HISTORIOGRAFI ARAB PRA-ISLAM PDF

Title HISTORIOGRAFI ARAB PRA-ISLAM
Author Ahmad Labib Majdi
Pages 12
File Size 503.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 255
Total Views 309

Summary

HISTORIOGRAFI ARAB PRA-ISLAM Ahmad Labib Majdi 21171200000036 Abstrak: makalah ini bertujuan untuk melacak akar penulisan sejarah bangsa Arab pra-Islam. Dari hasil pembacaan terhadap berbagai sumber yang terkait dengan tema yang diangkat, penulis melihat bahwa penulisan sejarah pada masa tersebut da...


Description

Accelerat ing t he world's research.

HISTORIOGRAFI ARAB PRA-ISLAM Ahmad L A B I B Majdi

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

HIST ORIOGRAFI PRA ISLAM Helmy Hidayat

HIST ORIOGRAFI KET OKOHAN DALAM PENGUATAN MADZHAB FIQH DAN TASAWUF MMR UIN Bandung HIST ORIOGRAFI ISLAM: Bio-biografi dan Perkembangan Mazhab Fikih dan Tasawuf MIQOT : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman

HISTORIOGRAFI ARAB PRA-ISLAM Ahmad Labib Majdi 21171200000036 Abstrak: makalah ini bertujuan untuk melacak akar penulisan sejarah bangsa Arab pra-Islam. Dari hasil pembacaan terhadap berbagai sumber yang terkait dengan tema yang diangkat, penulis melihat bahwa penulisan sejarah pada masa tersebut dapat dikatakan tanpa sengaja. Ini disebabkan tujuan awal mereka dalam merekam berbagai peristiwa masa lampau bukan untuk dijadikan sebagai sebuah pelajaran di masa depan sebagaimana sejarah banyak dipahami oleh kalangan ahli sejarah masa kini, melainkan untuk menyombongkan dan membanggakan suku atau kabilah tertentu. Selain itu, hal menarik dari bangsa Arab pra-Islam adalah mereka cenderung abai terhadap tradisi tulisan dalam perekaman suatu peristiwa dan cenderung mengagungkan tradisi lisan lewat kekuatan memori mereka dengan bentuk seperti syair, prosa maupun puisi. Kata Kunci: Historiografi, Bangsa Arab, Masa pra-Islam. Pendahuluan Ketika mengkaji mengenai penulisan sejarah atau historiografi, akan terlihat perbedaan dan ciri khas pada setiap masa dalam corak, bentuk, metode dan isi. Historiografi dapat dikatakan merupakan sebuah studi tentang keanekaragaman pendekatan dalam pelaporan hasil penelitian sejarah. Selain itu, dapat pula disebut bahwa historiografi adalah sebuah studi tentang teknik yang digunakan para penulis sejarah dalam karya-karyanya. Dalam konteks historiografi pra-Islam, masyarakat Arab sebelum Islam datang masih hidup dalam kondisi belum berperadaban. Begitu banyak sikap dan sifat mereka yang jauh dari kata manusiawi, sehingga wajar jika masa tersebut sering disebut dengan masa jahilyah. Akan

1

tetapi, pada masa tersebut ada satu hal yang menonjol dari mereka, yaitu kemampuan tinggi dalam bidang sastra. Tradisi sastra yang seolah telah mendarah daging tersebut sering dilakukan untuk sekedar menyombongkan kabilah atau suku. Bahkan, tradisi ini begitu dihargai dan diagungkan terbukti dengan adanya perlombaan syair di pasar Ukaz. Pada masa selanjutnya, syair-syair tersebut menjadi hal penting yang dapat dijadikan sebagai sumber utama historiografi pra-Islam. Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan mencoba untuk menguraikan dan menjelaskan mengenai kondisi umum masyarakat Arab pra-Islam, definisi dan urgensi historiografi serta bentuk, metode dan substansi historiografi pra-Islam.

