, 5

Partini, Op. Cit., h. 17-18.

3

karena pekerjaan yang dilakukan dalam rumah tangga tidak menghasilkan uang. Bahkan ini berarti bahwa perempuan juga tergantung secara sosial dan psikologis.

B. Definisi Kebudayaan Seorang tokoh Antropologi bernama E. B Taylor memberikan definisi kebudayaan. Ia mengatakan bahwa kebudayaan adalah kompleks mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semua yang didapat dan dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif.6 Kebudayaan diciptakan oleh manusia, rasa yang meliputi jiwa manusia selalu mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam artian luas yang seluruh aspek dari ekspresi manusia. Manusia mempunyai dua segi dalam menciptakan kebudayaan yaitu segi materil dan segi spiritual. Segi materil yaitu segala yang berhubungan dengan karya, seperti kemampuan untuk menghasilkan karya-karya yang berwujud benda. Sedangkan segi spiritual adalah hasil cipta yang mengandung ilmu pengetahuan, karsa yang menghasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, keseopanan dan hukum serta karsa yang menghasilkan keindahan.7 Karsa masyarakat, seperti mewujudkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Karsa merupakan daya upaya manusia untuk melindungi diri terhadap kekuatan-kekuatan lain yang ada didalam masyarakat. Kekuatan yang tersembunyi dalam masyarakat tidak selamanya baik, tetapi juga terdapat hal-hal buruk atau negatif. Maka untuk melawan kekuatan buruk tersebut, manusia terpaksa melindungi diri dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang pada 6

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 188-189. 7 Ibid., h. 189-190.

4

haikatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berperilaku didalam pergaulan hidup. Budaya memiliki unsur-unsur normatif sebagai berikut.8 1. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian (valuational elements) misalnya apa yang baik dan yang buruk, apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan apa yang sesuai dengan keinginan dan apa yang tidak sesuai dengan keinginan. 2. Unsur-unsur yang berhubungan dengan apa yang seharusnya (precipitive elements) seperti bagaimana orang harus berlaku. 3. Unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan (cognitive elements) seperti misalnya harus mengadakan upacara adat pada saat kelahiran, pertunangan, perkawinan dan lain-lain.

C. Budaya Mewariskan Ketidakadilan Gender Ketidakadilan gender dibanyak daerah bahkan dibeberapa negara masih sering disebabkan oleh faktor budaya. Masalah tersebut datang dari masyarakat yang berkaitan dengan sistem norma dan nilai budayanya masing-masing. Nilai dan budaya tersebut erat kaitannya dengan sesuatu yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat, yang dalam hal ini adalah perempuan. Kepantasan dan atau ketidakpantasan, berkaitan dengan persepsi kelompok masyarakat yang bersangkutan. Norma dan nilai budaya ini dari satu tempat ketempat lain akan berbeda.9 Sebagai contoh, terdapat perbedaan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat Jakarta dan Batak. Perempuan yang akan sekolah keluar negeri antara kedua etnis atau budaya tersebut memiliki perbedaan yang sangat besar. Bagi perempuan Jakarta, kendala yang dialami perempuan lebih kecil dibandingkan dengan perempuan Batak, karena bagi orang Batak, laki-laki yang harus memutuskan segala aktivitas perempuan. Kendala budaya inipun tetap ada, hanya saja kadar setiap budaya berlainan satu sama lain. Contoh lain, pada masyarakat 8 9

Ibid., h. 198. Partini, Op. Cit., h. 180.

5

Jawa, khususnya Yogyakarta. Kondisi perempuan tidak jauh berlainan dengan masyarakat Batak. Sistem nilai dan budaya Jawa yang masih sangat kental selalu menyoroti kaum perempuan didalam keluarga. Jika terjadi sesuatu yang tidak baik, dengan cepat biasanya wanita akan disalahkan karena dianggap tidak dapat menempatkan diri dalam rumah tangganya. Selain berbeda pada tingkat daerah, ketidakadilan gender pun juga dapat ditemukan dibeberapa negara lain, khususnya Timur Tengah. Sheikh Nefzawi seorang penulis Muslim yang mewakili kultur pada zamannya menjelaskan tipe ideal kaum perempuan dimasa itu. Kultur semacam, itu disebagian masyarakat Islam masih dipertahankan. Menurutnya perempuan idealnya adalah10:

perempuan yang jarang bicara atau ketawa. Dia tak pernah meninggalkan rumah, walaupun untuk menjenguk tetangganya atau sahabatnya. Ia tidak memiliki teman perempuan, dan tidak percaya terhadap siapa saja kecuali pada suaminya. Dia tidak menerima apapun dari orang lain kecuali dari suami dan orang tuanya. Jika dia bertemu dengan sanak keluarganya, dia tidak mencampuri urusan mereka. Dia harus membantu segala urusan suaminya, tidak boleh banyak menuntut ataupun bersedih. Ia tak boleh tertawa selagi suaminya bersedih, dan senantiasa menghiburnya. Dia menyerahkan diri hanya kepada suaminya, meskipun jika kontrol akan membunuhnya... perempuan seperti itu adalah yang dihormati oleh semua orang. (Penulis: Sheikh Nefzawi)

10

Mansour Fakihh, Op. Cit., h. 131.

6

Gambaran tentang peran perempuan pada kultur Timur Tengah tersebut ternyata juga diadopsi oleh masyarakat Islam di Indonesia, sehingga tidak aneh jika ada beberapa kalangan masyarakat yang memiliki pemikiran demikian sampai dengan saat ini, terlebih jika pandangan tersebut dicampur dengan pandangan budaya yang ada di Indonesia yang juga mempunyai sisi diskriminatif terhadap perempuan.

