Hubungan Sipil dan Militer di Timur Tengah: Analisa Profesionalisme Militer terhadap Pemerintahan di Turki dan Israel PDF

Title Hubungan Sipil dan Militer di Timur Tengah: Analisa Profesionalisme Militer terhadap Pemerintahan di Turki dan Israel
Author Ulta Levenia
Pages 21
File Size 245.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 612
Total Views 733

Summary

Hubungan Sipil dan Militer di Timur Tengah: Analisa Profesionalisme Militer terhadap Pemerintahan di Turki dan Israel. Ulta Levenia, Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Latar Belakang Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang terdapat berbagai negara-negara dengan kekuatan utama dalam sektor mili...


Description

Hubungan Sipil dan Militer di Timur Tengah: Analisa Profesionalisme Militer terhadap Pemerintahan di Turki dan Israel. Ulta Levenia, Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Latar Belakang Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang terdapat berbagai negara-negara dengan kekuatan utama dalam sektor militer seperti Irak, Iran, Israel dan Turki, juga sektor ekonomi yang bertumpu pada penghasilan minyak, seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Uni Emirat Arab dan Kuwait.1Negara di Timur Tengah berkembang menjadi sebuah pusat budaya yang kental dengan bangsa-bangsa Arab dan Persia karena pengaruh dari sejarah kedua budaya. Selanjutnya, negara-negara di Timur Tengah rawan mengalami konflik antar negara dalam kawasan maupun di luar kawasan. Dalam konteks politik, negara di kawasan Timur Tengah ini terdapat beberapa poros politik, dan beberapa hubungan diplomasi antar pemerintahan dalam berbagai bidang, salah satunya bidang militer. Kekuatan kawasan Timur Tengahjuga ditentukan dari kuatnya hubungan diplomasi dengan negara di luar kawasan seperti memasok persenjataan kepada negara-negara dikawasan Timur Tengah. Hubungan antar pemerintahan dengan negara luar kawasan Timur Tengah ini mempengaruhi tingkat tensi keamanan kawasan. Pengaruh yang diberikan oleh bangsa diluar kawasan Timur Tengah membuat negara-negara dikawasan Timur Tengah mulai memiliki kepentingan masing-masing antar satu negara dengan negara yang lainnya. Hal ini bisa dalam konteks politik hingga pertahanan atau militer. Karena banyaknya pasokan persenjataan dari luar kepada negara-negara kawasan Timur Tengah ini, maka hal ini dimanfaatkan oleh negara pemasok seperti Jerman dan Amerika dalam memberikan pasokan persenjataan yang terbaik untuk negara kawasan Timur Tengah yang pernah memasok persenjataan mereka kepada Irak dibawah Saddam Husein yang saat itu sedang memanas antara Iran dan Irak.2

1

Meutia Febrina, diakses melalui HYPERLINK "http://economy.okezone.com/read/2015/02/03/213/1100856/daftar-negara-penghasil-minyak-terbesar-di-dunia" http://economy.okezone.com/read/2015/02/03/213/11008511. 2 Riza Sihbudi, Menyandra Timur Tengah : Kebijakan AS dan Israel atas Negara-Negara Muslim, Mizan : Jakarta, 2007, hlm. 167