Tinjauan Umum Masyarakat Arab Pra-Islam Jika dilihat secara asal usul keturunan, masyarakat Arab dapat terbagi kepada dua golongan besar. Golongan pertama adalah Qathâniyun atau keturunan Qathan dan golongan kedua adalah ‘Adnâniyûn atau keturunan Ismail bin Ibrahim. Saat itu, letak wilayah yang diduduki terbagi menjadi wilayah Utara diduduki oleh ‘Adnâniyûn dan wilayah Selatan oleh Qathâniyun. Seiring perjalanan waktu pada akhirnya kedua golongan ini berbaur disebabkan perpindahanperpindahan antara satu dengan yang lain.1 Dengan ini terbukti bahwa pada masa itu masyarakat Arab masih terbiasa untuk berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Sementara itu, kondisi sosial politik pada masa pra-Islam dapat dikatakan tidak terlalu berkembang, bahkan cenderung rendah. Dalam 1

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasat Islamiyah II (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), 10.

2

bidang sosial politik di lingkungan masyarakat Arab pra-Islam telah terbentuk kabilah (clan) yang kemudian dari beberapa kabilah terbentuk tribe atau suku.2 Dengan demikian, sebetulnya sejak masa pra-Islam masyarakat Arab sudah memiliki keorganisasian dan identitas sosial yang cukup jelas. Akan tetapi, disebabkan penekanan hubungan kesukuan yang begitu kuat, setia dan solid, maka sering sekali terjadi peperangan antar-suku. Akibat dari peperangan yang berlarut-larut, yang sepertinya memang sudah menjadi tabiat masyarakat Arab selain sikap kesukuan yang kuat, kebudayaan mereka tidak begitu berkembang. Meskipun demikian, masyarakat Arab pra-Islam setidaknya telah memiliki kemampuan seperti membuat alat-alat dari besi dan yang paling terkenal tradisi kesusateraan. Masyarakat Arab pra-Islam memiliki kemampuan yang tinggi dalam menggubah syair. Bahkan, pada masa pra-Islam sering diadakan perlombaan syair di pasar Ukaz yang mana sang juara syairnya akan digantung di dinding Ka‟bah.3 Definisi dan Urgensi Historiografi Kata historiografi secara etimologis terdiri dari dua kata, yaitu history yang berarti sejarah dan grafi berarti deskripsi atau penulisan.4 Lebih lanjut, menurut Badri Yatim kata history berakar pada kata istoria dari bahasa Yunani yang berarti ilmu. Namun, seiring perkembangan makna istoria justru cenderung sama dengan kata latin

2

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasat Islamiyah II, 11. Syair-syair ini biasanya berisi mengenai peristiwa-peristiwa penting kabilah atau suku masing-masing penyair, seperti peperangan dan cenderung mengagungkan kabilah atau suku masing-masing. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasat Islamiyah II, 11-12. 4 Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Logos, 1997), 1. 3

3

scientia.5 Dengan kata lain, historiografi dapat diartikan pula sebagai penulisan sejarah, tulisan sejarah dan literatur sejarah.6 Sementara itu, dalam kajian kekinian mengenai sejarah sebagai ilmu, historiografi sering dimaksudkan sebagai salah satu tahapan dalam metode penelitian sejarah. Menurut Kuntowijoyo, metode penelitian sejarah terdiri dari lima tahap, yaitu (1) menentukan topik; (2) heuristik atau mencari dan mendapatkan sumber sejarah; (3) verifikasi sumber; (4) interpretasi sumber; dan (5) historiografi.7 Kelima tahapan ini merupakan langkah-langkah ilmiah yang harus dilakukan dalam penelitian sejarah. Dengan kata lain, seorang ahli sejarah memiliki tugas untuk mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah, memilah dan mengkritisi sumber, menganalisis sumber yang telah dikritisi dan menguraikannya dalam sebuah penulisan. Tugastugas sejarawan tersebut dapat diakumulasikan sebagai metode penelitian yang dilakukan oleh sejarawan atau disebut metode penelitian sejarah. Historiografi merupakan tahap terakhir dari metode penelitian sejarah, tetapi boleh dikatakan menjadi tahapan yang paling disorot. Karena penulisan sejarah yang berawal dari kegiatan ilmiah terlebih dahulu mendapatkan ekspektasi bahwa hasil penulisan tersebut dapat mengungkapkan gambaran cukup jelas dari peristiwa-peristiwa masa 5

