Title | Hukum Pelayanan Publik |
---|---|
Author | Tomy Michael |
Pages | 130 |
File Size | 665.9 KB |
File Type | |
Total Downloads | 22 |
Total Views | 441 |
Hukum Pelayanan Publik Diterbitkan Oleh R.A.De.Rozarie (Anggota Ikatan Penerbit Indonesia) Jl. Ikan Lumba-Lumba Nomor 40 Surabaya, 60177 Jawa Timur – Negara Kesatuan Republik Indonesia www.derozarie.co.id – [email protected] Hukum Pelayanan Publik © April 2019 Eklektikus: Dr. Slamet Suh...
Hukum Pelayanan Publik
Diterbitkan Oleh R.A.De.Rozarie (Anggota Ikatan Penerbit Indonesia) Jl. Ikan Lumba-Lumba Nomor 40 Surabaya, 60177 Jawa Timur – Negara Kesatuan Republik Indonesia www.derozarie.co.id – [email protected]
Hukum Pelayanan Publik © April 2019 Eklektikus: Dr. Slamet Suhartono, S.H., M.H. Dr. Dodik Wahyono, S.H., S.E., M.M., M.H. Editor: Suyut Master Desain Tata Letak: Frega Anggaraya Purba
Angka Standar Buku Internasional: 978-602-1176-51-1 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan
Sebagian atau seluruh isi buku ini dilarang digunakan atau direproduksi dengan tujuan komersial dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari R.A.De.Rozarie kecuali dalam hal penukilan untuk keperluan artikel atau karangan ilmiah dengan menyebutkan judul dan penerbit buku ini secara lengkap sebagai sumber referensi. Terima kasih
PENERBIT PERTAMA DENGAN KODE BATANG UNIK
DAFTAR ISI Daftar Isi
i
Prakata
ii
Bab I 1
Filosofi Hukum Suatu Negara Bab II Prinsip-Prinsip Tanggung Gugat
18
Bab III Segi Hukum Pelayanan Publik
32
Bab IV Hak Dan Kewajiban Dalam Pelayanan Publik
42
Bab V Prinsip-Prinsip Yang Mendasari Hak Gugat Masyarakat
51
Bab VI Gugatan Administrasi
61
Bab VII Penggugat, Tergugat Dan Objek Gugatan Dalam Pelayanan Publik
72
Bab VIII Objek Gugatan Administrasi
79
Bab IX Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pelayanan Publik
90
Bab X Tanggung Gugat Perdata
108
Bab XI Pengawasan Dan Sanksi
115
Daftar Bacaan
123
i
PRAKATA Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik termaktub bahwa bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menjadi pertanyaan sejauh manakah negara berkewajiban melayani setiap warga negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya? Mungkin Anda dan kami memiliki kebutuhan dasar yang sama namun dalam kuantitas yang berbeda. Dalam
pemahaman
demikian
maka
dibutuhkan
suatu
penyempitan makna akan pelayanan publik. Negara bukanlah pelayan yang bisa memenuhi seluruh keinginan kita tanpa terkecuali. Dalam pemikiran lampau, kontrak sosial adalah jalan utama dalam memenuhi pelayanan publik. Hingga saat ini pelayanan publik tidak sekadar formulir namun seluruhnya menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. Dari kegalauan inilah, kami menyajikan buku Hukum Pelayanan Publik. Terdapat perbedaan mendasar antara melayani, pelayanan dan pelayan. Surabaya, April 2019
ii
BAB I Filosofi Hukum Suatu Negara 1. Hakikat Dan Tujuan Bernegara Dalam sejarah pembentukan negara, banyak tokoh yang tidak boleh dilupakan, antara lain Thomas Hobbes, Mac Iver, Nasroen, dan lain-lain. Thomas Hobbes dikenal dengan dalam “du
teorinya
contract
social”
adalah
tokoh
yang
membagi
masyarakat dalam dua situasi, yaitu dalam keadaan belum bernegara dan setelah bernegara. Sebelum bernegara, digambarkan bahwa masyarakat manusia dalam keadaan kacau balau (chaos) di mana-mana. Dalam kondisi ini berlaku hukum rimba (the law of the jungle), perang dimana-mana (bellum justum contra omnes), dan juga manusia memakan manusia (homo homini lupus). Kondisi yang kacau ini menurutnya harus diakhiri melalui perjanjian masyarakat, dengan memilih seorang pemimpin yang dianggap mampu menjadi pelindung masyarakat. Konsep kenegaraan ini kemudian melahirkan sistem pemerintahan yang absolut, karena pengasa yang dipegang seorang raja memiliki kekuasaan yang sangat besar. Kekuasaan tersebut meliputi kekuasaan pembuat undangundang, pelaksana undang-undang, dan juga sebagai lembaga pengadil terhadap pelanggar undang-undang. Kemutlakan