1

Konflik dan pergolakan politik yang terjadi di Timur Tengah secara geopolitik terjadi karena beberapa alasan, pertama, karena letak kawasan Timur Tengah yang strategis sebagai jalur transit dan lalu lintas perdagangan melalui darat maupun laut yang menghubungkan benua Afrika dan Eropa. Kedua, karena faktor ekonomi, dimana beberapa negara di Timur Tengahmerupakan negara penghasil minyak dunia yang terbesar.3Hal tersebut menjadi bukti jika pada akhirnya apa yang dimiliki oleh negara-negara Timur Tengah memicu terjadinya konflik dalam kawasan maupun luar kawasan Timur Tengah. Membicarakan tentang peperangan yang terjadi dikawasan Timur Tengah, tentu tidak akan melupakan peran dari adanya peran militer yang bertanggung jawab secara langsung dalam keamanan negara-negara tersebut. Akan tetapi disamping adanya militer yang berperan dalam peperangan yang terjadi, tentu juga ada peran pemerintah atau sipil yang mengatur bagaimana kebijakan keamanan terkait kondisi yang akan dihadapi negara. Sehingga dapat dilihat bahwa terdapat hubungan secara langsung antara pemerintah atau sipil dengan militer terkait dengan kegiatan kenegaraan, seperti peperangan antar negara, konflik horizontal dan konflik vertikal. Melihat pergeseran hubungan antara sipil dan militer, secara otoritas militer dapat mengambil langkah politik jika dari perspektif militer terdapat kesalahan fundamental yang dijalankan oleh negara. Sehingga, profesinalisme militer dilihat dari seberapa jauh militer menjaga batas hubungan antara sipil dan militer dalam urusan pemerintahan dan keamanan atau politik keamanan. Maka, Dalam hal ini keduanya antara sipil maupun militer diwajibkan memiliki hubungan yang harmonis satu sama lain, disatu sisi sipil merupakan yang berkuasa atas segala hal yang berkaitan dengan negara sebagai pemerintah dan disisi lain militer merupakan garda terdepan yang profesional dan bertanggung jawab atas keamanan negara. Hubungan sipil-militer yang terdapat di banyaknya negara Timur Tengah, terlihat seringkali tidak harmonis satu sama lain. kita bisa melihat beberapa kali adanya upaya kudeta di Turki, Mesir, dan negara Timur Tengah lainnya sehingga membuat hubungan keduanya tidak terlihat baik. Tentu dalam suatu upaya kudeta yang dilakukan untuk menggulingkan pemerintah diawali dengan suatu sebab, seperti adanya kebijakan yang tidak sesuai dengan ideologi negara maupun pemerintah yang bertindak sewenang-wenang. Dalam kasus ini militer memiliki kekuatan untuk mengambil langkah tersebut atau tidak. Militer sendiri sebenarnya harus

3

George Leoczowski. 1962.“The Middle East In The World Affairs”.NewYork: TP. hlm. 23-25.

2

menjunjung tinggi profesionalisme mereka sebagai alat pertahanan negara dibawah pemerintah yang harus selalu siap jika diperintah. Namun Samuel Huntington mengatakan, terdapat pengelompokan militer dalam dua kelompok, yaitu tentara pretorian dan tentara profesional. Tentara pretorian merupakan tentara yang memiliki kekuasaan dalam pemerintahan dan menjadi penentu dalam kebijakan-kebijakan politik. Sedangkan tentara profesional adalah tentara yang memiliki semangat pengabdian kepada negara untuk melindungi pemerintahan dan negara yang juga menjauhkan diri dari hal-hal politis.4 Akan tetapi bila melihat fenomena yang terjadi di negara Timur Tengah mengenai profesionalisme militer, terdapat konflik-konflik yang terjadi antara sipil dan militer yang memperlihatkan tidak terdapatnya profesionalitas dalam militer. Menarik jika membicarakan hubungan sipil dan militer dikawasan Timur Tengah dengan melihat negara Turki dan juga Israel. Seperti yang sebelumnya dibahas, bahwa antara sipil sebagai pemerintah dan militer dalam suatu negara harus memiliki hubungan yang harmonis satu sama lain, karena hal ini untuk menjaga kestabilan negara tersebut. selain itu juga yang membuat menarik ialah kedua negara, yaitu Turki dan Israel merupakan negara kawasan Timur Tengah yang memiliki militer terkuat, namun dalam kaitannya dengan hubungan sipil-militer keduanya memiliki perbedaan. Pertama adalah negara Turki, mereka seringkali tidak dapat bersatu antara sipil dan militernya. Sejarah militer di Turki sendiri sudah tercatat kurang lebih terjadi lima kali upaya kudeta militer yang dilakukan oleh militer Turki untuk mengkudeta pemerintah Turki. yaitu pada tahun 1960, 1971, 1980 dan 1995, Hingga yang terakhir adalah upaya kudeta militer Turki terhadap pemerintah Turki yang berkuasa yaitu Tayyip Erdogan, namun kenyataannya upaya tersebut dapat digagalkan. Alasan upaya kudeta tersebut ialah mempertahankan nilai sekularisme yang merujuk pada Kemalisme Turki.5 Berbeda dengan Israel, melihat sejarah pemusatan militer Israel sendiri yang baru terbentuk pada tahun 1948 yaitu Israel Defense Force (IDF), hingga saat ini harmonisasi antara sipil dan militer tetap terjaga yang merujuk pada kestabilan negara Israel tersebut. hal ini menunjukan bahwa profesionalisme yang sangat besar dilakukan oleh pasukan militer Israel. Akan tetapi Israel sendiri pernah mengalami upaya kudeta oleh militernya pada tahun