Kata scientia dalam tataran praksis sering digunakan untuk menyebutkan pemaparan sistematis non-kronologis mengenai gejala alam. Tentu sangat berbeda dengan kata istoria yang dipergunakan bagi pemaparan tentang gejalagejala, terutama berkaitan hal ihwal manusia secara kronologis. Badri Yatim, Historiografi Islam, 1. 6 Ajid Thohir, “Bio-biografi dan Perkembangan Mazhab Fikih dan Tasawuf”, dalam Jurnal Miqot, Vol. XXXVI, No. 2 (Sumatera: Juli-Desember, 2012), 429. 7 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), 73-82.

4

lampau. Hal ini senada dengan pendapat Dudung Abdurrahman yang menyatakan bahwa historiografi dapat dipahami sebagai cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.8 Sehubungan

dengan

kajian

terhadap

historiografi,

dapat

dikemukakan tiga poin manfaat dan urgensi mempelajarinya, yaitu9 (1) Mengetahui pandangan, metode penelitian dan metode penulisan sejarah, sehingga mampu melakukan kajian kritis terhadap karya-karya sejarah; (2) Mengenal sumber-sumber sejarah; dan (3) Mendapatkan sumber-sumber yang sahih dan otentik di antara banyaknya sumber yang dianggap primer.

Bentuk, Metode dan Substansi Historiografi Pra-Islam Orang Arab pra-Islam mempunyai perhatian yang amat besar terhadap silsilah dan peristiwa-peristiwa penting yang mempengaruhi politik kesukuan. Peristiwa masa lalu itu disampaikan secara lisan antara lain dengan bersyair. Orang Arab juga dikenal sangat menghargai dan bangga dengan nasab dan sistem kekeluargaannya, di antaranya dengan menghafal pohon silsilah keluarga.10 Sebagaimana telah diketahui bahwa masyarakat Arab pra-Islam pada saat itu belum menulis sejarah. Peristiwa-peristiwa masa lalu disimpan oleh mereka dalam ingatan dan hafalan. Hal ini karena mereka memiliki daya ingat dan hafalan yang kuat dan juga

8

Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Yogyakarta: Ombak, 2011), 65. 9 Badri Yatim, Historiografi Islam, 20-23. 10 Wilaela, Sejarah Islam Klasik (Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Kasim, 2016), 34-35.

5

kemampuan mengingat dipandang lebih terhormat bagi mereka11, sehingga dalam menyampaikan peristiwa masa lalu masyarakat Arab pra-Islam masih menggunakan tradisi lisan. Selain itu, dalam kondisi yang saling mengagungkan kabilah dan suku, kemampuan dari tradisi tulisan tidak memberikan prestise apapun bagi pemiliknya di tengah masyarakat dibandingkan dengan tradisi lisan.12 Meskipun demikian, tradisi lisan ini telah menekankan unsur “fakta” konkrit dalam sejarah, terlepas dari lingkungannya dan sedapat-dapatnya tidak mengalami perubahan oleh proses berpikir manusia.13 Secara bentuk, warisan historiografi pra-Islam yang dilakukan melalui tradisi lisan dapat terbagi kepada dua, yaitu al-ayyam dan alansab. Sebutan kedua bentuk ini sebetulnya berawal dari kebiasaan kabilah dan suku yang ada pada masa Arab pra-Islam.14 Meskipun, terkadang sering diragukan oleh beberapa peneliti sejarah mengenai sumber yang berasal dari tradisi lisan, namun tidak ada cara lain jika ingin mengetahui sejarah Arab pra-Islam, maka penggunaan sumber tradisi lisan harus menjadi perhatian. Untuk lebih jelas, akan diuraikan masing-masing dari al-ayyam dan al-ansab. 1. Al-Ayyam Al-Ayyam atau ayyam al-arab secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang berarti hari-hari bangsa Arab. Namun, yang 11

