(Hukum Perikatan) Hapusnya Perikatan PDF

Title (Hukum Perikatan) Hapusnya Perikatan
Author Nada S Salsabila
Pages 31
File Size 613.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 225
Total Views 731

Summary

TUGAS KELOMPOK MAKALAH HUKUM PERIKATAN HAPUSNYA PERIKATAN Dosen: Sulastri, S.H., M.H. Disusun oleh: KELOMPOK 4 1. Silmi Hanifa (1610611155) 2. Rarenzan Widita (1610611158) 3. Nada Siti Salsabila (1610611159) 4. Ambar Rukmana Sari (1610611160) 5. Nurafni (1610611173) 6. Diah Triayu Laraswati (1610611...


Description

TUGAS KELOMPOK MAKALAH HUKUM PERIKATAN HAPUSNYA PERIKATAN

Dosen: Sulastri, S.H., M.H.

Disusun oleh: KELOMPOK 4 1. Silmi Hanifa 2. Rarenzan Widita 3. Nada Siti Salsabila 4. Ambar Rukmana Sari 5. Nurafni 6. Diah Triayu Laraswati 7. Ayu Diah Khaerani 8. Aimee Thaliasya 9. Qorima Putri Lidyana 10. Hamamah

(1610611155) (1610611158) (1610611159) (1610611160) (1610611173) (1610611182) (1610611183) (1610611186) (1610611205) (1610611206)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM 2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Dengan judul makalah “Hapusnya Perikatan” dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Pertama kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Sulastri yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini. Makalah yang kami buat ini mengangkat tema atau judul tentang “Hapusnya Perikatan”. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tanggung jawab yang ditugaskan oleh dosen mata kuliah yang bersangkutan. Dan tidak lupa makalah ini bertujuan agar para pembaca dapat lebih memahami lebih dalam lagi tentang bagaimana cara perikatan itu dapat berakhir. Penulis mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Oktober 2017

Kelompok 4

2

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2 DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 5 1.3 Tujuan Masalah ................................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Hapusnya Perikatan ........................................................................................................... 7 2.2 Berakhirnya Suatu Perikatan Menurut Pasal 1381 KUHPer .............................................. 10 2.2.1 Pembayaran (Betaling) .............................................................................................. 10 2.2.2 Penawaran bayar tunai diikuti penyimpanan/penitipan (Consignatie) ......................... 18 2.2.3 Pembaharuan Utang (Novasi) .................................................................................... 18 2.2.4 Kompensasi atau Imbalan (Vergerlijking) ................................................................. 20 2.2.5 Pencampuran Utang (Schuldvermenginng) ............................................................... 22 2.2.6 Pembebasan Utang (Kwitjschelding der schuld) ........................................................ 22 2.2.7 Hilangnya benda yang diperjanjikan (Het vergaan der verschuldigde zaak) .............. 23 2.2.8 Batal dan Pembatalan (Nietigheid ot te niet doening) ................................................. 24 2.2.9 Timbul syarat yang membatalkan (Door werking ener ontbindende voorwaarde) ..... 25 2.2.10 Kedaluwarsa ............................................................................................................ 25 2.3 Hapusnya Perjanjian ........................................................................................................ 27 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 29 3.2 Saran ............................................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 31 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perikatan pada dasarnya merupakan hubungan hukum yang artinya hubungan yang di atur dan di akui oleh hukum, baik yang dapat dinilai dengan uang maupun tidak, yang di dalamnya terdapat paling sedikit adanya terdapat satu dan kewajiban, misalnya suatu perjanjian pada dasarnya menimbulkan atau melahirkan satu atau beberapa perikatan, keadaan ini tentu tergantung pada jenis perjanjian yang diadakan, demikian juga halnya suatu perikatan dapat saja dilahirkan karena adanya ketentuan undang-undang, dalam arti, undang-udanglah yang menegaskan, di mana dengan terjadinya suatu peristiwa atau perbuatan telah melahirkan perikatan atau hubungan hukum, misalnya, dengan adanya perbuatan melanggar hukum. Perikatan berasal dari bahasa Belanda “Verbintenis” atau dalam bahasa Inggris “Binding”. Verbintenis berasal dari perkataan bahasa Perancis “Obligation” yang terdapat dalam “code civil Perancis”, yang selanjutnya merupakan terjemahan dari kata “obligation” yang terdapat dalam Hukum Romawi ”Corpusiuris Civilis”. Subekti memberikan definisi dari Perikatan sebagai suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Menurut Hofmann, Perikatan atau ”Verbintenis” adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum, sehubungan dengan itu, seseorang mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu 1, sedangkan menurut Pitlo, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi. Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak lain untuk memperoleh prestasi, sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan

1

L.C. Hoffman, sebagaimana dikutip dari R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra Abardin, 1999, hal. 2.