D. Budaya Patriarki Billing dan Alveson menggunakan konsep patriarchy (patriartkat) untuk menggambarkan bentuk organisasi yang khusus, yakni rumah tangga, dimana ayah memiliki dominasi tertentu terhadap seluruh anggota keluarga lain dalam hubungannya dengan keluarga besar (extended family), serta mengontrol semua produksi ekonomi rumah tangga. Sedangkan menurut Mileet, laki-laki dan perempuan dilukiskan sebagai makhluk yang berada didalam hubungan dominasi-subrodinasi.11 Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan adanya kesenjangan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi berbagai aspek kegiatan manusia. Laki-laki memiliki peran sebagai kontrol utama dalam masyarakat, sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh atau bisa dikatakan tidak memiliki hak pada wilayah-wilayah umum dalam masyarakat, baik secara ekonomi, sosial, politik, dan psikologi, bahkan termasuk dalam institusi pernikahan. Hal ini menyebabkan perempuan diletakkan pada posisi subordinat atau inferior. Pembatasan-pembatasan peran perempuan oleh budaya patriarki membuat perempuan menjadi terbelenggu dan mendapatkan perlakuan diskriminasi. Misalnya dalam bidang pertanian, kaum perempuan secara sistematis disingkirkan dan dimiskinkan. Dalam sektor ini, perempuan selalu dianggap tidak produktif (dianggap bernilai rendah), sehingga mendapatkan imbalan ekonomi yang rendah. Karena laki-laki mengontrol produksi untuk perdagangan, maka mereka mendominasi hubungan sosial-politik dan perempuan direduksi menjadi 11

Partini, Op. Cit., h. 14.

7

bagian dari kekayaan (property) belaka.12 Dalam keluarga ini, suami sering menganggap wanita yang ikut suami bekerja, baik dalam pertanian atau sektor lain, sering merasa bahwa istrinya melangkah terlalu jauh dalam urusan pekerjaannya. Selian itu, dominasi dari pihak laki-laki sangat terlihat pada bagian ini karena budaya patriarki tadi yang menciptakan sebuah konstruksi sosial bahwa perempuan adalah pihak yang lemah dan bisa disakiti, baik hati atau fisiknya. Dalam relasinya dengan laki-laki, pemaknaan sosial dari perbedaan biologis tersebut menyebabkan memantapnya mitos, streotipe, aturan, praktik yang merendahkan perempuan dan memudahkan terjadinya kekerasan. Budaya patriarki khususnya dalam masyarakat Islam merupakan bentuk dari memuliakan perempuan didalam keluarga dan lingkungan sosialnya. Namun, karena sekali lagi dipengaruhi oleh budaya, maka makna atau esensi dari Islam-nya sendiri sering disamakan dengan konsep budaya yang mengandung nilai diskriminatif. Perempuan dalam Islam merupakan sosok yang telah diberikan tugas dan tanggung jawab secara proporsional oleh Allah SWT. Untuk itu, seharusnyalah ia menyadari dan menerima semua tugas dan tanggung jawab tersebut dengan penuh tanggung jawab. Selain itu, Allah SWT telah banyak memberikan kemuliaan terhadap perempuan, yang dapat memposisikannya pada tempat yang sangat terhormat. Namun demikian, kiranya perlu penyadaran yang tinggi dari para perempuan, karena masih banyak kesalahpahaman memaknai pemuliaan Islam terhadap perempuan.

E. Masalah Sosial Budaya Patriarki Dalam kasus yang sebabkan oleh budaya patriarki dibeberapa daerah atau etnis tertentu, tidak jarang budaya ini menimbulkan masalah-masalah sosial, khususnya bagi kaum perempuan. Atas nama budaya, masyarakat cenderung melihat dampak patriarki sendiri sebagai suatu hal yang wajar. Namun jika dampak dari patriarki tersebut sudah melanggar Hak Asasi Manusia, perlu lah 12

S.R Parker dkk., Sosiologi Industri, Terjemahan G. Kartasapoetra (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 66.

8

masyarakat lebih pandai mengenali masalah-masalah tersebut. Berikut masalah sosial yang disebabkab oleh budaya patrirarki.13

1. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak lepas dari masih ajegnya budaya patriarki yang masih melekat sebagai pola pikir hingga menjadi faktor penyebab. Termasuk juga memberi legitimasi pada tindakan kekerasan yang dilakukan laki-laki kepada pasangannya. Budaya patriarki yang memberikan pengaruh bahwa laki-laki itu lebih kuat dan berkuasa daripada perempuan, sehingga istri memiliki keterbatasan dalam menentukan pilihan atau keinginan dan memiliki kecenderungan untuk menuruti semua keinginan suami, bahkan keinginan yang buruk sekalipun. Terdapat sebuah realitas sosial yang kerap terjadi di masyarakat apabila kekerasan “boleh saja” dilakukan apabila istri tidak menuruti keinginan suami.

2. Kasus Pelecehan Seksual Budaya patriarki memposisikan laki-laki sebagai pihak yang gagah dan cenderung memiliki keleluasaan untuk melakukan apapun terhadap perempuan. Ini yang menyebabkan tingginya angka pelecehan seksual, khususny di Indonesia. Masyarakat seperti membiarkan jika ada laki-laki bersiul dan menggoda kaum perempuan yang melintas dijalan, tindakan mereka seolah-olah menjadi hal yang lumrah dan wajar sebab sebagai laki-laki, mereka harus berani menghadapi perempuan, laki-laki dianggap sebagai kaum penggoda sementara kaum hawa adalah objek atau makhluk yang pantas digoda dan tubuh perempuan dijadikan sebab dari tindakan kekerasan it...


Similar Free PDFs