Badri Yatim, Historiografi Islam, 28. Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historiografi Islam: Dari Klasik Hingga Modern (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), 1. 13 Wilaela, Sejarah Islam Klasik, 42. 14 Al-ayyam atau Ayyamul Arab diartikan sebagai peristiwa peperangan yang terjadi antar kabilah atau antar suku yang mana masing-masing mereka membuat ceritera-ceritera perang tersebut. sedangkan al-ansab yang berasal dari kata nasab adalah kegemaran mereka untuk menyelidiki genealogi atau garis keturunan mereka. Muin Umar, Historiografi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1978), 10-11. 12

6

dimaksud di sini adalah hari-hari penting terjadinya peperangan antar kabilah-kabilah Arab. Pada masa jahiliyah, sebagaimana telah dijelaskan, sering terjadi konflik yang menyebabkan peperangan antar kabilah dalam soal kepemimpinan, perebutan sumber-sumber air dan padang rumput.15 Peperangan dan peristiwa-peristiwa penting pada masa tersebut diabadikan melalui gubahan-gubahan syair. Tujuannya adalah selain

untuk

diteruskan

secara

turun-temurun

juga

untuk

membanggakan kabilah dan suku masing-masing. Gubahan syair yang berisi peristiwa peperangan terkadang dinamai dengan nama lokasi terjadinya. Contoh syairnya seperti yawm ‘ayn abagh (perang/peristiwa/hari

sumber

air

abagh),

yawm

dzî

qâr

(perang/peristiwa/hari Dzi Qar, nama sebuah kampung) dan yawm syi’b jabâlah (perang/peristiwa/hari Syi‟b Jabalah, nama kampung). Selain itu, terkadang diberi nama pula dengan nama orang, hewan atau apapun yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa tersebut, seperti yawm al-Basûs (nama seorang wanita) dan yawm al-Dahis wa al-Ghabrâ` (nama kuda jantan dan unta betina). Tradisi al-ayyam disinyalir sudah berlangsung begitu lama di kalangan bangsa Arab. Ini dibuktikan dengan adanya fakta bahwa sejarah tertua yang tertuang dalam taurat pun berbentuk al-ayyam. Dengan begitu, terlihat pentingnya tradisi al-ayyam bagi bangsa Arab, meskipun menurut Ahmad Tarhini hal ini menunjukkan bahwa tradisi al-ayyam tidak disandarkan dari sumber-sumber

15

Menurut Badri Yatim, disebut sebagai hari-hari adalah karena peperangan itu berlangsung di siang hari dan ketika malam tiba peperangan dihentikn sampai fajar menyingsing. Badri Yatim, Historiografi Islam, 30.

7

tertulis.16 Tradisi al-ayyam pada masa awal kedatangan Islam juga masih berlangsung dan sering digunakan sebagai rujukan untuk mengetahui sejarah Arab pra-Islam. Beberapa ciri khas substansi dari syair-syair al-ayyam adalah (1) pujian untuk kepahlawanan seseorang, (2) hinaan untuk merendahkan kabilah atau suku musuh, (3) rayuan dan (4) ashabiyah atau fanatisme. Sementara itu, jika dilihat dari segi sebagai karya sejarah, maka al-ayyam memiliki setidaknya lima ciri, yaitu (1) perhatian terhadap kehidupan masyarakat kabilah, (2) penggubah syair asli tidak kenal dan syair tersebut dijadikan sebagai syair milik kabilah, (3) peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam syair tidak kronologis dan sistematis (4) lebih memiliki nilai subjektivitas yang tinggi dan (5) terdapat kebenaran faktual dan historis dari peristiwa yang berlangsung pada saat digubahnya syair.17 2. Al-Ansab Kata al-ansab berasal dari bahasa Arab yang berarti silsilah. alansab adalah bentuk jamak dari kata nasab. Tradisi al-ansab ini sangat diperhatikan dan dipelihara oleh orang Arab pra-Islam selain juga al-ayyam. Hal ini dilakukan, lagi-lagi selain untuk membanggakan diri juga untuk menjaga kemurnian genealogi mereka.18 Secara substansi, tradisi al-ansab sering kali terkait dengan tradisi al-ayyam. Ini karena topik-topik utama syair dalam tradisi al-ayyam pun berkenaan dengan nasab-nasab kabilah. Menurut 16