4

Samuel P. Huntington, The Soldier and The State: The Theory and Politics Civil-military Relations, Harvard University Press, Cambridge, 1957. hlm. 1. 5 Reksa Fiaji, Analisis Kemenangan Adalet Ve Kalkinma Partisi(AKP) Dalam Pemilu Turki 2011, Jurnal Hubungan Internasional Fisip Unmul, 2013. hlm. 1.

3

1977.6Namun hal tersebut hanya berlangsung satu kali upaya kudeta dan tidak pernah terjadi lagi hingga saat ini. Setelah upaya kudeta militer tahun 1977 yang dilakukan militer Israel, hubungan antara sipil-militer di Israel pun terlihat harmonis, profesionalisme militer yang kuat menghasilkan tidak adanya intervensi militer terhadap pemerintah Israel. Hal ini dapat dilihat bahwa baiknya hubungan sipil-militer Israel karena kesamaan tujuan antar keduanya dalam suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Israel dalam konteks keamanan. Pemerintah Israel dalam dapat mengontrol militer dengan melibatkan militer dalam pembentukan kebijakan yang berhubungan dengan domain militer dan keamanan. Kekuatan pemerintah Israel yang dapat mengontrol militer pun dapat terlihat sejak peperangan negara-negara Arab dengan Israel setelah beberapa waktu Israel terbentuk. Seperti peristiwa perang enam hari yang menghasilkan kemenangan Israel melawan negara-negara Arab, selain adanya perintah dari pemerintah dalam melakukan peperangan, hal ini tidak lepas dari kuatnya satuan militer Israel sehingga dapat memenangi peperangan antara negara mereka melawan negara-negara Arab. Stabilnya hubungan sipil-militer Israel sendiri dapat dilihat bahwa militer Israel memegang kuat janji setia kepada pemerintah dan akan melakukan yang diperintahkan oleh pemerintah dalam melakukan suatu tugas kewajiban bagi mereka. Perbedaan yang terdapat pada hubungan sipil-militer Israel dan Turki ialah pada upaya kudeta yang dilakukan oleh militer Israel dan Turki terhadap pemerintah. Turki sendiri memiliki suatu ideologi yang membentuk republik Turki, yaitu Kemalisme. Ideologi ini di implementasikan kepada negara Turki sebagai kebijakan resmi dengan memisahkan konteks agama dan politik.7 Adanya pemisahan tersebut menjadikan negara Turki sebagai negara baru yang dimana dalam ideologi tersebut terdapat sistem demokrasi dan juga yang terpenting adalah sekularisme yang terdapat di Turki. dalam hal ini sebagai ideologi yang dianut Turki tentu seluruh masyarakat Turki patuh akan segala pemahaman Kemalisme, terutama militer karena pengaruh sejarah militer Turki yang kental dengan pembangunan paham Kemalisme. Nyatanya militer Turki sendiri sangat patuh terhadap Kemalisme Turki, sehingga membuat loyalitas militer Turki sangat tinggi terhadap paham ini.