seorang
raja
ini
melahirkan
kesewenang-
wenangan raja terhadap rakyatnya, rakyat merupakan objek kekuasaan, rakyat harus mengabdi pada raja. Perampasan hak-hak kodrati
rakyat
terjadi
besar-besaran,
sehingga
keberadaan
pemimpin negara justru menyengsarakan rakyatnya. Sehingga tujuan awal masyarakat bernegara tidak dapat tercapai, justru kesengsaraan
dan
penderitaan
berkepanjangan
yang
dialami
masyarakat. Keadaan ini diakhiri dengan lahirnya teori baru, hasil pemikiran
Immanuel
Kant
dan
Carl
Fichte
dengan
konsep
pemikirannya yang melahirkan teori negara hukum formil. Dalam 1
konsep negara hukum formil negara bersifat pasif, negara hanya berfungsi menjalankan tugasnya jika ada gangguan keamanan dan ketertiban warga masyarakatnya. Sehingga konsep negara ini lebih dikenal sebagai negara penjaga malam (nachtwakerstaat) atau negara polisi (politionil staat). Konsep negara penjaga malam ini kemudian diakhiri dengan lahirnya konsep negara hukum baru, yang dikenal dengan istilah wellfarestate atau wellfaarstaat atau dikenal dengan sebutan negara
hukum
kesejahteraan,
dengan
tokohnya
diantaranya
Friedmann. Wellfarestate menawarkan konsep bahwa negara tidak lagi sebagai penjaga ketertiban dan keamanan warganya, melainkan harus bertindak aktif mencampuri urusan warganya. Negara harus hadir di tengah-tengah masyarakatnya, baik diminta maupun diminta. Negara harus memenuhi kebutuhan dasar warganya, diantaranya kebutuhan makan, kebutuhan papan, dan kebutuhan sandang, dan lain sebagainya. Setiap negara modern selalu memiliki tujuan yang harus dicapai. Sedasar dengan pernyataan tersebut, H. Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudrajad, menyatakan bahwa “setiap pendirian negara selalu disertai dengan penetapan tujuan yang akan dicapai1. Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh negara modern adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh J. Barent, bahwa tujuan negara modern adalah pemeliharaan ketertiban, keamanan, serta penyelenggaraan kesejahteraan umum dalam arti yang seluas-luasnya”.2 Menurut Jacobsen Lipman tujuan negara yang demikian itu merupakan tujuan negara yang utama”.3 Menurut Mac Iver dibentuknya bertujuan untuk “pemeliharaan ketertiban, protection 1
H.Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudrajad, Hukum Administrasi Negara, dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2009, h. 1. 2 J.Barent, De Wetenschap Der politiek, terjemahan L. M. Sitorus, Ilmu Politik, Pembangunan, Jakarta, 1965. h. 49. 3 Jacobsen dan Lipman dalam F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Dhirwantara, Bandung, Cetakan ke-3, 1967, h. 34. 2
(perlindungan), conservation (pemeliharaan), development (pengembangan), merupakan tujuan negara yang lain”4. Oleh karena itu, fungsi negara adalah untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat seluas-luasnya. Tujuan negara tersebut berhubungan dengan apa yang disebut dengan tugas mengurus dan tugas mengatur. Terkait dengan pemerintah dalam negara modern, Spelt dan ten Berge, membedakannya dalam tugas-tugas mengatur dan tugas-tugas mengurus (ordenende en verzorgende taken)5. Selanjutnya dapat dilihat dari pernyataan Spelt dan ten Berge, bahwa: Tugas mengurus penguasa saat ini berkembang sangat pesat,
seiring
dengan
perkembangan
konsep
negara
pengurus kemasyarakatan. Penguasa dituntut terlibat aktif dalam semua segi dan aspek kehidupan masyarakat, seperti aspek
kesejahteraan,
aspek
sosial
ekonomi,
aspek