Muhammad Ahmad Tarhini, al-Mu’arrikhûn wa al-Tarîkh al-‘Arab (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1991), 11. 17 Badri Yatim, Historiografi Islam, 35-37. 18 Badri Yatim, Historiografi Islam, 37-38.

8

Nisar Faruqi, kebanggan dan kehormatan suatu kabilah atau suku yang tertuang dalam al-ayyam maupun al-ansab sangat tergantung pada prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh leluhur dari kabilah suku masing-masing.19 Dengan demikian, syair-syair yang mereka gubah untuk membanggakan kabilah atau suku masing-masing bukan karena prestasi yang telah dicapai oleh mereka sendiri, tetapi oleh para leluhurnya.

Kesimpulan Masyarakat Arab pra-Islam sering dikenal dengan sebutan Arab Jahiliyah disebabkan tindakan mereka yang amoral, seperti berperang, berjudi, mabuk-mabukan dan hal-hal keji lainnya. Meskipun disebut jahiliyah (bodoh), mereka telah memiliki kemampuan tinggi di bidang sastra. Kemampuan ini sering dipertontonkan lewat syair-syair yang diperlombakan. Syair-syair ini yang nanti akan menjadi hal penting bagi penulisan sejarah pada masa awal Islam. Historiografi lebih mudah dipahami sebagai penulisan sejarah, tulisan atau literatur sejarah. Dilihat dari sudut pandang ilmiah, historiografi diartikan sebagai kegiatan yang melaporkan hasil dari tahapan-tahapan ilmiah. Historiografi dipandang cukup penting untuk dipelajari, karena dapat membantu untuk mengetahui sumber-sumber sejarah, para penulis sejarah beserta sudut pandangnya dan metode sejarah. Sementara itu, historiografi Arab pra-Islam, meskipun masyarakat Arab pra-Islam disinyalir belum memiliki kesadaran sejarah yang cukup, tetapi karya sastra mereka dapat dijadikan rujukan di masa awal 19

Nisar Ahmed Faruqi, Early Muslim Historiography (Delhi: Idarah Adabiyat, 1979), 2.

9

Islam. Terdapat dua bentuk historiografi Arab pra-Islam, yaitu alayyam dan al-ansab. Metode yang digunakan adalah metode tradisi lisan.

10

Daftar Pustaka

Abdullah, Yusri Abdul Ghani. Historiografi Islam: Dari Klasik Hingga Modern. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004. Abdurrahman, Dudung. Metodologi Yogyakarta: Ombak, 2011.

Penelitian

Sejarah

Islam.

Faruqi, Nisar Ahmed. Early Muslim Historiography. Delhi: Idarah Adabiyat, 1979. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013. Tarhini, Muhammad Ahmad. al-Mu’arrikhûn wa al-Tarîkh al-‘Arab. Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1991. Thohir, Ajid. “Bio-biografi dan Perkembangan Mazhab Fikih dan Tasawuf”, dalam Miqot Vol. XXXVI No. 2, (Sumatera: JuliDesember, 2012). Umar, Muin. Historiografi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 1978. Wilaela, Sejarah Islam Klasik. Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Kasim, 2016. Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta: Logos, 1997. __________. Sejarah Peradaban Islam: Dirasat Islamiyah II. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000.

11...


Similar Free PDFs