4

kewajiban untuk menunaikan prestasi. 2 Prestasi merupakan obyek (voorwerp) dari perjanjian. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum, tidak akan memiliki arti apapun bagi hukum perjanjian. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata, maka prestasi yang diperjanjikan itu adalah untuk menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, atau untuk tidak melakukan sesuatu. Dalam suatu perikatan, satu pihak berhak atas suatu prestasi, tetapi mungkin juga pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu di samping kewajiban tersebut juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya pula, pihak lain itu di samping berhak atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Jadi kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban timbal balik3. Debitur memiliki kewajiban untuk menyerahkan prestasi kepada kreditur, oleh sebab itu debitur memiliki kewajiban untuk membayar hutang (schuld). Di samping itu, debitur juga memiliki kewajiban lain, yaitu bahwa debitur berkewajiban untuk memberikan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak hutang debitur, guna pelunasan hutang tadi, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar hutang tersebut 4. Maka dari itu, kami membahas mengenai hapusnya perikatan dalam makalah ini. Perihal hapusnya perikatan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1381 menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya perikatan yaitu Pembayaran, Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan, Pembaharuan utang (inovatie), Perjumpaan utang (kompensasi), Percampuran utang, Pembebasan utang, Musnahnya barang yang terutang, Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Apakah sebab-sebab hapusnya suatu perikatan? 2. Bagaimanakah Pembayaran dan Kedaluwarsa dapat membatalkan suatu perikatan?

2

M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 7. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1992, hal. 8. 4 Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Dasar Hukum Perjanjian, dalam Hukum Kontrak Indonesia, ELIPS, Jakarta, 1998, hal. 4. 3

5

1.3 Tujuan Masalah Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui mengenai sebab-sebab hapusnya suatu perikatan; 2. Untuk mengetahui mengenai pembayaran dan kedaluwarsa dapat membatalkan suatu perikatan.

6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hapusnya Perikatan Hapusnya perikatan dalam kontrak yang timbul dari persetujuan maupun dari undangundang diatur dalam bab ke-IV buku ke-III KUH Perdata,yaitu pasal 1381. Dalam pasal tersebut, terdapat beberapa cara hapusnya suatu perikatan, yaitu: a. Pembayaran b. Penawaran pembayaran diikuti oleh penyimpanan c. Pembaruan utang (inovati) d. Perjumpaan utang (konvensasi) e. Percampuran utang f. Pembebasan utang g. Musnahnya barang yang terutang h. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan i.

Syarat yang membatalkan (diatur dalam BAB I)

j.

Kedaluarsaan (diatur dalam buku ke IV, BAB 7) Jadi didalam KUH Perdata, ada sepuluh cara yang mengatur tentang hapusnya perikatan.

Cara-cara lainnya yang belum disebutkan, yaitu “ berakhirnya suatu ketetapan waktu (terjamin) dalam suatu atau meninggalnya salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian”, seperti meninggalnya seorang persero dalam suatu perjanjian firma dan pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian yang di dalamnya prestasi hanya dapat dilaksanakan oleh orang lain.Selain sebab-sebab hapusnya perikatan yang ditentukan oleh Pasal 1381 KUH Perdata tersebut, ada beberapa penyebab lain untuk hapusnya suatu perikatan, yaitu: 1. Berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian; 2. Meninggalnya salah satu pihak dalam perjanjian, misalnya meninggalnya pemberi kuasa atau penerima kuasa (Pasal 1813 KUH Perdata); 3. Meninggalnya orang yang memberikan perintah; 4. Karena pernyataan pailit dalam perjanjian maatschap; 5. Adanya syarat yang membatalkan perjanjian. 7