kesehatan masyarakat. Dalam tugas ini, penguasa bertindak aktif dengan menyediakan sarana-sarana (finansiil dan personil)6. Dalam hukum negara modern tugas mengurus dan tugas mengatur merupakan kegiatan yang berkaitana dengan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah. Situasi di atas, menunjukkan, bahwa keterlibatan pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik merupakan konsekuensi logis dari kedudukannya sebagai penguasa yang harus mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tugas memajukan kesejahteraan masyarakat ini oleh Lemaire disebut sebagai tugas bestuurszorg.7 Untuk merealisir tugas
Ibid. N.M. Spelt dan JBJM ten Berge, Pengantar Hukum Perijinan, Utrecht, 1991, Disunting oleh Philipus M. Hadjon, h. 1. 6 Ibid., h. 2. 7 Lemaire dalam S.F. Marbun dan Moh. Mahfud, MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Edisi Pertama, Cetakan I, liberty, Yogyakarta, 1987, h. 45. 4
5
3
negara tersebut, dibentuklah organ-organ pemerintahan, yang menyeleng-garakan fungsi-fungsi pemerintahan negara. 2. Konsep Negara Hukum Kesejahteraan Indonesia Menciptakan kesejahteraan rakyatnya juga merupakan tujuan negara Indonesia sebagai negera hukum kesejahteraan. Hal ini tersurat di dalam Alinea IV Preambul UUD 1945, yang selengkapnya dirumuskan dengan kalimat “Negara melindungi segenap bangsa, dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan
bangsa,
dan
memajukan
kesejahteraan
umum,…”.
Dianutnya konsep negara hukum kesejahteraan oleh Indonesia, juga dapat dipahami melalui ketentuan Pasal 27 UUD 1945, yang secara substansial negara menjamin setiap warga negara untuk bekerja dan hidup layak. Juga Pasal 31 tentang hak memperoleh pendidikan, Pasal 33 terkait dengan pemanfaatan kekayaan alam untuk kemakmuran seluruh rakyat, serta Pasal 34, dan pasal-pasal lain dalam UUD 1945 perubahan, yang merupakan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Senada dengan uraian di atas, H. Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudrajad, menyatakan bahwa “Indonesia disebut sebagai negara hukum kesejahtaraan (welfare state)”.8 Sebagai negara hukum kesejahteraan mewujudkan kesejahteraan masyarakat merupakan tuntutan yang esensial, sehingga semua kegiatan di samping harus berorientasi pada tujuan terciptanya hukum sebagai aturan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”9. Dalam Encyclopedia Americana disebutkan bahwawelfare State adalah “a form of government in which the state assumes responsbility for minimum standards of living for every person”. Dalam konsep welfare state, negara harus berupaya mewujudkan standar hidup minimum warga negaranya10. Salah satu tugas yang harus
8 9
diselenggarakan
oleh
negara
untuk
H.Juniarso Ridawan dan Ahmad Sodik ,Op.Cit, h. 57. Ibid. 4
mensejahterakan
masyarakatnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakatnya, baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang, dan jasa, maupun pemenuhan kebutuhan layanan administratif. Negara harus hadir dimana rakyat membutuhkan. Hadirnya negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat diwujudkan melalui organorgan negara dan organ-organ pemerintahan. Hadirnya negara di tengah-tengah rakyatnya merupakan konsekuensi logis dari prinsip negara hukum kesejahteraan, dimana negara harus memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional warga negaranya, yang merupakan bagian dari kewajiban negara (state obligation). Oleh karena itu, pelayanan publik yang baik merupakan bagian dari efektifnya penyelenggaraan pemerintahan dalam mewujudkan salah satu tujuan negara, yaitu kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan itu, secara filosofis pelayanan publik harus diarahkan pada bagaimana kepentingan masyarakat dapat terlayani dengan sebaik-baiknya. Agar dapat melaksanakan fungsi pelayanan yang baik, organ-organ pemerintahan dilengkapi dengan wewenang pemerintahan. Sebab tanpa kewenangan, organ pemerintah tidak akan dapat
melakukan
pelayanan
kepada
masyarakat.