6

Agus Yulianto, diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestinaisrael/16/12/10/ohz3t0396-naftali-bannet-ada-upaya-kudeta-militer-di-israel pada Rabu 14 Desember 2016 pukul 01.28 WIB. 7 Tamim Ansary, Dari Puncak Bagdad : Sejarah Dunia Versi Islam, Penerbit Zaman : Jakarta, 2012, hlm. 478.

4

Loyalitas militer Turki terhadap Kemalisme ini juga yang membuat posisi militer Turki dalam pemerintah sangat kuat. Mereka akan mengintervensi pemerintah jika kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Turki melenceng dari pemahaman Kemalisme. Sehingga upaya kudeta yang seringkali terjadi di Turki sangat memungkinkan akan terjadi lagi jika pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan pemahaman Kemalisme Turki. hal ini juga memperlihatkan bahwa pemerintah seringkali melakukan kebijakan-kebijakan yang dinilai melenceng dari pemahaman Kemalisme Turki, namun upaya kudeta militer Turki terhadap pemerintah seringkali gagal karena tidak ada dukungan penuh dari masyarakat Turki. Terkait negara Israel sendiri dimana kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah Israel hingga saat ini tidak memicu konflik internal Israel antara pemerintah dan militer. Kebijakan yang diambil pemerintah Israel sendiri seperti mendapatkan dukungan penuh dari militer Israel yang tidak memungkinkan adanya upaya kudeta terhadap pemerintah Israel. kembali ke awal pembentukan negara Israel, setelah dibentuk, partai atau gerakan buruh Israel saat itu berkuasa atas pemerintahan Israel yaitu sekarang berbentuk partai bernama Mapai. Kebijakan yang dikeluarkan saat itu posisinya sangat kuat dan militer pun tidak bisa mengintervensi. kuatnya pemerintah Israel yang juga tidak dapat dibendung oleh oposisi pemerintah Israel memperlihatkan bahwa posisi pemerintah Israel memang tidak dapat diganggu gugat, terlebih lagi diganggu gugat oleh militer yang seharusnya patuh terhadap pemerintah dan juga konstitusi negara Israel. Disamping kuatnya pemerintah Israel, kekuatan militer Israel pun tidak kalah, namun kembali lagi karena profesionalisme militer Israel membuat hal ini masih bisa dikontrol penuh oleh pemerintah, sepeti yang sebelumnya dibahas, hubungan baik antara sipil-militer yang terjadi pada pemerintahan Israel terbentuk karena atas dasar tujuan yang sama, hingga pada akhirnya tidak ada pihak yang merasa dirugikan satu sama lain. Permasalahan Israel dan Turki sebagai negara yang termasuk dalam kawasan Timur Tengah merupakan negara yang memiliki pasukan militer terkuat. Selain itu berdasarkan indikator yang dikembangkan oleh Freedom House, Turki dan Israel menduduki posisi negara paling demokratis di Timur Tengah selain Tunisia, Morocco dan Lebanon. Namun perbedaan kedua negara dalam era kontemporer ini adalah, Israel sedang berada pada peperangan dengan negara lain, sedangkan Turki sedang berada pada pergolakan politik setelah upaya kudeta yang 5