Menurut pasal 1313 KUHPerdata: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Apabila diperhatikan, adapun unsur-unsur dari perjanjian itu adalah: a. Terdapat para pihak sedikitnya 2 (dua) orang; b. Ada persetujuan antara para pihak yang terkait; c. Memiliki tujuan yang akan dicapai; d. Memiliki prestasi yang akan dilaksanakan; e. Dapat berbentuk lisan maupun tulisan; f. Memiliki syarat-syarat tertentu sebagai isi dari perjanjian Sedangkan di dalam buku Yahya Harahap disebutkan menurut Sudikno Mertokusumo: “Perjanjian adalah hubungan hukum/ rechtshandeling dalam hal mana satu pihak atau lebih mengikat diri terhadap satu atau lebih pihak lain”. Istilah perjanjian berkaitan dengan perikatan (verbintenis). Menurut Subekti perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa konkret. Menurut Sudikno Mertokusumo, asas-asas hukum dalam perjanjian adalah pikiran dasar yang umum sifatnya, dan merupakan latar belakang dari peraturan hukum yang konkrit yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat dalam peraturan konkrit tersebut. Asas-asas hukum perjanjian yang dikemukakan meliputi: 1. Asas konsensualisme, diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” 2. Asas kebebasan berkontrak, pada dasarnya manusia bebas mengadakan hubungan dengan orang lain. Termasuk di dalamnya adalah hubungan kerja sama maupun mengadakan suatu perjanjian. 3. Asas kekuatan mengikat suatu perjanjian, perjanijan yang telah dibuat dan disepakati oleh para pihak yang terlibat mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak.

8

4. Asas itikad baik, pada Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata dinyatakan: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik” 5. Asas kepribadian, pada Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi: “Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri”. Di dalam pasal 1320 KUHPerdata juga dimuat tentang syarat sah nya suatu perjanjian, yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Suatu perjanjian bisa terlaksana apabila terdapat kata sepakat antara para pihak mengenai obyek yang diperjanjikan, memiliki kesesuaian paham dan kehendak atas perjanjian. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Yang dimaksud dalam syarat ini adalah cakap menurut hukum sesuai yang diatur oleh KUHPerdata, yang dewasa, dan sehat akal pikirannya. c. Suatu hal tertentu; Merupakan hal- hal yang diperjanjikan yang dituangkan dalam perjanjian, mulai dari hak dan kewajiban, obyek perjanjian, dan penyelesaian apabila terjadi sengketa nantinya. d. Suatu sebab yang halal; Dalam perjanjian, klausula yang dituangkan harus bersifat halal, artinya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, peraturan perUndang-Undangan, maupun kebiasaan norma masyarakat yang telah diakui. Memperjelas keempat syarat itu, Subekti menggolongkannya ke dalam 2 (dua) bagian, yakni: a. Mengenai subjek perjanjian, adalah orang yang cakap atau mampu melakukan perjanjian sesuai peraturan perUndang-Undangan. Adapun sepakat (konsensus) adalah dasar dari terbentuknya perjanjian, dimana para pihak memiliki kebebasan dalam menentukan kehendaknya tanpa ada paksaan. b. Mengenai objek perjanjian, adalah apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak yang tertuang dengan jelas di dalam perjanjian, dimana objek tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. 9

Pada Pasal 1338 KUHPerdata dikatakan: “Perjanjian dibuat secara berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” Jenis-jenis perjanjian itu sendiri terdiri dari beberapa aspek: a. Berdasarkan cara lahirnya: 1. Perjanjian Konsensuil 2. Perjanjian Formal 3. Perjanjian Riil b. Berdasarkan pengaturannya: 1. Perjanjian Bernama 2. Perjanjian Tidak Bernama c. Berdasarkan sifat perjanjian: 1. Perjanjian Pokok 2. Perjanjian Accesoir d. Berdasarkan prestasi yang diperjanjikan: 1. Perjanjian Sepihak 2. Perjanjian Timbal Balik e. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan: 1. Perjanjian Obligatoir 2. Perjanjian Kebendaan

2.2 Berakhirnya Suatu Perikatan Menurut Pasal 1381 KUHPer Menurut ketentua Pasal 1381 KUHper, sesuatu perikatan baik yang lahir dari perjanjian maupun undang-undang dapat berakhir karena, beberapa hal antara lain: 2.2.1 Pembayaran (Betaling) Pembayaran (betaling) yaitu jika kewajibannya terhadap perikatan itu telah dipenuhi (pasal 1382 KUHPerdata).5 Istilah ‘pembayaran’ dalam hukum perikatan berbeda dengan istilah dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pembayaran sejumlah uang, tetapi pembayaran adalah setiap tindakan, 5

Dr. Titik Triwulan Titik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana Prenadmedia Group, 2008, hlm. 243.