Wewenang
merupakan konsep hukum publik, wewenang selalu berkaitan dengan penggunaan kekuasaan untuk melakukan tindakan hukum publik. Oleh karena itu, lazimnya penggunaan wewenang harus dilandasi dengan norma hukum yang mengaturnya. Berdasarkan uraian dalam sub bab ini, maka dapat dikemukakan asumsi bahwa filosofi pelayanan publik bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab dengan pelayanan publik, kebutuhan atau keinginan masyarakat terpenuhi, tentunya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan pemerintah. Pelayanan publik tersebut dapat berupa pelayanan kebutuhan primer, kebutuhan sekunder maupun kebutuhan lainnya. Filosofi pelayanan publik juga dapat dilihat dalam Tap MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara Bebas KKN, 5
yang mengamanatkan agar aparatur negara bekerja secara bersih dan bebas KKN. Untuk merealisasi Tap MPR tersebut dibentuklah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (selanjutnya
disebut Undang-Undang
Pelayanan
Publik),
dan
sebagai perwujudan nyata dari sikap aparatur negara yang bersih, bebas KKN harus dicerminkan oleh aparat penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik. Untuk meningkatkan sikap aparatur yang demikian, maka integritas moral, dan mental, serta kemampuan kinerja aparat penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik harus ditingkatkan. Pembinaan dan pemberian pelatihan yang intensif kiranya menjadi jalan terbaik Apalagi dewasa ini dunia sedang berlomba untuk mewujudkan clean governance, dalam rangka beradaptasi dengan tuntutanglobalisasi yang menginginkan pelayanan yang baik dari aparataur penyelenggara negara dan penyelenggara pemerintahan. Sehubungan dengan itu, pemanfaatan teknologi dalam berbagai bidang, seperti teknologi informasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan pelayanan online system, agar supaya tercipta keterbukaan, dan dapat dipertanggungjawabkan, yang dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan publik. Untuk itu, penggunaan sistem jaringan informasi online system harus terus dikembangkan, guna mendukung terciptanya kualitas pelayanan publik yang lebih baik. Upaya pemanfaatan teknologi informasi demikian bukan tanpa alasan, sebab dewasa ini, masyarakat semakin dewasa dan sadar akan hak dan kewajibannya, manakala hak-haknya untuk memperoleh pelayanan publik diabaikan atau tidak memperoleh pelayanan publik yang baik sesuai standar pelayanan dan prosedur pelayanan yang telah ditetapkan, maka masyarakat akan melakukan komplain kepada penyelenggara maupun pelaksana pelayanan publik. 3. Tujuan Dibentuknya Undang-Undang Pelayanan Publik Dibentuknya UU Pelayanan Publik didasari oleh fakta bahwa selama itu pelayanan masyarakat belum sesuai dengan harapan 6
masyarakat. Pelayanan publik pada saat itu belum memposisikan masyarakat sebagai subjek pelayanan, melainkan hanya sebagai objek pelayanan, Banyak kekurangan yang dilakukan pemerintah, misalnya birokrasi yang berbelit, biaya mahal, batas waktu pelayanan tidak jelas, diskriminatif, dan lain sebagainya. Kondisi dan situasi pelayanan yang demikian tentunya tidak menguntungkan dan dapat menghambat aktivitas masyarakat. Di bidang investasi, pelayanan yang buruk akan menghambat perkembangan investasi di Indonesia. Sebab kinerja pelayanan akan menjadi pertimbangan bagi calon investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Oleh karena itu, harus dilakukan perbaikan kinerja pelayanan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Perbaikan kinerja penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik ini diharapkan dapat membawa kualitas pelayanan publik. Sebaliknya, jika kinerja pelayanan publik kurang baik, dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Perbaikan kinerja penyelenggara dan/atau