dilakukan oleh pasukan militer. Kedua kasus tersebut jika kita lihat telah melibatkan peranan militer di kedua negara tersebut. Akan tetapi inti dari keterlibatan keduanya berbanding terbalik satu sama lain, dimana militer Israel yang sedang mengamankan negara mereka memiliki hubungan yang baik terhadap sipil, sedangkan militer Turki tidak berada pada kondisi yang baik terhadap sipil. Dalam hal ini profesionalisme militer Turki patut dipertanyakan dalam permasalahan yang terjadi. Dimana seharusnya militer berada dibawah tanggung jawab pemerintah yang memberikan instruksi terkait dengan tugas dan kewajiban kepada militernya sebagai penjaga keamanan hingga kestabilan negara, namun kenyataannya hal ini berubah menjadi suatu konflik yang menimbulkan pergolakan antara sipil dengan militer di Turki. pergolakan yang terjadi pun baru saja terjadi saat militer Turki mengupayakan kudeta terhadap pemerintahan Turki dibawah Tayyip Erdogan, namun upaya tersebut telah gagal, sehingga Tayyip Erdogan tetap memegang kuasa dan kendali sebagai pemilik kekuasaan terbesar di Turki dan melakukan konsolidasi kepada militer guna mencegah terjadinya upaya kudeta terhadap pemerintah Turki. Namun jika kita melihat sistem pemerintahan yang dianut Turki dan Israel pun merujuk pada demokrasi. Pemahaman demokrasi ini juga menjunjung tinggi terhadap profesionalisme militer disuatu negara. Dengan pengimplementasian demokrasi disuatu negara, tentu masyarakat seluruhnya sudah bisa menerima pemerintahan yang terpilih melalui pemilihan umum yang diselenggarakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini juga berlaku pada militer, dimana sesuai dengan prinsip demokrasi, pemerintahan yang terpilih dalam pemilihan harus di ikuti oleh militer sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, disini karena militer harus bersikap profesional sebagai alat pertahanan dan keamanan negara. Upaya kudeta yang dilakukan oleh militer terhadap sipil tentu karena adanya ketidakpuasan militer terhadap kebijakan pemerintah. Sehingga hal ini bisa disamakan dengan permasalahan kudeta yang dilakukan oleh militer Turki terhadap pemerintah Turki. berbeda dengan Israel, yang juga merupakan negara demokrasi, bila dibandingkan dengan Turki, Israel sendiri belum pernah tercatat adanya upaya kudeta yang dilakukan oleh militernya. Akan tetapi pernah satu kali upaya kudeta yang dilakukan militer Israel namun gagal. Lima kudeta yang dilakukan oleh militer Turki yang masih terjadi beberapa waktu lalu seperti menjadi suatu budaya bagi mereka. Dimana dalam perjalanan politik Turki dipastikan nanti terdapat kudeta

6

yang dilakukan oleh militer. Pemerintahan Turki pun memang pernah jatuh ketangan orang yang berlatar belakang militer, akan tetapi pada akhirnya kekuasaan tersebut kembali pada sipil. Sumber utama permasalahan mengenai profesionalisme militer yang berujung pada pengkudetaan terhadap pemerintah ialah keterlibatan militer dalam permasalahan negara. Kita bisa melihat bahwa Israel saat ini sedang mengalami isu yang panas dengan konflik yang terjadi antara Israel dengan Palestina. Konflik tersebut sudah memasuki keamanan negara yang terancam, sehingga mau tidak mau militer harus turun tangan sesuai tugas dan kewajibannya. Pemerintah pun harus mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membiayai peperangan yang terjadi. Berbeda dengan Turki yang aman dari konflik peperangan. Hingga saat ini pun negara Turki sedang mengalami kondisi yang stabil jika dikaitkan dengan isu internasional, dengan hubungannya terhadap negara lain. tidak ada peperangan yang mengancam keamanan negara. Akan tetapi yang terjadi adalah konflik didalam tubuh Turki itu sendiri yang dilakukan oleh militer Turki dan menanggalkan profesionalisme militer Turki sebagai alat keamanan negara. Kondisi yang berbeda ini tentu sangat menarik untuk dibahas, bagaimana perbedaan yang terjadi antara profesionalisme militer Turki dan Israel, padahal keduanya sama-sama memiliki pasukan militer terkuat di Timur Tengah. Sehingga pada akhirnya muncul pertanyaan “Apakah yang mempengaruhi profesionalisme dalam tubuh militer di Turki dan Israel?”