10

pemenuhan prestasi, walau bagaimanapun sifat dari prestasi itu. penyerahan baraang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan prestasi pun disebut pembayaran. Pada umumnya, dengan dilakukannya pembayaran, perikatan menjadi hapus, tetapi adakalanya bahwa perikatannya tetap ada dan pihak ketiga menggantikan kedudukan kreditor semula (Subrogasi, pasal 1400 KUHPer).6 Dalam subrogasi, apabila pihak ketiga melunasi utang seorang debitor kepada kreditornya yang asli, maka lenyaplah hubungan hukum antara debitor, dengan kreditor asli. Dengan pembayaran itu maka perikatan itu sendiri tidak lenyap, tetapi yang terjadi adalah pergeseran kedudukan kreditur kepada orang lain. Subrogasi dapat lahir karena perjanjian maupun karena undang-undang. Subrogasi karena perjanjian terjadi antara kreditur dengan pihak ketiga atau debitur dengan pihak ketiga.7 Yang dimaksud oleh undang-undang dengan perkataan ”pembayaran” ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara sukarela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi perkataan pembayaran itu oleh undang-undang tidak melulu ditujukan pada penyerahan uang saja tetapi penyerahan tiap barang menurut perjanjian, dinamakan pembayaran. Bahkan si pekerja yang melakukan pekerjaannya untuk majikannya dikatakan ”membayar”. Pembayaran Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hukum perikatan adalah setiap pemenuhan prestasi secara sukarela. Dengan dipenuhinya prestasi itu perikatan menjadi terhapus. Pembayaran merupakan pelaksanaan perikatan dalam arti yang sebenarnya, dimana dengan dilakukannya pembayaran ini tercapailah tujuan perikatan/perjanjian yang diadakan. Pihak yang wajib memenuhi prestasi adalah debitur. Namun, menurut Pasal 1382 BW selain daripada debitur sendiri, orang-orang lain juga dapat memenuhi prestasi itu, yaitu: a.

Mereka yang berkepentingan, misalnya orang yang turut terutang dan seorang penanggung jawab hutang (borg); dan

b.

Mereka yang tidak berkepentingan, asal saja mereka bertindak atas nama debitur atau atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan kedudukan kreditur. Pengecualian pembayaran oleh pihak ketiga disebutkan di dalam Pasal 1383 BW yang

menentukan bahwa pada perikatan untuk berbuat sesuatu, tidak dapat dipenuhi oleh pihak

6 7

Ibid., hlm. 244. Ibid., hlm. 245.

11

ketiga yang berlawanan dengan kemauan kreditur, jika kreditur berkepentingan supaya perbuatan tersebut dilakukan sendiri oleh debitur. Agar pembayaran yang dilakukan itu sah, orang yang membayar tersebut harus pemilik atas barang yang dibayarkan dan berwenang untuk mengasingkannya. Meskipun demikian, pembayaran sejumlah uang atau barang yang dipakai habis, tidak dapat diminta kembali dari orang yang dengan itikad baik telah menghabiskan barang yang dibayarkan itu, sekalipun pembayaran itu telah dilakukan oleh orang yang bukan pemilik atau orang yang tidak berwenang mengasingkan barang tersebut (Pasal 1384 KUH Perdata). Pembayaran harus dilakukan kepada kreditur, atau kepada orang yang telah dikuasakan olehnya, atau kepada orang yang telah dikuasakan oleh hakim atau undang-undang untuk menerima pembayaran tersebut. Pembayaran yang dilakukan kepada orang yang tidak berkuasa menerima pembayaran bagi kreditur adalah sah apabila kreditur menyetujuinya atau nyata-nyata telah mendapat manfaat karenanya (Pasal 1385 KUH Perdata). Demikian pula pembayaran dengan itikad baik yang dilakukan kepada orang yang memegang surat piutang adalah sah (Pasal 1386 KUH Perdata). Pembayaran yang dilakukan kepada kreditur yang tidak cakap untuk menerimanya adalah tidak sah, terkecuali apabila debitur membuktikan bahwa kreditur sungguh-sungguh mendapat manfaat dari pembayaran itu (Pasal 1387 KUH Perdata). Kreditur tidak boleh dipaksa menerima sebagian pembayaran suatu barang yang lain daripada barang tertentu yang diperjanjikan, meskipun barang yang ditawarkan itu sama atau bahkan lebih harganya (Pasal 1389 KUH Perdata). Sebaliknya, meskipun tidak disebutkan dalam undang-undang harus dianggap bahwa debitur tidak boleh dipaksa untuk menyerahkan barang yang lain daripada yang diperjanjikan, walaupun barang yang diminta untuk diserahkan itu sama bahkan kurang harganya. 8 Selanjutnya, debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima pembayaran hutangnya, meskipun hutang itu dapat dibagi (Pasal 1390 KUH Perdata). Sebaliknya, meskipun tidak disebut dalam undang-undang– kreditur juga tdak dapat memaksa debitur untuk melakukan pembayaran hutangnya sebagian demi sebagian, meskipun hutangnya itu juga dapat dibagi. 9 Mengenai tempat pembayaran diatu p...


Similar Free PDFs