pelaksana
pelayanan
publik
diharapkan
dapat
memperbaiki citra Pemerintah dimata publik, yang selama ini terkesan mengabaikannya. Apabila kualitas pelayanan publik meningkat, maka tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat semakin meningkat, sehingga semakin meningkatkan legitimasi pemerintah di mata publik. Selama ini, kondisi penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara maupun pelaksana pelayanan publik dirasakan belum maksimal, dalam berbagai aspek pelayanan, seperti pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar penduduk. Hal ini terlihat dari banyaknya pengaduan, keluhan masyarakat, yang disampaikan masyarakat pengguna pelayanan publik, kepada instansi penyelenggara pelayanan publik, maupun melalui media massa baik cetak maupun elektronika. Namun di sisi lain pengawasan
atau
kontrol
masyarakat
terhadap
kinerja
penyelenggara dan/atau pelaksana pelayanan publik masih lemah. 7
Seharusnya kontrol terhadap pelayanan publik harus dilakukan, sebab dengan kontrol atau pengawasan yang efektif dapat meningkatkan kinerja pelayanan publik. Menyadari banyaknya kelemahan dalam pelayanan publik saat
itu,
maka
untuklebih
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat yang berkeadilan dan berkepastian hukum, pada tahun 2009
dibentuk,
disahkan,
dan
diundangkan
Undang-Undang
Pelayanan Publik. (selanjutnya disebut UU-Pelayanan Publik). Berlakunya UU-Pelayanan Publik ini semakin mempertegas maksud, tujuan, hak, dan kewajiban masyarakat, maupun penyelenggara dan/atau pelaksana pelayanan publik dalam memberikan layanan kepada
masyarakat.
UU-Pelayanan
Publik
diharapkan
dapat
merubah pola pikir birokrat dari yang semula dilayani ke dalam pola pikir melayani. Birokrat yang semula seperti raja berubah menjadi pelayan. Perlu
diingat
pula
bahwa
pada
rezim
orde
baru,
birokrat/aparat negara yang lazim disebut Pegawai Negeri Sipil, dikenal dengan sebutan abdi negara dan abdi masyarakat. Terminologi “abdi” dalam bahasa Jawa merupakan padanan kata pelayan, seperti “abdi dalem” adalah pelayan kraton, dan lain sebagainya. Dengan demikian tugas penyelenggara dan/atau pelaksana pelayanan publik harus memberikan pelayanan sebaikbaiknya kepada masyarakat. Sebagaimana diketahi bahwa salah satu tujuan dari UUPelayanan Publik adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini tersurat di dalam ketentuan Pasal 2, sedangkan tujuan pelayanan publik termuat di dalam ketentuan Pasal 3, yang meliputi a) batasan dan hubungan yang jelas antara hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan terkait
dengan
pelayanan
publik;
b)
terwujudnya
sistem
penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan AUPB dan korporasi yang baik; c) penyelenggaraan pelayanan publik yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan; d) terciptanya 8
perlindungan
dan
kepastian
hukum
bagi
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam
UU-Pelayanan
Publik
mengindikasikan,
bahwa
pelayanan publik merupakan kewajiban pemerintah. Hal ini tersirat di dalam bab menimbang huruf a, yang dirumuskan: “bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhaan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945” UU-Pelayanan pemerintah
Publik