Kerangka Teoritis Samuel P. Huntington dalam buku berjudul “The Soldier and The State: The Theory and Politics of Civil-Military Relations” memberikan pemaparan mengenai posisi militer dalam negara yang dihadapi oleh kompleksitas permasalahan negara berdemokrasi. Pada negara berdemokrasi dan negara yang dalam proses pembangunan demokrasi, militer merasa memiliki hak untuk mengatur negara secara internal selain juga melindungi warga negara. oleh karena itu dalam teorinya, Huntington mengedepankan konsep profesionalisme dalam tubuh militer yang mampu menarik militer keluar dari urusan politik. Menelik sejarah, Huntington menjelaskan bahwa upaya profesionalisme yang ditanamkan kepada militer telah berjalan semenjak abad ke14 di Eropa dan Amerika. Perubahan posisi militer dalam politik mengalami gejolak proses internalisasi nilai profesionalisme kembali ditegaskan seiring dengan tumbuhnya semangat sipil dalam berdemokrasi. 7

Perkembangan pembangunan demokrasi merupakan kunci penentu dalam penerapan profesionalisme militer di negara modern.8 Demokrasi merupakan sistem yang memayungi kepentingan sipil, dan tonggak hukum yang dibentuk melalui kesepakatan bersama. Supremasi sipil yang kuat dalam demokrasi turut menghentikan langkah intervensionis militer yang sebelumnya turut dalam perpolitikan negara. Profesionalisme dapat terwujud jika militer dengan tanpa paksaan tunduk di bawah supremasi hukum dan melindungi kepentingan bersama yang diatur secara demokratis. Profesionalisme menuntut penghapusan perjuangan kelompok dan konflik politik antar kelompok (Sipil-Militer) dan menghubungkan militer dalam politik jika dalam institusi yang formal tanpa ikatan sebagai militer, kembali menjadi sipil.9 Sehingga bagi militer untuk bisa berkontribusi dalam militer, aktor harus melepaskan jabatan militernya dan kembali menjadi sipil. Namun, Huntington menekankan tidak mudah menjauhkan militer dari politik, selain kemapanan demokrasi, dibutuhkan dorongan internal dan dukungan kondisi sosial yang menjaga profesionalisme dalam tubuh militer. Huntington menyatakan tingkat konflik sipil dan militer ditentukan dari intensitas kebutuhan keamanan dan dinamika sosial dan kekuatan pola yang berkembang.10 Huntington bermaksud bahwa pola nilai sosial yang berkembang bersangkutan dengan tegangnya kondisi politik militer, maka akan meningkatkan potensi konflik antara sipil dan militer, begitupun sebaliknya. Sehingga penentu keharmonisan hubungan antara sipil dan militer ini ditentukan oleh kedua belah pihak. Dari argumen Huntington terdapat dua faktor penetu yaitu, pertama, intensitas kebutuhan akan kemanan, kedua, kondisi pola sosial yang berkembang.11 Untuk hal ini, Huntington memberikan contoh kebijakan militer di Amerika, pada saat Amerika tidak memiliki kekhawatiran akan keamanan negara, kebijakan militer tidak menurunkan anggaran untuk kebutuhan militernya. Hal ini menjaga hubungan antara sipil dan militer yang baik dan tetap menjaga profesionalisme dengan menjamin keamanan sipil.

8

Huntington, Samuel P. 1985. “The Soldier adn The State: The Theory and Politics of Civil-Military Relations”. The Belknap Press of Harvard University Press. United States. hlm. 33 9 Ibid, hlm. 36 10 Ibid, hlm. 2 11 Ibid.

8

Lebih jauh, H...


Similar Free PDFs